SKRIPSI
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA
TERKAIT DENGAN PELANGGARAN WAKTU KERJA
PADA PERUSAHAAN GARMEN HAPE INTERIOR
DESIGN DI SANUR DENPASAR SELATAN
BAGUS MADE BAMA ANANDIKA BERATA
NIM. 1116051120
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA
TERKAIT DENGAN PELANGGARAN WAKTU KERJA
PADA PERUSAHAAN GARMEN HAPE INTERIOR
DESIGN DI SANUR DENPASAR SELATAN
Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana
BAGUS MADE BAMA ANANDIKA BERATA
NIM. 1116051120
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
KATA PENGANTAR
Atas berkat, rahmat dan perlindungan Tuhan Yang Maha Esa, maka dapatlah
penulisan tugas akhir yang berjudul, “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
PEKERJA TERKAIT DENGAN PELANGGARAN WAKTU KERJA PADA
PERUSAHAAN GARMEN HAPE INTERIOR DESIGN DI SANUR DENPASAR
SELATAN“, diselesaikan dengan baik dan lancar. Tugas akhir ini merupakan salah
satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Hukum (S-1) di Fakultas Hukum Universitas
Udayana.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan tugas akhir ini dapat
terselesaikan berkat dorongan, bimbingan, arahan dan bantuan semua pihak. Untuk
itu, ucapan terima kasih penulis haturkan kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH.,MH. Dekan Fakultas
Hukum Universitas Udayana;
2. Bapak I Ketut Sudiarta, SH.,MH. Pembantu Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Udayana;
3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, SH.,MH. Pembantu Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Udayana;
4. Bapak I Wayan Suardana SH., MH. Pembantu Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Udayana;
5. Bapak A.A. Ngurah Oka Parwatha, SH.,Msi. Ketua Program Ekstensi
6. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Perdata
Fakultas Hukum Universitas Udayana;
7. Ibu Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH.,M.Hum., Dosen Pembimbing I yang
telah meluangkan banyak waktu untuk mengarahkan dan membimbing
penulis dalam menyusun tugas akhir ini;
8. Bapak I Made Dedy Priyanto, SH.,MKn., Dosen Pembimbing II yang
telah banyak memberikan petunjuk, bimbingan, dan saran yang berguna
dalam penyusunan tugas akhir ini;
9. Bapak I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja, SH.,M.Hum., Pembimbing
Akademik yang selalu memberikan arahan dan saran dalam setiap
tindakan yang penulis lakukan pada saat menempuh studi;
10.Bapak Dewa Gede Ersandi, selaku pemilik dari Perusahaan Garmen Hape
Interior Design, Ibu Ketut Srinadi sebagai pekerja/buruh dari Perusahaan
Garmen Hape Interior Design, dan Bapak I Wayan Gede Dedy Wirawan,
ST., sebagai pengawas Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Denpasar
yang telah bersedia memberikan informasi sehingga tugas akhir penulis
dapat terselesaikan dengan baik;
11.Para Dosen dan Asisten di Fakultas Hukum Uiversitas Udayana yang telah
mendidik dan membimbing penulis selama menjalani studi di Fakultas
12.Staff Pegawai Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah membantu
dalam penyelesaian administrasi selama penulis menempuh studi di
Fakultas Hukum Universitas Udayana;
13.Keluarga Besar terutama orang tua dan kakak, yang penuh kesabaran dan
kasih sayang serta selalu memberikan dukungan, nasehat, dan semangat
dalam penyelesaian penelitian dan studi ini;
14.Sahabat-sahabat penulis yang telah memberikan semangat, nasehat dan
bantuan selama penulis menyelesaikan tugas akhir ini ( Citos, Parartha,
Henny, Sitta, Anastasia, Gung Adi, Krisnadi, Adis, Wisnu, Widhi, Tugus,
Bill, Pebri, Gung Krisna, teman-teman angkatan 2011 dan teman-teman
kelas XX );
Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis berusaha dengan segenap
kemampuan dan pengetahuan agar dapat memaparkan permasalahan diangkat secara
terarah dan sistematis.Namun dengan kemampuan yang terbatas, penulis menyadari
bahwa hasil ini jauh dari sempurna baik dalam teknis penulisan maupun materi yang
dikaji, oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga tugas kahir ini bermanfaat bagi
dunia pendidikan serta dapat dijadikan bahan kajian yang berarti.
Denpasar, 2 Februari 2016
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM i
PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING iii
HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
ABSTRAK xi
ABSTRACT xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 7
1.3. Ruang Lingkup Masalah ... 8
1.4. Orisinalitas Penelitian ... 8
1.5. Tujuan Penelitian ... 10
1.5.1. Tujuan Umum ... 10
1.6. Manfaat Penelitian ... 11
1.6.1.Manfaat Teoritis ... 11
1.6.2.Manfaat Praktis ... 11
1.7. Landasan Teoritis ... 12
1.8. Metode Penelitian ... 22
1.8.1.Jenis Penelitian ... 22
1.8.2. Jenis Pendekatan ... 23
1.8.3. Sifat Penelitian ... 23
1.8.4. Data dan Sumber Data ... 24
1.8.5. Teknik Pengumpulan Data ... 24
1.8.6. Teknik Penentuan Sampel Penelitian ... 25
1.8.6. Pengolahan dan Analisis Data ... 25
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PERLINDUNGAN HUKUM, DAN PELANGGARAN WAKTU KERJA 2.1. PEKERJA DAN PELANGGARAN WAKTU KERJA 2.1.1. Pengertian Pekerja ... 27
2.1.2. Pengertian Waktu Kerja ... 30
2.1.3. Pelanggaran Waktu Kerja ... 32
2.2.1. Pengertian Dan Prinsip Perlindungan Hukum ... 32
2.2.2. Perlindungan Hukum Bagi Pekerja ... 35
BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA TERKAIT
DENGAN WAKTU KERJA PADA PERUSAHAAN GARMEN
HAPE INTERIOR DESIGN
3.1. Pengaturan Hak-Hak Pekerja Terkait Dengan
Waktu Kerja 41
3.2. Perlindungan Hukum Pekerja Terkait Dengan
Waktu KerjaPada Perusahaan Garmen Hape
Interior Design 49
BAB IV UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PEKERJA
UNTUK MENDAPATKAN HAK-HAKNYA
4.1. Upaya Yang Dilakukan Oleh Pekerja Pada
Perusahaan Garmen Hape Interior
Design Untuk Mendaptkan Hak-Haknya 58
4.2. Kendala Dalam Pelaksanaan Perlindungan Hukum
Terhadap Pekerja Pada Perusahaan Garmen
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ... 69
5.2. Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
Perlindungan mengenai waktu kerja merupakan bagian dari perlindungan terhadap kesehatan kerja yang masih kurangnya pelaksanaannya di lapangan, seperti yang ada di perusahaan garmen Hape Interior Design yang menerapkan waktu kerja selama 9 jam dalam 6 hari kerja. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh di perusahaan garmen Hape Interior Design dan juga faktor penyebabnya, serta upaya yang dapat dilakukan pekerja/buruh dalam mendapatkan haknya yang dilanggar.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis empiris.Metode ini digunakan unrtuk melakukan penelitian langsung dilapangan dan mengkaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di masyarakat.
Dari penelitian ini dapat menghasilkan faktor-faktor yang menjadi kendala susahnya memenuhi perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh di perusahaan garmen Hape Interior Design sehingga terjadi penerapan waktu kerja yang berbeda dari peraturan perundang-undangan yang ada dan faktor yang menjadi kendala Disnaker kota Denpasar dalam melakukan pengawasan dalam perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh. Serta upaya yang dilakukan oleh pekerja/buruh dalam hal ini adalah upaya penyelesaian di luar pengadilan atau non litigasi
ABSTRACT
Protection regarding working time is part of protection against occupation health which still lack of is implementation in the environment of the community, such as those in garment company Hape Interior Design that apply the working time for 9 hours in 6 working days. As the purpose of this research is to know and understand how the legal protection of workers in garment company Hape Interior Design and is also a contributing factor, as well as the efforts that can be made in getting the workers right are violated.
The methods used in this research is the empirical juridical method. This method is to conduct research directly in the community and examines on the basis of legislation in force in the community.
From this research can produce factors that become an obstacle of this difficult meet the legal protection of workers in garment company Hape Interior Design so the application of working time which is different from existing regulations and factors into constraints of the Department of employment of Denpasar city in conducting surveillance in the legal protections of workers. As well s the efforts made by the worker in this case is setting out of the court or non litigation.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai Negara yang berkembang terus berusaha meningkatkan
pembangunan di segala bidang karena pembagunan merupakan usaha untuk
menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.Oleh karena itu maka hasil dari
pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia dengan adil dan
merata.
Pembangunan di bidang ekonomi adalah salah satu pembangunan yang
sedang dilakukan Indonesia dan pembangunan di bidang ekonomi ini juga ikut
melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaannya seperti misalnya keterlibatan
perusahaan dalam negeri maupun perusahaan asing yang beroperasi di dalam
negeri.Keterlibatan perusahaan dalam pembangunan juga melibatkan tenaga kerja
dimana tenaga kerja juga merupakan asset dari perusahaan.
Tenaga kerja juga merupakan peran yang sangat penting dalam
pembangunnan nasional sebagai pelaku dan tujuan dari pembangunan itu
sendiri.Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan
menyebutkan bahwa : “ tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
sendiri maupun untuk masyarakat.” Dan pasal 1 ayat 3 Undang-Undang
Ketenagakerjaan juga menjelaskan tentang pekerja yaitu bahwa “ pekerja adalah
setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.”
Dari dua penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa apa yang dimaksud dengan
tenaga kerjaadalah seseorang yang bekerja pada orang lain baik itu orang
perseorangan,pengusaha,badan hukum maupun badan-badan lainnya yang
mempekerjakan seseorang tersebut dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain.
Pada dasarnya manusia bekerja untuk bertanggungjawab bagi kelangsungan
dan perkembangan hidupnya, tidak hanya sekedar mencari nafkah melainkan harus
pula didasari itikad baik bahwa dengan jasa-jasa yang telah dijualnya itu dapat pula
merupakan sumbangan untuk turut melancarkan usaha dan kegiatan dalam
pengembangan masyarakat.1
Undang-Undang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perlindungan terhadap
tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja atau buruh dan Maka dari itu setiap orang berhak mendapatkan
pekerjaan yang layak dengan nilai-nilai kemanusiaan, hal ini tertuang dalam pasal 27
ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi
bahwa : “ tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan.”
1
G. Kartasapoetra, R.G. Kartasapoetra, dan A.G Kartasapoetra, 1985, Hukum Perburuhan Di
3
menjamin kesamaan kesempatan kerja serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar
apa pun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja atau buruh dan keluarganya dengan
tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.
Perlindungan terhadap pekerja/buruh merupakan faktor utama dalam
kesehatan dn keselamatan kerja. Kesehatan kerja didefinisikan sebagai segala aturan
dan upaya yang bertujuan untuk melindungi pekerja/buruh dari tindakan maupun
kondisi yang dapat mengganggu kesehatan fisik, psikis, atau kesusilaannya. Pendapat
serupa dikemukakan oleh Imam Soepomo, bahwa kesehatan kerja adalah “
aturan-aturan dan usaha-usaha untuk melindungi pekerja/buruh dari kejadian atau keadaan
perburuhan yang merugikan atau dapat merugikan kesehatan dan kesusilaan dalam
seseorang itu melakukan pekerjaan dalam hubugan kerja.”2Keselamatan kerja
didefinisikan sebagai segala aturan dan upaya yang bertujuan untuk menyediakan
perlindungan teknis bagi pekerja/buruh dari risiko-risiko akibat penggunaan alat dan
bahan berbahaya/beracun di tempat kerja. Imam Soepomo berpendapat bahwa
keselamatan kerja adalah “ aturan yang bertujuan menjaga keamanan pekerja/buruh
atas bahaya kecelakaan dalam menjalankan pekerjaan di tempat kerja yang
menggunakan alat dan mesin atau bahan pengolah berbahaya.”3
Kesehatan dan keselamatan kerja bertujuan untuk melindungi pekerja/buruh
dari risiko-risiko yang mungkin timbul dalam pelaksanaan pekerjaan, khusunya risiko
2
Imam Soepomo, 1974, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja ( Perlindungan Buruh ), Pradnya Paramita, Jakarta, h.7-8.
3
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.4Terdapat beberapa prinsip dalam
pengaturan maupun pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja.Secara garis besar,
prinsipnya adalah perlindungan pekerja/buruh.5
a. 7 ( tujuh ) jam 1 ( satu ) hari dan 40 ( empat puluh ) jam 1 ( satu )
minggu untuk 6 ( enam ) hari kerja dalam 1 ( satu ) minggu; atau Ada beberapa ruang lingkup dalam
kesehatan kerja salah satunya yang sangat penting adalah mengenai waktu kerja.
Waktu kerja merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam
dunia ketenagakerjaan.Hal ini mengingat bahwa pekerja/buruh adalah manusia
kodrati dengan segala keterbatasan fisik dan psikis serta disamping perannya sebagai
salah satu faktor produksi maka perlu mengatur dan memperhatikan waktu kerja.
Pasal 77 ayat ( 1 ) Undang-undang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa
Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. Dan pasal 77 ayat ( 2 )
Undang-Undang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa :
Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
b. 8 ( delapan ) jam 1 ( satu ) hari dan 40 ( empat puluh ) jam 1 ( satu )
L. Meily Kurniawidjaya, 2010, Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja, UI Press, Jakarta, h.1-2. 5
5
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 ayat ( 2 ) harus memenuhi syarat :
a. Ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
b. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 ( tiga )
jam dalam 1 ( satu ) hari dan 14 ( empat belas ) jam dalam 1 ( satu ) minggu.
Pasal 78 ayat ( 2 ) Undang-undang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa pengusaha
yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat ( 1 ) wajib membayar upah kerja lembur.
Dewasa ini, masih sering terjadi masalah terkait ketenagakerjaan walaupun
peraturan yang mengatur ketenagakerjaan sudah ditetapkan.Seperti yang kita ketahui
juga bahwa dewasa ini banyak perusahaan-perusahaan yang berdiri dan berkembang
dengan baik dan pesat, hal ini tentu saja mempengaruhi pekerja.Seperti salah satu
masalah yang sering terjadi adalah pelanggaran jam atau waktu kerja tenaga kerja dan
tidak membayarkan upah kerja lembur apabila pekerja bekerja melebihi waktu kerja
yang sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Undang-undang
Ketenagakerjaan.Pelanggaran masalah tenaga kerja terkait waktu kerja yang tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan ini sering terjadi di
perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang industri dan sedang mendapatkan angin baik
dalam usahanya atau perusahaan yang sedang melakukan kejar target dalam usaha
produksinya.Perusahaan seperti ini bisanya perusahaan yang bergerak di bidang
produksi, seperti salah satunya perusahaan garmen. Perusahaan garmen yang sering
mendapatkan pemesanan selalu mendapatkan masalah dalam hal penyelesaian
dengan klien. Salah satunya seperti di perusahaan industri garmen HapeInterior
Design yang ada di daerah Sanur, Denpasar Selatan. Pada perusahaan garmen Hape
interior design memiliki pekerja/buruh jarit sebanyak 3 orang yang bertugas
melakukan penyelesaian proses penjaritan yang melakukan pekerjaannya selama 9
jam dalam 6 hari kerja, dalam hal ini sudah tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan.Disamping itu dengan banyaknya pemesanan
dirasa dapat memberatkan pekerja/buruh karena dapat menyebabkan waktu kerja
yang berlebihan.
Karena seorang pekerja sering memilki posisi atau kedudukan yang lebih
rendah dari perusahaan atau majikannya menyebabkan pekerja sering merasa malu,
sungkan, dan takut dalam melakukan upaya-upaya untuk melindungi haknya atau
mungkin pekerja/buruh masih tidak mengetahui bahwa ada upaya-upaya yang dapat
dilakukan olehnya untuk melindungi hak-hak mereka sebagai pekerja/buruh. Maka
dari itu perlu adanya pengawasan ketenagakerjaan yang lebih baik agar hak-hak
pekerja bisa lebih diperjuangkan.Apabila pekerja/buruh sudah melakukan
upaya-upaya dalam mendapatkan hak-haknya maka dirasa perlu dikaji lebih mendalam, hal
ini mengingat bahwa pekerja/buruh tidak mengikuti serikat pekerja dan dapar
melakukan penyelesaian secara bipartit.
Berdasarkan uraian di atas, maka timbul keinginan penulis untuk mengkaji
tentang perlindungan hukum bagi pekerja yang dilanggar hak-haknya terkait dengan
7
adalah “ PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA TERKAIT
DENGAN PELANGGARAN WAKTU KERJA PADA GARMEN HAPE
INTERIOR DESIGN DI SANUR DENPASAR SELATAN.”
1.2Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memudahkan
penulis dalam membatasi masalah yang diteliti sehingga sasaran yang hendak dicapai
menjadi jelas, searah dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan.Berdasarkan
uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja terkait
dengan waktu kerja pada perusahaan garmen Hape Interior Designdi Sanur
Denpasar Selatan ?
2. Apakah upaya hukum yang dilakukan oleh pekerja untuk mendapatkan
hak-haknyapada perusahaan garmen Hape Interior Design di Sanur Denpasar
Selatan ?
1.3Ruang Lingkup Masalah
Sehubungan dengan masalah yang telah dikemukakan diatas dan agar
permasalahan yang dikehendaki, perlu ditentukan batasan-batasan dari materi yang
akan dibahas. Hal ini dimaksudkan untuk tidak mengaburkan tentang apa yang
dibahas serta memudahkan penulis dalam penyampaian isi dari permasalahan yang
dibahas.
Dalam hal ini permasalahan yang akan dibahas adalah tentang perlindungan
hukum pekerja terkait dengan waktu kerja dan upaya-upaya yang dapat dilakukan
pekerja agar dapat melindungi hak-haknya yang dilanggar
1.4Orisinalitas Penelitian
Dalam tulisan ini, penulis menggunakan 3 ( tiga ) skripsi ilmu hukum
terdahulu melalui penulusuran di Ruang Koleksi Skripsi Fakultas Hukum Universitas
Udayana dimana hal itu dimaksudkan sebagai referensi pada penulisan dan untuk
menghindari terjadiya perbuatan plagiasi serta menyatakan bahwa tulisan ini memang
hasil dari pemikiran penulis sendiri, adapun skripsi yang penulis maksud adalah :
No Judul Penulis Rumusan Masalah
9
Penelitian ini merupakan asli dari pemikiran penulis sendiri, tetapi tidak
dipungkiri juga dengan adanya kemiripan atau serupa dengan penelitian skripsi yang
telah disebut diatas. Kemiripan yang dimaksud adalah bukan kemiripan yang
benar-benar sama, tetapi ada letak perbedaanya juga.
Melihat penulisan skripsi nomor 1, letak kemiripan/serupa ada pada rumusan
yang terlihat serupa juga adalah berupa waktu. Penelitian ini tertuju pada waktu kerja
dan penulisan skripsi nomor 1 mengacu pada pekerja waktu tertentu. Letak perbedaan
yang lain adalah lokasi penelitian yang dilakukan oleh penulis tidak sama.
Kemiripan pada penulisan skripsi nomor 2 terletak pada perlindungan
terhadap pekerja.Perbedaannya terletak pada rumusan masalah dan lokasi
penelitian.Penulisan skripsi nomor 3 memiliki kemiripan karena sama-sama
mengangkat tema tentang ketenagakerjaan, dan memiliki perbedaan dalam rumusan
masalah dan lokasi penelitian.
1.5Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk memberi arah dalam melangkah
sesuai dengan maksud dari penelitian. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini adalah :
1.5.1 Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui tentang perlindungan hukum kepada pekerja yang terkait
dengan pelanggaran waktu kerja.
2. Untuk mengetahui upaya-upaya hukum apa saja yang dapat dilakukan pekerja
untuk mendaptkan hak-haknya yang dilanggar.
11
1. Untuk memahami lebih dalam tentang perlindungan hukum kepada pekerja
yang terkait dengan pelanggaran waktu kerja.
3. Untuk memahami lebih dalam upaya-upaya hukum apa saja yang dapat
dilakukan pekerja untuk mendapatkan hak-haknya yang dilanggar.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam
perkembangan dalam ilmu hukum khususnya dalam bidang hukum
ketenagakerjaan.Dan dapat menjadi pedoman untuk lebih memahami tentang
perlindungan hukum dan upaya-upaya yang dapat dilakukan terhadap pekerja terkait
dengan waktu kerja.
1.6.2 Manfaat Praktis
1. Untuk dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam memecahkan
masalah-masalah terkait dengan perlindungan hukum terhadap pekerja
yang terkait dengan waktu kerja.
2. Dapat memberikan kontribusi dalam bentuk pedoman-pedomanbagi
semua pihak dalam upaya-upaya mendapatkan hak-hak pekerja yang
3. Dapat menambah pengalaman dan kemampuan peneliti dalam melakukan
penelitian hukum.
1.7 Landasan Teoritis
Dalam pasal 1 ayat( 1 ) Undang-Undang Ketenagakerjaan menyebutkan
bahwa Ketenagakerjaan adalah hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada
waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Berdasarkan pengertian
ketenagakerjaan tersebut dapat dirumuskan pengertian hukum ketenagakerjaan adalah
semua peraturan hukum yang berkaitan dengan tenaga kerja baik sebelum bekerja,
selama atau dalam hubungan kerja, dan sesudah hubungan kerja.Jadi pengertian
hukum ketenagakerjaan lebih luas dari hukum perburuhan yang selama ini kita kenal
yang ruang lingkupnya hanya berkenaan dengan hubungan hukum antara buruh
dengan majikan dalam hubungan kerja saja.6
Tenaga kerja atau pekerja didefinisikan sebagai orang yang bekerja dan
menerima upah. Menurut pasal 1 ayat( 2 ) Undang-Undang Ketenagakerjaan yang
dimaksud dengan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan
guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat. Dan pengertian pekerja dalam pasal 1 ayat( 3 )
Undang-Undang Keteagakerjaan adalah bahwa pekerja adalah setiap orang yang bekerja
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
6
13
Pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan tersebut
menyempurnakan pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang No.14 Tahun 1969
Tentang Ketentuan Pokok Ketenagakerjaan, yang memberikan pengertian tenaga
kerja setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun diluar
hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Pengertian tenaga kerja menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan tersebut
sejalan dengan pengertian tenaga kerja menurut konsep ketenagakerjaan pada
umumnya sebagaimana ditulis oleh Payaman J. Simanjuntak bahwa pengertian tenaga
kerja atau manpower adalah mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja,
yang sedang mencari kerja dan yang melakukan pekerjaan lain seperti sekolah dan
mengurus rumah tangga.Dari skema tersebut jelaslah bahwa, tenaga kerja terdiri dari
angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.Kelompok yang bukan angkata kerja adalah
mereka yang dalam studi, golongan yang mengurus rumah tangga, golongan
penerima pendapatan yakni mereka yang tidak melakukan aktivitas ekonomi tapi
memperoleh pendapatan, misalnya seperti pensiunan, penerima bunga deposito dan
sejenisnya.7
Perjanjian diatur dalam Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata (
KUHPer ) tentang “ Perikatan “ yang sifatnya terbuka. Kata perikatan memiliki arti
yang lebih luas dari perjanjian. Sebab kata perikatan tidak hanya mengandung
7
pengertian hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu perjanjian,
yaitu perihal perikatan yang timbul dari undang-undang.Definisi perikatan menurut
Subekti adalah suatu perubungan hukum antara dua orang tau dua pihak berdasarkan
mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak
yang lain berhak untuk memenuhi tuntutan itu.8
Hubungan antara perikatan dengan perjanjian dapat dirumuskan, bahwa
perjanjian merupakan sumber utama dari suatu perikatan, sehingga perikatan itu ada
bilamana ada perjanjian.9
Perjanjian kerja diatur secara khusus dala Bab VII KUHPerdata tentang
persetujuan-persetejuan untuk melakukan pekerjaan.Dalam pasal 1601a KUHPerdata
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan perjanjian kerja adalah suatu persetujuan
bahwa pihak kesatu, yaitu buruh, mengikatkan diri untuk menyerahkan tenaganya
kepada pihak lain, yaitu majikan, dengan upah selama waktu yang Dengan demikian antara perjanjian dengan perikatan
terdapat hubungan sebab akibat, yaitu perjanjian sebagai sebab yang merupakan
peristiwa hukum, sedangkan perikatan sebagai akibat hukumnya.
Perjanjian merupakan suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji
maupun kesanggupan, baik secara lisan maupun secara tertulis.Dari hubungan ini
timbul suatu perikatan antara dua pihak yang membuatnya.Dengan demikian
perjanjian merupakan sumber dari suatu perikatan.
8
Subekti, 1998, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, h. 1. 9
15
tertentu.Selanjutnya dalam pasal 1 ayat ( 14 ) Undang-Undang Ketenagakerjaan
menjelaskan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan
pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban
para pihak.
Berdasarkan pengertian penjanjian kerja tersebut terdapat unsur-unsur :
adanya pekerjaan, adanya unsur dibawah perintah, adanya upah tertentu, adanya
waktu.Dalam melakukan hubungan kerja harus dilakukan dengan waktu yang sudah
ditentukan dalam perjanjian kerja atau yang sudah diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Dalam pasal 1 ayat( 15 ) Undang-Undang Ketenagakerjaan dijelaskan
bahwa yang dimaksudkan dengan hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha
dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur
pekerjaan, upah, dan perintah. Menurut Hartono Widodo dan Judiantoro hubungan
kerja adalah kegiatan-kegiatan pengerahan tenaga/jasa seseorang secara teratur demi
kepentingan orang lain yang memerintahnya ( pengusaha/majikan ) sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati.10
Pengertian waktu kerja pada umumnya adalah waktu yang ditentukan untuk
melakukan pekerjaan.Waktu kerja merupakan bagian paling umum yang harus ada
pada perusahaan dan waktu kerja umumnya ditentukan oleh pemimpin perusahaan.
Menurut Stephen P Robbins waktu kerja merupakan bagian dari empat faktor
10
organisasi yang merupakan sumber potensial dari stress para karyawan ditempat
kerja.11
Konsep tentang perlindungan hukum terhadap pekerja yang dipergunakan
adalah perlindungan terhadap hak pekerja dengan menggunakan sarana hukum, atau
perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap pekerja tindakan-tindakan
pengusaha pada saat sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah
bekerja.Perlindungan hukum adalah perlindungan harkat dan martabat, serta
pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum
berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan
atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal yang lainnya.
Perlindungan terhadap tenaga kerja wajib dilaksanakan seperti yang tertera
pada Bab X Undang-Undang Ketengakerjaan mengenai perlindungan, pengupahan,
dan kesejahteraan tenaga kerja.
12
Perlindungan hukum adalah penyempitan dari perlindungan, dalam hal ini
hanyalah perlindugan dari hukum saja.Perlindungan yang diberikan oleh hukum,
terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh
manusia sebagai subyek hukum dalam interkasinya dengan sesama manusia serta
lingkungannya.Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk
11
Stephen P Robbins, 2006, Perilaku Organisasi, PT Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta, h.796.
12
17
melakukan suatu tindakan hukum.13Menurut Satjipto Rahardjo perlindungan hukum
adalah memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia yang dirugikan orang
lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati
hak-haknya yang telah diberikan oleh hukum.14
Negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk memberikan perlindugan
hukum bagi rakyat terhadap tindakan pemerintah dilandasi dua prinsip negara hukum,
yaitu perlindungan hukum yang preventif dan perlindungan hukum yang
represif.Perlindungan hukum yang preventif adalah perlindungan hukum kepada
rakyat yang diberikan lewat peraturan perundang-undangan menjadi bentuk yang
definitif.Sedangkan perlindungan hukum yang represif adalah perlindungan hukum
yang bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.Kedua bentuk perlindungan hukum
tersebut bertumpu dan bersumber pada pengakuan dan perlindungan hak asasi
manusia serta berlandaskan pada prinsip negara hukum.15
Perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan
menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap
dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar
sesama manusia.16
13
CST Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pusataka, Jakarta, h.102.
14
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 54. 15
Zahirin Harahap, 2001, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.2.
16
Muchsin, 2003, “ Perlindungan Dan Kepastian Hukum Bagi Investor di Indonesia “, Tesis
Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, h.14.
subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.Perlindungan hukum dapat
dibedakan menjadi dua.Yang pertama yaitu perlindungan hukum preventif yang
berarti bahwa perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk
mencegah sebelum terjadinya pelanggaran.Hal ini terdapat dalam peraturan
perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta
memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu
kewajiban.Dan yang kedua adalah perlindungan hukum represif yaitu perlindungn
hukum berupa perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukum
tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suau
pelanggaran.17
Hubungan industrial pada dasarnya berfungsi dan bertujuan untuk
menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja,
memberikan kesejahteraan dan ketenangan kerja bagi pekerja/buruh, dan ketenangan
berusaha bagi para pengusaha sehingga pemerintah memperoleh keuntungan dari
hubungan tersebut dengan berputarnya roda perekonomian nasional.Dalam hal ini Perlindungan hukum terjadi akibat adanya pelanggaran hukum yang
dilakukan.Yang dimaksud dengan pelanggaran hukum adalah pelanggaran terhadap
peraturan-peraturan perundang-undangan negara, karena hukum oleh negara
dimuatkan dalam peraturan perundang-undangan.
17
19
para pihak dalam hubungan industrial memiliki kepentingan yang berbeda-beda
sehingga berpotensi menimbulkan adanya perselisihan-perselisihan yang disebut
dengan perselisihan hubungan industrial.
Perselisihan dalam hubungan industrial dapat diselesaikan dengan duacara.
Yang pertama dengan jalur litigasi, yaitu penyelesaian sengketa yang dilakukan lewat
pengadilan. Dan jalur non litigasi, yaitu penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau
yang sering disebut dengan penyelesaian sengketa alternative atau Alternative
Dispute Resolution ( ADR ).18
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimaana antara dua orang atau
lebih para pihak yang mempunyai hal atau bersengketa saling melakukan kompromi
atau tawar menawar terhadap kepentingan penyelesaian suatu hal atau sengketa untuk
mencapai kesepakatan.
Penyelesaian sengketa dengan jalur non litigasi dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu sepertinegosiasi, mediasi, konsiliasi,dan arbitrase.Non litigasi
pada umumya dilakukan pada kasus perdata saja karena lebih bersifat privat.
19
18
Susanti Adi Nugroho, 2009, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, PT. Telaga Ilmu Indonesia, Jakarta, h.1.
Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan
yang kurang lebih hampir sama dengan negosiasi. Bedanya adalah terdapat pihak
ketiga yang netral dan berfungsi sebagai penengah atau memfasilitasi mediasi
tersebut.Pihak ketiga tersebut disebut dengan mediator.Pihak ketiga tersebut hanya
19
Fitrua Ramadhani, 2015, “Non Litigasi“, URL
dapat member saran yang sugestif, sedangkan pengambilan keputusan tetap
tergantung oleh setiap pihak yang bersengketa.20
Konsiliasi merupakan upaya penyelesaian sengketa dengan cara melibatkan
pihak ketiga yang memiliki kewenangan untuk memaksa para pihak untuk mematuhi
dan menjalankan hal yang diputuskan oleh pihak ketiga tersebut.21 Konsiliasi
merupakan proses yang serupa dengan mediasi, tetapi biasanya diatur oleh
undang-undang. Ketika suatu pihak diwajibkan hadir, konsiliator cenderung menekan dan
bertanggung jawab atas norma sesuai dengan undang-undang atau badan terkait, dan
langkah hukum akan diambil bila kesepakatan tidak dicapai.22
20
Ibid. 21
Jimmy Joses Sembiring, 2011, Cara Menyelesaikan Sengketa Di Luar Pengadilan, Visi Media, Jakarta, h. 46.
22
Ibid, h. 47.
Pasal 1 ayat( 1 ) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesasian Sengketa yang selanjutnya disebut sebagai UU No. 30
Tahun 1999 menjelaskan arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata di luar
peradilan umum yng didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis
oleh para pihak yang bersengketa. Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan
berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat
para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang
21
Teori sistem hukum juga sangat diperlukan disini untuk melihat efektifitas
hukum mengingat metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
empiris dengan pendekatan fakta, Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa
berhasil atau tidaknya penegakan hukum teragantung dari tiga unsur sistem hukum,
yaitu sturuktur hukum yang menyangkut aparat penegak hukum, substansi hukum
yang meliputi perangkat perundang-undangan, dan budaya hukum yang merupakan
kekuatan sosial bagaimana hukum itu digunakan oleh masyarakat.23
Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan sesuatu,
sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap
suatu gejala utuk menambah pengetahuan manusia, maka metode penelitian dapat
diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah
yang dihadapi dalam melakukan penelitian. 1.8 Metode Penelitian
24
Maka dari itu seseorang diharapkan mampu untuk menemukan dan
menganalisa masalah yang diteliti sehingga dapat mengungkapkan suatu kebenaran,
karena metode memberikan pedoman tentang cara bagaimana seorang ilmuwan
mempelajari memahami dan menganalisa permasalahan yang dihadapi.
23
Lawrence M. Friedman, 1969, The Legal System: A Sosial Science Perspektive, Russel Soge Foundation, New York, h. 16.
24
1.8.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian secara
yuridis empiris.Yang dimaksud dengan penelitian hukum secara yuridis empiris
adalah penelitian langsung di lapangan dan mengkaji berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.Jenis penelitian yuridis empiris digunakan karena
dalam permasalahan mengenai waktu kerja terhadap pekerja terdapat di lapangan,
sehingga jenis penelitian yang tepat dilakukan adalah jenis penelitian yuridis empiris.
1.8.2 Jenis Pendekatan
Jenis pendekatan yang dilakukan dalam penelitian yang dilakukan secara
empiris dalam skripsi ini adalah jenis pendekatan yang mengacu pada pendekatan
fakta ( The Fact Approach ).
Pendekatan faktaadalahpendekatan yang dilakukan dengan cara mengkaji
permasalahan yang muncul dengan berlandaskan pada peraturan-peraturan hukum
dan teori-teori yang ada, untuk kemudian dihubungkan dengan fakta-fakta yang ada
di lapangan. Dengan demikian tidak hanya sebatas mempelajari pasal-pasal
23
menggunakan bahan-bahan yang sifatnya normatif, dalam rangka mengolah data dan
menganalisis data dari lapangan yang disajikan sebagai pembahasan.25
1.8.4 Data dan Sumber Data 1.8.3 Sifat Penelitian
Sifat Penelitian dalam penelitian ini mengarah pada penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif pada penelitian secara umum, termasuk pula didalamnya
penelitian ilmu hukum, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu
individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan ada
tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Sifat
penelitian deskriptif sering dilakukan apabila ingin mengetahui tentang berfungsinya
hukum dalam masyarakat.
Sumber data hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini terdiri dari :
1. Data Hukum Primer
Data hukum primer adalah sumber data yang diperoleh dari tangan pertama,
dari sumber asalnya yang pertama, yang belum diolah, dan yang belum diuraikan
oleh orang lain.Data yang langsung di dapat dari masyarakat.Data ini didapat dari
sumber pertama dari individu atau perseorangan.
2. Data Hukum Sekunder
25
Data hukum sekunder, yaitu data-data hukum yang mengikat, berupa
perundang-undangan.Dalam hal ini penulis menggunakan KUHPerdata dan
Undang-Undang Ketengakerjaan.Dan disertai beberapa data hukum berupa literatur yang
memuat teori-teori dan pendapat sarjana yang berhubungan dengan penulisan
skripsi.Serta penulis juga menggunakan kamus hukum dan ensiklopedia yang
menjelaskan mengenai permasalahan hukum yang sedang diteliti, hal ini bertujuan
untuk memberikan penjelasan terhadap data hukum primer dan sekunder.
1.8.5 Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan karya
ilmiah ini dilakukan dengan cara :
1. Teknik pengumpulan data hukumprimer yaitu cara pengumpulan data
yang diperoleh dengan cara melakukan wawancara dengan pihak yang
berkompeten.
2. Teknik pengumpulan data hukum sekunder yaitu dengan mengumpulkan
peraturan-perturan yang berhubungan dengan permasalahan dan data-data
kepustakaan. Data sekunder ini digunakan untuk memperkokoh dan
memperluas hasil-hasil penelitian
1.8.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian
Penulisan ini menggunakan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan
25
mengenai berapa sampel yang harus diambil agar dapat dianggap mewakili
populasinya seperti dalam teknik random sampling.Penulisan ini menggunakan
teknik non probability sampling dengan bentuk purposive sampling.Yaitu penarikan
sampel dilakukan berdasarkan tujuan tertentu, dimana sampel dipilih atau ditentukan
sendiri oleh peneliti, yang mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan
pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik
tertentu yang merupakan ciri utama dari populasinya.
1.8.6 Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dan dikumpulkan tersebut, baik yang berupa data primer
maupun sekunder yang merupakan hasil dari studi kepustakaan, dan wawancara itu
kemudian diolah secara kualitatif.Dalam hal ini, data yang diperoleh tersebut
kemudian diklasifikasikan dan dikumpulkan berdasarkan kerangka penulisan
sehingga lebih sistematis dan mempermudah penulisan skripsi secara menyeluruh.
Selanjutnya data yang telah diklasifikasikan tersebut dianalisa secara deskriptif
analisis, yaitu dengan cara menggambarkan secara jelas dan sistematis yang
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PERLINDUNGAN HUKUM, DAN
PELANGGARAN WAKTU KERJA
2.1 Pekerja Dan Pelanggaran Waktu Kerja
2.1.1 Pengertian Pekerja
Istilah buruh sangat umum terdengar di dalam dunia perburuhan atau
ketenagakerjaan, istilah buruh ini sudah digunakan sejak lama bahkan mulai dari
zaman penjajahan Belanda dan juga karena peraturan perundang-undangan yang lama
juga menggunakan istilah buruh. Pada zaman penjajahan Belanda buruh dibagi
menjadi dua klasifikasi, yaitu :
1. Buruh Profesional ( White Collar ), yaitu buruh yang menggunakan tenga
otak dalam melakukan pekerjaan.
2. Buruh Kasar ( Blue Collar ), yaitu buruh yang menggunakan tenaga otot
dalam melakukan pekerjaan.1
Buruh, pekerja, dan karyawan adalah seseorang yang menggunakan tenaga
dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan, baik yang
berupa uang maupun bentuk lainnya. Pada dasarnya semua istilah tersebut berarti
sama namun dalam kultur di Indonesia istilah buruh lebih diartikan kedalam artian
1
pekerja kasar dan rendahan sedangkan istilah pekerja atau karyawan lebih baik karena
menggunakan otak dan bukan otot dalam melakukan pekerjaan.2
Menurut pasal 1 angka 3 Undang-Undang Ketenagakerjaan menyebutkan
bahwa pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain. Dari pengertian pekerja tersebut jelas bahwa tenaga kerja
yang sudah bekerja yang dapat disebut pekerja/buruh.Istilah buruh/pekerja yang
sekarang disandingkan muncul karena dalam Undang-Undang yang lahir sebelumnya
yakni Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Buruh/Pekerja
menyandingkan kedua istilah tersebut.Munculnya istilah buruh/pekerja yang
disejajarkan disebabkan selama ini pemerintah menghendaki agar istilah buruh
diganti dengan istilah pekerja karena istilah buruh selain berkonotasi pekerja kasar
juga menggambarkan kelompok yang selalu berlawanan dengan pihak
majikan.Karena itulah pada era Orde Baru istilah serikat buruh diganti dengan istilah
serikat pekerja, serikat pekerja pada saat itu sangat sentralistik sehingga mengekang
kebebasan buruh untuk membentuk organisasi/serikat serta tidak respons terhadap
aspirasi buruh. Pada saat Rancangan Undang-Undang serikat buruh/pekerja diabahas
terjadi perdebatan yang panjang mengenai kedua istilah ini, dari pemerintah
menghendaki istilah pekerja sementara dari kalangan buruh/pekerja menghendaki
istilah buruh, hal ini karena trauma pada masa lalu dengan istilah pekerja yang
2
Herdiansyah Hamzah, 2014, “ Seri Hukum Perburuhan : Antara Buruh, Pekerja, Dan
Karyawan “, Serial Online 23 Januari, URL :
melekat pada istilah serikat pekerja yang pada saat itu pekerja dikendalikan untuk
kepentingan pemerintah. Maka digunakan jalan tengah untuk mensejajarkan kedua
istilah tersebut.3
Menurut Payaman Simanjuntak, pekerja/buruh adalah penduduk yang sudah
atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melaksanakan
kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus kegiatan rumah tangga atau yang
lainnya. Dalam hal ini pekerja/buruh yaitu individu yang sedang mencari atau sudah
melakukan pekerjaan yang menghasilkan barang atau jasa yang sudah memenuhi
persyaratan ataupun batasan usia yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang
Ketenagakerjaan yang bertujuan untuk memperoleh hasil atau upah untuk kebutuhan
hidup sehari-hari.
Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan hanya menggunakan istilah
pekerja saja, namun agar selaras dengan undang-undang yang lahir sebelumnya yakni
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Buruh Dan Pekerja yang
menggunakan istilah serikat buruh/pekerja, maka kedua istilah tersebut disesuaikan.
4
Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan pasal 1 angka 3 memberikan
pengertian pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah
atau imbalan dalam bentuk lain. Pengertian ini agak umum namun maknanya lebih
luas karena dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik
perorangan, persekutuan, badan hukum dengan menerima upah atau imbalan dalam
3
Lalu Husni, 2014, op.cit, h.31-32 4
bentuk lain. Penegasan imbalan dalam bentuk lain ini perlu karena upah selama ini
diidentikkan dengan uang, padahal ada pula buruh/pekerja yang menerima imbalan
dalam bentuk barang.
Untuk kepentingan santunan jaminan kecelakaan kerja dalam perlindungan
Jaminan Sosial Tenaga Kerja ( Jamsostek ) berdasarkan Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1992, pengertian pekerja diperluas yakni termasuk magang dan murid yang
bekerja pada perusahaan baik yang menerima upah maupun tidak, mereka yang
memborong pekerjaan kecuali yang memborong adalah perusahaan, dan narapidana
yang dipekerjakan di perusahaan.5
2.1.2 Pengertian Waktu Kerja
Dalam perjanjian kerja terdapat unsur-unsur, salah satu unsur dalam
perjanjian kerja tersebut adalah waktu kerja.Unsur waktu dalam hal ini adalah adanya
suatu waktu untuk melakukan pekerjaan dimaksud atau lamanya pekerja melakukan
pekerjaan yang diberikan oleh pemberi kerja.Waktu kerja merupakan waktu yang
ditentukan untuk melakukan pekerjaan.Buruh/Pekerja adalah manusia biasa yang
memerlukan waktu istirahat, karena itu untuk menjaga kesehatan fisiknya harus
dibatasi waktu kerjanya dan diberikan hak istirahat.6
Dalam bidang kesehatan kerja salah satu hal utama yang penting untuk
dibahas adalah mengenai waktu kerja dan waktu istirahat. Hal tersebut didasarkan
5
Lalu Husni, op.cit , h.46-47. 6
pada tujuan awal yang melatarbelakangi gerakan perlidungan bagi pekerja/buruh pada
masa revolusi industri terhadap praktik-praktik eksploitasi berupa jam kerja
berkepanjangan. Filosofinya adalah bahwa pekerja/buruh karena statusnya
merupakan salah satu faktor produksi, namun demikian pekerja/buruh adalah manusia
kodrati dengan segala keterbatasan fisik, psikis, dan harkat martabatnya.Untuk itu,
maka diapandang perlu mengatur waktu kerja dan waktu istirahat bagi mereka.7
1. 7 ( tujuh ) jam 1 ( satu ) hari dan 40 ( empat puluh ) jam 1 ( satu ) minggu
untuk 6 ( enam ) hari kerja dalam 1 ( satu ) minggu.
Pada prinsipnya pekerja/buruh dapat dipekerjakan, namun terdapat
pembatasan berupa pengaturan mengenai waktu/jam kerja karena alasan filosofis
tersebut. Dalam Undang-Undang Ketenenagakerjaan, pengaturan mengenai waktu
kerja terdapat dalam pasal 77 ayat 2 bahwa waktu kerja dilaksanakan dalam dua
ketentuan :
2. 8 ( delapan ) jam 1 ( satu ) hari dan 40 ( empat puluh ) jam 1 ( satu )
minggu untuk 5 ( lima ) hari kerja dalam 1 ( satu ) minggu.
Tetapi di sisi lain terdapat pengaturan yang berbeda bagi sektor usaha dan
jenis pekerjaan tertentu. Atas pengaturan waktu kerja yang bersifat umum tersebut,
masih dimungkinkan adanya pengecualian, berupa kerja pekerja/buruh yang melebihi
batas waktu kerja yang diperbolehkan, guna mengakomodir kepentingan dunia usaha
apabila ada pekerjaan bertumpuk yang harus diselesaikan. Adapun syarat-syarat yang
7
harus dipenuhi dalam melakukan kerja lembur, yaitu pelaksanaannya hanya dapat
dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam per hari atau 14 (empat belas) jam per minggu,
dan membayar upah kerja lembur yang menjadi hak pekerja/buruh tersebut.
2.1.3 Pelanggaran Waktu Kerja
Pengertian pelanggaran waktu kerja adalah bahwa perusahaan/majikan yang
mepekerjakan pekerja/buruhnya lebih dari waktu kerja yang telah ditentukan oleh
Undang-Undang Ketenagakerjaan dalam pasal 77 ayat 2, dan apabila juga
syarat-syarat lembur yang tidak terpenuhi, serta tidak membayarkan upah lembur yang
menjadi hak dari pekerja/buruh tersebut, sesuai dengan yang tertera pada pasal 78
ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Apabila hal ini dilakukan pada
pekerja/buruh yang bergerak pada bidang usaha yang tidak diatur khusus oleh
Undang-Undang Ketenagakerjaan maka perusahaan/majikan tersebut dapat dikatakan
melakukan pelanggaran hukum terhadap pekerja/buruh tersebut.
2.2 Perlindungan Hukum
2.2.1 Pengertian Dan Prinsip Perlindungan Hukum
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia perlindungan berasal dari kata
lindung, dimana kata lindung ini memiliki arti mengayomi, mencegah,
merawat dan mencegah.8
Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah “zoon politicon”, yang artinya
manusia adalah makhluk sosial atau makhluk yang bermasyarakat, hal itu disebabkan
oleh karena tiap anggota masyarakat yang satu memiliki hubungan dengan yang
lainnya.Sebagai makhluk sosial maka sadar atau tidak sadar manusia selalu
melakukan perbuatan hukum dan hubungan hukum.
Pengertian perlindungan dalam ilmu hukum adalah
merupakan suatu bentuk tindakan pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat
penegak hukum untuk memberikan rasa aman baik secara fisik maupun secara mental
terhadap masyarakat.
9
Setiap hubungan hukum akan menimbulkan hak dan kewajiban dari setiap
kepentingannya, maka dari itu tampil hukum untuk mengatur dan melidungi
kepentingan-kepentingan tersebut yang disebut dengan perlindungan hukum.
Perlindungan hukum merupakan suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek
hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang
bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.Dapat dikatakan bahwa Perbuaan hukum merupakan setiap perbuatan manusia yang dilakukan dengan
sengaja atas kehendaknya untuk menimbulkan hak dan kewajiban yang akibatnya
diatur oleh hukum.Dari perbuatan hukum tersebut timbul adanya hubungan hukum
yang merupakan hubungan antara dua atau lebih subyek hukum.
8
Ebta Setiawan, 2015, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Versi 1.4 Januari 2015, URL :http://www.kbbi.web.id/lindung. Diakses tanggal 6 Agustus 2015
9
perlindungan hukum merupakan gambaran dari fungsi hukum itu sendiri, dimana
konsep hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan,
dan kedamaian.10
Pancasila sebagai ideologi dan landasan falsafah negara merupakan landasan
dalam prinsip-prinsip perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia.Sedangkan konsep
perlindungan hukum di negara barat bersumber pada konsep pengakuan dan
perlindungan terhadap hak asasi manusia yang tertuang dalam konsep rechtsstaat dan
rule of law.11
Dengan berlandaskan pada Pancasila dan dengan menggunakan konsepsi
barat sebagai kerangka berpikir, maka prinsip-prinsip dasar dalam perlindungan
hukum adalah prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat
manusia yang bersumber pada Pancasila dan prinsip negara hukum yang bersumber
pada Pancasila.Pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia
dikaitkan bersumber kepada Pancasila, karena pengakuan dan perlindungan
terhadapnya secara intensik melekat pada Pancasila dan seyogyanya memberi warna
serta corak negara hukum yang berlandaskan Pancasila.12
10
Uti Ilmu Royen, 2009, “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Outsourcing (Studi Kasus Di Kabupaten Ketapang)”, Tesis Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, h.53.
11
Philipus M. Hadjon II, 2007, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia “ Sebuah Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya Oleh Pengadilan Dalam Lingkup Peradilan Umum Dan
Pembentukan Peradilan Administrasi”, M2 Print, Jakarta, h.1.
12
2.2.2 Perlindungan Hukum Bagi Pekerja
Menyadari akan pentingnya pekerja bagi perusahaan, pemerintah, dan
masyarakat, maka perlu dilakukan pemikiran agar pekerja dapat menjaga
keselamatannya dalam menjalankan pekerjaan. Demikian pula perlu diusahakan
ketenangan dan kesehatan pekerja agar apa yang dihadapinya dalam pekerjaan dapat
diperhatikan semaksimal mungkin, sehingga kewaspadaan dalam menjalankan
pekerjaan itu tetap terjamin. Pemikiran-pemikiran itu merupakan program
perlindungan pekerja, yang dalam praktik sehari-hari berguna untuk dapat
mempertahankan produktivitas dan kestabilan perusahaan.
Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan menejelaskan bahwa perlindungan
terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan
menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun
untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap
memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.
Perlindungan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hak pekerja yang
berkaitan dengan norma kerja yang meliputi waktu kerja, istirahat, dan cuti.
Perlindungan ini sebagai wujud pengakuan terhadap hak-hak pekerja sebagai manusia
yang harus diperlakukan secara manusiawi dengan mempertimbangkan keterbatasan
kemampuan fisiknya, sehingga harus diberikan waktu yang cukup untuk beristirahat.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1984 dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1951 tentang
Kerja yang saat ini sudah dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Undang-Undang
Ketenagakerjaan, maka pembahasan mengenai perlindungan norma kerja ini meliputi
pekerja anak, pekerja perempuan, waktu kerja dan istirahat.
Perlindungan pekerja dapat dilakukan, baik dengan jalan memberikan
tuntutan, maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia,
perlindungan fisik, dan teknis serta sosial dan ekonomi melalui norma yang berlaku
dalam lingkungan kerja itu. Dengan demikian maka perlindungan pekerja ini
mencakup :
1. Norma Keselamatan Kerja yang meliputi keselematan kerja yang bertalian
dengan mesin, pesawat, alat-alat kerja bahan dan proses pengerjaannya,
keadaan tempat kerja dan lingkungan serta cara-cara dalam melakukan
pekerjaan.
2. Norma Kesehatan Kerja dan Higiene Kesehatan Perusahaan yang meliputi
pemeliharaan, dan mempertinggi derajat kesehatan pekerja, dilakukan
dengan mengatur pemberian obat-obatan, perawatan tenaga kerja yang
sakit. Mengatur persediaan tempat, cara dan syarat kerja yang memenuhi
heigiene kesehatan perusahaan dan kesehatan pekerja untuk mencegah
penyakit, baik sebagai akibat bekerja atau penyakit umum serta
3. Norma kerja yang meliputi perlindungan terhadap tenaga kerja yang
bertalian dengan waktu bekerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti, kerja
wanita, kerja anak, kesusilan ibadah menurut agama keyakinan
masing-masing yang diakui oleh pemerintah, kewajiban sosial kemasyarakatan
dan sebagainya guna memelihara kegairahan dan moril kerja yang
menjamin daya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang
sesuai dengan martabat manusia dan moral.
4. Kepada Tenaga Kerja yang mendapat kecelakaan dan/atau menderita
penyakit kuman akibat pekerjaan, berhak atas, ganti rugi perawatan dan
rehabilitasi akibat kecelakaan dan atau penyakit akibat pekerjaan, ahli
warisnya berhak mendapat ganti kerugian.13
Berkaitan dengan hal tersebut, Imam Soepomo membagi perlindungan pekerja
ini menjadi tiga macam yaitu :
1. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan
dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan
yang cukup memenuhi keperluan sehari-hari baginya beserta keluarganya,
termasuk dalam hal pekerja tersebut tidak mampu bekerja karena sesuatu
di luar kehendaknya. Perlindungan ini disebut dengan jaminan sosial.
13
2. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan
usaha kemsyarakatan, yang tujuannya memungkinkan pekerja itu
mengenyam dan memperkembangkan prikehidupannya sebagai manusia
pada umumnya, dan sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga,
atau yang biasa disebut dengan kesehatan kerja.
3. Perlindungan Teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan
dengan usaha-usaha untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan yang
dapat ditimbulkan oleh pesawat-pesawat atau alat kerja lainnya atau oleh
bahan yang diolah atau dikerjakan perusahaan. Perlindungan ini disebut
dengan keselamatan kerja.14
Perlindungan pekerja/buruh merupakan faktor utama dalam kesehatan dan
keselamatan kerja.Pendekatan tersebut bermula dari meningkatnya dampak buruk
perkembangan doktrin Laissez Faire di Eropa pada abad pertengahan.Doktrin
tersebut mengusung filosofi liberalisasi ekonomi, khususnya di sector industri.Secara
garis besar, intervensi pemerintah dalam hubungan ekonomi/industrial tidak
diperkenankan. Berkembang pula aksi pengabaian terhadap berbagai peraturan (
perundang-undangan ) yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Kebebasan untuk
berusaha dan bekerja guna mencapai keuntungan yang semaksimal mungkin hanya
dapat dibatasi oleh individu lain melalui mekanisme kompetisi bebas.15
14
Zainal Asikin et.al, 2012, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Rajawali Pers, Jakarta, h.97. 15
Neil Gilbert, 2002, Transformation of the Welfare State: The Silent Surrender of Public
Penyusunan dan penertiban undang-undang pertama bidang kesehatan kerja (
arbeidsbeschermingswetten ) bermula di Inggris pada tahun 1802 melalui The Health
and Morals of Apprentices Act yang ditujukan bagi para pekerja/buruh anak magang
yang dipekerjakan di pabrik dengan jam kerja yang berkepanjangan. Selanjutnya,
perkembangan serupa terjadi di Jerman dan Prancis sekitar tahun 1840 serta Belanda
setelah tahun 1870. Perlindungan yang diatur adalah perlindungan terhadap kesehatan
kerja ( gezondheid/health ) dan keselamatan atau keamanan kerja ( veiligheid/safety )
dalam menjalankan pekerjaan. Kedua hal tersebut dikembangkan sebagai suatu
bidang tersendiri dalam hukum perburuhan, yang menonjolkan intervensi negara
dalam bentuk hukum ( peraturan perundang-undangan ). Pada mulanya, peraturan
yang disusun hanya berupa pembatasan jam kerja bagi pekerja/buruh anak, kemudian
pekerja/buruh remaja dan selanjutnya pekerja/buruh wanita. Dalam
perkembangannya, mencakup pula perlindungan bagi pekerja/buruh (
arbeidsbescherming ) pada umumnya terhadap jam kerja yang terlalu panjang serta
keadaan perburuhan dan kondisi kerja yang tidak aman. Undang-Undang
perlindungan pekerja/buruh pertama, menandai berawalnya hukum perburuhan
dengan memuat aturan-aturan yang disebut sebagai arbeidsbeschermingsrecht.16
Menurut M.G. Rood sebagaimana yang telah dikutip oleh Prof. Dr Aloysius
Uwiyono berpendapat bahwa undang-undang mengenai perlindungan pekerja/buruh
merupakan contoh hukum sosial yang ciri utamanya secara umum didasarkan pada
16
teori ketidakseimabangan kompensasi.Teori tersebut bertitik tolak pada pemikiran
bahwa antara pemberi kerja dengan penerima kerja secara sosial ekonomi tidak sama
kedudukannya. Pihak penerima kerja umumnya sangat tergantung pada pemberi
kerja, baik dari aspek ekonomi, sosiologis maupun psikologis.Maka hukum yang
mengatur mengenai hubungan hukum antar keduanya bertujuan untuk memberikan
kompensasi atas ketidakseimbangan yang terjadi dalam bentuk
pembatasan-pembatasan. Hukum perlu memberikan hak yang lebih banyak kepada pihak yang
lemah ( penerima kerja ) daripada pihak yang kuat ( pemberi kerja ). Hukum
bertindak tidak sama bagi para pihak oleh karena latar belakang tersebut. Teori
ketidakseimbangan kompensasi yang dianut hukum dapat ditemukan dalam bentuk
berbagai peraturan perundang-undangan. Jadi, untuk mengimbangi
ketidakseimbangan kedudukan maka diperlukan tindakan dari pihak penguasa (
pembentuk undang-undang ) melalui pengaturan hak dan kewajiban masing-masing
pihak agar terjadi suatu keseimbangan yang sesuai. Hal tersebut dipandang sebagai
solusi yang tepat guna terpenuhinya prinsip keadilan sosial daripada membiarkan
ketidakseimbangan tersebut berlangsung terus.17
17