• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Preferensi Konsumen

Kotler dan Amstrong (1997) mendefenisikan preferensi konsumen sebagai pilihan suka atau tidak suka oleh seseorang terhadap produk (barang atau jasa) yang dikonsumsi. Preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagi pilihan produk yang ada.

Analisis preferensi konsumen adalah analisis yang bertujuan umtuk mengetahui apa yang disukai konsumen, juga untuk mengetahui apa yang disukai dan apa yang tidak disukai konsumen, juga untuk menentukan urutan kepentingan dari suatu atribut produk maupun produk itu sendiri. Dengan menggunakan analisis preferensi ini akan diperoleh kepentingan karakteristik produk seperti apa yang paling penting atau yang paling disukai (Oktaviani, 1996).

Menurut Lilien et al. dalam Simamora (2003), ada beberapa langkah yang harus dilalui sampai konsumen membentuk preferensi. Pertama, diasumsikan bahwa konsumen melihat produk sebagai sekumpulan atribut. Konsumen yang berbeda memiliki persepsi yang berbeda tentang atribut apa yang relevan.Kedua, tingkat kepentingan atribut berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masing-masing. Konsumen memiliki penekanan yang berbeda-beda dalam atribut apa yang paling penting. Ketiga, konsumen mengembangkan sejumlah kepercayaan tentang letak produk pada setiap atribut. Keempat, tingkat kepuasan terhadap produkakan beragam sesuai dengan perbedaan atribut. Kelima, konsumen akan sampai pada sikap terhadap merek yang berbeda melalui prosedur evaluasi.

Terdapat banyak aksioma untuk menerangkan tingkah laku individu dalam masalah penetapan pilihan terhadap suatu produk. Hubungan preferensi biasanya diasumsikan memiliki tiga sifat dasar, yaitu :

a. Kelengkapan (completeness)

Kelengkapan (completeness) mengandung pengertian jika A dan B merupakan kondisi atau situasi, maka setiap orang selalu harus bisa menspesifikasikan apakah:

1. A lebih disukai daripada B 2. B lebih disukai dari pada A, atau 3. A dan B sama-sama disukai

Tiap orang diasumsikan tidak bingung dalam menentukan pilihan mengacu pada dasar ini sebab setiap orang tahu mana yang baik dan mana yang buruk, dengan demikian, selalu bisa menjatuhkan pilihan diantara dua alternatif.

11

b. Transitivitas (transitivity)

Transivitas (transitivity) yaitu seseorang menyatakan lebih menyukai A daripada B, dan lebih menyukai B daripada C, maka orang tersebut lebih menyukai A daripada C. Dengan demikian, seseorang tidak bisa mengartikulasikan preferensi yang saling bertentangan.

c. Kontinuitas (continuity)

Kontinuitas (continuity) yaitu jika seseorang menyatakan lebih menyukai A daripada B ini berarti segala kondisi dibawah pilihan A tersebut disukai daripada kondisi dibawah pilihan B. Diasumsikan preferensi tiap orang akan mengikuti dasar diatas. Dengan demikian, setiap orang akan selalu dapat membuat atau menyusun rangking pada semua situasi ataupun kondisi mulai dari yang paling disukai hingga paling tidak disukai dari berbagai macam barang dan jasa yang tersedia (Nicholson, 1994).

2.2.2Karakteristik Konsumen

Konsumen adalah setiap pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik untuk kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup dan tidak untuk diperdagangkan. Defenisi konsumen tersebut dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Konsumen diartikan sebagai konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri, sedangkan konsumen organisasi meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, dan lembaga lainnya (sekolah, perguruan tinggi dan rumah sakit)

Menurut Sumarwan dalam Sunyoto (2013), untuk mengetahui konsumsi produk atau penggunaan produk yang lebih mendalam maka pemasar harus menegtahui tiga hal, yaitu:

1. Frekuensi konsumsi

Frekuensi konsumsi menggambarkan seberapa sering suatu produk dipakai atau dikonsumsi. Misalnya kulkas adalah salah satu produk peralatan dapur, termasuk dalam barang tahan lama dimana mempunyai usia pakai yang panjang, dapat bertahun-tahun. Kulkas digunakan dengan frekuensi yang sangat tinggi, karena dipakai terus menerus selama 24 jam sehari. Sementara itu, pemasar tentu menginginkan bahwa produk yang dijualnya dikonsumsi sesering mungkin oleh konsumen.

2. Jumlah konsumsi

Jumlah konsumsi menggambarkan kuantitas produk yang digunakan oleh konsumen. Produsen bukan hanya ingin mengetahui frekuensi konsumsi, tetapi juga jumlah yang dikonsumsi. Jumlah konsumsi akan menjadi indikator besarnya permintaan pasar bagi produknya.

3. Tujuan konsumsi

Konsumen mengkonsumsi suatu produk dengan beragam tujuan. Karena itu produsen seringkali membuat suatu produk yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan konsumen. Tujuan konsumsi sering menggambarkan situasi pemakaian oleh konsumen.

13

2.2.3 Faktor Karakteristik Konsumen yang Berhubungan Terhadap Keputusan Membeli

Pembelian konsumen berhubungan dengan karakteristik konsumen. Sebagian besar, pemasar tidak dapat mengendalikan faktor-faktor seperti itu, tetapi mereka harus memperhitungkan semuanya.

1. Umur

Orang mengubah barang dan jasa yang mereka beli selama masa hidupnya. Umur berhubungan dengan selera akan makanan, pakaian, perabot, dan rekreasi. Membeli juga dibentuk oleh tahap daur hidup keluarga, tahap-tahap yang mungkin dilalui oleh keluarga sesuai dengan kedewasaannya.

2. Pendapatan

Pendapatan masyarakat mencerminkan daya beli masyarakat. Tinggi atau rendahnya pendapatan masyarakat akan mempengaruhi kualitas maupun kuantitas permintaan. Pendapatan yang lebih rendah berarti bahwa secara total hanya ada uang yang sedikit untuk dibelanjakan, sehingga masyarakat akan membelanjakan lebih sedikit uang untuk beberapa dan mungkin pula terhadap sebagian besar barang. Jika permintaan terhadap sebuah barang berkurang ketika pendapatan berkurang, barang tersebut dinamakan barang normal. Pendapatan seseorang akanmempengaruhi pilihan produk. Pemasar produk yang peka terhadap pendapatan mengamati kecenderungan dalam pendapatan pribadi, tabungan, dan tingkat minat.

3. Tingkat Pendidikan

Kalau orang bertindak, mereka belajar. Pembelajaran menggambarkan perubahan dalam tingkah laku individual yang muncul dari proses pendidikan yang dijalani (pengalaman). Pendidikan seseorang sangat mempengaruhi pilihannya. Apabila

pendidikan konsumen tinggi maka akan lebih memilih barang yang berkualitas baik, tingkat pendidikan dapat dilihat dari pendidikan terakhir konsumen (Setiadi, 2003).

2.2.4 Atribut Produk

Atribut didefinisikan sebagai karakteristik yang membedakan merek atau produk lain. Definisi yang lain menyebutkan bahwa atribut adalah faktor-faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam mengambil keputusan tentang pembelian suatu merek ataupun kategori produk, yang melekat pada produk atau menjadi bagian dari produk itu sendiri (Simamora, 2003).

Atribut menggambarkan karakteristik spesifik dari produk yang menimbulkan manfaat. Artinya, pembeli biasanya dapat menyimpan manfaat yang akan mereka terima dari produk dengan meneliti atribut produk tersebut. Seringkali beberapa produk sama dalam sejumlah besar atributnya. Dalam hal seperti ini, adalah penting untuk membedakan satu atau lebih atribut penentu, yaitu atribut yang paling menentukan pilihan pembeli. Suatu atribut dianggap paling penting jika memberikan manfaat yang sangat diinginkan, tetapi jika semua alternatif yang bersaing mempunyai karakteristik yang sama, maka atribut yang lain akan menentukan pilihan merek (Guiltinan dan Gordon, 1992).

Atribut produk merupakan unsur-unsur yang ada pada produk tersebut dan dipandang penting oleh konsumen serta dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan (Tjiptono, 1995). Atribut suatu produk dibedakan ke dalam atribut fisik dan atribut abstrak. Atribut fisik menggambarkan ciri-ciri fisik dari suatu produk, misalnya ukuran. Sedangkan atribut abstrak menggambarkan karakteristik subjektif dari produk berdasarkan persepsi konsumen (Sumarwan, 2003).

15

Menurut Cleland dan Bruno (1996) dalam Simamora (2003), yang dipertimbangkan oleh konsumen sebenarnya hanya dua bagian besar, yaitu faktor harga dan bukan harga. Faktor bukan harga terdiri dari faktor produk dan non produk adalah hal-hal yang terkait secara tidak lansung dengan produk.

2.2.5 Analisis Conjoint

Analisis conjoint merupakan sebuah teknik analisis multivariate yang dikembangkan secara khusus untuk mengerti bagaimana responden membuat pilihan dari berbagai jenis objek (produk, jasa atau ide). Keputusan itu dibuat berdasarkan premis sederhana bahwa konsumen mengevaluasi nilai dari objek (nyata atau hipotesis) dengan mengkombinasikan sejumlah nilai yang terpisah yang disediakan oleh setiap atribut. Selain itu, konsumen dapat mengestiamsi pilihan dengan menilai bentuk kombinasi dari atribut (Hair, et al., 2010).

Manfaat yang dapat diambil dari penggunaan analisis conjoint ini adalah produsen dapat mencari solusi kompromi yang optimal dalam merancang atau mengembangkan suatu produk. Menurut Green dan Krieger (1991) analisis ini juga bermanfaat untuk merancang harga, memprediksi tingkat penjualan atau penggunaan produk (market share), uji coba konsep baru, segmentasi preferensi,dan merancang strategi promosi.

Santoso (2006) menyatakan bahwa untuk populasi tidak terbatas atau sangat besar, didasarkan pada teori-teori dan pengamatan komunitas riset pasar, ukuran sampel untuk penelitian conjoint umumnya berkisar dari 150-1.200 responden. Jika tujuan penelitian adalah untuk membandingkan kelompok responden dan mendeteksi perbedaan yang signifikan, ukuran sampel yang digunakan harus cukup besar untuk menampung sekitar 200 per kelompok. Oleh

karena itu, jika untuk melakukan studi segmentasi dan berencana untuk membagi responden ke dalam empat kelompok (melalui analisis cluster) akan lebih baik menyertakan minimal 200 respnden sehingga total responden pada empat kelompok tersebut adalah 800 responden. Studi segmentasi yang kuat memasukkan responden sekitar 800 atau lebih.

Analisis conjoint juga ditujukan untuk penelitian kuantitatif dengan tujuan untuk membandingkan sub kelompok, direkomendasikan setidaknya 300 responden. Untuk meneliti dan mengembangkan hipotesis tentang pasar, dapat digunakan jumlah responden antara tiga puluh dan enam puluh. Asumsi pada analisis conjoint berbeda dengan analisis multivariat lainnya, karna proses conjoin tidak membutuhkan uji asumsi seperti normalitas, homoskedasitas, dan lainnya (Santoso, 2012). Adapun model dasar analisis conjoint dirumuskan secara sistematis dapat dilihat sebagai berikut:

dimana:

µ(x) = Utility (Nilai Kegunaan) total dari tiap-tiap stimuli/kombinasi

��� = Utility (Nilai Kegunaan) dari atribut ke-i (i = 1, 2, 3, ...,m) dan level ke-j (j = 1, 2, 3, ..., k)

k = Banyaknya level atribut i m = Banyaknya atribut

17

Dokumen terkait