• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA TERKAIT DENGAN PELANGGARAN WAKTU KERJA PADA PERUSAHAAN GARMEN HAPE INTERIOR DESIGN DI SANUR DENPASAR SELATAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA TERKAIT DENGAN PELANGGARAN WAKTU KERJA PADA PERUSAHAAN GARMEN HAPE INTERIOR DESIGN DI SANUR DENPASAR SELATAN."

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA

TERKAIT DENGAN PELANGGARAN WAKTU KERJA

PADA PERUSAHAAN GARMEN HAPE INTERIOR

DESIGN DI SANUR DENPASAR SELATAN

BAGUS MADE BAMA ANANDIKA BERATA

NIM. 1116051120

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA

TERKAIT DENGAN PELANGGARAN WAKTU KERJA

PADA PERUSAHAAN GARMEN HAPE INTERIOR

DESIGN DI SANUR DENPASAR SELATAN

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

BAGUS MADE BAMA ANANDIKA BERATA

NIM. 1116051120

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

(3)
(4)
(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Atas berkat, rahmat dan perlindungan Tuhan Yang Maha Esa, maka dapatlah

penulisan tugas akhir yang berjudul, “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

PEKERJA TERKAIT DENGAN PELANGGARAN WAKTU KERJA PADA

PERUSAHAAN GARMEN HAPE INTERIOR DESIGN DI SANUR DENPASAR

SELATAN“, diselesaikan dengan baik dan lancar. Tugas akhir ini merupakan salah

satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Hukum (S-1) di Fakultas Hukum Universitas

Udayana.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan tugas akhir ini dapat

terselesaikan berkat dorongan, bimbingan, arahan dan bantuan semua pihak. Untuk

itu, ucapan terima kasih penulis haturkan kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH.,MH. Dekan Fakultas

Hukum Universitas Udayana;

2. Bapak I Ketut Sudiarta, SH.,MH. Pembantu Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Udayana;

3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, SH.,MH. Pembantu Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Udayana;

4. Bapak I Wayan Suardana SH., MH. Pembantu Dekan III Fakultas Hukum

Universitas Udayana;

5. Bapak A.A. Ngurah Oka Parwatha, SH.,Msi. Ketua Program Ekstensi

(7)

6. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Perdata

Fakultas Hukum Universitas Udayana;

7. Ibu Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH.,M.Hum., Dosen Pembimbing I yang

telah meluangkan banyak waktu untuk mengarahkan dan membimbing

penulis dalam menyusun tugas akhir ini;

8. Bapak I Made Dedy Priyanto, SH.,MKn., Dosen Pembimbing II yang

telah banyak memberikan petunjuk, bimbingan, dan saran yang berguna

dalam penyusunan tugas akhir ini;

9. Bapak I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja, SH.,M.Hum., Pembimbing

Akademik yang selalu memberikan arahan dan saran dalam setiap

tindakan yang penulis lakukan pada saat menempuh studi;

10.Bapak Dewa Gede Ersandi, selaku pemilik dari Perusahaan Garmen Hape

Interior Design, Ibu Ketut Srinadi sebagai pekerja/buruh dari Perusahaan

Garmen Hape Interior Design, dan Bapak I Wayan Gede Dedy Wirawan,

ST., sebagai pengawas Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Denpasar

yang telah bersedia memberikan informasi sehingga tugas akhir penulis

dapat terselesaikan dengan baik;

11.Para Dosen dan Asisten di Fakultas Hukum Uiversitas Udayana yang telah

mendidik dan membimbing penulis selama menjalani studi di Fakultas

(8)

12.Staff Pegawai Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah membantu

dalam penyelesaian administrasi selama penulis menempuh studi di

Fakultas Hukum Universitas Udayana;

13.Keluarga Besar terutama orang tua dan kakak, yang penuh kesabaran dan

kasih sayang serta selalu memberikan dukungan, nasehat, dan semangat

dalam penyelesaian penelitian dan studi ini;

14.Sahabat-sahabat penulis yang telah memberikan semangat, nasehat dan

bantuan selama penulis menyelesaikan tugas akhir ini ( Citos, Parartha,

Henny, Sitta, Anastasia, Gung Adi, Krisnadi, Adis, Wisnu, Widhi, Tugus,

Bill, Pebri, Gung Krisna, teman-teman angkatan 2011 dan teman-teman

kelas XX );

Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis berusaha dengan segenap

kemampuan dan pengetahuan agar dapat memaparkan permasalahan diangkat secara

terarah dan sistematis.Namun dengan kemampuan yang terbatas, penulis menyadari

bahwa hasil ini jauh dari sempurna baik dalam teknis penulisan maupun materi yang

dikaji, oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga tugas kahir ini bermanfaat bagi

dunia pendidikan serta dapat dijadikan bahan kajian yang berarti.

Denpasar, 2 Februari 2016

(9)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM i

PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING iii

HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN iv

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI vii

ABSTRAK xi

ABSTRACT xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 7

1.3. Ruang Lingkup Masalah ... 8

1.4. Orisinalitas Penelitian ... 8

1.5. Tujuan Penelitian ... 10

1.5.1. Tujuan Umum ... 10

(10)

1.6. Manfaat Penelitian ... 11

1.6.1.Manfaat Teoritis ... 11

1.6.2.Manfaat Praktis ... 11

1.7. Landasan Teoritis ... 12

1.8. Metode Penelitian ... 22

1.8.1.Jenis Penelitian ... 22

1.8.2. Jenis Pendekatan ... 23

1.8.3. Sifat Penelitian ... 23

1.8.4. Data dan Sumber Data ... 24

1.8.5. Teknik Pengumpulan Data ... 24

1.8.6. Teknik Penentuan Sampel Penelitian ... 25

1.8.6. Pengolahan dan Analisis Data ... 25

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PERLINDUNGAN HUKUM, DAN PELANGGARAN WAKTU KERJA 2.1. PEKERJA DAN PELANGGARAN WAKTU KERJA 2.1.1. Pengertian Pekerja ... 27

2.1.2. Pengertian Waktu Kerja ... 30

2.1.3. Pelanggaran Waktu Kerja ... 32

(11)

2.2.1. Pengertian Dan Prinsip Perlindungan Hukum ... 32

2.2.2. Perlindungan Hukum Bagi Pekerja ... 35

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA TERKAIT

DENGAN WAKTU KERJA PADA PERUSAHAAN GARMEN

HAPE INTERIOR DESIGN

3.1. Pengaturan Hak-Hak Pekerja Terkait Dengan

Waktu Kerja 41

3.2. Perlindungan Hukum Pekerja Terkait Dengan

Waktu KerjaPada Perusahaan Garmen Hape

Interior Design 49

BAB IV UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PEKERJA

UNTUK MENDAPATKAN HAK-HAKNYA

4.1. Upaya Yang Dilakukan Oleh Pekerja Pada

Perusahaan Garmen Hape Interior

Design Untuk Mendaptkan Hak-Haknya 58

4.2. Kendala Dalam Pelaksanaan Perlindungan Hukum

Terhadap Pekerja Pada Perusahaan Garmen

(12)

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ... 69

5.2. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA

(13)

ABSTRAK

Perlindungan mengenai waktu kerja merupakan bagian dari perlindungan terhadap kesehatan kerja yang masih kurangnya pelaksanaannya di lapangan, seperti yang ada di perusahaan garmen Hape Interior Design yang menerapkan waktu kerja selama 9 jam dalam 6 hari kerja. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh di perusahaan garmen Hape Interior Design dan juga faktor penyebabnya, serta upaya yang dapat dilakukan pekerja/buruh dalam mendapatkan haknya yang dilanggar.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis empiris.Metode ini digunakan unrtuk melakukan penelitian langsung dilapangan dan mengkaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di masyarakat.

Dari penelitian ini dapat menghasilkan faktor-faktor yang menjadi kendala susahnya memenuhi perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh di perusahaan garmen Hape Interior Design sehingga terjadi penerapan waktu kerja yang berbeda dari peraturan perundang-undangan yang ada dan faktor yang menjadi kendala Disnaker kota Denpasar dalam melakukan pengawasan dalam perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh. Serta upaya yang dilakukan oleh pekerja/buruh dalam hal ini adalah upaya penyelesaian di luar pengadilan atau non litigasi

(14)

ABSTRACT

Protection regarding working time is part of protection against occupation health which still lack of is implementation in the environment of the community, such as those in garment company Hape Interior Design that apply the working time for 9 hours in 6 working days. As the purpose of this research is to know and understand how the legal protection of workers in garment company Hape Interior Design and is also a contributing factor, as well as the efforts that can be made in getting the workers right are violated.

The methods used in this research is the empirical juridical method. This method is to conduct research directly in the community and examines on the basis of legislation in force in the community.

From this research can produce factors that become an obstacle of this difficult meet the legal protection of workers in garment company Hape Interior Design so the application of working time which is different from existing regulations and factors into constraints of the Department of employment of Denpasar city in conducting surveillance in the legal protections of workers. As well s the efforts made by the worker in this case is setting out of the court or non litigation.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai Negara yang berkembang terus berusaha meningkatkan

pembangunan di segala bidang karena pembagunan merupakan usaha untuk

menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.Oleh karena itu maka hasil dari

pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia dengan adil dan

merata.

Pembangunan di bidang ekonomi adalah salah satu pembangunan yang

sedang dilakukan Indonesia dan pembangunan di bidang ekonomi ini juga ikut

melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaannya seperti misalnya keterlibatan

perusahaan dalam negeri maupun perusahaan asing yang beroperasi di dalam

negeri.Keterlibatan perusahaan dalam pembangunan juga melibatkan tenaga kerja

dimana tenaga kerja juga merupakan asset dari perusahaan.

Tenaga kerja juga merupakan peran yang sangat penting dalam

pembangunnan nasional sebagai pelaku dan tujuan dari pembangunan itu

sendiri.Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan

menyebutkan bahwa : “ tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan

(16)

sendiri maupun untuk masyarakat.” Dan pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Ketenagakerjaan juga menjelaskan tentang pekerja yaitu bahwa “ pekerja adalah

setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.”

Dari dua penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa apa yang dimaksud dengan

tenaga kerjaadalah seseorang yang bekerja pada orang lain baik itu orang

perseorangan,pengusaha,badan hukum maupun badan-badan lainnya yang

mempekerjakan seseorang tersebut dengan membayar upah atau imbalan dalam

bentuk lain.

Pada dasarnya manusia bekerja untuk bertanggungjawab bagi kelangsungan

dan perkembangan hidupnya, tidak hanya sekedar mencari nafkah melainkan harus

pula didasari itikad baik bahwa dengan jasa-jasa yang telah dijualnya itu dapat pula

merupakan sumbangan untuk turut melancarkan usaha dan kegiatan dalam

pengembangan masyarakat.1

Undang-Undang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perlindungan terhadap

tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja atau buruh dan Maka dari itu setiap orang berhak mendapatkan

pekerjaan yang layak dengan nilai-nilai kemanusiaan, hal ini tertuang dalam pasal 27

ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi

bahwa : “ tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak

bagi kemanusiaan.”

1

G. Kartasapoetra, R.G. Kartasapoetra, dan A.G Kartasapoetra, 1985, Hukum Perburuhan Di

(17)

3

menjamin kesamaan kesempatan kerja serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar

apa pun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja atau buruh dan keluarganya dengan

tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.

Perlindungan terhadap pekerja/buruh merupakan faktor utama dalam

kesehatan dn keselamatan kerja. Kesehatan kerja didefinisikan sebagai segala aturan

dan upaya yang bertujuan untuk melindungi pekerja/buruh dari tindakan maupun

kondisi yang dapat mengganggu kesehatan fisik, psikis, atau kesusilaannya. Pendapat

serupa dikemukakan oleh Imam Soepomo, bahwa kesehatan kerja adalah “

aturan-aturan dan usaha-usaha untuk melindungi pekerja/buruh dari kejadian atau keadaan

perburuhan yang merugikan atau dapat merugikan kesehatan dan kesusilaan dalam

seseorang itu melakukan pekerjaan dalam hubugan kerja.”2Keselamatan kerja

didefinisikan sebagai segala aturan dan upaya yang bertujuan untuk menyediakan

perlindungan teknis bagi pekerja/buruh dari risiko-risiko akibat penggunaan alat dan

bahan berbahaya/beracun di tempat kerja. Imam Soepomo berpendapat bahwa

keselamatan kerja adalah “ aturan yang bertujuan menjaga keamanan pekerja/buruh

atas bahaya kecelakaan dalam menjalankan pekerjaan di tempat kerja yang

menggunakan alat dan mesin atau bahan pengolah berbahaya.”3

Kesehatan dan keselamatan kerja bertujuan untuk melindungi pekerja/buruh

dari risiko-risiko yang mungkin timbul dalam pelaksanaan pekerjaan, khusunya risiko

2

Imam Soepomo, 1974, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja ( Perlindungan Buruh ), Pradnya Paramita, Jakarta, h.7-8.

3

(18)

kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.4Terdapat beberapa prinsip dalam

pengaturan maupun pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja.Secara garis besar,

prinsipnya adalah perlindungan pekerja/buruh.5

a. 7 ( tujuh ) jam 1 ( satu ) hari dan 40 ( empat puluh ) jam 1 ( satu )

minggu untuk 6 ( enam ) hari kerja dalam 1 ( satu ) minggu; atau Ada beberapa ruang lingkup dalam

kesehatan kerja salah satunya yang sangat penting adalah mengenai waktu kerja.

Waktu kerja merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam

dunia ketenagakerjaan.Hal ini mengingat bahwa pekerja/buruh adalah manusia

kodrati dengan segala keterbatasan fisik dan psikis serta disamping perannya sebagai

salah satu faktor produksi maka perlu mengatur dan memperhatikan waktu kerja.

Pasal 77 ayat ( 1 ) Undang-undang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa

Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. Dan pasal 77 ayat ( 2 )

Undang-Undang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa :

Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :

b. 8 ( delapan ) jam 1 ( satu ) hari dan 40 ( empat puluh ) jam 1 ( satu )

L. Meily Kurniawidjaya, 2010, Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja, UI Press, Jakarta, h.1-2. 5

(19)

5

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 ayat ( 2 ) harus memenuhi syarat :

a. Ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan

b. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 ( tiga )

jam dalam 1 ( satu ) hari dan 14 ( empat belas ) jam dalam 1 ( satu ) minggu.

Pasal 78 ayat ( 2 ) Undang-undang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa pengusaha

yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud

dalam ayat ( 1 ) wajib membayar upah kerja lembur.

Dewasa ini, masih sering terjadi masalah terkait ketenagakerjaan walaupun

peraturan yang mengatur ketenagakerjaan sudah ditetapkan.Seperti yang kita ketahui

juga bahwa dewasa ini banyak perusahaan-perusahaan yang berdiri dan berkembang

dengan baik dan pesat, hal ini tentu saja mempengaruhi pekerja.Seperti salah satu

masalah yang sering terjadi adalah pelanggaran jam atau waktu kerja tenaga kerja dan

tidak membayarkan upah kerja lembur apabila pekerja bekerja melebihi waktu kerja

yang sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Undang-undang

Ketenagakerjaan.Pelanggaran masalah tenaga kerja terkait waktu kerja yang tidak

sesuai dengan peraturan perundang-undangan ini sering terjadi di

perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang industri dan sedang mendapatkan angin baik

dalam usahanya atau perusahaan yang sedang melakukan kejar target dalam usaha

produksinya.Perusahaan seperti ini bisanya perusahaan yang bergerak di bidang

produksi, seperti salah satunya perusahaan garmen. Perusahaan garmen yang sering

mendapatkan pemesanan selalu mendapatkan masalah dalam hal penyelesaian

(20)

dengan klien. Salah satunya seperti di perusahaan industri garmen HapeInterior

Design yang ada di daerah Sanur, Denpasar Selatan. Pada perusahaan garmen Hape

interior design memiliki pekerja/buruh jarit sebanyak 3 orang yang bertugas

melakukan penyelesaian proses penjaritan yang melakukan pekerjaannya selama 9

jam dalam 6 hari kerja, dalam hal ini sudah tidak sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan ketenagakerjaan.Disamping itu dengan banyaknya pemesanan

dirasa dapat memberatkan pekerja/buruh karena dapat menyebabkan waktu kerja

yang berlebihan.

Karena seorang pekerja sering memilki posisi atau kedudukan yang lebih

rendah dari perusahaan atau majikannya menyebabkan pekerja sering merasa malu,

sungkan, dan takut dalam melakukan upaya-upaya untuk melindungi haknya atau

mungkin pekerja/buruh masih tidak mengetahui bahwa ada upaya-upaya yang dapat

dilakukan olehnya untuk melindungi hak-hak mereka sebagai pekerja/buruh. Maka

dari itu perlu adanya pengawasan ketenagakerjaan yang lebih baik agar hak-hak

pekerja bisa lebih diperjuangkan.Apabila pekerja/buruh sudah melakukan

upaya-upaya dalam mendapatkan hak-haknya maka dirasa perlu dikaji lebih mendalam, hal

ini mengingat bahwa pekerja/buruh tidak mengikuti serikat pekerja dan dapar

melakukan penyelesaian secara bipartit.

Berdasarkan uraian di atas, maka timbul keinginan penulis untuk mengkaji

tentang perlindungan hukum bagi pekerja yang dilanggar hak-haknya terkait dengan

(21)

7

adalah “ PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA TERKAIT

DENGAN PELANGGARAN WAKTU KERJA PADA GARMEN HAPE

INTERIOR DESIGN DI SANUR DENPASAR SELATAN.”

1.2Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memudahkan

penulis dalam membatasi masalah yang diteliti sehingga sasaran yang hendak dicapai

menjadi jelas, searah dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan.Berdasarkan

uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja terkait

dengan waktu kerja pada perusahaan garmen Hape Interior Designdi Sanur

Denpasar Selatan ?

2. Apakah upaya hukum yang dilakukan oleh pekerja untuk mendapatkan

hak-haknyapada perusahaan garmen Hape Interior Design di Sanur Denpasar

Selatan ?

1.3Ruang Lingkup Masalah

Sehubungan dengan masalah yang telah dikemukakan diatas dan agar

(22)

permasalahan yang dikehendaki, perlu ditentukan batasan-batasan dari materi yang

akan dibahas. Hal ini dimaksudkan untuk tidak mengaburkan tentang apa yang

dibahas serta memudahkan penulis dalam penyampaian isi dari permasalahan yang

dibahas.

Dalam hal ini permasalahan yang akan dibahas adalah tentang perlindungan

hukum pekerja terkait dengan waktu kerja dan upaya-upaya yang dapat dilakukan

pekerja agar dapat melindungi hak-haknya yang dilanggar

1.4Orisinalitas Penelitian

Dalam tulisan ini, penulis menggunakan 3 ( tiga ) skripsi ilmu hukum

terdahulu melalui penulusuran di Ruang Koleksi Skripsi Fakultas Hukum Universitas

Udayana dimana hal itu dimaksudkan sebagai referensi pada penulisan dan untuk

menghindari terjadiya perbuatan plagiasi serta menyatakan bahwa tulisan ini memang

hasil dari pemikiran penulis sendiri, adapun skripsi yang penulis maksud adalah :

No Judul Penulis Rumusan Masalah

(23)

9

Penelitian ini merupakan asli dari pemikiran penulis sendiri, tetapi tidak

dipungkiri juga dengan adanya kemiripan atau serupa dengan penelitian skripsi yang

telah disebut diatas. Kemiripan yang dimaksud adalah bukan kemiripan yang

benar-benar sama, tetapi ada letak perbedaanya juga.

Melihat penulisan skripsi nomor 1, letak kemiripan/serupa ada pada rumusan

(24)

yang terlihat serupa juga adalah berupa waktu. Penelitian ini tertuju pada waktu kerja

dan penulisan skripsi nomor 1 mengacu pada pekerja waktu tertentu. Letak perbedaan

yang lain adalah lokasi penelitian yang dilakukan oleh penulis tidak sama.

Kemiripan pada penulisan skripsi nomor 2 terletak pada perlindungan

terhadap pekerja.Perbedaannya terletak pada rumusan masalah dan lokasi

penelitian.Penulisan skripsi nomor 3 memiliki kemiripan karena sama-sama

mengangkat tema tentang ketenagakerjaan, dan memiliki perbedaan dalam rumusan

masalah dan lokasi penelitian.

1.5Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk memberi arah dalam melangkah

sesuai dengan maksud dari penelitian. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari

penelitian ini adalah :

1.5.1 Tujuan Umum

1. Untuk mengetahui tentang perlindungan hukum kepada pekerja yang terkait

dengan pelanggaran waktu kerja.

2. Untuk mengetahui upaya-upaya hukum apa saja yang dapat dilakukan pekerja

untuk mendaptkan hak-haknya yang dilanggar.

(25)

11

1. Untuk memahami lebih dalam tentang perlindungan hukum kepada pekerja

yang terkait dengan pelanggaran waktu kerja.

3. Untuk memahami lebih dalam upaya-upaya hukum apa saja yang dapat

dilakukan pekerja untuk mendapatkan hak-haknya yang dilanggar.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam

perkembangan dalam ilmu hukum khususnya dalam bidang hukum

ketenagakerjaan.Dan dapat menjadi pedoman untuk lebih memahami tentang

perlindungan hukum dan upaya-upaya yang dapat dilakukan terhadap pekerja terkait

dengan waktu kerja.

1.6.2 Manfaat Praktis

1. Untuk dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam memecahkan

masalah-masalah terkait dengan perlindungan hukum terhadap pekerja

yang terkait dengan waktu kerja.

2. Dapat memberikan kontribusi dalam bentuk pedoman-pedomanbagi

semua pihak dalam upaya-upaya mendapatkan hak-hak pekerja yang

(26)

3. Dapat menambah pengalaman dan kemampuan peneliti dalam melakukan

penelitian hukum.

1.7 Landasan Teoritis

Dalam pasal 1 ayat( 1 ) Undang-Undang Ketenagakerjaan menyebutkan

bahwa Ketenagakerjaan adalah hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada

waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Berdasarkan pengertian

ketenagakerjaan tersebut dapat dirumuskan pengertian hukum ketenagakerjaan adalah

semua peraturan hukum yang berkaitan dengan tenaga kerja baik sebelum bekerja,

selama atau dalam hubungan kerja, dan sesudah hubungan kerja.Jadi pengertian

hukum ketenagakerjaan lebih luas dari hukum perburuhan yang selama ini kita kenal

yang ruang lingkupnya hanya berkenaan dengan hubungan hukum antara buruh

dengan majikan dalam hubungan kerja saja.6

Tenaga kerja atau pekerja didefinisikan sebagai orang yang bekerja dan

menerima upah. Menurut pasal 1 ayat( 2 ) Undang-Undang Ketenagakerjaan yang

dimaksud dengan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan

guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri

maupun untuk masyarakat. Dan pengertian pekerja dalam pasal 1 ayat( 3 )

Undang-Undang Keteagakerjaan adalah bahwa pekerja adalah setiap orang yang bekerja

dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

6

(27)

13

Pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan tersebut

menyempurnakan pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang No.14 Tahun 1969

Tentang Ketentuan Pokok Ketenagakerjaan, yang memberikan pengertian tenaga

kerja setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun diluar

hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat.

Pengertian tenaga kerja menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan tersebut

sejalan dengan pengertian tenaga kerja menurut konsep ketenagakerjaan pada

umumnya sebagaimana ditulis oleh Payaman J. Simanjuntak bahwa pengertian tenaga

kerja atau manpower adalah mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja,

yang sedang mencari kerja dan yang melakukan pekerjaan lain seperti sekolah dan

mengurus rumah tangga.Dari skema tersebut jelaslah bahwa, tenaga kerja terdiri dari

angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.Kelompok yang bukan angkata kerja adalah

mereka yang dalam studi, golongan yang mengurus rumah tangga, golongan

penerima pendapatan yakni mereka yang tidak melakukan aktivitas ekonomi tapi

memperoleh pendapatan, misalnya seperti pensiunan, penerima bunga deposito dan

sejenisnya.7

Perjanjian diatur dalam Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata (

KUHPer ) tentang “ Perikatan “ yang sifatnya terbuka. Kata perikatan memiliki arti

yang lebih luas dari perjanjian. Sebab kata perikatan tidak hanya mengandung

7

(28)

pengertian hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu perjanjian,

yaitu perihal perikatan yang timbul dari undang-undang.Definisi perikatan menurut

Subekti adalah suatu perubungan hukum antara dua orang tau dua pihak berdasarkan

mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak

yang lain berhak untuk memenuhi tuntutan itu.8

Hubungan antara perikatan dengan perjanjian dapat dirumuskan, bahwa

perjanjian merupakan sumber utama dari suatu perikatan, sehingga perikatan itu ada

bilamana ada perjanjian.9

Perjanjian kerja diatur secara khusus dala Bab VII KUHPerdata tentang

persetujuan-persetejuan untuk melakukan pekerjaan.Dalam pasal 1601a KUHPerdata

dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan perjanjian kerja adalah suatu persetujuan

bahwa pihak kesatu, yaitu buruh, mengikatkan diri untuk menyerahkan tenaganya

kepada pihak lain, yaitu majikan, dengan upah selama waktu yang Dengan demikian antara perjanjian dengan perikatan

terdapat hubungan sebab akibat, yaitu perjanjian sebagai sebab yang merupakan

peristiwa hukum, sedangkan perikatan sebagai akibat hukumnya.

Perjanjian merupakan suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji

maupun kesanggupan, baik secara lisan maupun secara tertulis.Dari hubungan ini

timbul suatu perikatan antara dua pihak yang membuatnya.Dengan demikian

perjanjian merupakan sumber dari suatu perikatan.

8

Subekti, 1998, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, h. 1. 9

(29)

15

tertentu.Selanjutnya dalam pasal 1 ayat ( 14 ) Undang-Undang Ketenagakerjaan

menjelaskan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan

pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban

para pihak.

Berdasarkan pengertian penjanjian kerja tersebut terdapat unsur-unsur :

adanya pekerjaan, adanya unsur dibawah perintah, adanya upah tertentu, adanya

waktu.Dalam melakukan hubungan kerja harus dilakukan dengan waktu yang sudah

ditentukan dalam perjanjian kerja atau yang sudah diatur dalam peraturan

perundang-undangan. Dalam pasal 1 ayat( 15 ) Undang-Undang Ketenagakerjaan dijelaskan

bahwa yang dimaksudkan dengan hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha

dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur

pekerjaan, upah, dan perintah. Menurut Hartono Widodo dan Judiantoro hubungan

kerja adalah kegiatan-kegiatan pengerahan tenaga/jasa seseorang secara teratur demi

kepentingan orang lain yang memerintahnya ( pengusaha/majikan ) sesuai dengan

perjanjian yang telah disepakati.10

Pengertian waktu kerja pada umumnya adalah waktu yang ditentukan untuk

melakukan pekerjaan.Waktu kerja merupakan bagian paling umum yang harus ada

pada perusahaan dan waktu kerja umumnya ditentukan oleh pemimpin perusahaan.

Menurut Stephen P Robbins waktu kerja merupakan bagian dari empat faktor

10

(30)

organisasi yang merupakan sumber potensial dari stress para karyawan ditempat

kerja.11

Konsep tentang perlindungan hukum terhadap pekerja yang dipergunakan

adalah perlindungan terhadap hak pekerja dengan menggunakan sarana hukum, atau

perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap pekerja tindakan-tindakan

pengusaha pada saat sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah

bekerja.Perlindungan hukum adalah perlindungan harkat dan martabat, serta

pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum

berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan

atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal yang lainnya.

Perlindungan terhadap tenaga kerja wajib dilaksanakan seperti yang tertera

pada Bab X Undang-Undang Ketengakerjaan mengenai perlindungan, pengupahan,

dan kesejahteraan tenaga kerja.

12

Perlindungan hukum adalah penyempitan dari perlindungan, dalam hal ini

hanyalah perlindugan dari hukum saja.Perlindungan yang diberikan oleh hukum,

terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh

manusia sebagai subyek hukum dalam interkasinya dengan sesama manusia serta

lingkungannya.Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk

11

Stephen P Robbins, 2006, Perilaku Organisasi, PT Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta, h.796.

12

(31)

17

melakukan suatu tindakan hukum.13Menurut Satjipto Rahardjo perlindungan hukum

adalah memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia yang dirugikan orang

lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati

hak-haknya yang telah diberikan oleh hukum.14

Negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk memberikan perlindugan

hukum bagi rakyat terhadap tindakan pemerintah dilandasi dua prinsip negara hukum,

yaitu perlindungan hukum yang preventif dan perlindungan hukum yang

represif.Perlindungan hukum yang preventif adalah perlindungan hukum kepada

rakyat yang diberikan lewat peraturan perundang-undangan menjadi bentuk yang

definitif.Sedangkan perlindungan hukum yang represif adalah perlindungan hukum

yang bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.Kedua bentuk perlindungan hukum

tersebut bertumpu dan bersumber pada pengakuan dan perlindungan hak asasi

manusia serta berlandaskan pada prinsip negara hukum.15

Perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan

menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap

dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar

sesama manusia.16

13

CST Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pusataka, Jakarta, h.102.

14

Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 54. 15

Zahirin Harahap, 2001, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.2.

16

Muchsin, 2003, “ Perlindungan Dan Kepastian Hukum Bagi Investor di Indonesia “, Tesis

Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, h.14.

(32)

subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.Perlindungan hukum dapat

dibedakan menjadi dua.Yang pertama yaitu perlindungan hukum preventif yang

berarti bahwa perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk

mencegah sebelum terjadinya pelanggaran.Hal ini terdapat dalam peraturan

perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta

memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu

kewajiban.Dan yang kedua adalah perlindungan hukum represif yaitu perlindungn

hukum berupa perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukum

tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suau

pelanggaran.17

Hubungan industrial pada dasarnya berfungsi dan bertujuan untuk

menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja,

memberikan kesejahteraan dan ketenangan kerja bagi pekerja/buruh, dan ketenangan

berusaha bagi para pengusaha sehingga pemerintah memperoleh keuntungan dari

hubungan tersebut dengan berputarnya roda perekonomian nasional.Dalam hal ini Perlindungan hukum terjadi akibat adanya pelanggaran hukum yang

dilakukan.Yang dimaksud dengan pelanggaran hukum adalah pelanggaran terhadap

peraturan-peraturan perundang-undangan negara, karena hukum oleh negara

dimuatkan dalam peraturan perundang-undangan.

17

(33)

19

para pihak dalam hubungan industrial memiliki kepentingan yang berbeda-beda

sehingga berpotensi menimbulkan adanya perselisihan-perselisihan yang disebut

dengan perselisihan hubungan industrial.

Perselisihan dalam hubungan industrial dapat diselesaikan dengan duacara.

Yang pertama dengan jalur litigasi, yaitu penyelesaian sengketa yang dilakukan lewat

pengadilan. Dan jalur non litigasi, yaitu penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau

yang sering disebut dengan penyelesaian sengketa alternative atau Alternative

Dispute Resolution ( ADR ).18

Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimaana antara dua orang atau

lebih para pihak yang mempunyai hal atau bersengketa saling melakukan kompromi

atau tawar menawar terhadap kepentingan penyelesaian suatu hal atau sengketa untuk

mencapai kesepakatan.

Penyelesaian sengketa dengan jalur non litigasi dapat dilakukan dengan

beberapa cara, yaitu sepertinegosiasi, mediasi, konsiliasi,dan arbitrase.Non litigasi

pada umumya dilakukan pada kasus perdata saja karena lebih bersifat privat.

19

18

Susanti Adi Nugroho, 2009, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, PT. Telaga Ilmu Indonesia, Jakarta, h.1.

Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan

yang kurang lebih hampir sama dengan negosiasi. Bedanya adalah terdapat pihak

ketiga yang netral dan berfungsi sebagai penengah atau memfasilitasi mediasi

tersebut.Pihak ketiga tersebut disebut dengan mediator.Pihak ketiga tersebut hanya

19

Fitrua Ramadhani, 2015, “Non Litigasi“, URL

(34)

dapat member saran yang sugestif, sedangkan pengambilan keputusan tetap

tergantung oleh setiap pihak yang bersengketa.20

Konsiliasi merupakan upaya penyelesaian sengketa dengan cara melibatkan

pihak ketiga yang memiliki kewenangan untuk memaksa para pihak untuk mematuhi

dan menjalankan hal yang diputuskan oleh pihak ketiga tersebut.21 Konsiliasi

merupakan proses yang serupa dengan mediasi, tetapi biasanya diatur oleh

undang-undang. Ketika suatu pihak diwajibkan hadir, konsiliator cenderung menekan dan

bertanggung jawab atas norma sesuai dengan undang-undang atau badan terkait, dan

langkah hukum akan diambil bila kesepakatan tidak dicapai.22

20

Ibid. 21

Jimmy Joses Sembiring, 2011, Cara Menyelesaikan Sengketa Di Luar Pengadilan, Visi Media, Jakarta, h. 46.

22

Ibid, h. 47.

Pasal 1 ayat( 1 ) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase

dan Alternatif Penyelesasian Sengketa yang selanjutnya disebut sebagai UU No. 30

Tahun 1999 menjelaskan arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata di luar

peradilan umum yng didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis

oleh para pihak yang bersengketa. Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan

berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat

para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang

(35)

21

Teori sistem hukum juga sangat diperlukan disini untuk melihat efektifitas

hukum mengingat metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian

empiris dengan pendekatan fakta, Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa

berhasil atau tidaknya penegakan hukum teragantung dari tiga unsur sistem hukum,

yaitu sturuktur hukum yang menyangkut aparat penegak hukum, substansi hukum

yang meliputi perangkat perundang-undangan, dan budaya hukum yang merupakan

kekuatan sosial bagaimana hukum itu digunakan oleh masyarakat.23

Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan sesuatu,

sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap

suatu gejala utuk menambah pengetahuan manusia, maka metode penelitian dapat

diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah

yang dihadapi dalam melakukan penelitian. 1.8 Metode Penelitian

24

Maka dari itu seseorang diharapkan mampu untuk menemukan dan

menganalisa masalah yang diteliti sehingga dapat mengungkapkan suatu kebenaran,

karena metode memberikan pedoman tentang cara bagaimana seorang ilmuwan

mempelajari memahami dan menganalisa permasalahan yang dihadapi.

23

Lawrence M. Friedman, 1969, The Legal System: A Sosial Science Perspektive, Russel Soge Foundation, New York, h. 16.

24

(36)

1.8.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian secara

yuridis empiris.Yang dimaksud dengan penelitian hukum secara yuridis empiris

adalah penelitian langsung di lapangan dan mengkaji berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.Jenis penelitian yuridis empiris digunakan karena

dalam permasalahan mengenai waktu kerja terhadap pekerja terdapat di lapangan,

sehingga jenis penelitian yang tepat dilakukan adalah jenis penelitian yuridis empiris.

1.8.2 Jenis Pendekatan

Jenis pendekatan yang dilakukan dalam penelitian yang dilakukan secara

empiris dalam skripsi ini adalah jenis pendekatan yang mengacu pada pendekatan

fakta ( The Fact Approach ).

Pendekatan faktaadalahpendekatan yang dilakukan dengan cara mengkaji

permasalahan yang muncul dengan berlandaskan pada peraturan-peraturan hukum

dan teori-teori yang ada, untuk kemudian dihubungkan dengan fakta-fakta yang ada

di lapangan. Dengan demikian tidak hanya sebatas mempelajari pasal-pasal

(37)

23

menggunakan bahan-bahan yang sifatnya normatif, dalam rangka mengolah data dan

menganalisis data dari lapangan yang disajikan sebagai pembahasan.25

1.8.4 Data dan Sumber Data 1.8.3 Sifat Penelitian

Sifat Penelitian dalam penelitian ini mengarah pada penelitian deskriptif.

Penelitian deskriptif pada penelitian secara umum, termasuk pula didalamnya

penelitian ilmu hukum, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu

individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan ada

tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Sifat

penelitian deskriptif sering dilakukan apabila ingin mengetahui tentang berfungsinya

hukum dalam masyarakat.

Sumber data hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini terdiri dari :

1. Data Hukum Primer

Data hukum primer adalah sumber data yang diperoleh dari tangan pertama,

dari sumber asalnya yang pertama, yang belum diolah, dan yang belum diuraikan

oleh orang lain.Data yang langsung di dapat dari masyarakat.Data ini didapat dari

sumber pertama dari individu atau perseorangan.

2. Data Hukum Sekunder

25

(38)

Data hukum sekunder, yaitu data-data hukum yang mengikat, berupa

perundang-undangan.Dalam hal ini penulis menggunakan KUHPerdata dan

Undang-Undang Ketengakerjaan.Dan disertai beberapa data hukum berupa literatur yang

memuat teori-teori dan pendapat sarjana yang berhubungan dengan penulisan

skripsi.Serta penulis juga menggunakan kamus hukum dan ensiklopedia yang

menjelaskan mengenai permasalahan hukum yang sedang diteliti, hal ini bertujuan

untuk memberikan penjelasan terhadap data hukum primer dan sekunder.

1.8.5 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan karya

ilmiah ini dilakukan dengan cara :

1. Teknik pengumpulan data hukumprimer yaitu cara pengumpulan data

yang diperoleh dengan cara melakukan wawancara dengan pihak yang

berkompeten.

2. Teknik pengumpulan data hukum sekunder yaitu dengan mengumpulkan

peraturan-perturan yang berhubungan dengan permasalahan dan data-data

kepustakaan. Data sekunder ini digunakan untuk memperkokoh dan

memperluas hasil-hasil penelitian

1.8.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Penulisan ini menggunakan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan

(39)

25

mengenai berapa sampel yang harus diambil agar dapat dianggap mewakili

populasinya seperti dalam teknik random sampling.Penulisan ini menggunakan

teknik non probability sampling dengan bentuk purposive sampling.Yaitu penarikan

sampel dilakukan berdasarkan tujuan tertentu, dimana sampel dipilih atau ditentukan

sendiri oleh peneliti, yang mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan

pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik

tertentu yang merupakan ciri utama dari populasinya.

1.8.6 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dan dikumpulkan tersebut, baik yang berupa data primer

maupun sekunder yang merupakan hasil dari studi kepustakaan, dan wawancara itu

kemudian diolah secara kualitatif.Dalam hal ini, data yang diperoleh tersebut

kemudian diklasifikasikan dan dikumpulkan berdasarkan kerangka penulisan

sehingga lebih sistematis dan mempermudah penulisan skripsi secara menyeluruh.

Selanjutnya data yang telah diklasifikasikan tersebut dianalisa secara deskriptif

analisis, yaitu dengan cara menggambarkan secara jelas dan sistematis yang

(40)
(41)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PERLINDUNGAN HUKUM, DAN

PELANGGARAN WAKTU KERJA

2.1 Pekerja Dan Pelanggaran Waktu Kerja

2.1.1 Pengertian Pekerja

Istilah buruh sangat umum terdengar di dalam dunia perburuhan atau

ketenagakerjaan, istilah buruh ini sudah digunakan sejak lama bahkan mulai dari

zaman penjajahan Belanda dan juga karena peraturan perundang-undangan yang lama

juga menggunakan istilah buruh. Pada zaman penjajahan Belanda buruh dibagi

menjadi dua klasifikasi, yaitu :

1. Buruh Profesional ( White Collar ), yaitu buruh yang menggunakan tenga

otak dalam melakukan pekerjaan.

2. Buruh Kasar ( Blue Collar ), yaitu buruh yang menggunakan tenaga otot

dalam melakukan pekerjaan.1

Buruh, pekerja, dan karyawan adalah seseorang yang menggunakan tenaga

dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan, baik yang

berupa uang maupun bentuk lainnya. Pada dasarnya semua istilah tersebut berarti

sama namun dalam kultur di Indonesia istilah buruh lebih diartikan kedalam artian

1

(42)

pekerja kasar dan rendahan sedangkan istilah pekerja atau karyawan lebih baik karena

menggunakan otak dan bukan otot dalam melakukan pekerjaan.2

Menurut pasal 1 angka 3 Undang-Undang Ketenagakerjaan menyebutkan

bahwa pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau

imbalan dalam bentuk lain. Dari pengertian pekerja tersebut jelas bahwa tenaga kerja

yang sudah bekerja yang dapat disebut pekerja/buruh.Istilah buruh/pekerja yang

sekarang disandingkan muncul karena dalam Undang-Undang yang lahir sebelumnya

yakni Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Buruh/Pekerja

menyandingkan kedua istilah tersebut.Munculnya istilah buruh/pekerja yang

disejajarkan disebabkan selama ini pemerintah menghendaki agar istilah buruh

diganti dengan istilah pekerja karena istilah buruh selain berkonotasi pekerja kasar

juga menggambarkan kelompok yang selalu berlawanan dengan pihak

majikan.Karena itulah pada era Orde Baru istilah serikat buruh diganti dengan istilah

serikat pekerja, serikat pekerja pada saat itu sangat sentralistik sehingga mengekang

kebebasan buruh untuk membentuk organisasi/serikat serta tidak respons terhadap

aspirasi buruh. Pada saat Rancangan Undang-Undang serikat buruh/pekerja diabahas

terjadi perdebatan yang panjang mengenai kedua istilah ini, dari pemerintah

menghendaki istilah pekerja sementara dari kalangan buruh/pekerja menghendaki

istilah buruh, hal ini karena trauma pada masa lalu dengan istilah pekerja yang

2

Herdiansyah Hamzah, 2014, “ Seri Hukum Perburuhan : Antara Buruh, Pekerja, Dan

Karyawan “, Serial Online 23 Januari, URL :

(43)

melekat pada istilah serikat pekerja yang pada saat itu pekerja dikendalikan untuk

kepentingan pemerintah. Maka digunakan jalan tengah untuk mensejajarkan kedua

istilah tersebut.3

Menurut Payaman Simanjuntak, pekerja/buruh adalah penduduk yang sudah

atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan, dan yang melaksanakan

kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus kegiatan rumah tangga atau yang

lainnya. Dalam hal ini pekerja/buruh yaitu individu yang sedang mencari atau sudah

melakukan pekerjaan yang menghasilkan barang atau jasa yang sudah memenuhi

persyaratan ataupun batasan usia yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang

Ketenagakerjaan yang bertujuan untuk memperoleh hasil atau upah untuk kebutuhan

hidup sehari-hari.

Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan hanya menggunakan istilah

pekerja saja, namun agar selaras dengan undang-undang yang lahir sebelumnya yakni

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Buruh Dan Pekerja yang

menggunakan istilah serikat buruh/pekerja, maka kedua istilah tersebut disesuaikan.

4

Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan pasal 1 angka 3 memberikan

pengertian pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah

atau imbalan dalam bentuk lain. Pengertian ini agak umum namun maknanya lebih

luas karena dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik

perorangan, persekutuan, badan hukum dengan menerima upah atau imbalan dalam

3

Lalu Husni, 2014, op.cit, h.31-32 4

(44)

bentuk lain. Penegasan imbalan dalam bentuk lain ini perlu karena upah selama ini

diidentikkan dengan uang, padahal ada pula buruh/pekerja yang menerima imbalan

dalam bentuk barang.

Untuk kepentingan santunan jaminan kecelakaan kerja dalam perlindungan

Jaminan Sosial Tenaga Kerja ( Jamsostek ) berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Tahun 1992, pengertian pekerja diperluas yakni termasuk magang dan murid yang

bekerja pada perusahaan baik yang menerima upah maupun tidak, mereka yang

memborong pekerjaan kecuali yang memborong adalah perusahaan, dan narapidana

yang dipekerjakan di perusahaan.5

2.1.2 Pengertian Waktu Kerja

Dalam perjanjian kerja terdapat unsur-unsur, salah satu unsur dalam

perjanjian kerja tersebut adalah waktu kerja.Unsur waktu dalam hal ini adalah adanya

suatu waktu untuk melakukan pekerjaan dimaksud atau lamanya pekerja melakukan

pekerjaan yang diberikan oleh pemberi kerja.Waktu kerja merupakan waktu yang

ditentukan untuk melakukan pekerjaan.Buruh/Pekerja adalah manusia biasa yang

memerlukan waktu istirahat, karena itu untuk menjaga kesehatan fisiknya harus

dibatasi waktu kerjanya dan diberikan hak istirahat.6

Dalam bidang kesehatan kerja salah satu hal utama yang penting untuk

dibahas adalah mengenai waktu kerja dan waktu istirahat. Hal tersebut didasarkan

5

Lalu Husni, op.cit , h.46-47. 6

(45)

pada tujuan awal yang melatarbelakangi gerakan perlidungan bagi pekerja/buruh pada

masa revolusi industri terhadap praktik-praktik eksploitasi berupa jam kerja

berkepanjangan. Filosofinya adalah bahwa pekerja/buruh karena statusnya

merupakan salah satu faktor produksi, namun demikian pekerja/buruh adalah manusia

kodrati dengan segala keterbatasan fisik, psikis, dan harkat martabatnya.Untuk itu,

maka diapandang perlu mengatur waktu kerja dan waktu istirahat bagi mereka.7

1. 7 ( tujuh ) jam 1 ( satu ) hari dan 40 ( empat puluh ) jam 1 ( satu ) minggu

untuk 6 ( enam ) hari kerja dalam 1 ( satu ) minggu.

Pada prinsipnya pekerja/buruh dapat dipekerjakan, namun terdapat

pembatasan berupa pengaturan mengenai waktu/jam kerja karena alasan filosofis

tersebut. Dalam Undang-Undang Ketenenagakerjaan, pengaturan mengenai waktu

kerja terdapat dalam pasal 77 ayat 2 bahwa waktu kerja dilaksanakan dalam dua

ketentuan :

2. 8 ( delapan ) jam 1 ( satu ) hari dan 40 ( empat puluh ) jam 1 ( satu )

minggu untuk 5 ( lima ) hari kerja dalam 1 ( satu ) minggu.

Tetapi di sisi lain terdapat pengaturan yang berbeda bagi sektor usaha dan

jenis pekerjaan tertentu. Atas pengaturan waktu kerja yang bersifat umum tersebut,

masih dimungkinkan adanya pengecualian, berupa kerja pekerja/buruh yang melebihi

batas waktu kerja yang diperbolehkan, guna mengakomodir kepentingan dunia usaha

apabila ada pekerjaan bertumpuk yang harus diselesaikan. Adapun syarat-syarat yang

7

(46)

harus dipenuhi dalam melakukan kerja lembur, yaitu pelaksanaannya hanya dapat

dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam per hari atau 14 (empat belas) jam per minggu,

dan membayar upah kerja lembur yang menjadi hak pekerja/buruh tersebut.

2.1.3 Pelanggaran Waktu Kerja

Pengertian pelanggaran waktu kerja adalah bahwa perusahaan/majikan yang

mepekerjakan pekerja/buruhnya lebih dari waktu kerja yang telah ditentukan oleh

Undang-Undang Ketenagakerjaan dalam pasal 77 ayat 2, dan apabila juga

syarat-syarat lembur yang tidak terpenuhi, serta tidak membayarkan upah lembur yang

menjadi hak dari pekerja/buruh tersebut, sesuai dengan yang tertera pada pasal 78

ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Apabila hal ini dilakukan pada

pekerja/buruh yang bergerak pada bidang usaha yang tidak diatur khusus oleh

Undang-Undang Ketenagakerjaan maka perusahaan/majikan tersebut dapat dikatakan

melakukan pelanggaran hukum terhadap pekerja/buruh tersebut.

2.2 Perlindungan Hukum

2.2.1 Pengertian Dan Prinsip Perlindungan Hukum

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia perlindungan berasal dari kata

lindung, dimana kata lindung ini memiliki arti mengayomi, mencegah,

(47)

merawat dan mencegah.8

Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah “zoon politicon”, yang artinya

manusia adalah makhluk sosial atau makhluk yang bermasyarakat, hal itu disebabkan

oleh karena tiap anggota masyarakat yang satu memiliki hubungan dengan yang

lainnya.Sebagai makhluk sosial maka sadar atau tidak sadar manusia selalu

melakukan perbuatan hukum dan hubungan hukum.

Pengertian perlindungan dalam ilmu hukum adalah

merupakan suatu bentuk tindakan pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat

penegak hukum untuk memberikan rasa aman baik secara fisik maupun secara mental

terhadap masyarakat.

9

Setiap hubungan hukum akan menimbulkan hak dan kewajiban dari setiap

kepentingannya, maka dari itu tampil hukum untuk mengatur dan melidungi

kepentingan-kepentingan tersebut yang disebut dengan perlindungan hukum.

Perlindungan hukum merupakan suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek

hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang

bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.Dapat dikatakan bahwa Perbuaan hukum merupakan setiap perbuatan manusia yang dilakukan dengan

sengaja atas kehendaknya untuk menimbulkan hak dan kewajiban yang akibatnya

diatur oleh hukum.Dari perbuatan hukum tersebut timbul adanya hubungan hukum

yang merupakan hubungan antara dua atau lebih subyek hukum.

8

Ebta Setiawan, 2015, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Versi 1.4 Januari 2015, URL :http://www.kbbi.web.id/lindung. Diakses tanggal 6 Agustus 2015

9

(48)

perlindungan hukum merupakan gambaran dari fungsi hukum itu sendiri, dimana

konsep hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan,

dan kedamaian.10

Pancasila sebagai ideologi dan landasan falsafah negara merupakan landasan

dalam prinsip-prinsip perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia.Sedangkan konsep

perlindungan hukum di negara barat bersumber pada konsep pengakuan dan

perlindungan terhadap hak asasi manusia yang tertuang dalam konsep rechtsstaat dan

rule of law.11

Dengan berlandaskan pada Pancasila dan dengan menggunakan konsepsi

barat sebagai kerangka berpikir, maka prinsip-prinsip dasar dalam perlindungan

hukum adalah prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat

manusia yang bersumber pada Pancasila dan prinsip negara hukum yang bersumber

pada Pancasila.Pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia

dikaitkan bersumber kepada Pancasila, karena pengakuan dan perlindungan

terhadapnya secara intensik melekat pada Pancasila dan seyogyanya memberi warna

serta corak negara hukum yang berlandaskan Pancasila.12

10

Uti Ilmu Royen, 2009, “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Outsourcing (Studi Kasus Di Kabupaten Ketapang)”, Tesis Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, h.53.

11

Philipus M. Hadjon II, 2007, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia “ Sebuah Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya Oleh Pengadilan Dalam Lingkup Peradilan Umum Dan

Pembentukan Peradilan Administrasi”, M2 Print, Jakarta, h.1.

12

(49)

2.2.2 Perlindungan Hukum Bagi Pekerja

Menyadari akan pentingnya pekerja bagi perusahaan, pemerintah, dan

masyarakat, maka perlu dilakukan pemikiran agar pekerja dapat menjaga

keselamatannya dalam menjalankan pekerjaan. Demikian pula perlu diusahakan

ketenangan dan kesehatan pekerja agar apa yang dihadapinya dalam pekerjaan dapat

diperhatikan semaksimal mungkin, sehingga kewaspadaan dalam menjalankan

pekerjaan itu tetap terjamin. Pemikiran-pemikiran itu merupakan program

perlindungan pekerja, yang dalam praktik sehari-hari berguna untuk dapat

mempertahankan produktivitas dan kestabilan perusahaan.

Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan menejelaskan bahwa perlindungan

terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan

menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun

untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap

memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.

Perlindungan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hak pekerja yang

berkaitan dengan norma kerja yang meliputi waktu kerja, istirahat, dan cuti.

Perlindungan ini sebagai wujud pengakuan terhadap hak-hak pekerja sebagai manusia

yang harus diperlakukan secara manusiawi dengan mempertimbangkan keterbatasan

kemampuan fisiknya, sehingga harus diberikan waktu yang cukup untuk beristirahat.

(50)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1984 dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1951 tentang

Kerja yang saat ini sudah dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Undang-Undang

Ketenagakerjaan, maka pembahasan mengenai perlindungan norma kerja ini meliputi

pekerja anak, pekerja perempuan, waktu kerja dan istirahat.

Perlindungan pekerja dapat dilakukan, baik dengan jalan memberikan

tuntutan, maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia,

perlindungan fisik, dan teknis serta sosial dan ekonomi melalui norma yang berlaku

dalam lingkungan kerja itu. Dengan demikian maka perlindungan pekerja ini

mencakup :

1. Norma Keselamatan Kerja yang meliputi keselematan kerja yang bertalian

dengan mesin, pesawat, alat-alat kerja bahan dan proses pengerjaannya,

keadaan tempat kerja dan lingkungan serta cara-cara dalam melakukan

pekerjaan.

2. Norma Kesehatan Kerja dan Higiene Kesehatan Perusahaan yang meliputi

pemeliharaan, dan mempertinggi derajat kesehatan pekerja, dilakukan

dengan mengatur pemberian obat-obatan, perawatan tenaga kerja yang

sakit. Mengatur persediaan tempat, cara dan syarat kerja yang memenuhi

heigiene kesehatan perusahaan dan kesehatan pekerja untuk mencegah

penyakit, baik sebagai akibat bekerja atau penyakit umum serta

(51)

3. Norma kerja yang meliputi perlindungan terhadap tenaga kerja yang

bertalian dengan waktu bekerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti, kerja

wanita, kerja anak, kesusilan ibadah menurut agama keyakinan

masing-masing yang diakui oleh pemerintah, kewajiban sosial kemasyarakatan

dan sebagainya guna memelihara kegairahan dan moril kerja yang

menjamin daya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang

sesuai dengan martabat manusia dan moral.

4. Kepada Tenaga Kerja yang mendapat kecelakaan dan/atau menderita

penyakit kuman akibat pekerjaan, berhak atas, ganti rugi perawatan dan

rehabilitasi akibat kecelakaan dan atau penyakit akibat pekerjaan, ahli

warisnya berhak mendapat ganti kerugian.13

Berkaitan dengan hal tersebut, Imam Soepomo membagi perlindungan pekerja

ini menjadi tiga macam yaitu :

1. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan

dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan

yang cukup memenuhi keperluan sehari-hari baginya beserta keluarganya,

termasuk dalam hal pekerja tersebut tidak mampu bekerja karena sesuatu

di luar kehendaknya. Perlindungan ini disebut dengan jaminan sosial.

13

(52)

2. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan

usaha kemsyarakatan, yang tujuannya memungkinkan pekerja itu

mengenyam dan memperkembangkan prikehidupannya sebagai manusia

pada umumnya, dan sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga,

atau yang biasa disebut dengan kesehatan kerja.

3. Perlindungan Teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan

dengan usaha-usaha untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan yang

dapat ditimbulkan oleh pesawat-pesawat atau alat kerja lainnya atau oleh

bahan yang diolah atau dikerjakan perusahaan. Perlindungan ini disebut

dengan keselamatan kerja.14

Perlindungan pekerja/buruh merupakan faktor utama dalam kesehatan dan

keselamatan kerja.Pendekatan tersebut bermula dari meningkatnya dampak buruk

perkembangan doktrin Laissez Faire di Eropa pada abad pertengahan.Doktrin

tersebut mengusung filosofi liberalisasi ekonomi, khususnya di sector industri.Secara

garis besar, intervensi pemerintah dalam hubungan ekonomi/industrial tidak

diperkenankan. Berkembang pula aksi pengabaian terhadap berbagai peraturan (

perundang-undangan ) yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Kebebasan untuk

berusaha dan bekerja guna mencapai keuntungan yang semaksimal mungkin hanya

dapat dibatasi oleh individu lain melalui mekanisme kompetisi bebas.15

14

Zainal Asikin et.al, 2012, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Rajawali Pers, Jakarta, h.97. 15

Neil Gilbert, 2002, Transformation of the Welfare State: The Silent Surrender of Public

(53)

Penyusunan dan penertiban undang-undang pertama bidang kesehatan kerja (

arbeidsbeschermingswetten ) bermula di Inggris pada tahun 1802 melalui The Health

and Morals of Apprentices Act yang ditujukan bagi para pekerja/buruh anak magang

yang dipekerjakan di pabrik dengan jam kerja yang berkepanjangan. Selanjutnya,

perkembangan serupa terjadi di Jerman dan Prancis sekitar tahun 1840 serta Belanda

setelah tahun 1870. Perlindungan yang diatur adalah perlindungan terhadap kesehatan

kerja ( gezondheid/health ) dan keselamatan atau keamanan kerja ( veiligheid/safety )

dalam menjalankan pekerjaan. Kedua hal tersebut dikembangkan sebagai suatu

bidang tersendiri dalam hukum perburuhan, yang menonjolkan intervensi negara

dalam bentuk hukum ( peraturan perundang-undangan ). Pada mulanya, peraturan

yang disusun hanya berupa pembatasan jam kerja bagi pekerja/buruh anak, kemudian

pekerja/buruh remaja dan selanjutnya pekerja/buruh wanita. Dalam

perkembangannya, mencakup pula perlindungan bagi pekerja/buruh (

arbeidsbescherming ) pada umumnya terhadap jam kerja yang terlalu panjang serta

keadaan perburuhan dan kondisi kerja yang tidak aman. Undang-Undang

perlindungan pekerja/buruh pertama, menandai berawalnya hukum perburuhan

dengan memuat aturan-aturan yang disebut sebagai arbeidsbeschermingsrecht.16

Menurut M.G. Rood sebagaimana yang telah dikutip oleh Prof. Dr Aloysius

Uwiyono berpendapat bahwa undang-undang mengenai perlindungan pekerja/buruh

merupakan contoh hukum sosial yang ciri utamanya secara umum didasarkan pada

16

(54)

teori ketidakseimabangan kompensasi.Teori tersebut bertitik tolak pada pemikiran

bahwa antara pemberi kerja dengan penerima kerja secara sosial ekonomi tidak sama

kedudukannya. Pihak penerima kerja umumnya sangat tergantung pada pemberi

kerja, baik dari aspek ekonomi, sosiologis maupun psikologis.Maka hukum yang

mengatur mengenai hubungan hukum antar keduanya bertujuan untuk memberikan

kompensasi atas ketidakseimbangan yang terjadi dalam bentuk

pembatasan-pembatasan. Hukum perlu memberikan hak yang lebih banyak kepada pihak yang

lemah ( penerima kerja ) daripada pihak yang kuat ( pemberi kerja ). Hukum

bertindak tidak sama bagi para pihak oleh karena latar belakang tersebut. Teori

ketidakseimbangan kompensasi yang dianut hukum dapat ditemukan dalam bentuk

berbagai peraturan perundang-undangan. Jadi, untuk mengimbangi

ketidakseimbangan kedudukan maka diperlukan tindakan dari pihak penguasa (

pembentuk undang-undang ) melalui pengaturan hak dan kewajiban masing-masing

pihak agar terjadi suatu keseimbangan yang sesuai. Hal tersebut dipandang sebagai

solusi yang tepat guna terpenuhinya prinsip keadilan sosial daripada membiarkan

ketidakseimbangan tersebut berlangsung terus.17

17

Referensi

Dokumen terkait

Banyak perempuan tertarik bekerja ke luar negeri (Siti Nurjannah 2008)dengan persepsi sebagai berikut: 1) Memberikan harapan untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah

Penambahan dan Variasi Dimensi Sirip Aluminium pada Tube terhadap Laju 31 - 34 dan Efektivitas Perpindahan Panas dalam Heat Exchanger Tipe Shell and Tube.. Taufiqur Rohman

Pertemuan Komisi Bersama akan diketua i oleh Menteri Luar Negeri atau Pejabat Senior yang mewakili Kementerian Luar Negeri dari Para Pihak, dan akan terdiri dari

Sekarang ini banyak pengendalian sistem refrigerasi pada Air Condintioning dilakukan secara manual menggunakan saklar untuk itu peneliti mencoba merancang alat

coli (c), fecal streptococci (d) and total bacteria (e) during incubation at green house after alkaline stabilization of pig manure with coal fly ash and lime

RATIO (DER), RETURN ON ASSET (ROA) DAN RETURN ON EQUITY (ROE) TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR SUB SEKTOR MAKANAN DAN MINUMAN YANG TERDAFTAR DI

menunjukan ada hubungan positif yang signifikan antara intensi remaja laki-laki melakukan graffiti ilegal dengan sikap remaja terhadap graffiti. Semakin

Dengan merujuk pada tujuan pemberdayaan, proses pemberdayaan dan strategi pemberdayaan yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya