• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.7 Landasan Teoritis

Landasan teori sangat penting dipergunakan dalam mendukung pembuatan suatu penelitian terutama penulisan skripsi, hal ini berguna sebagai landasan serta acuan penulis dalam memecahkan permasalahan melalui teori–teori hukum, asas– asas hukum, doktrin hukum dam ulasan pakar hukum berdasarkan pembidangan kekhususannya. Adapun teori yang dipakai adalah sebagai berikut :

a. Asas Pacta Sunt Servanda

Perjanjian Internasional mengikat negara–negara pihak pada perjanjian berdasarkan prinsip pacta sunt servanda, yaitu prinsip yang mewajibkan negara–negara untuk mentaati dan menghormati pelaksanaan perjanjian tersebut.19 Dalam Konvensi Wina 1969 tentang hukum perjanjian internasional, Pasal 26 menegaskan asas pacta sunt servanda, bahwa setiap perjanjian yang telah memiliki kekuatan mengikat terhadap

                                                                                                               

para pihak, maka para pihak yang bersangkutan harus menghormati perjanjian tersebut dengan penuh itikad baik.20

Sehingga penerapan asas pacta sunt servanda ini terkait dengan perjanjian–perjanjian internasional yang berhubungan langsung dalam pelaksanaannya dengan permasalahan yang terjadi di negara Yaman.

b. Prinsip Pembelaan Diri ( Self Defence )

Prinsip Pembelaan diri atau biasa disebut self defence merupakan istilah dalam hukum internasional yang berlaku sejak lama sebagai bagian dari kebiasaan internasional. Tindakan self defence dalam hukum kebiasaan internasional pertama kali terjadi pada tahun 1837, Saat itu terjadi penembakan di kapal milik warga Amerika Serikat Caroline oleh angkatan bersenjata Inggris yang kemudian membakar kapal tersebut, dan ditambatkan disisi sungai Niagara. Penembakan itu dilakukan karena kapal tersebut diduga memberikan bantuan kepada para pemberontak di Kanada.21

Penembak yang merupakan seorang warga negara Inggris bernama McLeod, dituduh melakukan pembunuhan dan perbuatan tidak sah dengan menembak kapal tersebut.22 Dalam komunikasi yang dijalin antara menteri luar negeri Amerika Serikat dengan pemerintah Inggris pada waktu itu,                                                                                                                

20 I Wayan Parthiana, 2002, Hukum Perjanjian Internasional Bagian 1, Mandar Maju, Bandung, (selanjutnya disingkat I Wayan Parthiana I), h. 59.

21 Antony Clark Arend, 2003, International Law and The Preemptive Use of Military Force, The Center for Strategic and International Studies and The Massachusetts Institute of Technology, The Washington Quartely, h.90

22 En.wikipedia website, 2016, Caroline Affair, available at URL : https://en.wikipedia.org/ wiki/caroline_affair, diakses pada tanggal 20 Februari 2016.  

berujung pada kesimpulan bahwa tindakan Inggris dikategorikan sebagai

the nescessity of self defence and preservation. Inggris mengklaim bahwa

tindakan mereka adalah sebuah tindakan self defense.23 Peristiwa Caroline kemudian secara tidak langsung membentuk prinsip-prinsip yang kini tertanam kuat sebagai landasan yang digunakan dalam beberapa kasus sengketa internasional dan kemudian menjadi hukum kebiasaan internasional dalam hal self defence.24

Praktik hukum kebiasaan internasional yang berkembang jauh sebelum diadopsinya Piagam PBB, prinsip self defence telah digunakan dalam beberapa kasus internasional. Seperti yang dikemukakan oleh Smitherman III, bahwa dalam hukum kebiasaan internasional tindakan self

defence adalah sah dilakukan sebuah negara sepanjang memenuhi unsur necessity, proportionality dan imminency.25 Meskipun sedikit berbeda tidak menekankan unsur imminency, Alina Kaczorowska mengemukakan adanya tiga syarat parameter sahnya penggunaan self defense dalam hukum kebiasaan internasional, yaitu : 26

a. an actual infringement or threat of infrigement of the rights of the defending state;

b. a failure or inability on the part of the other state to use its own legal powers to stop or prevent the infringement; and

c. acts of self defence strictly confined to the object of stopping or preventing the infringement and reasonably proportion – nate to what is required for achieving this object.

                                                                                                               

23 Antony Clark Arend, op.cit, h. 91.

24 Beni Candra Jaya, 2015, Tindakan Amerika Serikat Dalam Memerangi Terorisme di Afganistan Dan Hubungannya Dengan Prinsip Non Intervensi, Perpustakaan Digital Universitas Lampung, h. 23.

25 Sefriani, 2011, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Rajawali Press, Jakarta, h. 137.

Self defence sebagai bentuk pengecualian terhadap prinsip larangan

penggunaan kekerasan dalam hubungan internasional, diatur dalam Pasal 51 Piagam PBB yang mengakui adanya inherent right yaitu hak yang melekat baik pada individu atau kolektif untuk melakukan self defense.27

Selain itu pasal ini memberikan aturan bahwa tidak ada satu pun ketentuan dalam piagam PBB yang boleh merugikan hak perseorangan atau bersama untuk membela diri apabila suatu serangan bersenjata terjadi terhadap satu anggota Perserikatan Bangsa Bangsa, sampai Dewan Keamanan mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk memelihara perdamaian serta keamanan internasional. Tindakan-tindakan yang diambil oleh anggota-anggota dalam melaksanakan hak membela diri ini harus segera dilaporkan kepada Dewan Keamanan dan dengan cara bagaimana pun tidak dapat mengurangi kekuasaan dan tanggung jawab Dewan Keamanan menurut piagam dalam mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk memelihara atau memulihkan perdamaian serta keamanan internasional.28 Meskipun prinsip pertahanan diri (self defence) berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB dapat dibenarkan akan tetapi prinsip ini tetap mempunyai batasan–batasan dan syarat–syarat tertentu yang telah

                                                                                                               

27  Jane Gilliland Dalton, 2005, The United States National Security Strategy: Yesterday, Today, and Tomorrow, Naval justice School,US, h.71  

28 Piagam PBB pasal 51 : “Nothing in the present Charter shall impair the inherent right of individual or collective self-defence if an armed attack occurs against a Member of the United Nations, until the Security Council has taken measures necessary to maintain international peace and security. Measures taken by Members in the exercise of this right of self-defence shall be immediately reported to the Security Council and shall not in any way affect the authority and responsibility of the Security Council under the present Charter to take at any time such action as it deems necessary in order to maintain or restore international peace and security.”

ditentukan dan harus dipenuhi sebelum dilaksanakannya sebuah intervensi militer.

Sehingga jika dikaitkan dengan intervensi milter koalisi Saudi Arabia di Yaman, prinsip self defence ini akan digunakan sebagai landasan hukum dan alasan pembenar dilakukan intervensi tersebut dengan batasan–batasan khusus yang telah ditentukan.

c. Prinsip Pembedaan (Distinction Principle)

Prinsip Pembedaan (distinction principle) adalah prinsip yang membedakan antara kombatan dan penduduk sipil dalam wilayah negara yang sedang berperang. Kombatan ialah penduduk yang secara aktif turut serta dalam permusuhan dan boleh dijadikan sasaran perang, sedangkan penduduk sipil ialah penduduk yang tidak ikut aktif dalam perang sehingga tidak boleh dijadikan sasaran perang.29 Tujuan dari prinsip pembedaan ini adalah untuk melindungi warga sipil.30

Adapun prinsip–prinsip pembedaan dijabarkan sebagai berikut : i. Pihak yang bersengketa, setiap saat harus membedakan anatar

kombatan dan penduduk sipil untuk melidungi objek–objek sipil. ii. Penduduk sipil, demikian pula penduduk sipil secara peorangan

tidak boleh dijadikan objek serangan.

iii. Dilarang melakukan tindakan kekerasan yang tujuannya untuk menyebarkan terror terhadap penduduk sipil.

                                                                                                               

29 Anis Widyawati, 2014, Hukum Pidana Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, h. 83.

30 Ambarwati, Denny Ramdhany, Rina Rusman, 2012, Hukum Humaniter Internasional Dalam Studi Hubungan Internasional, PT. Raja Grafindo Persada, Depok, h. 45.

iv. Pihak yang bersengketa harus mengambil langkah pencegahan yang memungkinkan untuk meyelamatkan penduduk sipil atau setidaknya untuk menekan kerugian atau kerugian yang tidak disengaja sekecil mungkin.

v. Hanya angkatan bersenjata yang berhak menahan dan menyerang musuh.

vi. Objek–objek sipil yang harus dilindungi anatara lain tempat ibadah, rumah sakit, sekolah dan fasilitas–fasilitas publik.31

Merupakan hal yang sangat wajar apabila prinsip pembedaan yang digunakan oleh penulis dalam menganalisis intervensi militer Saudi Arabia dalam konflik bersenjata non internasional yang melibatkan pemberontak houthi dengan pemerintahan Yaman yang melibatkan Saudi Arabia dikarenakan adanya indikasi pelanggaran kemanusiaan yang dilakukan Saudi Arabia dengan melakukan penyerangan yang mengakibatkan jatuhnya korban penduduk sipil dan mentargetkan fasilitas-fasilitas umum yang seharusnya dapat dihindari dengan melihat prinsip pembedaan ini.

d. Teori Kedaulatan Negara

Setiap negara merdeka memiliki kedaulatan untuk mengatur segala sesuatu yang ada maupun terjadi di wilayah atau teritorialnya.32 Menurut sejarah asal kata kedaulatan yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “sovereignty” berasal dari kata Latin “superanus” berarti yang                                                                                                                

31  Anis Widyawati, op.cit, h. 83-84.  

teratas. Negara dikatakan berdaulat atau sovereign karena kedaulatan merupakan suatu sifat atau ciri hakiki negara.33

Kedaulatan sebagai artibut negara pertama kali dikemukakan oleh Jean Bodin. Jean Bodin menyatakan bahwa kedaulatan merupakan ciri negara, yang membedakan negara dengan persekutuan–persekutuan lainnya,34 dan yang kemudian dikenal sebagai teori kedaulatan negara. Menurut Jean Bodin, istilah kedaulatan itu mengandung satu-satunya kekuasaan sebagai :35

1. Asli, artinya tidak diturunkan dari suatu kekuasaan lain.

2. Tertinggi, tidak ada kekuasaan lain yang lebih tinggi yang dapat membatasi kekuasaannya.

3. Bersifat abadi dan kekal

4. Tidak dapat dibagi-bagi karena hanya ada satu kekuasaan tertinggi saja.

5. Tidak dapat dipindahkan atau diserahkan kepada suatu badan lain.

Selain Jean Bodin, pelopor teori kedaulatan negara lainnya adalah John Austin. John Austin menyatakan bahwa yang berdaulat adalah

                                                                                                               

33 Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, 2003, Pengantar Hukum Internasional Edisi Kedua, Alumni, Bandung, h.16.

34 Hufron, Syofyan Hadi, 2006, Ilmu Negara Kontemporer , Telaah Teoritis Asal Mula, Tujuan dan Fungsi Negara, Negara Hukum dan Negara Demokrasi, LaksBang Grafika dan Kantor Advokat Hufron & Rubaie, Yogyakarta & Surabaya, h. 96.

35 Teuku May Rudy, 1998, Administrasi dan Organisasi Internasional, Refika Aditama, Bandung, h. 28.

pembentuk hukum tertinggi (legibus solute/supreme legislator) dan hukum positif adalah hukum yang dibuat oleh orang yang berdaulat itu.36

Dalam perkembangannya kedaulatan negara ini menurut Mirza Satria Buana dibagi menjadi dua bagian yaitu kedaulatan negara berdasarkan jangkauan (scope) dan kedaulatan berdasarkan konsep wilayah (territorial) suatu negara.37 Kedaulatan negara berdasarkan jangkauan (scope) terdiri dari dua konsep, yaitu kedaulatan eksternal (independensi) dan kedaulatan internal (supremacy). Kedaulatan eksternal sering juga disebut dengan istilah independensi negara, yang dicirikan oleh adanya kedudukan yang sama (equal) bagi sebuah negara dalam interaksi internasional dengan negara-negara lainnya tanpa adanya halangan, rintangan dan tekanan dari pihak mana pun. Sedangkan kedaulatan internal adalah hak atau kewenangan eksklusif suatu negara untuk menentukan bentuk lembaga-lembaga negaranya, cara kerja lembaga-lembaga negara, hak untuk membuat undang-undang tanpa ada campur tangan atau intervensi negara lain, mendapatkan kepatuhan dari rakyatnya dan memiliki kewenangan untuk memutus persoalan yang timbul dalam yuridiksinya.38

Negara berdaulat memang berarti bahwa negara itu tidak mengakui suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari pada kekuasaannya sendiri. Walaupun demikian, kekuasaan tertinggi ini mempunyai

batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  batasan-  

36 Hufron, Syofyan Hadi, op.cit, h. 98.

37  M.Iwan Satriawan, Siti Khoiriah, 2016, Ilmu Negara, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 57.

batasan.39 Pengertian kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi mengadung dua pembatasan penting yaitu :40

1. kekuasaan itu terbatas pada wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu dan;

2. kekuasaan itu berakhir di mana kekuasaan suatu negara lain mulai. Pengertian kedaulatan pada masa sekarang lebih sempit daya berlakunya apabila dibandingkan pengertian kedaulatan pada abad 18 dan 19.41 Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan negara-negara nasional yang tidak mengenal adanya pembatasan-pembatasan terhadap otonomi negara. Pada waktu sekarang dapat dikatakan hampir tidak terdapat lagi negara yang menolak pembatasan terhadap kebebasan negaranya demi kepentingan masyarakat internasional secara keseluruhan.42 Tunduknya suatu negara yang berdaulat atau tunduknya paham kedaulatan kepada kebutuhan pergaulan masyarakat internasional, merupakan syarat mutlak bagi terciptanya suatu masyarakat internasional yang teratur.

Penggunaan teori kedaulatan negara dalam penulisan skripsi ini sangat terkait dengan dilakukannya intervensi militer oleh koalisi Saudi Arabia yang merupakan suatu bentuk campur tangan atas kedaulatan negara Yaman. Sehingga teori ini digunakan untuk menganalisis mengenai tindakan intervensi militer tersebut, apakah dibenarkan dalam hubungan antar negara dan apakah terdapat batasan-batasan tertentu dalam                                                                                                                

39 Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, op.cit, h.17-18.

40 Ibid, h.18.

41 Ni’matul Huda, 2010, Ilmu Negara Cetakan Ke-2, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.184.

pelaksanaan intervensi militer koalisi Saudi Arabia di wilayah kedaulatan negara Yaman.

e. Teori Yurisdiksi

Yurisdiksi adalah kekuasaan atau kewenangan hukum negara terhadap orang, benda atau peristiwa (hukum).43 Malcolm N. Shaw mengemukakan bahwa :44

“Jurisdiction concerns the power of the state under international

law to regulate or otherwise impact upon people, property and circumstances and reflects the basic principle of state sovereignty, equality of states and non-interference in domestic affairs”.

Sedangkan Conway W. Henderson mengatakan bahwa “jurisdiction is a

domain for making and enforcing rules over places and activities of person”.45

Pada prinsipnya negara memiliki kekuasaan untuk mengatur hubungan hukum yang dilakukan oleh orang (warga negara atau warga negara asing) yang berada di wilayahnya. Negara pun memiliki wewenang yang sama untuk mengatur benda-benda atau peristiwa-peristiwa (hukum) yang terjadi di dalam wilayahnya.46 Pelaksanaan yurisdiksi oleh suatu negara terhadap harta, benda, orang, tindakan atau peristiwa yang terjadi di dalam wilayahnya jelas diakui oleh hukum internasional untuk semua

                                                                                                               

43 Huala Adolf, 2002, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional Edisi Revisi Cet.Ketiga, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat Huala Adolf I), h.183.

44  Malcom N. Shaw, 2003, International Law Sixth Edition, Cambridge University Press, United Kingdom, h. 645.

45 Conway W.Henderson, Understanding International Law, John Wiley & Son Ltd, United Kingdom, h.116.

negara anggota masyarakat internasional.47 Yurisdiksi merupakan refleksi dari prinsip dasar kedaulatan negara, persamaan derajat negara dan prinsip tidak campur tangan suatu negara terhadap urusan domestik negara lain.48

Kata yurisdiksi (jurisdiction) berasal dari kata yurisdictio. Kata yurisdictio berasal dari dua kata yaitu yuris dan dictio. Yuris berarti kepunyaan hukum atau kepunyaan menurut hukum. Adapun dictio berarti ucapan, sabda atau sebutan. Dengan demikian dilihat dari asal katanya Nampak bahwa yurisdiksi berkaitan dengan masalah hukum atau kewenangan menurut hukum.49

Ada tiga macam yurisdiksi yang dimiliki oleh negara yang berdaulat menurut John O’Brien, yaitu :50

1. kewenangan negara untuk membuat ketentuan-ketentuan hukum terhadap orang, benda, peristiwa maupun perbuatan di wilayah teritorialnya (legislative jurisdiction or prescriptive jurisdisction); 2. kewenangan negara untuk memaksakan berlakunya

ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya (executive jurisdiction or

enforcement jurisdiction);

3. kewenangan pengadilan negara untuk mengadili dan memberikan putusan hukum (yudicial jurisdiction).

Yurisdiksi dapat digolongkan ke dalam prinsip-prinsip yurisdiksi sebagai berikut :51

                                                                                                               

47 J.G. Starke, op.cit, h. 270.

48  Huala Adolf, op.cit, h. 183.  

49 Sefriani, op.cit, h. 232.

1. Prinsip Yurisdiksi Teritorial

Menurut prinsip ini setiap negara memiliki yuridiksi terhadap kejahatan-kejahatan yang dilakukan di dalam wilayah teritorialnya.

2. Prinsip Teritorial Subjektif

Berdasarkan prinsip ini negara memiliki yurisdiksi terhadap seseorang yang melakukan kejahatan yang dimulai dari wilayahnya, tetapi diakhiri atau menimbulkan kerugian di negara lain.

3. Prinsip Teritorial Objektif

Berdasarkan prinsip ini suatu negara memiliki yurisdiksi terhadap seseorang yang melakukan kejahatan yang menimbulkan kerugian di wilayahnya meskipun perbuatan itu dimulai dari negara lain.

4. Prinsip Nasionalitas Aktif

Berdasarkan prinsip ini suatu negara memiliki yurisdiksi terhadap warganya yang melakukan kejahatan di luar negeri. 5. Prinsip Nasionalitas Pasif

Berdasarkan prinsip ini negara memiliki yurisdiksi terhadap warganya yang menjadi korban kejahatan yang dilakukan orang asing di luar negeri.

                                                                                                                                                                                                                                                                                                               

6. Prinsip Universal

Berdasarkan prinsip ini setiap negara memiliki yurisdiksi untuk mengadili pelaku kejahatan internasional yang dilakukan di mana pun tanpa memerhatikan kebangsaan pelaku maupun korban.

7. Prinsip Perlindungan

Berdasarkan prinsip ini negara memiliki yurisdiksi terhadap orang asing yang melakukan kejahatan yang sangat serius mengancam kepentingan vital negara, keamanan, integritas dan kedaulatan serta kepentingan vital ekonomi negara.

Teori yurisdiksi ini sangat relevan di gunakan mengingat konflik bersenjata yang berkepanjangan di negara Yaman dengan sistem pemerintahan yang lumpuh serta adanya intervensi militer koalisi Saudi Arabia menjadikan suatu masalah bagi negara Yaman untuk melaksanakan kewenangan-kewenangan hukumnya terhadap pihak-pihak yang bertikai. Bentuk yurisdiksi lain yang diterkait dalam penulisan ini, yaitu prinsip universal. Prinsip universal digunakan terhadap permasalahan adanya indikasi kejahatan perang yang dilakukan baik oleh pihak koalisi Saudi Arabia maupun kelompok Houthi atas pelanggaran terhadap perlindungan penduduk sipil dalam konflik bersenjata di Yaman. Sehingga prinsip universal ini dipergunakan untuk kewenangan mengadili tindak kejahatan perang (merupakan salah satu dari kejahatan

internasional), kepada para pihak yang bertikai di Yaman apabila sudah terbukti secara benar dan jelas.

Dokumen terkait