• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN HAK ATAS MEREK SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA DI PT. BPD BALI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PELAKSANAAN HAK ATAS MEREK SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA DI PT. BPD BALI."

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

PELAKSANAAN HAK ATAS MEREK SEBAGAI

JAMINAN FIDUSIA DI PT. BPD BALI

DEWA AYU SASMITHA ISWARA DEWI 1203005233

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

ii

SKRIPSI

PELAKSANAAN HAK ATAS MEREK SEBAGAI JAMINAN

FIDUSIA DI PT. BPD BALI

DEWA AYU SASMITHA ISWARA DEWI

1203005233

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

(3)

iii

PELAKSANAAN HAK ATAS MEREK SEBAGAI JAMINAN

FIDUSIA DI PT. BPD BALI

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

DEWA AYU SASMITHA ISWARA DEWI NIM. 1203005233

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

(4)
(5)
(6)

vi

KATA PENGANTAR

Om Swastiyastu,

Penulis mengucapkan Puji Syukurdi hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat anguerah Beliau-lah Skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Hak Atas Merek Sebagai Jaminan Fidusia Di PT. BPD BALI.” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi dan memperoleh gelar sajrana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Penulis menyadari bahwa Skripsi tidak mungkin selesai tanpa adanya bantuan, dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, perkenankan penulis menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH., MH., Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana;

2. Bapak I Ketut Sudiarta, SH., MH., Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Udayana;

3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, SH., MH., Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Udayana;

(7)

vii

5. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH., MH.,Ketua Bagian Hukum Keperdataan Unversitas Udayana serta Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan memberikan pengarahan dalam penulisan Skripsi ini. 6. Ibu A. A. Sri Indrawati, SH., MH., Dosen Pembimbing II yang penuh

kesabaran dalam membimbing dan mengarahkan penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini.

7. Ibu A. A. Istri Ari Atu Dewi, SH., MH., Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing selama penulis mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

8. Ibu Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., MH., yang memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

9. Bapak/Ibu Dosen serta seluruh Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah memberikan ilmu-ilmu yang sangat bermanfaat selama masa studi di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

10. Bapak/IbuStaf Tata Usaha dan Staf Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah tulus memberikan bantuan serta petunjuk selama penulis mengikuti perkuliahan maupun penyusunan Skripsi.

11. PT. Bank BPD Bali Capem Kamboja dan PT. Bank BPD Bali Capem Sukawati yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

(8)

viii

niang, ujik, om dan tante serta sepupu-sepupu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.

13. Teman-teman yang memberikan motivasi, khususnya Sari, Yoga, Dania, Deka, Eliza, Khika, Ganis, Nadya, Lia, Devi, Mirah, Disertai teman lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah member warna tersen diri dalam kehidupan penulis. Terimakasih untuk persahabatan dan persaudaraan yang sangat indah ini.

Akhirnya besar harapan saya semoga Skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi pembaca dan dapat menjadi bahan masukan bagi Fakultas Hukum khususnya, Universitas Udayana merupakan Almamater Penulis.

(9)
(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN ... i

HALAMAN SAMPUL DALAM ... ii

HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA……… iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING/PENGESAHAN… . iv HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI………... v

KATA PENGANTAR ... vi

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... ix

DAFTAR ISI ... x

ABSTRAK………... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 8

1.4 Orisinalitas Penelitian ... 8

1.5 Tujuan Penelitian ... 9

a. Tujuan Umum ... 9

b. Tujuan Khusus ... 9

1.6 Manfaat Penelitian ... 10

(11)

xi

a. Manfaat Teoritis ... 10

b. Manfaat Praktis ... 10

1.7 Landasan Teoritis ... 11

1.8 Metode Penelitian ... 19

a. Jenis Penelitian... 19

b. Jenis Pendekatan ... 19

c. Sifat Penelitian ... 20

d. Data/Sumber Data ... 20

e. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 22

f. Teknik Penentuan Sampel Penelitian... 23

g. Pengolahan danAnalisis Data ... 23

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA, MEREK, DAN PERJANJIAN KREDIT 2.1. Jaminan Fidusia ... 24

2.1.1. Pengertian Jaminan dan Jaminan Fidusia... 24

2.1.2. Objek dan subjek Jaminan Fidusia... 26

2.1.3. Dasar Hukum Jaminan Fidusia... 29

2.2. Merek Dalam Undamg-Undang Merek Nomer 15 Tahun 2001.... 31

2.2.1. Pengertian Merek... 31

2.2.2. Jenis-Jenis Merek... 33

2.2.3. Dasar Hukum Merek... 35

2.3. Perjanjian Kredit... 36

(12)

xii

2.3.2. Jenis-Jenis Kredit... 39 2.3.3. Dasar Hukum Perjanjian Kredit... 42

BAB III PELAKSANAAN HAK ATAS MEREK SEBAGAI

JAMINAN FIDUSIA DI PT.BPD BALI

3.1. Persyaratan Hak Atas Merek Sebagai Jaminan Fidusia Pada Bank Umum... 44

3.2 Pelaksaanan Hak Atas Merek Sebagai Jaminan Fidusia Di

PT. BPD Bali ... 46

BAB IV UPAYA PENYELESAIAN APABILA TERJADI

KENDALA DALAM PEMBERIAN KREDIT DENGAN

JAMINAN HAK ATAS MEREK

4.1. FaktorFaktor Penyebab Terjadinya Kendala Dalam

Pemberian Kredit Dengan Jaminan Hak Atas Merek ... 51

4.2. Upaya yang Dilakukan Oleh Bank Apabila Terjadi Kendala

Dalam Pemberian Kredit Dengan Jaminan Hak Atas Merek .. 55

BAB V PENUTUP

1. Kesimpulan... 59 2. Saran... 60 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR INFORMAN

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(13)

xiii Abstrak

Pelaksanaan pemberian kredit merupakan salah satu usaha bank umum. Dalam pemberian kredit perlu adanya perjanjian antara pihak bank sebagai kreditur dan pihak nasabah sebagai debitur. Pemberian kredit yang dilakukan oleh pihak bank umum menggunakan asas kepercayaan, yang dimana pihak bank percaya kepada nasabah atau debitur dalam pemberian kredit.Oleh karena itu, untuk mengurangi resiko yang dialami oleh pihak bank bila terjadi kendala pada kredit tersebut, debitur harus memberikan jaminan kepada bank. Jaminan ini merupakan hak mutlak yang bias berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak. Apabila pihak debitur memberikan jaminan kepada kreditur berupa hak merek yang dimana hak merek merupakan benda tidak berwujud (immaterial) ini memunculkan pertanyaan bagaimana pelaksanaan hak atas merek sebagai jaminan fidusia serta bagaimana upaya yang dilakukan apabila terjadi kendala dalam pemberian kredit dengan jaminan hak merek.

Metode hukum yang digunakan adalah metode hokum empiris, dengan menggunakan data skunder dan data primer yang kemudian dianalisis secara deskriptif.

Adapun hasil yang diperoleh adalah, hak merek bias menjadi jaminan fidusia namun hanya sebagai jaminan tambahan saja. Dalam hal ini menekankan satuan atau jenis benda hak merek merupakan benda yang tidak berwujud. Maka dari itu, merek bias dijadikan sebagai jaminan namun, harus didaftarkan terlebih dahulu di Lembaga Direktorat HAKI,serta Lembaga Fidusia tetapi pelaksanaan pada BPD Bali belum berjalan efektif. Upaya yang dilakukan apabila terjadi kendala dalam pemberian kredit dengan jaminan hak merek adalah bias dengan cara mengeksekusi atau menyita merek tersebut. Namun, tidak mudah untuk mengeksekusi merek, merek yang bias disita atau dieksekusi harus terdaftar terlebih dahulu agar memiliki kekuatan hokum dan nilai ekonomi.

(14)

xiv

Abstract

The credit (loain) is suing implmentetion is one of public banks efforts in this credit (loain) issuing process there must be a contact between the bank ias lender and the customer as debiteur. The loain is given based on the principle of trust, therefor to the risks for the bank in case of any late istalment payment with the loain. The debitur must give a security as guaranted to the bank .This warranty is an absolute right that bias tangible or intangible, movable or immovable.. If the debtor provides collateral to the lender in the form of trademarks in which trademark rights are intangible (immaterial) This raises the question of how the application, as well as how the efforts made in the event of problems in lending by guaranteeing the right brand.

Legal method used is the method of empirical laws, using secondary data and primary data were analyzed descriptively.

The results, trademark rights can be a fiduciary, but only as an additional guarantee only. In this case emphasizes the unit or type of object is an object of trademark rights are intangible. Therefore, the brand can be used as collateral however, must be registered in advance in the Fiduciary Institute and the Institute of Intellectual Property Directorate. Efforts are being made in case of constraints in credit supply to the guarantee of the right brand is can be a way to execute or seize the brand. However, it is not easy to execute brand, a brand that can be seized or executed must be registered in advance in order to have the force of law and economic value.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat pasti berhubungan dengan bank. Pada masa kini yang dimana kebutuhan masyarakat semakin meningkat menjadi salah satu faktor masyarakat melakukan transaksi kepada bank dengan berbagai cara yang membuat bank maupun masyarakat mendapatkan keuntungan yang sama rata. Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit atau jasa-jasa. Adapun pemberian kredit itu dilakukan baik dengan modal sendiri maupun dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral. Dalam Undang-Undang Perbankan Nomer 7 tahun 1992 Jo. Undang -Undang Nomer 10 Tahun1998 pasal 1 ayat (2) terdapat pengertian bank yang dimana bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Secara sederhana dapat dikemukakan bank adalah suatu badan usaha yang berbadan hukum yang bergerak di bidang jasa keuangan. Bank sebagai badan hukum yang dapat mengikatkan diri kepada pihak ketiga .1

Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok bank sedangkan memberikan jasa bank lainnya hanya kegiatan pendukung.

1 Santosa Sembiring, 2000, Hukum Perbankan, Mandar Maju, Bandung, h.1.

(16)

Kegiatan menghimpun dana, berupa mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas jasa yang menarik seperti, bunga dan hadiah sebagai rangsangan bagi masyarakat agar lebih senang menabung. Kegiatan menyalur dana, berupa pemberian pinjaman kepada masyarakat. Sedangkan jasa-jasa perbankan lainnya diberikan untuk mendukung kelancaran kegiatan yang utama tersebut. Usaha-usaha bank terdapat pada Pasal 6 Undang-Undang Perbankan Nomer 7 tahun 1992 Jo. Undang -Undang Nomer 10 Tahun1998, yang menyatakan

a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;

b. memberikan kredit;

c. menerbitkan surat pengakuan hutang;

d. membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:

1. surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;

2. surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;

3. kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah; 4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ;

5. obligasi;

6. surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun; 7. instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai

dengan 1 (satu) tahun;

e. memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah;

f. menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;

g. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;

h. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;

(17)

j. melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;

k. dihapus

l. melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;

m. menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;

n. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentang

Dibandingkan dengan produk dan jasa perbankan yang ditawarkan, pendapatan atau keuntungan satu bank lebih banyak bersumber dari pemberian kredit pada nasabahnya. Kebanyakan masyarakat mencari pinjaman uang melalui bank. Bank akan memberikan kredit sebagai pinjaman. Pemberian kredit secara terus menerus dilakukan oleh bank dalam kesinambungan oprasionalnya. Namun, pada sisi lain, penyaluran dana dalam bentuk kredit kepada nasabah, terdapat resiko tidak kembalinya dana atau kredit yang disalurkan, dan bank-bank selalu harus melakukan analisis yang mendalam terhadap setiap permohonan kredit yang diterimannya. Pengertian Kredit adalah pemberian prestasi adalah pemberian prestasi (misalnya, uang, barang) dengan balas prestasi (kontra prestasi) akan terjadi pada waktu mendatang. Kredit berfungsi koperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara debitur dengan kreditur. Kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen-komponen kepercayaan, resiko, dan pertukaran ekonomi pada masa mendatang.2

(18)

Dalam pemberian Kredit ada jaminan yang diperlukan untuk mengatasi resiko yang timbul dikemudian hari, karena sekalipun bank telah memegang surat-surat agunan, namun apabila kredit itu bermasalah dan macet, bank tidak serta merta dapat mengeksekusi agunan tersebut. Dalam proses pemberian kredit, aspek hukum memegang peranan yang sangat penting. Pemberian kredit memberikan suatu hubungan hukum dengan segala konsekuensi yuridis yang dapat menimbulkan kerugian bagi bank selaku kreditur apabila hal-hal mendasar terabaikan. Maka dari itu perlu adanya pertibangan mengenai segala jenis perjanjian yang mendahului setiap pelepasan kredit oleh bank.

Untuk mengurangi resiko yang dialami Bank Jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank3. Jaminan merupakana hak mutlak (absolut) atas suatu benda tersebut yang menjadi objek jaminan suatu hutang, yang sewaktu-waktu dapat diuangkan bagi pelunasan hutang debitur apabila debitur ingkar janji. Kekayaan tersebut dapat merupakan kekayaan debitur sendiri atau kekayaan orang ketiga, penyendirian atas benda objek jaminan dalam perjanjian, jaminan adalah kepentingan dan keuntungan kreditur tertentu yang telah memintanya, sehingga memberikan hak atau kedudukan istimewa terhadap kreditur tersebut4. Menurut sifatnya jaminan ini terbagi menjadi 2 yakni: jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. Jaminan dengan benda berwujud (materiil), dapat berupa bendaatau

3H.R. Daeng Naja,Ibid, h. 207.

(19)

barang bergerak dan barang atau benda tidak bergerak. Sedangkan Jaminan tidak berwujud (imateriil), dapat berupa barang atau benda tidak bergerak yang lazim diterima oleh bank sebagai jaminan kredit adalah berupa hak tagih debitur terhadap pihak ketiga.5

Problematika dalam masyarakat adalah bisa atau tidaknya suatu bank menjadikan hak kekayaan intelektual (HAKI) penjaminan kredit. Hak Kekayaan Intelektual adalah hak kebedaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja ratio. Hasil pekerjaan ratio manusia yang menalar. Hasil dari kerjanya itu adalah benda immateril atau benda yang tidak berwujud. Benda dalam kerangka hukum perdata dapat dikalsifikasikan kedalam berbagai katageri salah satu diantaranya adalah pengelompokan benda kedalam klasifikasi benda berwujud dan benda tidak berwujud. Hak Kekayaan Intelektual dibagi menjadi dua jenis yaitu Hak Cipta dan Hak Atas Kekayaan Industrial. Hak Atas Kekayaan Industrial dibagi menjadi beberapa jenis yakni;

1. Paten

2. Desain Industri 3. Merek

4. Nama niaga atau nama dagang 5. Sumber tanda atau sebutan asal 6

Dalam perspektif ekonomi, hak atas merek yang merupakan bagian dari hak kekayaan industrial yang dianggap mampu memberikan konstribusi pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Hak atas merek dapat memberi harapan kesejahteraan kepada suatu bangsa. Kehadirannya tidak saja menjadi sumber kesejahteraan

5 H.R. Daeng Naja ,Ibid, h. 213.

(20)

diluar kekayaan yang kecenderungannya kian menipis, tetapi juga menjadi instrumen baru dalam konteks perdagangan. Dalam rangka pengembangan usaha, pelaku ekonomi sebagai pemilik maupun pemegang hak atas merek melekat pada produknya dapat mengakses kredit perbankan dengan merek sebagai objek jaminan fidusia, yang dimana hak atas merek merupakan jaminan yang tidak berwujud (immateriil). Pada konteks Hukum Perdata, hak yang melekat pada merek mempunyai sifat kebendaan dalam merek yang mengandung dua hak, selain hak ekonomi yang bisa memberikan keuntungan dalam bentuk royalty, juga terkandung hak moral (moral rights) yang selalu melekat pada pemiliknya. Hak ekonomi yang dimiliki seseorang atas kreatifitasnya, sifatnya bisa dialihkan atau dipindahkan pada orang lain, sehingga orang lain sebagai penerima perlahina hak juga mendpatkan keuntungan ekonomi.

Hak Atas Merek masuk dalam ranah hukum benda. Hukum benda merupakan bagian dari Hukum Perdata termasuk benda tidak berwujud, mempunyai nilai yang patut diperhitungkan dalam lalu lintas perdagangan global hal ini dimungkinkan sebagai objek jaminan. Jaminan diberikan dalam bentuk perjanjian dengan memberikan pinjaman uang, kreditur mencantumkan dalam perjanjian itu bahwa debitur harus menyerahkan barang-barang tertentu sebagai jaminan pelunasan hutang piutang.

(21)

merek merupakan bagian dari hukum benda yaitu benda yang tidak berwujud diatur dalam pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer) yang dapat beralih atau dialihkan karena perjanjian.

Mengingat dalam ketentuan tersebut diatas memberikan peluang atas hak merek sebagai jenis benda tidak berwujud untuk jaminan kredit, sebagaimana yang sudah pernah dilaksanakan pada Bank yang bertempat di Jakarta.7 Namun dalam penulusuran awal bahwa Bank Umum salah satunya PT. BPD BALI pernah ada yang menjaminkan merek, namun pihak bank belum menerima hak atas merek sebagai jaminan fidusia. Bisa dikarenakan merek tersebut belum terdaftar.

Dengan memperhatikan fenomena tersebut diatas maka penting diteliti lebih lanjut tentang " Pelaksanaan Hak Atas Merek Sebagai Jaminan Fidusia Di PT. BPD BALI.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat diajukan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksaanan hak atas merek sebagai jamina fidusia di PT. BPD Bali ?

(22)

2. Bagaimana upaya penyelesaian yang dapat dilakukan apabila terjadi kendala dalam pemberian kredit dengan jaminan hak atas merek?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Mengingat batasan permasalahan merupakan suatu hal yang sangat penting. Guna menghindari terjadinya penyimpangan terhadap pokok materi bahasan, maka penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas dalam ruang lingkup masalah. Adapun permasalahannya sebagai berikut:

- Permasalahan pertama akan membahas tentang pelaksaanan hak atas merek sebagai jamina fidusia di PT. BPD Bali

- Permasalahan yang kedua membahas mengenai upaya yang dapat dilakukan apabila terjadi kendala dalam pemberian kredit dengan jaminan hak atas merek.

(23)

2 Sudjana,

Bahwa dengan sesungguhnya tulisan ini dibuat berdasarkan pemaparan asli, pemikiran, dan hasil penelitian yang dilakukan penulis. Sepanjang sepengetahuan penulis, bahwa tidak ada yang mengangkat tulisan dengan judul yang sama ataupun dengan permasalahan yang sama.

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian terkait pelaksaanan hak atas merek sebagai jamina fidusia di PT. BPD Bali yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuanya antara lain:

a. Tujuan Umum

1. Untuk Melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada bidang peneltian;

(24)

3. Melatih diri dalam usaha menyatakan pemikiran ilmiah secara tertulis. b. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksaanan ha katas merek sebagai jamina fidusia di PT. BPD Bali

2. Untuk mengetahui apa upaya yang dapat dilakukan apabila terjadi kendala dalam pemberian kredit dengan jaminan hak atas merek

1.6. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis penulisan ini diharapkan dapat membantu memberikan pemahaman dan sumbangan pemikiran dalam bidang pendidikan terutama ilmu hukum yaitu hukum perdata, khususnya hukum perbankan, hukum jaminan dan Hak Kekayaan Inteletual.

b. Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi para pelaku perjanjian untuk mengetahui pelaksaanan ha katas merek sebagai jamina fidusia di PT. BPD Bali

(25)

1.7. Landasan Teoritis

Untuk mengkaji lebih lanjut mengenai pelaksaanan hak atas merek sebagai jamina fidusia di PT. BPD Bali terlebih dahulu dikemukakan sekilas mengenai landasan teoritis dalam mengkaji permasalahan yang akan dibahas selanjutnya dalam tulisan ini.

(26)

yang dibutuhkan para pihak melalui apa yang dinamakan asas proposionalitas atau asas keseimbangan8. Dalam perjanjian disebutkan ada dua (2) nama perjanjian yakni perjanjian bernama (nominaat) dan tidak bernama

(innominaat.)

Dalam hal ini perjanjian kredit dinamakan perjanjian bernama (nominaat)

pengertian perjanjian kredit dapat dikatakan bahwa kredit merupakan kegiatan pinjam meminjam antara nasabah dengan bank (kreditur dan debitur). Dapat dilihat bahwa dasar hukum dari perjanjian kredit adalah pinjam meminjam yang didasarkan kepada kesepakatan bersama antara bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur. Masalah pinjam meminjam ini diatur dalam Buku III Bab ketiga belas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), pada pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) disebutkan bahwa " pinjam meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumblah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Dalam aspeknya yang konsensual perjanjian kredit ini tunduk kepada Undang-Undang dan bagian umum Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)9.

Dalam analisis kredit, Bank sebelum memutuskan apakah suatu permohonan kredit diterima atau ditolak. Maka, langkah-langkah yang

8 Agus Yudha Hernoko, 2011, Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas Dalam Kontrak Kormesial, Kencana, Jakarta, hal101.

(27)

dilakukan adalah melakukan analisis terhadap permohonan yang diajukan debitur. Sebagaimana di maklumi pembayaran kredit selalu terjadi dimasa yang akan datang. Suatu permohonan kredit pada umumnya memiliki 5 kriteria atau The Five C' yakni:

1. Character (sifat).

Dalam hal in, para analis kredit umumnya mencoba melihat dari data permohonan kredit yang terlah disediakan oleh bank.Bila dirasakan perlu diadakan wawancara, untuk mengetahui lebih rinci, bagaimana karakter sesungguhnya dari calon debitur tersebut.

2. Capasity (Kemampuan).

Bank mencoba menganalisis apakah permohonan dana yang diajukan rasional atau tidak dengan kemampuan yang pada debitur sendiri. Bank melihat sumber pendapatan dari pemohon yang dikaitkan dengan kebutuhan kehidupan sehari-hari.

3. Capital (Modal).

Hal ini cukup penting bagi bank, khususnya untuk kredit yang cukup besar apakah dengan dengan modal yang ada, mungkin pengembalian kedit yang diberikan.Untuk itu perlu dikaji ulang potensi dari modal yang ada.

4. Collateral (Jaminan).

(28)

5. Condition Of Economy (Kondisi Ekonomi).

Situasi dan kondisi ekonomi apakah memungkinkan untuk itu.10

Pengertian Bank menurut Undang-Undang Nomer 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomer 10 Tahun 1998 menyatakan "Bank adalah badan usaha yang menghimpun danadari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak". Adapun pendapat para sarjana dalam pengertian bank, sebagai berikut:

1. Menurut Pierson memberikan definisi "Bank is company which accept credit, but didn't give credit" (bank adalah badan usaha yang menerima kredit tetapi tidak memberikan kredit). Teori Pierson ini menyatakan bahwa bank dalam oprasionalnya hanya bersifat pasif saja, yaitu hanya menerima titipan uang saja.

2. Menurut G.M. Verryn Stuart, bank is a company who satisfied other people by giving a credit with the money they accept as a

gamble to the other, eventhough they should supply the new

money.(Bank adalah badan usaha yang wujudnya memuaskan keperluan orang lain, dengan memberikan kredit berupa uang yang diterimanya dari orang lain, sekalipun dengan mengeluarkan uang baru kertas dan uang logam). Jadi, menurut G.M. Verryn Stuart,

bank dalam hal ini telah melakukan operasi pasif dan aktif yaitu

(29)

mengumpulkan dari masyarakat yang kelebihan dana dan menyalurkan kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dan. 3. Menurut B.N. Ajuha, Bank provided means by which capital is

transferred from those who can not use it profitable tho those who

can use it productively for the society as whole. Bank provided

which channel to invest without any risk and a good rate of a

interest. (Bank menyalurkan modal dari mereka yang tidak dapat menggunakan secara menguntungkan kepada mereka yang mampu membuatnya lebih produktif untuk keuntungan masyarakat. Bank juga berarti saluran untuk menginvestasikan tabungan secara aman dan dengan tingkat bunga yang menarik).11

Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang Nomer 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomer Tahun 1998, Bank dibagi menjadi dua (2) jenis yakni;

1. Bank Umum yang pengertiannya dijabarkan dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomer 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomer Tahun 1998 mengemukakan "Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran" ;

2. Bank Perkreditan Rakyat yang pengertiannyan dijabarkan dalam pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Nomer 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomer Tahun 1998 mengemukakan " Bank Perkreditan Rakyat adalah

(30)

bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran".

Dalam melakukan tugasnya bank memiliki prinsip-prinsip atau asas-asas dalam pelaksanaan perjanjian kredit, sebagai berikut

1. Prinsip kepercayaan bahwa apabila seseorang atau badan usaha mendapatkan kredit dari Bank memiliki kemampuan serta kesanggupan untuk membayar utangnya pada bank. Kemampuan tersebut akan di dapatkan dari data-data yang disampaikan dalam permohonan kredit.

2. Prinsip itikad baik

Asas itikad baik disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang menyatakan: " Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik". Prinsip itikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur melaksanakan perjanjian berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak, maka orang atau badan usaha tersebut yang telah mendapatkan kepercayaan dari bank pemberi kredit Dalam pemberian kredit debitur harus memberikan jaminan kepada kreditur sebagai kewajiban keharusan atas kredit yang dimohonkan12.

(31)

3. Prinsip Kehati-hatian ( prudential principle )

Prinsip kehati-hatian adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan terutama dalam penyaluran dana kepada masyarakat harus sangat berhati-hati. Tujuan dilakukannya prinsip kehati-hatian ini agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku di dunia perbankan. Prinsip kehati-hatian tertera dalam Pasal 2Undang-Undang Nomer 7 tahun 1992 Jo. Undang -Undang Nomer 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yang menyatakan "Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian" dan Pasal 29 ayat (2) UU No 10 tahun 1998 Undang-Undang Nomer 7 tahun 1992 Jo. Undang -Undang Nomer 10 Tahun1998 Tentang Perbankan yang menyebutkan: "Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubung-an dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian"13.

Jaminan atau istilah lain yang sering digunakan ialah agunan dalam pemberian kredit merupakan perjanjian tambahan dalam arti, bila debitur tidak mampu melunasi utangnya, maka agunan akan dilelang untuk melunasi

(32)

utang tersebut, maka agunan akan dilelang untuk melunasi utang-utangrsebut. Dalam undang-undang dikemukakan perikatan yang dibuat oleh seseorang dijamin oleh harta benda yang memilikinya baik yang telah ada maupun dikemudian hari.Hanya dalam hal ini pihak kreditir harus membuktikan kebenaran haknya.Itulah sebabnya dibutuhkan jaminan dalam pemberian kredit, karena jaminan pemberian kredit adalah keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.

Pelaksanaan hak atas merek sebagai jaminan kredit dalam suatu bank, melandaskan pemikiran Hans Kelsen dengan teori hukum murni mengkonsepkan hukum sebagai peraturan yang dibuat dan diakui oleh negara, dihubungkan dengan Undang-Undang Nomer 42 Tahun1999 Tentang Jaminan Fidusia sebagai hukum positif yang berlaku dimasyarakat, terdapat adanya nilai yang terkandung didalam hak atas merek tersebut yang merupakan objek yang tidak berwujud (hak). Dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomer 15 Tahun 2001 Tentang Merek menyatakan "Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa".

(33)

perdagangan dan jasa. Hak atas merek mempunyai nilai apabila merek tersebut didaftarkan dan mendapat perlindungan hukum.

1.8. Metode Penelitian

Metodologi berasal dari kata meto dan logi. Metode artinya cara melakukan sesuatu dengan teratur (sistematis), sedangkan logi artinya ilmu yang berdasarkan logika berpikir. Metodologi penelitian artinya ilmu tentang cara melakukan penelitian secara teratur (sistematis).14 Metode dalam penulisan ini meliputi ; jenis penelitian, jenis pendekatan, bahan hukum/data, teknik pengumpulan bahan hukum/data, teknik analisis. Berikut uraiannya:

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian empiris. Penelitian empris dilakukan berdasarkan kajian-kajian dilapangan yang menjadi permasalahan yang berkaitan dengan pelaksaanan hak atas merek sebagai jaminan fidusia di PT. BPD Bali

b. Jenis Pendekatan

Pada penelitian ini sehubungan dengan jenis pendekatanya digunakan jenis pendekatan yaitu, penelitian hukum empiris. Pendekatan yang digunakan adala pendekatan melalui perundang-undangan, doktrin maupun buku dan pendekatan fakta atau pendekatan dilapangan. Pendekatan perundang-undangan untuk meneliti pelaksaanan hak atas merek sebagai jamina fidusia

(34)

di PT. BPD Bali. Sedangkan pendekatan fakta digunkana untuk menganalisa langsung yang terjadi dilingkungan masyarakat.

c. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sifat penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau menentukan ada atau tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain didalam masyarakat. Dalam penulisan skripsi dengan sifat penelitian deskriptif ini, teori-teori, ketentuan peraturan, norma-norma hukum, karya tulis yang dimuat didalam literatur maupun jurnal, doktrin, maupun laporan penelitian terdahulu sudah mulai ada dan jumlahnya sudah cukup memadai. Dengan kata lain, keberadaan hipotesis tidak diperlukan.

d. Data/ Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersumber pada data primer dan data skunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara langsung dan/atau survei dilapangan yang berkaitan langsung pada masyarakat dan para pihak yang terkait.15 Dalam penelitian ini data dilapangan diperoleh dari hasil wawancara dan/atau survei langsung ke bank yang terletak di daerah Denpasar dan hasilnya bersumber dari respon maupun informasi langsung dari pihak-pihak dalam permasalahan yang menjadi objek penelitian ini.

(35)

Data skunder adalah data yang diperoleh melalui bahan pustaka. Ada tiga (3) jenis data yang menjadi karakteristik kekuatan yang mengikatnya;

1. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari;

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2. UndangUndang Perbankan Nomer 7 tahun 1992 Jo. Undang -Undang Nomer 10 Tahun1998

3. Undang-Undang Merek Nomer 15 Tahun 2001

4. Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomer 42 tahun 1999

2.Bahan Hukum Skunder yaitu bahan-bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap hukum primer yang terdiri dari;

a. Pendapat pakar hukum, yang berkaitan dengan jaminan kredit b. Pendapat pakar hukum yang berkaitan dengan hak atas merek c. Buku-buku hukum yang berkaitan dengan hak atas merek sebagai

jaminan kredit

d. Jurnal hukum yang berkaitan dengan hak atas merek sebagai jaminan kredit

(36)

e. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum/ Data

Berdasarkan bahan hukum/data diatas, maka teknik pengumpulan data yang digunakan terdiri dari:

1. Dalam data skunder digunakan teknik studi dokumen, dan memilih dengan selektif pendapat-pendapat para sarjana, serta melihat peraturan-peraturan yang mengikat sebagai bahan hukum yang relevan.

2. Dalam data primer teknik yang digunakan adalah teknik mencari informasi langsung dengan cara melakukan wawancara terhadap pihak-pihak yang terkait agar mendapatkan jawaban yang relevan dengan masalah yang diteliti.

f.Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Dalam skripsi ini diuraikan secara jelas dan tegas pengambilan sampel yang dipergunakan adalah non probality sampling yang salah satu bentuknya yakni

(37)

terbesar Daerah Bali yang memilik Nasabah yang tidak kalah banyak dengan Bank Nasional lainnya yang berada di Bali.

g. Pengolahan dan Analisis Data

(38)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA, MEREK, DAN

PERJANJIAN KREDIT

2.1 Jaminan Fidusia

2.1.1 Pengertian Jaminan Dan Jaminan Fidusia

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu

zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencangkup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, di sampih pertanggungan jawab umum debitur terhadap barang-barangnya. Konstruksi jaminan dalam definisi ini dikemukakan oleh Hartono Hadisoeprapto dan M. Bahsan. Hartono Soeprapto berpendapat bahwa Jaminan adalah "sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan". Dan istilah yang digunakan oleh M. Bahsan berpendapat bahwa jaminan adalah "Segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat. Kedua definisi jaminan ini yang dipaparkan oleh Hartono Hadisoeprapto dan M. Bahsan adalah:

1. Difokuskan kepada pemenuhan kewajiban kepada kreditur (bank); 2. Ujudnya jaminan dapat dinilai dengan uang;

3. timbulnya jaminan adanya perikatan antara kreditur dan debitur.1

1 H.Salim HS., 2004, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal 21.

(39)

Salah satu jenis jaminan adalah fidusia. Istilah fidusia berasal dari bahasa Belanda, yaitu fiduce, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut fiduciary transfer of ownership, yang artinya kepercayaan. Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 juga menggunakan istilah fidusia sebagai istilah resmi dunia hkum.2 Dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan fidusia terdapat jaminan fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu. Menurut A Hamzah dan Senjun Manulang mengartikan fidusia adalah suatu cara pengoperan hak milik dari pemiliknya (debitur), berdasarkan perjanjian pokok kepada kreditur, akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara yuridis dan hanya dimiliki oleh kreditur secara kepercayaan saja, sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh debitur tetapi bukan lagi sebagai eigennar maupun bezitter, melainkan hanya sebagai detentor atau houder dan atas nama kreditur eigenaar. Unsur-Unsur yang tercantum dalam definisi dari A Hamzah dan Senjun Manulang adalah;

1. Adanya pengoperan;

2. Dari pemiliknya kepada kreditur; 3. Adanya perjanjian pokok;

4. Penyerahan berdasarkan kepercayaan; 5. Bertidak sebagai detentor atau houder.3

(40)

Disamping istilah fidusia, dikenal juga jaminan fidusia. Istilah jaminan fidusia dikenal dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, menyatakan bahwa jaminan fidusia adalah " Hak jaminan atas benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khusunya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberian fidusia, sebagai agunan sebaai pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya".

Unsur-Unsur jaminan fidusia adalah: 1. Adanya hak jaminan;

2. adanya objek, yaitu benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak hak tanggungan.

3. Benda menjadi objek jaminan tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia;

4. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur.4

2.1.2 Objek Dan Subjek Jaminan Fidusia

Objek jaminan fidusia sebelum Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dibentuk, pada umumnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan

(41)

(inventory), benda dagangan, piutang, peralatan mesin, dan kendaraan bermotor. Oleh karena itu, guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, maka menurut Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia ini objek jaminan fidusia diberikan pengertian yang luas.5

Berdasarkan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia objek jaminan fidusia dibagi menjadi dua, yaitu;

1. benda bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud;

2. benda yang tidak bergerak, khususnya benda yang tidak dibebani oleh hak tanggungan. Yang dimaksud sebagai bangunan yang tidak dibebani adalah Rumah Susun.6

Objek jaminan fidusia sebagaimana terdapat dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dan sebaagaimana ditentukan dalam pasal 1 ayat (4) dan pasal 3 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, mendapat penjabaran lebih lanjut pada pasal 9 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia yang mengatakan bahwa: " Jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan debrikan maupun diperoleh kemudian". Dari ketentuan tersebut objek jaminan fidusia bisa satu benda tertentu atau lebih.7 Benda-benda tersebut yang menjadi objek jaminan fidusia adalah sebagai berikut;

1. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum.

5 . H.R. Daeng Naja, 2005, op.cit, Hal282. 6 H.Salim HS, op.cit., Hal64.

(42)

2. Dapat atas benda berwujud.

3. Dapat juga termasuk benda tidak berwujud, termasuk piutang. 4. Benda bergerak.

5. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak tanggungan. 6. Benda yang tidak bergerak yang tidak dapat diikatkan dengan hipotik. 7. Baik atas benda yang sudah ada maupun terhadap benda yang diperoleh

kemudian. Dalam hal benda yang akan diperoleh kemudian, tidak diperlukan suatu akta pembebanan fidusia tersendiri.

8. Dapat atas satu satuan atau jenis benda.

9. Dapat juga atas lebih dari satu atau satuan benda.

10.Termasuk hasil dari benda yang telah menjadi objek fidusia.

11.Termasuk juga hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

12.Benda persediaan (inventory, stock perdagangan) dapat juga menjadi objek jaminan fidusia.8

Para pihak yang menjadi subjek jaminan fidusia adalah pemberi dan penerima fidusia. Pemberi fidusia adalah orang perorangan atau atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia, sedangkan penerima fidusia adalah orang perorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia.9

(43)

Dalam hal ini, pemberi fidusia tidak harus debiturnya sendiri, bisa pihak lain, dalam hal ini bertindak sebagai penjamin pihak ketiga yaitu mereka yang merupakan pemilik objek jaminan fidusia yang menyerahkan benda miliknya untuk dijadikan sebagai jaminan fidusia. Yang terpenting, bahwa pemberi fidusia harus memiliki hak kepemilikan atas benda yang akan menjadi objek jaminan fidusia pada saat pemberian fidusia itu diberikan. Demikian pula dengan penerima jaminan fidusia, didalam Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia tidak terdapat pengaturan yang khusus berkaitan dengan syarat penerima fidusia, berarti perseorangan atau korporasi yang bertindak sebagai penerima fidusia ini bisa warganegara Indonesia maupun warga negara asing, baik yang berkedudukan di dalam maupun di luar negeri sepanjang digunakan untuk kepentingan pambangunan di wilayah Indonesia.10

2.1.3 Dasar Hukum Jaminan Fidusia

Semula pengaturan jaminan fidusia tidak dalam bentuk Undang-Undang, tetapi tumbuh dan berkembang melalui yurisprudensi-yurisprudensi. Di Belanda demikian pula, Burgerlijk Wetboek (BW) Belanda juga tidak mengatur mengenai fidusia ini, Dengan sendirinya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga tidak mengatur lembaga fidusia. Untuk pertama kali nya tahun 1985, eksistensi lembaga fidusia diakui melalui undang-undang, yaitu dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Undang-Undang ini mengatur mengenai hak milik atas satuan rumah susun yang dapat dijadikan jaminan uatang yang dapat

(44)

dibebani lembaga fidusia, Kemudian Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, yang juga memberikan kemungkinan terhadap rumah-rumah yang dibangun diatas tanah yang dimiliki oleh pihak lain yang dibebabni dengan jaminan fidusia.11

Dilihat dari yurisprudensi dan peraturan perundang-undangan, yang menjadi dasar hukum fidusia adalah;

1. Arrest Hoge Raad 1929, tentang Bierbrouwerij Arrest ( negeri Belanda)

2. Arrest Hoggerechtshof tentang BPM-Clynet Arrest (Indonesia) 3. Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.12

Maka, untuk menampung kebutuhan masyarajat luas, sehingga dapat menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan, maka diatur ketentuan hukum yang jelas dan lengkap mengenai Jaminan fidusia serta lembaga fidusia dalam suatu undang-umdang yaitu, dalam Undang-Undang Nomer 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjtnya disebut UUJF), yang mulai berlaku pada tanggal 30 September 1999. Dengan diundangkannya UUJF ini, artinya untuk selanjutnya sudah tidak ada kesempatan lagi untuk berpolemik mengenai setuju maupun tidak setuju akan ketentuan atau syarat-syarat jaminan fidusia dan lembaga fidusia yang sebagai

(45)

suatu bentuk lembaga jaminan kebendaan yang berdiri sendiri diluar dan karenanya lain dari gadai.13

2.2 Merek Dalam Undang-Undang Merek Nomer 15 Tahun 2001

2.2.1 Pengertian Merek

Merek merupakan bagian dari hak atas intelektual, hak merek secara eksplisit merupakan benda immateriil dalam konsiderans Undang-Undang Nomer 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Kadangkala yang membuat harga suatu produk menjadi mahal bukanlah produknya, namun mereknya. Merek adalah suatu yang ditempelkan atau yang dilekatkan pada suatu produk, tetapi ia bukan produk itu sendiri. Seringkali setelah membeli barang, mereknya tak dapat dinikmati oleh si pembeli. Merek mungkin hanya menimbulkan kepuasan saja bagi pembeli, benda materilnyalah yang dapat dinikmati. Merek itu sendiri ternyata hanya benda immateriil yang tak dapat memberikan apapun secara fisik. Inilah yang membuktikan bahwa merek itu merupakan hak kekayaan immateril.14 Hak Atas Merek adalah hak khusus yang diberikan pemerintah kepada pemilik merek, untuk menggunakan merek tersebut atau memberikan izin untuk menggunakannya kepada orang lain. Berbeda dengan hak cipta, merek harus didaftarkan terlebih dahulu dalam Daftar Umum Merek.

Beberapa ahli memberikan pendapat tentang definisi merek, yaitu:

(46)

1. H.M.N. Purwo Sutjipto, SH, memberikan pendapat bahwa merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis.

2. Prof. R. Soekardono, SH, memberikan rumusan bahwa merek adalah sebuah tanda dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, dimana perlu di pribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan lain.

3. Mr. Tirtaamidjaya yang mensitir pendapat Prof. Vollmar, memberikan rumusan bahwa suatu merek pabrik atau suatu merek perniagaan adalah suatu benda yang dibubuhkan diatas barang atau diatas bungkusannya, gunanya membedakan barang itu dengan barang-barang sejenis lainnya.

4. Drs. Iur Soeryatin, mengemukakan rumusannya dengan meninjau merek dari aspek fungsinya, yaitu suatu merek digunakan untuk membedakan barang yang bersangkutan dari barang sejenis lainnya oleh karena itu barang yang bersangkutan dengan diberi merek tadi mempunyai tanda asal, nama, jaminan terhadap mutunya.15

Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Merek Nomer 15 Tahun 2001 diberikan suatu definisi tentang merek yaitu; tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.

(47)

Dari pendapat-pendapat para sarjana maupun dari peraturan Merek itu sendiri, secara umum yang diartikan dengan perkataan merek adalah suatu tanda untuk membedakan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan atau di perdagangkan seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum dengan barang-barang sejenis yang dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Merek sangat penting didalam dunia periklanan dan pemasaran karena publik sering mengaitkan suatu imej, kualitas, atau reputasi barang dan jasa dengan merek tertentu. Sebuah merek bisa menjadi kekayaan secara komersial. Merek suatu perusahaan seringkali lebih bernilai dibandingkan dengan aset riil perusahaan tersebut.16

2.2.2 Jenis-Jenis Merek

Dalam Undang-Undang Nomer 15 Tahun 2001 Tentang Merek, mengatur tentang jenis-jenis merek,yaiu tercantum dalam pasal 1 butir 2 dan 3 Undang- Undang Nomer 15 Tahun 2001 Tentang Merek yaitu merek dagang dan merek jasa. Dikhususkan untuk merek kolektif sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai jenis merek yang baru karena merek kolektif itu juga sebenarnya terdiri dari merek dagang dan merek jasa, hanya saja merek kolektif ini digunakan secara kolektif.17

(48)

Mengenai pengertian merek dagang dijelaskan pada pasal 1 butir 2, yaitu merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Sedangkan merek jasa menurut pasal 1 butir 3 diartikan sebagai: merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.

Disamping jenis merek yang terdapat dalam Undang- Undang Nomer 15 Tahun 2001 Tentang Merek,ada juga klasifikasi lain yang didasarkan pada bentuk dan wujudnya. Adapun beberapa pendapat para sarjana menyebutkan beberapa bentuk dan wujud dari merek.

Menurut Suryatin bentuk dan wujud merek dimaksudkan untuk membedakan dari barang sejenis milik orang lain. Oleh karena itu, adanya perbedaan tersebut maka terdapat jenis merek yakni:

1. Merek Lukisan (beel merek)

2. Merek Kata (word merek)

3. Merek Bentuk (form merek)

4. Merek Bunyi-bunyian (klank merek)

5. Merek Judul (title merek)

Selanjutnya R.M. Suryodiningrat mengklasifikasikan merek dalam tiga jenis yaitu:

(49)

2. Merek lukisan adalah merek yang terdiri dari lukisan saja yang tidak pernah, setidaknya jarang sekali dipergunakan.

3. Merek kombinasi kata dan lukisan, banyak sekali dipergunakan18.

2.2.3 Dasar Hukum Merek

Sebelum tahun 1961, Undang-Undang Merek kolonial tahun 1912 tetap berlaku sebagai akibat dari penerapan pasal-pasal peralihan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang RIS 1949 serta Undang-Undang Sementara 1950. Undang-Undang Merek kemudian menggantikan Undang-Undang Merek kolonial. Namun Undang 1961 tersebut merupakan pengulangan dari Undang-Undang sebelumnya. Tahun 1992, Undang-Undang-Undang-Undang Merek Baru mulai berlaku dan diundangkan mulai tanggal 1 April 1993, menggantikan Undang-Undang Merek 1961. Dengan adanya Undang-Undang tersebut, surat keputusan administratif yang terkait kepada prosedur pendaftaran merek pun dibuat.

Seanjutnya tahun 1997 Undang-Undang Merek tahun 1992 diperbaharui dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 , mempertimbangkan pasal-pasal dari perjanjian Internasional dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang dikaitkan dengan perdagangan dam Hak Kekayaan Intelektual. Pasal-pasal tersebut memuat perlindungan atas indikasi asal dan geografis. Undang-Undang tersebut juga mengubah ketentuan dalam Undang-Undang sebelumnya dimana pengguna merek

(50)

pertama di Indonesia berhak untuk mendaftarkan merek tersebut sebagai merek.19 Namun, pada saat di tahun 2001, Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 sebagaimana diubah lagi dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 tersebut dinyatakan tidak berlaku. Dan sebagai gantinya kini adalah Undang-Undang No. 15 Tahun 2001, yang dimana terciptalah pengaturan merek dalam suatu naskah sehingga masyrakat lebih mudah menggunakannya. Dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Merek lama yang substantifnya tidak diubah, dituangkan kembali dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001.20

2.3 Perjanjian Kredit

2.3.1 Pengertian Perjanjian Kredit

Pengertian perjanjian atau kontrak diatur didalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan " suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebuh. Istilah perjanjian memiliki makna yang sama dengan kontrak sesuai yang disebutkan di dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, didalam perjanjian kemudian menimbulkan hubungan hukum yang dinamakan perikatan, sehingga pihak-pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan memiliki kewajiban untuk mentaati dan melaksanakan perjanjian itu, dan tidak melakukan ingkar janji atau wanprestasi. Didalam perjanjian terdapat beberapa unsur-unsur yang dinyatakan dalam pasal 1320 Kitab

(51)

Undang-Undang Hukum Perdata, yang menetapkan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat (4) syarat, yakni;

1. sepakat mereka yang mengikat dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. suatu hal tertentu;

4. suatu sebab yang halal.

Kredit berasal dari kata Italia,credere yang artinya kepercayaan yaitu, kepercayaan dari kreditur bahwa debiturnya akan mengembalikan pinjaman beserta bunganya sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak. Prinsip penyaluran kredit adalah prinsip kepercayaan dan prinsip kehati-hatian.21 Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur dalam hubungan perkreditan dengan debitur mempunyai kepercayaan, bahwa debitur dengan waktu dan syarat-syarat yang telah disetujui bersama, dapat mengembalikan atau membayar kembali lredit yang bersangkutan. Dalam masyarakat umum istilah kredit sudah tidak asing lagi dan dapat dikatakan populer dalam bahasa sehari-hari.

Berdasarkan ketentuan pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomer 10 Tahun 1998 dijelaskan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dengan demikian, dimaksudkan dalam pasal 1 butir 11 ini adalah kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah merupakan perjanjian pinjam meminjam yang dilakukan atara bank dan pihak lain, nasabah peminjam dana. Perjanjian pinjam

(52)

meminjam ini dibuat atas dasar kepercayaan bahwa peminjam dalam tenggang waktu yang ditentukan akan melunasi atau mengembalikan pinjaman uang atau tagihan tersebut kepada bank disertai pembayaran sejumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan sebagai imbal jasanya.22

Menurut Sutan Remy Sahdeini, perjanjian kredit adalah perjanjian bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang mewajibkan nasabah debitur untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, ataupembagian hasil keuntungan. Beliau juga mengatakan bahwa perjanjian kredit bersifat konsensual yang membedakan dari perjanjian pinjaman uang bersifat riil.23 Perjanjian kredit disini berfungsi sebagai panduan bank dalam perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian dan pengawasan pemberian kredit yang dilakukan oleh bank sehingga bank tidak dirugikan dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank bank terjamin dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, sebelum pemberian kredit dilakukan, bank harus sudah memastikan bahwa seluruh aspek yuridis berkaitan dengan kredit telah diselesaikan dan telah memberikan perlindungan yang memadai bagi bank. Menurut Ch. Gatot Wardoyo dalam tulisannya berjudul "Sekitar Klausal-Klausal Perjanjian Kredit Bank", bahwa perjanjian kredit mempunyai fungfsi, diantaranya;

1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, yang artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain mengikutinya, misalnya perjanjian pengkitan jaminan;

22Rachmadi Usman, 2001, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal237.

(53)

2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban diantara debitur dan kreditur;

3. perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.24

2.3.2 Jenis-Jenis Kredit

Dalam praktek saat ini, secara umum ada dua jenis kredit yang diberikan oleh bank kepada para nasabahnya,secara umum jenis-jenis kredit dapat dilihat dari beberapa segi antara lain:

1. Jenis kredit ditinjau dari segi tujuan penggunaanya dapat berupa;

a. Kredit Prokduktif yaitu kredit yang diberikan kepada usaha-usaha yang menghasilkan barang dan jasa sebagai konstribusi dari usahanya. Untuk kredit jenis ini terdapat dua kemungkinan, yaitu;

- kredit modal kerja, yaitu kredit yang diberikan untuk membiayai kebutuhan usaha-usaha, termasuk guna menutupi biaya produksi dalam rangka peningkatan produksi atau penjualan,

- kredit investasi, yaitu kredit yang diberikan untuk pengadaan barang modal maupun jasa yang dimaksudkan untuk menghasilkan suatu barang ataupun jasa bagi usaha yang bersangkutan.

b. Kredit Konsumtif yaitu kredit yang diberikan kepada orang perorangan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif masyarakat umumnya .

2. Jenis kredit ditinjau dari segi jangka waktunya dapat berupa;

a. Kredit Jangka Pendek yaitu kredit yang diberikan dengan tidak melebihi jangka waktu satu tahun.

(54)

b. Kredit Jangka Menengah yaitu kredit yang diberikan dengan jaangka lebih dari satu tahun namun tidak lebih dari tiga tahun.

c. Kredit Jangka Panjang yaitu kredit yang diberikan dengan jangka waktu lebih dari tiga tahun.25

3. Berdasarkan segi macamnya dapat berupa;

a. Kredit aksep yaitu kredit yang diberikan bank yang pada hakikatnya hanya merupakan pinjaman uang biasa sebanyak plafond kredit (L3/BMPK) nya. b. Kredit penjual yaitu kredit yang diberikan penjual kepada pembeli. Artinya

barang telah diterima pembayaran kemudian.

c. Kredit pembeli yaitu pembayaran telah dilakukan kepada penjual, tetapi barangnya diterima belakangan atau pembelian dengan uang muka.

4. Berdasarkan segi sektor perekonomian dapat berupa;

a. Kredit pertanian ialah kredit yang diberikan kepada perkebunan, perternakan, perikanan.

b. Kredit perindustrian ialah kredit yang disalurkan kepada beraneka macam industri kecil, menengah, dan besar.

c. Kredit pertambangan ialah kredit yang disalurkan pada beraneka macam pertambangan.

d. Kredit ekspor-impor ialah kredit yang diberikan kepada eksportir atau importir beraneka barang.

e. Kredit korupsi ialah kredit yang diberikan kepada jenis-jenis koperasi.

(55)

f. Kredit profesi ialah kredit yang diberikan kepada beraneka macam profesi, seperti dokter dan guru.

5. Berdasarkan dari segi agunan atau jaminan yaitu;

a. Kredit agunan orang ialah kredit yang diberikan dengan jaminan seseorang terhadap debitur bersangkutan.

b. Kredit agunan efek ialah kredit yang diberikan dengan agunan efek-efek dan surat-surat berharga.

c. Kredit agunan barang ialah kredit yang diberikan dengan agunan barang tetap, barang bergerak, dan logam mulia. Kredit agunan barang ini memperhatikan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1132 sampai dengan pasal 1139. d. Kredit agunan dokumen ialah kredit yang diberikan dengan agunan dokumen

transaksi.

6. Berdasarkan dari segi golongan ekonomi yakni;

a. Golongan ekonomi lemah ialah kredit yang disalurkan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah. Golongan ekonomi lemah adalah pengusaha yang kekayaan maksimumnya sebesar Rp.600 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan.

b. Golongan ekonomi menengah dan konglomerat adalah kredit yang diberikan kepada pengusaha yang menengah dan besar.

7. Berdasarkan dari segi penarikan dan pelunasannya, berupa;

(56)

bunganya dihitung dari saldo harian pinjaman saja bukan dari besarnya plafond kredit.

b. Kredit berjangka adalah kredit yang penarikannya sekaligus sebesar plafondnya. Pelunasan dilakukan setelah jangka waktu habis, pelunasan bisa dilakukan secara cicilan atau sekaligus, tergantung kepada perjanjiannya.26

2.3.3 Dasar Hukum Perjanjian Kredit

Berdasarkan Undang-Undang Nomer 10 Tahun 1998 pasal 1 angka 11 dijelaskan bahwa kredit itu berdasarkan atas persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain atau nasabah. Di Undang-Undang Nomer 10 Tahun 1998 ini tidak disebutkan dalam suatu pasal tentang dasar hukum perjanjian kredit.

Namun pada dasarnya perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam meminjam yang terdapat didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam pasal 1313 yang menyatakan bahwa " suatu persetujuan atau perjanjian adalah suatu perbuatan yang dimana satu orang atau lebih yang mengikatkan diri satu orang lain atau lebih. Terdapat juga didalam pasal 1754 sampai dengan pasal 1769 yang dimana dalam pasal ini pada hakikatnya adalah perjanjian pinjam-meminjam. Menurut pendapat Marhanis Abdul Hay perjanjian kredit adalah identik dengan perjanjian pinjam-meminjam dan dikuasai oleh ketentuan Bab XIII Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan kata lain perjanjian kredit adalah perjanjian tidak bernama (onbeniemde overeenskomst) sebab tidak ada terdaoat ketentuan khusus yang mengaturnya, baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum

(57)

Perdata maupun dalam Undang-Undang Nomer 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dasar hukum dari perjanjian kredit ini berlandaskan kepada persetujuan atau kesepakatan antara bank dan calon debiturnya atau nasabah sesuai dengan asas kebebasan berkontrak.27

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam peningkatan kemampuan berbicara melalui metode bermain peran pada siswa kelas III SDN 05 Segedong semester satu

Hal ini berkaitan erat dengan isi naskah SPT yaitu berisi tentang kisah peperangan yang berarti dalam situasi buruk agar menjadi situasi yang lebih baik (Arif, wawancara 24

Invasi adalah hal atau perbuatan memasuki wilayah negara lain dengan mengerahkan serangan bersenjata dengan tujuan untuk menyerang atau menguasai wilayah Indonesia.

Pendapatan ini merupakan perkalian antara hasil produksi peternakan dengan harga jual, sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produksi

Mengingat bahwa tujuan fidusia adalah untuk memberikan jaminan atas tagihan kreditur terhadap debitur atau dengan kata lain menjamin hutang debitur terhadap kreditur dan

Dengan demikian, maka aspek kenaikan muka air laut dan banjir seyogyanya akan menjadi salah satu masukan yang signifikan bagi kebijakan dan strategi pengembangan wilayah nasional

Dari gambar 5 dapat dijelaskan bahwa kegiatan yang dimasukkan dalam lingkup Sistem Informasi E-Office Agenda Promosi yaitu : 1 Proses input data Agenda dan Penugasan

Komputer adalah salah satu dari produk teknologi yang selalu mengalami perkembangan, salah satu dari bagian tersebut adalah teknologi informasi. Dimana teknologi