• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.7 Landasan Teoritis

Untuk mengkaji lebih lanjut mengenai pelaksaanan hak atas merek sebagai jamina fidusia di PT. BPD Bali terlebih dahulu dikemukakan sekilas mengenai landasan teoritis dalam mengkaji permasalahan yang akan dibahas selanjutnya dalam tulisan ini.

Sebagai makhluk sosial (zoon politicon) seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles, manusia tidak dapat dipisahkan oleh komunitasnya. Manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dalam memenuhi kebutuhannya perlu adanya bantuan dri orang lain. Dan dalam aktifitas usahanya manusia pasti membutuhkan peranan dari orang lain. Dalam peranan kepada orang lain itu manusia perlu mengikatkan dirinya dengan cara kerjasama dan melakukan kesepakatan atau perjanjian agar mempermudah melakukan aktufitas usahanya antar manusia. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) pasal 1313 mengatakan " suatu perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Suatu perjanjian dibuat selain agar adanya kesepakatan juga dibuat untuk mendapatkan keadilan bagi yang membuatnya. Menurut Arsitoteles, keadilan dibedakan dalam dua (2) macam yakni; keadilan distributif adalah keadilan yang memberikan kepada setiap orang menurut haknya masing-masing, dan keadilan komutatif adalah keadilan yang diterima masing-masing anggota tanpa mempedulikan jasa masing-masing. Dalam melakukan perjanjian seharusnya mewujuskan apa

yang dibutuhkan para pihak melalui apa yang dinamakan asas proposionalitas atau asas keseimbangan8. Dalam perjanjian disebutkan ada dua (2) nama perjanjian yakni perjanjian bernama (nominaat) dan tidak bernama

(innominaat.)

Dalam hal ini perjanjian kredit dinamakan perjanjian bernama (nominaat)

pengertian perjanjian kredit dapat dikatakan bahwa kredit merupakan kegiatan pinjam meminjam antara nasabah dengan bank (kreditur dan debitur). Dapat dilihat bahwa dasar hukum dari perjanjian kredit adalah pinjam meminjam yang didasarkan kepada kesepakatan bersama antara bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur. Masalah pinjam meminjam ini diatur dalam Buku III Bab ketiga belas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), pada pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) disebutkan bahwa " pinjam meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumblah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Dalam aspeknya yang konsensual perjanjian kredit ini tunduk kepada Undang-Undang dan bagian umum Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)9.

Dalam analisis kredit, Bank sebelum memutuskan apakah suatu permohonan kredit diterima atau ditolak. Maka, langkah-langkah yang

8 Agus Yudha Hernoko, 2011, Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas Dalam Kontrak Kormesial, Kencana, Jakarta, hal101.

dilakukan adalah melakukan analisis terhadap permohonan yang diajukan debitur. Sebagaimana di maklumi pembayaran kredit selalu terjadi dimasa yang akan datang. Suatu permohonan kredit pada umumnya memiliki 5 kriteria atau The Five C' yakni:

1. Character (sifat).

Dalam hal in, para analis kredit umumnya mencoba melihat dari data permohonan kredit yang terlah disediakan oleh bank.Bila dirasakan perlu diadakan wawancara, untuk mengetahui lebih rinci, bagaimana karakter sesungguhnya dari calon debitur tersebut.

2. Capasity (Kemampuan).

Bank mencoba menganalisis apakah permohonan dana yang diajukan rasional atau tidak dengan kemampuan yang pada debitur sendiri. Bank melihat sumber pendapatan dari pemohon yang dikaitkan dengan kebutuhan kehidupan sehari-hari.

3. Capital (Modal).

Hal ini cukup penting bagi bank, khususnya untuk kredit yang cukup besar apakah dengan dengan modal yang ada, mungkin pengembalian kedit yang diberikan.Untuk itu perlu dikaji ulang potensi dari modal yang ada.

4. Collateral (Jaminan).

Apakah jaminan yang diberikan oleh debitur sebanding dengan kredit yang diminta.hal ini penting agar bila debitur tidak mampu melunasi kreditnya jaminan dapat dijual.

5. Condition Of Economy (Kondisi Ekonomi).

Situasi dan kondisi ekonomi apakah memungkinkan untuk itu.10

Pengertian Bank menurut Undang-Undang Nomer 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomer 10 Tahun 1998 menyatakan "Bank adalah badan usaha yang menghimpun danadari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak". Adapun pendapat para sarjana dalam pengertian bank, sebagai berikut:

1. Menurut Pierson memberikan definisi "Bank is company which accept credit, but didn't give credit" (bank adalah badan usaha yang menerima kredit tetapi tidak memberikan kredit). Teori Pierson ini menyatakan bahwa bank dalam oprasionalnya hanya bersifat pasif saja, yaitu hanya menerima titipan uang saja.

2. Menurut G.M. Verryn Stuart, bank is a company who satisfied other people by giving a credit with the money they accept as a gamble to the other, eventhough they should supply the new money.(Bank adalah badan usaha yang wujudnya memuaskan keperluan orang lain, dengan memberikan kredit berupa uang yang diterimanya dari orang lain, sekalipun dengan mengeluarkan uang baru kertas dan uang logam). Jadi, menurut G.M. Verryn Stuart,

bank dalam hal ini telah melakukan operasi pasif dan aktif yaitu

mengumpulkan dari masyarakat yang kelebihan dana dan menyalurkan kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dan. 3. Menurut B.N. Ajuha, Bank provided means by which capital is

transferred from those who can not use it profitable tho those who can use it productively for the society as whole. Bank provided which channel to invest without any risk and a good rate of a interest. (Bank menyalurkan modal dari mereka yang tidak dapat menggunakan secara menguntungkan kepada mereka yang mampu membuatnya lebih produktif untuk keuntungan masyarakat. Bank juga berarti saluran untuk menginvestasikan tabungan secara aman dan dengan tingkat bunga yang menarik).11

Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang Nomer 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomer Tahun 1998, Bank dibagi menjadi dua (2) jenis yakni;

1. Bank Umum yang pengertiannya dijabarkan dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomer 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomer Tahun 1998 mengemukakan "Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran" ;

2. Bank Perkreditan Rakyat yang pengertiannyan dijabarkan dalam pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Nomer 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomer Tahun 1998 mengemukakan " Bank Perkreditan Rakyat adalah

bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran".

Dalam melakukan tugasnya bank memiliki prinsip-prinsip atau asas-asas dalam pelaksanaan perjanjian kredit, sebagai berikut

1. Prinsip kepercayaan bahwa apabila seseorang atau badan usaha mendapatkan kredit dari Bank memiliki kemampuan serta kesanggupan untuk membayar utangnya pada bank. Kemampuan tersebut akan di dapatkan dari data-data yang disampaikan dalam permohonan kredit.

2. Prinsip itikad baik

Asas itikad baik disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang menyatakan: " Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik". Prinsip itikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur melaksanakan perjanjian berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak, maka orang atau badan usaha tersebut yang telah mendapatkan kepercayaan dari bank pemberi kredit Dalam pemberian kredit debitur harus memberikan jaminan kepada kreditur sebagai kewajiban keharusan atas kredit yang dimohonkan12.

3. Prinsip Kehati-hatian ( prudential principle )

Prinsip kehati-hatian adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan terutama dalam penyaluran dana kepada masyarakat harus sangat berhati-hati. Tujuan dilakukannya prinsip kehati-hatian ini agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku di dunia perbankan. Prinsip kehati-hatian tertera dalam Pasal 2Undang-Undang Nomer 7 tahun 1992 Jo. Undang -Undang Nomer 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yang menyatakan "Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian" dan Pasal 29 ayat (2) UU No 10 tahun 1998 Undang-Undang Nomer 7 tahun 1992 Jo. Undang -Undang Nomer 10 Tahun1998 Tentang Perbankan yang menyebutkan: "Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubung-an dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian"13.

Jaminan atau istilah lain yang sering digunakan ialah agunan dalam pemberian kredit merupakan perjanjian tambahan dalam arti, bila debitur tidak mampu melunasi utangnya, maka agunan akan dilelang untuk melunasi

13 Mauluddia, Perbankan, https://mauluddia.wordpress.com, diakses pada tanggal 4 Desember 2012.

utang tersebut, maka agunan akan dilelang untuk melunasi utang-utangrsebut. Dalam undang-undang dikemukakan perikatan yang dibuat oleh seseorang dijamin oleh harta benda yang memilikinya baik yang telah ada maupun dikemudian hari.Hanya dalam hal ini pihak kreditir harus membuktikan kebenaran haknya.Itulah sebabnya dibutuhkan jaminan dalam pemberian kredit, karena jaminan pemberian kredit adalah keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.

Pelaksanaan hak atas merek sebagai jaminan kredit dalam suatu bank, melandaskan pemikiran Hans Kelsen dengan teori hukum murni mengkonsepkan hukum sebagai peraturan yang dibuat dan diakui oleh negara, dihubungkan dengan Undang-Undang Nomer 42 Tahun1999 Tentang Jaminan Fidusia sebagai hukum positif yang berlaku dimasyarakat, terdapat adanya nilai yang terkandung didalam hak atas merek tersebut yang merupakan objek yang tidak berwujud (hak). Dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomer 15 Tahun 2001 Tentang Merek menyatakan "Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa".

Berdasarkan Undang-Undang Merek kesimpulan pengertian merek adalah suatu tanda untuk membedakan barang-barang atau jasa yang sejenis, juga sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan

perdagangan dan jasa. Hak atas merek mempunyai nilai apabila merek tersebut didaftarkan dan mendapat perlindungan hukum.

Dokumen terkait