• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.7. Landasan Teoritis

Dalam pasal 1 ayat( 1 ) Undang-Undang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa Ketenagakerjaan adalah hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Berdasarkan pengertian ketenagakerjaan tersebut dapat dirumuskan pengertian hukum ketenagakerjaan adalah semua peraturan hukum yang berkaitan dengan tenaga kerja baik sebelum bekerja, selama atau dalam hubungan kerja, dan sesudah hubungan kerja.Jadi pengertian hukum ketenagakerjaan lebih luas dari hukum perburuhan yang selama ini kita kenal yang ruang lingkupnya hanya berkenaan dengan hubungan hukum antara buruh

dengan majikan dalam hubungan kerja saja.6

Tenaga kerja atau pekerja didefinisikan sebagai orang yang bekerja dan menerima upah. Menurut pasal 1 ayat( 2 ) Undang-Undang Ketenagakerjaan yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Dan pengertian pekerja dalam pasal 1 ayat( 3 ) Undang-Undang Keteagakerjaan adalah bahwa pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

6

Lalu Husni, 2014, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, h.35.

13

Pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan tersebut menyempurnakan pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang No.14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan Pokok Ketenagakerjaan, yang memberikan pengertian tenaga kerja setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Pengertian tenaga kerja menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan tersebut sejalan dengan pengertian tenaga kerja menurut konsep ketenagakerjaan pada umumnya sebagaimana ditulis oleh Payaman J. Simanjuntak bahwa pengertian tenaga kerja atau manpower adalah mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari kerja dan yang melakukan pekerjaan lain seperti sekolah dan mengurus rumah tangga.Dari skema tersebut jelaslah bahwa, tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.Kelompok yang bukan angkata kerja adalah mereka yang dalam studi, golongan yang mengurus rumah tangga, golongan penerima pendapatan yakni mereka yang tidak melakukan aktivitas ekonomi tapi memperoleh pendapatan, misalnya seperti pensiunan, penerima bunga deposito dan

sejenisnya.7

Perjanjian diatur dalam Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata ( KUHPer ) tentang “ Perikatan “ yang sifatnya terbuka. Kata perikatan memiliki arti yang lebih luas dari perjanjian. Sebab kata perikatan tidak hanya mengandung

7

pengertian hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari undang-undang.Definisi perikatan menurut Subekti adalah suatu perubungan hukum antara dua orang tau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak

yang lain berhak untuk memenuhi tuntutan itu.8

Hubungan antara perikatan dengan perjanjian dapat dirumuskan, bahwa perjanjian merupakan sumber utama dari suatu perikatan, sehingga perikatan itu ada

bilamana ada perjanjian.9

Perjanjian kerja diatur secara khusus dala Bab VII KUHPerdata tentang persetujuan-persetejuan untuk melakukan pekerjaan.Dalam pasal 1601a KUHPerdata dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan perjanjian kerja adalah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu buruh, mengikatkan diri untuk menyerahkan tenaganya kepada pihak lain, yaitu majikan, dengan upah selama waktu yang

Dengan demikian antara perjanjian dengan perikatan terdapat hubungan sebab akibat, yaitu perjanjian sebagai sebab yang merupakan peristiwa hukum, sedangkan perikatan sebagai akibat hukumnya.

Perjanjian merupakan suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji maupun kesanggupan, baik secara lisan maupun secara tertulis.Dari hubungan ini timbul suatu perikatan antara dua pihak yang membuatnya.Dengan demikian perjanjian merupakan sumber dari suatu perikatan.

8

Subekti, 1998, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, h. 1. 9

15

tertentu.Selanjutnya dalam pasal 1 ayat ( 14 ) Undang-Undang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.

Berdasarkan pengertian penjanjian kerja tersebut terdapat unsur-unsur : adanya pekerjaan, adanya unsur dibawah perintah, adanya upah tertentu, adanya waktu.Dalam melakukan hubungan kerja harus dilakukan dengan waktu yang sudah ditentukan dalam perjanjian kerja atau yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam pasal 1 ayat( 15 ) Undang-Undang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Menurut Hartono Widodo dan Judiantoro hubungan kerja adalah kegiatan-kegiatan pengerahan tenaga/jasa seseorang secara teratur demi kepentingan orang lain yang memerintahnya ( pengusaha/majikan ) sesuai dengan

perjanjian yang telah disepakati.10

Pengertian waktu kerja pada umumnya adalah waktu yang ditentukan untuk melakukan pekerjaan.Waktu kerja merupakan bagian paling umum yang harus ada pada perusahaan dan waktu kerja umumnya ditentukan oleh pemimpin perusahaan. Menurut Stephen P Robbins waktu kerja merupakan bagian dari empat faktor

10

Hartono Judiantoro, 1992, Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, Rajawali, Jakarta, h.10.

organisasi yang merupakan sumber potensial dari stress para karyawan ditempat kerja.11

Konsep tentang perlindungan hukum terhadap pekerja yang dipergunakan adalah perlindungan terhadap hak pekerja dengan menggunakan sarana hukum, atau perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap pekerja tindakan-tindakan pengusaha pada saat sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja.Perlindungan hukum adalah perlindungan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal yang lainnya.

Perlindungan terhadap tenaga kerja wajib dilaksanakan seperti yang tertera pada Bab X Undang-Undang Ketengakerjaan mengenai perlindungan, pengupahan, dan kesejahteraan tenaga kerja.

12

Perlindungan hukum adalah penyempitan dari perlindungan, dalam hal ini hanyalah perlindugan dari hukum saja.Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interkasinya dengan sesama manusia serta lingkungannya.Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk

11

Stephen P Robbins, 2006, Perilaku Organisasi, PT Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta, h.796.

12

Philipus M. Hadjon I, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, h. 25.

17

melakukan suatu tindakan hukum.13Menurut Satjipto Rahardjo perlindungan hukum

adalah memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati

hak-haknya yang telah diberikan oleh hukum.14

Negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk memberikan perlindugan hukum bagi rakyat terhadap tindakan pemerintah dilandasi dua prinsip negara hukum, yaitu perlindungan hukum yang preventif dan perlindungan hukum yang represif.Perlindungan hukum yang preventif adalah perlindungan hukum kepada rakyat yang diberikan lewat peraturan perundang-undangan menjadi bentuk yang definitif.Sedangkan perlindungan hukum yang represif adalah perlindungan hukum yang bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.Kedua bentuk perlindungan hukum tersebut bertumpu dan bersumber pada pengakuan dan perlindungan hak asasi

manusia serta berlandaskan pada prinsip negara hukum.15

Perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar

sesama manusia.16

13

CST Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pusataka, Jakarta, h.102.

14

Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 54. 15

Zahirin Harahap, 2001, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.2.

16

Muchsin, 2003, “ Perlindungan Dan Kepastian Hukum Bagi Investor di Indonesia “, Tesis

Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, h.14.

subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua.Yang pertama yaitu perlindungan hukum preventif yang berarti bahwa perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran.Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta

memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu

kewajiban.Dan yang kedua adalah perlindungan hukum represif yaitu perlindungn hukum berupa perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukum tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suau

pelanggaran.17

Hubungan industrial pada dasarnya berfungsi dan bertujuan untuk menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, memberikan kesejahteraan dan ketenangan kerja bagi pekerja/buruh, dan ketenangan berusaha bagi para pengusaha sehingga pemerintah memperoleh keuntungan dari hubungan tersebut dengan berputarnya roda perekonomian nasional.Dalam hal ini Perlindungan hukum terjadi akibat adanya pelanggaran hukum yang dilakukan.Yang dimaksud dengan pelanggaran hukum adalah pelanggaran terhadap peraturan-peraturan perundang-undangan negara, karena hukum oleh negara dimuatkan dalam peraturan perundang-undangan.

17

19

para pihak dalam hubungan industrial memiliki kepentingan yang berbeda-beda sehingga berpotensi menimbulkan adanya perselisihan-perselisihan yang disebut dengan perselisihan hubungan industrial.

Perselisihan dalam hubungan industrial dapat diselesaikan dengan duacara. Yang pertama dengan jalur litigasi, yaitu penyelesaian sengketa yang dilakukan lewat pengadilan. Dan jalur non litigasi, yaitu penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau yang sering disebut dengan penyelesaian sengketa alternative atau Alternative

Dispute Resolution ( ADR ).18

Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimaana antara dua orang atau lebih para pihak yang mempunyai hal atau bersengketa saling melakukan kompromi atau tawar menawar terhadap kepentingan penyelesaian suatu hal atau sengketa untuk mencapai kesepakatan.

Penyelesaian sengketa dengan jalur non litigasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu sepertinegosiasi, mediasi, konsiliasi,dan arbitrase.Non litigasi pada umumya dilakukan pada kasus perdata saja karena lebih bersifat privat.

19

18

Susanti Adi Nugroho, 2009, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, PT. Telaga Ilmu Indonesia, Jakarta, h.1.

Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang kurang lebih hampir sama dengan negosiasi. Bedanya adalah terdapat pihak ketiga yang netral dan berfungsi sebagai penengah atau memfasilitasi mediasi tersebut.Pihak ketiga tersebut disebut dengan mediator.Pihak ketiga tersebut hanya

19

Fitrua Ramadhani, 2015, “Non Litigasi“, URL

dapat member saran yang sugestif, sedangkan pengambilan keputusan tetap

tergantung oleh setiap pihak yang bersengketa.20

Konsiliasi merupakan upaya penyelesaian sengketa dengan cara melibatkan pihak ketiga yang memiliki kewenangan untuk memaksa para pihak untuk mematuhi

dan menjalankan hal yang diputuskan oleh pihak ketiga tersebut.21 Konsiliasi

merupakan proses yang serupa dengan mediasi, tetapi biasanya diatur oleh undang-undang. Ketika suatu pihak diwajibkan hadir, konsiliator cenderung menekan dan bertanggung jawab atas norma sesuai dengan undang-undang atau badan terkait, dan

langkah hukum akan diambil bila kesepakatan tidak dicapai.22

20

Ibid. 21

Jimmy Joses Sembiring, 2011, Cara Menyelesaikan Sengketa Di Luar Pengadilan, Visi Media, Jakarta, h. 46.

22

Ibid, h. 47.

Pasal 1 ayat( 1 ) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesasian Sengketa yang selanjutnya disebut sebagai UU No. 30 Tahun 1999 menjelaskan arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan umum yng didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.

21

Teori sistem hukum juga sangat diperlukan disini untuk melihat efektifitas hukum mengingat metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian empiris dengan pendekatan fakta, Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa berhasil atau tidaknya penegakan hukum teragantung dari tiga unsur sistem hukum, yaitu sturuktur hukum yang menyangkut aparat penegak hukum, substansi hukum yang meliputi perangkat perundang-undangan, dan budaya hukum yang merupakan

kekuatan sosial bagaimana hukum itu digunakan oleh masyarakat.23

Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan sesuatu, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala utuk menambah pengetahuan manusia, maka metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.

Dokumen terkait