• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN

1.7 Landasan Teoritis

teoritis (keilmuan). Hasil penelitian skripsi yang dibuat untuk memperoleh gelar sarjana pada fakultas hukum universitas udayana dapat dijadikan sebagai bahan lampiran lembaga fakultas hukum universitas udayana dan sebagai refrensi pada perpustakaan.

1.6.2 Manfaat Praktis

1.6.2.1 Manfaat bagi masyarakat dari Penelitian ini diharapkan dapat memberi pemahaman kepada masyarakat tentang pembuatan peraturan desa dan memberi pemahaman tentang hubungan kepala desa dengan badan permusyawaratan desa dalam pembentukan peraturan desa.

1.6.2.2 Manfaat bagi penulis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang hubungan Antara kepala desa dengan badan permusyawaratan desa dalam pembentukan peraturan desa serta mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dalam pembentukan peraturan desa yang dibuat oleh kepala desa dengan badan permusyawaratan desa.

1.7 Landasan Teoritis

Sebelum membahas permasalahan dalam skripsi ini secara mendalam, maka terlebih dahulu akan diuraikan beberapa teori, asas-asas, atau landasan-landasan yang dimungkinkan untuk menunjang pembahasan permasalahan yang ada. Dengan adanya teori-teori yang menunjang, diharapkan dapat memperkuat, memperjelas dan

17

mendukung untuk menyelesaikan permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini.

1.7.1 Teori Negara Hukum

Secara embriotik, gagasan Negara Hukum telah dikemukakan oleh Plato, ketika ia menulis Nomoi, sebagai karya tulis ketiga yang dibuat di usia tuanya, sementara dalam dua tulisan pertama, Politeia dan Politicos, belum muncul istilah Negara, hukum7.Negara Indonesia adalah negara

yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) bukan negara yang berdasarkan

atas kekuasaan belaka (machtstaaf). Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa "negara Indonesia adalah Negara Hukum". Negara Hukum harus

memenuhi dua persyaratan yaitu supremacy before the law artinya hukum

diberikan kedudukan tertinggi, berkuasa penuh dalam suatu negara dan rakyat. Syarat kedua adalah equality before the law artinya semua orang pejabat pemerintahan maupun masyarakat biasa adalah sama statusnya atau

kedudukannya didalam hukum.8

Sifat Negara Hukum ini hanya dapat ditunjukkan jika alat-alat perlengkapannya bertindak menurut peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh lembaga pemerintahan yang berwenang dan sesuai dengan asas legalitas. Frans Magnis Susena mengemukakan ciri-ciri Negara

7

Rindwan HR. 2011, Hukum Administrasi Negara, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal..2

8

18 Hukum sebagai berikut:

1. Asas legalitas.

2. Kebebasan/kemandirian kekuasaan kehakiman.

3. Perlindungan hak asasi manusia.

4. Sistem konstitusi/hak dasar.9

Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di setiap Negara Hukum terutama bagi Negara-Negara Hukum dalam sistem Kontinental10. Istilah asas legalitas juga dikenal dalam Hukum Pidana; nullum delictum sine praevia lage poenali (tidak ada hukuman tanpa undang-undang), kemudian asas legalitas ini digunakan dalam bidang Hukum Administrasi Negara yang memiliki makna, "dat het bestuur aan de wet is onderworpen " (bahwa pemerintah tunduk kepada undang-undang) atau "het legaliteitsbeginsel houdt in dat alle (algcmene) de burgers bindende bepalingen op de wet moeten berusten" (asas legalitas menentukan bahwa semua ketentuan yang mengikat warha Negara harus didasarkan pada undang-undang)11. Asas legalitas ini merupakan prinsip Negara Hukum yang sering dirumuskan dengan ungkapan "het beginsel

9

Frans Magnis Suseno, 1978, Dasar-Dasar limn Politik. PT. Bumi Aksara, Jakarta, hal.34

10

Rindwan HR, op.cit, hal. 90. 11

19

van wetmatigheid van bestuur" yakni prinsip keabsahan pemerintah.12 Asas Negara Hukum menggambarkan bahwa dalam suatu Negara Hukum haruslah membuat undang-undang untuk dapat mengikat masyarakat karena tanpa undang-undang suatu Negara Hukum tidak bisa mengikat masyarakatnya sendiri.

1.7.2 Teori Negara Kesatuan

Negara kesatuan disebut juga dengan uniterisme atau eenheistaat, ialah suatu Negara yang merdeka dan berdaulat, di mana di seluruh Negara yang berkuasa hanyalah satu pemerintah (pusat) yang mengatur seluruh daerah, jadi tidak terdiri dari beberapa daerah yang berstatus Negara bagian (deelstaaf) atau Negara dalam Negara. Dengan demikian, dalam Negara kesatuan hanya ada satu pemerintahan, yaitu pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan serta wewenang tertinggi dalam bidang pemerintahan Negara, menetapkan kebijaksanaan pemerintahan dan melaksanakan pemerintahan Negara baik di pusat maupun di daerah-daerah, di dalam maupun di luar negeri.13

Negara kesatuan mewujudkan kebulatan tunggal, mewujudkan kesatuan, unity, dan yang monosentris berpusat satu. Beberapa macam

12

Rindwan HR. loc.cit 13

Titik Triwulan Tutik, 2008, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 19451, Kharisma Putra Utama, Jakarta, h. 144

20

Negara kesatuan, antara lain: pertama, Negara kesatuan dengan system sentralisasi, di mana segala urusan diatur oleh pemerintah pusat. Sedangkan pemerintahan daerah tidak mempunyai hak untuk mengurus sendiri daerahnya, pemerintah daerah tinggal melaksanakan. Contoh:

Jerman dibawah Hitler. Kedua, Negara kesatuan dengan system

desentralisasi (gedecentraliseerde eenheidsstaaf), di mana kepada daerah-daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi daerah) yang di namakan daerah swatantra (otonomi) tingkat 1 (Daswati I atau Pemprov) dan Daswati II atau

pemkot/pemkab.14

1.7.3 Teori Kewenangan

Setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian, substansi asas legalitas adalah wewenang.15 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kewenangan mengandung arti: (1) hal wewenang, dan (2) hak dan kekuasaan yang dimiliki untuk memiliki sesuatu. Sedangkan kata wewenang mengandung arti: (1) hak dan kekuasaan untuk bertindak; kewenangan, (2) kekuasaan membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang

14

Ibid,h.145 15

21 lain.16

Wewenang menurut H.D. Stout mengatakan bahwa wewenang adalah pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintah, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum

publik di dalam hubungan hukum publik.17

Dalam konsep hukum publik, wewenang merupakan konsep inti dari hukum tata negara dan hukum administrasi negara.18 Tanpa adanya kewenangan yang dimiliki, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak dapat melaksanakan suatu perbuatan atau tindakan pemerintah. Menurut Donner, ada dua fungsi berkaitan dengan kewenangan, yakni

fungsi pembuat kebijakan (policy marking) yaitu kekuasaan yang

menentukan tugas (taakstelling) dari alat pemerintah atau kekuasaan yang menentukan politik negara dan fungsi pelaksanaan kebijakan (policy exsecuting) yaitu kekuasaan yang bertugas untuk merealisasikan politik negara yang telah ditentukan (verwezeblikking van de taak).19

Menurut Bagir Manan, wewenang dalam bahasa hukum tidak sama

dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk

16

Balai Pustaka, 1989, Kamus Besar Indonesia, Depdikbud, Jakarta, h. 1010 17

Ibid,h. 101.

18

H.M. Arief Muljadi, 2005, Landascm dan Prinsip Hukum Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan Rcpublik Indonesia, Prestasi Pustaka, h. 61

19

Viktor Situmorang. 1989, Dasar-Dasar Hukum Admnistrasi Negara. Bima Aksara, Jakarta, h. 30

22

berbuat atau tidak berbuat. Dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban (rechten en plichten)20. Wewenang merupakan bagian yang sangat penting dan bagian awal dari hukum administrasi, karena pemerintahan (administrasi) baru dapat menjalankan fungsinya adalah atas

dasar wewenang yang diperolehnya, artinya keabsahan tindak

pemerintahan atas dasar wewenang yang diatur dalam peraturan perundang-undangan (legalitiet beginselen).21

Secara teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara, yaitu atribusi,

delegasi dan mandat.22 Teori kewenangan menurut H.D. Van Wijk/Willem

Konijnenbelt meliputi atribusi, delegasi dan mandat yang didefinisikan sebagai berikut:

a. Attributie: toekening van een bestuursbevoegheid door een wetgever aan een bestuursorgaan, (atribusi adalah pemberian wewenang pemerintah oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan). b. Delegatie: overdracht van een bevoegheid van het ene bestuursorgaan

aan een under, (delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya), c. Mandaat: een bestuursorgaan laat zijn bevoegheid namcns hem

20

Ridwan HR,op.cit,h.102

21

Nomensen Sinamo. 2010, Hukum Administrasi Negara. Jala Pcrmata Akasara, Jakarta,h.87

22

23

uitoefenen door een ander, (mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya).23

Menurut Indroharto, terdapat tiga sifat wewenang pemerintahan yaitu:

1. Wewenang pemerintahan yang bersifat terikat, yakni terjadi apabila peraturan dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan yang bagaimana wewenang tersebut dapat digunakan atau peraturan dasarnya sedikit banyak menentukan tentang isi dari keputusan yang harus diambil.

2. Wewenang fakultatif terdapat dalam hal badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan tidak wajib menerapkan wewenangnya atau sedikit banyak masih ada pilihan, sekalipun pilihan itu hanya dapat dilakukan dalam hal-hal atau keadaan-keadaan tertentu sebagaimana ditentukan dalam peraturan dasarnya.

3. Wewenang bebas, yakni terjadi ketika peraturan dasamya member! kebebasan kepada badan atau pejabat tata usaha negara untuk menentukan sendiri mengenai isi dari keputusan yang akan dikeluarkannya atau peraturan dasarnya memberikan ruang lingkup kebebasan kepada pejabat tata usaha negara yang bersangkutan.24

23

Ibid, h.104

24

24

1.8 Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dalam uraian diatas maka dapat ditarik jawaban sementara dari permasalahan yang diangkat. Dalam hipotesis ini bukan merupakan jawaban yang sebenarnya untuk menjawab pennasalahan yang diangkat, akan tetapi harus terlebih dahulu dilakukan penelitian dan pengujian mengenai kebenarannya melalui suatu penelitian yang berdasarkan data-data yang kemudian dianalisa. Barulah analisa tersebut dapat diyakini kebenarannya.

Adapun Hipotesis dari permasalahan tersebut adalah :

1. Hubungan kerja dapat berlangsung apabila dalam pembentukan peraturan desa, kepala desa dan badan permusyawaratan desa telah membahas dan menyepakati peraturan yang akan dibentuk.

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dalam Pembentukan Peraturan Desa yang dibuat oleh Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa yaitu:

1. Faktor hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada Undang- undang saja.

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan

hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

25 karsa manusia di dalam pergaulan hidup25

1.9 Metode Penelitian 1.9.1. Jenis Penelitian

Pengkajian dalam penulisan Skripsi ini termasuk penelitian hukum empiris. Artinya, penelitian hukum tersebut dalam penulisannya mengkonsepkan hukum sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati dalam kehidupan nyata.26 Dalam konteks ini, sesuatu yang disebutkan sebagai hukum tidak semata-mata ditimbulkan dan didasarkan dari literatur-literatur hukum, namun sebagai suatu yang ditimbulkan dari keadaan masyarakat atau proses di dalam masyarakat berdasarkan suatu gejala yang akan menimbulkan berbagai efek dalam kehidupan sosial dengan merumuskan kesenjangan antara das sein dan das solen, yaitu kesenjangan antara teori dengan realita atau fakta hukum.

1.9.2. Jenis pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach) dan pendekatan fakta (The Fact Approach). Pendekatan peraturan perundang-undangann (The Statute Approach)

25

Soerjono Soekanto, 2012, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto 1), h.8.

26

Nomense Sinamo. 2009. Metode Penelitian Hukum. PT Bumi Jntitama Sejahtera, Jakarta, h.59.

26

yaitu pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi.27 Sedangkan

pendekatan fakta adalah pendekatan yang melihat langsung

dilapangan/masyarakat berdasarkan fakta yang ada dalam pelaksanaan Peraturan

Daerah Kota Denpasar Tentang Pembentukan Badan Permusyawaratan Desa

tentang tata cara menjadi anggota, kedudukan dan susunan, rapat , Fungsi /dan wewenang, pengangkatan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa. Sesuai dengan pendekatan peraturan perundang-undangan yang selanjutnya diikuti oleh konsep-konsep yang berkaitan dengan penelitian ini.

1.9.3. Sifat Penelitian

Sifat penelitian dalam penulisan ini adalah bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif pada penelitian secara umum, termasuk pula didalamnya penelitian ilmu hukum, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Dalam penelitian ini teori-teori, ketentuan peraturan, norma-norma hukum, karya tulis yang dimuat baik dalam literatur maupun jurnal, doktrin, serta laporan penelitian terdahulu sudah mulai ada dan bahkan jumlahnya cukup memadai.

1.9.4. SumberData

Data yang diteliti dalam penelitian hukum empiris ada dua jenis yaitu data primer dan data sekunder, yaitu:

27

27

a. Data primer adalah data-data yang diperoleh langsung dalam penelitian dilapangan.

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari data kepustakaan (Library research) yaitu dimana data-data atau bahan penulisan ini diperoleh dari literatur-literatur dan peraturan Perundang-undangan yang ada kaitannya dengan masalah.28

Bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Adapun bahan-bahan hukum yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai otoritas (autoritatif) yang terdiri dari (a) peraturan perundang-undangan, (b) catatan-catatan resmi atau risalah pembuatan suatu peraturan perundang-undangan,

dan (c) putusan hakim29. Adapun bahan-bahan hukum yang digunakan adalah:

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (ULID) Tahun 1945; b) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas

Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah; c) Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan;

d)Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa;

28

Burhan Ashshofa. 2001, Metode Penelitian Hukum, Rhineka Cipta, Jakarta, hal 103

29

28

e)Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2005 tentang Desa;

f)Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 Tentang Desa

g)Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 4 Tahun 2007

tentang Pembentukan Badan Permusyawaratan Desa;

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian,

atau pendapat pakar hukum.30 Adapun bahan hukum sekunder yang

digunakan adalah:

a) Berupa Literatur-literatur yang memuat mengenai pandangan dari

beberapa ahli;

b) Bahan-bahan internet yang mendukung.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti

kamus (hukum), ensiklopiedia.31 Adapun bahan hukum tersier yang digunakan

adalah :

a. Kamus Hukum;

b. Kamus Besar Bahasa Indonesia 1.9.5 Teknik Pengumpulan data

Dalam penelitian studi empiris ada beberapa teknik-teknik mengumpulkan

30

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h 32.

31

29 data yaitu :

a. Teknik Studi Dokumen

Studi dokumen merupakan langkah awal dari setiap penelitian hukum (baik normatif maupun empiris)

b. Teknik wawancara (interview)

Menurut M Mochtar, teknik wawancara adalah teknik atau metode memperoleh informasi untuk tujuan penelitian dengan cara melakukan tanya

jawab secara langsung (tatap muka), antara pewawancara dengan responden.32

c. Teknik Observasi/pengamatan

Teknik observasi dibedakan menjadi dua yaitu teknik observasi langsung dan teknik observasi tidak langsung. Yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi langsung dimana dalam pengumpulan data peneliti mengadakan pengamatan langsung atau tanpa alat terhadap gejala-gejala subjek yang diselidiki baik pengamatan dilakukan dalam situasi buatan, yang khusus diadakan.

1.9.6 Pengolahan dan analisis data

Apabila seluruh data yang diperoleh melalui studi kepustakaan atau dengan wawancara, kemudian data diolah dan dianalisis secara kualitatif yaitu dengan menghubungkan antara data yang ada yang berkaitan dengan pembahasan dan selanjutnya disajikan secara deskriptif analisis.

28

BAB II

TINJAUANUMUM TENTANG DESA, KEPALA DESA, BADAN

Dokumen terkait