• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

a.

Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory)

Teori Akuntansi Positif sangat erat kaitannya dengan praktik manajemen laba, karena teori ini merupakan teori yang menjelaskan praktik manajemen laba dalam perusahaan. Menurut teori akuntansi positif, perusahaan akan memanfaatkan kesempatan yang diberikan untuk memilih alternatif yang akan digunakan dalam membuat suatu prosedur. Dengan adanya kebebasan tersebut, maka manajer akan cenderung untuk melakukan tindakan yang disebut dengan tindakan oportunistic. Manajer akan memilih kebijakan pada akuntansi yang sesuai dengan tujuannya. Teori akuntansi positif menganggap bahwa manajer secara rasional akan memilih kebijakan akuntansi yang menurutnya baik (Aryani, 2011). Dengan demikian maka manajemen laba diduga muncul karena adanya tujuan tertentu dari para manajer dalam membuat laporan keuangan ( Wijaya dan Christiawan, 2014).

Adapun konstribusi teori akuntansi positif terhadap pengembangan akuntansi adalah menghasilkan pola sistematis dalam pilihan akuntansi dan memberikan penjelasan spesifik terhadap pola tersebut, memberikan kerangka jelas dalam memahami akuntansi, menunjukkan peran utama contracting cost dalam teori akuntansi. Menurut Rahmawati (2012:86), adalah “Teori Akuntansi Positif adalah hubungan dengan prediksi, yaitu suatu tindakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh perusahaan dan bagaimana perusahaan akan merespons untuk mengajukan standar akuntansi yang baru”. Prediksi dan penjelasan dalam teori akuntansi positif didasarkan pada hubungan keagenan

yang terjadi antara manajer dengan pihak lain seperti investor, kreditor, auditor, pihakpengelola pasar modal dan institusi pemerintah. Dengan perkembangan-perkembangan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari teori akuntansi adalah untuk menyediakan seperangkat prinsip dan hubungan yang di observasi mengenai praktik akuntansi di sebuah Negara untuk menjelaskan dan memprediksi operasi sebuah perusahaan.

a. mampu menjelaskan (to explain)

b. mampu memprediksi (to predict), dan dikaitkan dengan perilaku individu dalam memilih metode akuntansi yang bisa memaksimalkan utilitasnya. Teori akuntansi positif (positive accounting theory) sering dikaitkan dalam pembahasan mengenai Creative Accounting yaitu earning accounting theory. Teori akuntansi positif adalah hubungan dengan prediksi, yaitu suatu tindakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh perusahaan dan bagaimana perusahaan akan merespons untuk mengajukan standar akuntansi yang baru (2012:86). Tujuan utama pendekatan akuntansi positif ini adalah untuk menjelaskan dan memprediksikan pilihan standar oleh manajemen dengan menganalisis biaya dan manfaat pengungkapan keuangan tertentu dalam hubungannya dengan berbagai individu dan alokasi sumber daya dalam perekonomian.

Teori akuntansi positif menganggap bahwa manajer secara rasional akan memilih metode akuntansi yang baik menurut mereka. Adapun berbagai motivasi yang mendorong dilakukanya manajemen laba. Teori akuntansi positif (Positive Accounting Theory) mengusulkan tiga hipotesis motivasi manajemen laba yaitu: a. Hipotesis Rencana Bonus (the bonus plan hypotesis)

Dalam hipotesis ini, semua hal lain dalam keadaan tetap, para manajer perusahaan dengan rencana bonus cenderung untuk memilih prosedur akuntansi dengan

perubahan laba yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode masa kini. Hipotesis ini tampaknya cukup beralasan. Para manajer perusahaan, seperti orang lain, menginginkan imbalan yang tinggi. Jika imbalan mereka bergantung paling tidak sebagian, pada bonus yang dilaporkan pada pendapatan bersih, maka kemungkinan mereka dapat meningkatkan bonus mereka pada periode tersebut dengan melaporkan pendapatan bersih setinggi mungkin. Namun nilai masa kini dari kegunaan manajer dari lini bonus masa depan yang dimilikinya akan meningkat dengan memberikannya perubahan menuju masa kini. Dapat disimpulkan bahwa manajer perusahaan dengan bonus tertentu cenderung lebih menyukai metode yang meningkatkan laba periode berjalan.

b. Hipotesis kontrak utang (the debt covenant hypotesis)

Dalam hipotesis ini semua hal lain dalam keadaan tetap, makin dekat suatu perusahaan terhadap pelanggaran pada akuntansi yang didasarkan pada kesepakatan utang, maka kecenderunganya adalah semakin besar kemungkinan manajer perusahaan memilih prosedur akuntansi dengan perubahan laba yang dilaporkan yang makin meningkat akan menurunkan kelalaian teknis. Sebagian besar dari perjanjian utang berisi kesepakatan bahwa pemberi pinjaman harus bertemu selama masa perjanjian. Dapat disimpulkan makin tinggi rasio utang atau ekuitas perusahaan makin besar kemungkinan bagi manajer untuk memilih metode akuntansi yang dapat menaikkan laba.

c. Hipotesis biaya politik (the political cost hypotesis)

Dalam hipotesis ini semua hal lain dalam keadaan tetap, makin besar biaya politik yang mesti ditanggung oleh perusahaan, manajer cenderung lebih memilih prosedur akuntansi yang menyerah pada laba yang dilaporkan dari masa

sekarang menuju masa depan. Hipotesis biaya politik memperkenalkan suatu dimensi politik pada pemilihan kebijakan akuntansi.

b. Teori Agensi(Agency Theory)

Teori agensi adalah teori yang menyatakan adanya suatu hubungan antara pihak yang memberikan wewenang (prinsipal) dan pihak yang menerima wewenang. Hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak antara satu orang atau lebih (principal) yang mempekerjakan orang lain (agen) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen tersebut Jensen and Meckling dalam (Susanti dan Mildawati, 2014). Pihak prinsipal adalah pemegang saham dan yang sebagai agennya adalah pihak manajemen dari perusahaan. Di mana Agency theory mengimplikasikan adanya informasi asimetri antara manajer sebagai agen dan pemilik agen (dalam hal ini adalah pemegang saham) sebagai prinsipal.

Teori agensi ini muncul ketika ada sebuah hubungan kerja antara suatu orang atau lebih (prinsipal) memberikan wewenang dan bekerja sama dengan orang lain (agen) untuk menerima wewenang dan menjalankan perusahaannya. Manajer (agen) mempunyai kewajiban untuk melaporkan dan memberi informasi kepada pihak (prinsipal), dikarenakan seorang manajer (agen) lebih mengetahui keadaan perusahaan dibandingkan pemilik perusahaan (prinsipal). Namun terkadang manajer tidak melaporkan keadaan perusahaan sesuai dengan keadaan perusahaan yang sebenarnya.

Menurut Konsep agency theory Scoot (2015) adalah hubungan atau kontrak antara principal dan agen, di mana principal adalah pihak yang mempekerjakan agen agar melakukan tugas untuk kepentingan principal, sedangkan agent adalah pihak yang menjalankan kepentingan principal.Agen di

manajer, secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan laba para pemegang saham (principal), di sisi lain manajer juga mempunyai kepentingan untuk memaksimalkan kesejahteraan. Prinsipal mempekerjakan agen untuk melakukan tugas untuk kepentingan prinsipal, termasuk pendelegasian otoritas pengambilan keputusan prinsipal kepada agen. Di mana Teori agensi merupakan suatu kewenangan yang diberikan kepada agen untuk melakukan suatu tindakan dalam hal kepentingan pemilik. Di mana teori agensi menghasilkan cara yang penting untuk menjelaskan kepentingan yang berlawanan antara manajer dengan pemilik yang merupakan suatu rintangan. Dalam teori agensi, kekuasaan institusi merupakan dasar untuk mempengaruhi dalam konteks hubungan principal-agen. Dalam teori ini, kekuasaan dalam memberi imbalan dan legitimasi kekuasaan yang digunakan. Sistem imbalan yang tepat dan pengakuan wewenang yang dimiliki prinsipal dikombinasikan guna menciptakan standar yang disyaratkan dalam pengawasan di dalam hubungan tersebut.

Di dalam hubungan keagenan, manajer merupakan pihak yang memiliki informasi penuh yang ada di dalam perusahaan, dimulai dari lingkungan kerja, kapasitas diri, dan prospek perusahaan di masa yang akan datang. tetapi terkadang ada saja informasi mengenai perusahaan yang tidak diungkapkan oleh manajer kepada investor. Untuk mengurangi hal tersebut dibutuhkan pengawasan dan pengendalian ini membutuhkan biaya yang bisa disebut sebagai agency cost. Agency cost digunakan untuk membiayai kegiatan pengawasan dan pengendalian terhadap perilaku manajer agar tidak menyimpang dan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pemegang saham. Sebagai agen di dalam perusahaan, manajer secara moral bertanggungjawab untuk mengoptimalkan laba bagi para pemegang saham (principal), di sisi lain

manajer juga mempunyai kepentingan untuk memaksimalkan kesejahteraan mereka.

Teori ini merupakan perkembangan dari riset akuntansi keuangan yang telah digabungkan dengan perilaku manusia di dalam model ekonomi. Di mana teori ini membahas mengenai hubungan antara pemilik perusahaan (principal) dan manajer (agen) sangat sulit terbentuk karena adanya kepentingan yang saling bertentangan atau memiliki kepentingan masing-masing. Hubungan antara Principal dan agen di mana dapat bertentangan akibat tidak seimbangnya informasi karena agen mengetahui semua informasi yang dimiliki pada perusahaan dibanding dengan principal. Dengan asumsi bahwa setiap individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan sendiri sehingga dapat memicu para agen untuk menyembunyikan informasi dari principal. Sehingga besar kemungkinannya para agen dapat manipulasi angka di dalam laporan keuangan.

Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar untuk memahami hubungan antara manajer dan pemegang saham. Hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agen) dengan pemegang saham (principal).

Menurut Jensen dan Mackling dalam Siagian (2011:10)“ Hubungan keagenan tersebut terkadang menimbulkan masalah antara manajer dan pemegang saham. Konflik yang terjadi karena manusia adalah makhluk ekonomi yang mempunyai sifat dasar mementingkan kepentingan diri sendiri. Pemegang saham dan manajer memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing menginginkan tujuan mereka terpenuhi. Akibat yang terjadi adalah munculnya konflik kepentingan. Pemegang saham menginginkan pengembalian yang lebih besar dan secepat-cepatnya atas investasi yang mereka tanamkan

sedangkan manajer menginginkan kepentingan diakomodasikan dengan pemberian atas kinerjanya dalam menjalankan perusahaan”.

Untuk mengatasi terjadinya konflik tersebut, harus ada tata kelola perusahaan yang baik dalam perusahaan sehingga memberikan keyakinan dan kepercayaan pemilik terhadap manajer bahwa mereka mampu memanfaatkan seluruh sumber daya secara maksimal sehingga profitabilitas perusahaan dapat meningkat.

Menurut Eisenhardt dalam Siagin (2011:10), teori keagenan dilandasi oleh tiga asumsi sifat dasar manusia yaitu :

a. Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interes).

b. Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded ratioanality)

c. Manusia selalu menghindari risiko (risk averse)

Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Agen diasumsikan menerima kepuasan tidak hanya dari kompensasi finansial tetapi juga dari keuntungan-keuntungan lain yang diperoleh dari hubungan agensi. Keuntungan tersebut dapat berupa waktu luang (leisure time), kondisi pekerjaan yang atraktif, fleksibilitas jam kerja dan lain-lain. dalam kondisi ini, agen dikatakan mempunyai sikap apportunistic (mementingkan dirinya sendiri).

c. Signaling Theory

Signaling Theory adalah merupakan teori tentang bagaimana tentang bagaimana seharusnya perusahaan memberikan sinyal kepada para pengguna laporan keuangan berupa informasi mengenai apa saja yang telah dilakukan

manajemen perusahaan untuk merealisasikan keinginan para pemilik perusahaan serta informasi-informasi lain.

Dalam Signaling theory akan sulit untuk membedakan antara perusahaan yang berkualitas rendah maupun yang berkualitas tinggi, di mana agency dengan kualitas perusahaan yang tinggi akan memberikan sinyal yang baik kepada calon investor dibandingkan pada perusahaan yang kualitas rendah.

d. Teori Asimetri Informasi

Terdapat salah satu penyebab perbedaan antara agen dan principal di samping pada masalah keagenan adalah tidak meratanya informasi. Di mana memiliki akibat pada besarnya peluang manajer untuk melakukan suatu hal yang menguntungkan bagi kepentingannya.

e. Income Smoothing

Menurut Fudenberg dan Tirole (1995), pemerataan laba adalah proses manipulasi waktu terjadinya laba atau laporan laba agar laba yang dilaporkan kelihatan stabil. Sedangkan Barnea et al. (1976) membuat definisiperataan laba sebagai pengurangan yang di sengaja terhadap fluktuasi dengan beberapa level laba supaya di anggap normal bagi perusahaan. Selain itu, Belkaoui (2000) memandang pemerataan labasebagai upaya yang sengaja dilakukan untuk menormalkan income smoothing dalam rangka mencapai kecenderungan atau tingkat income yang di inginkan.

Income Smoothing atau tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh manajemenuntukmengurangivariasiataufluktuasilabamerupakansalahsatubentuk dari manipulasi laba. Perataan laba (income smoothing) dapat didefinisikan sebagaicarayangdigunakanmanajemenuntukmengurangifluktuasilabayangdilapor

kanagarsesuaidengantargetyangdiinginkanbaikmelaluimetodeakuntansi(artificial) maupun melalui transaksi (real)( Zuhroh, 1996).

1. Jenis-jenis Income Smoothing

MenurutSetiawulan(2001)menyatakanbahwaincomesmoothingataslabaya ng dilaporkan dapat dicapai melalui Real Smoothing atau Artificial Smoothing. RealSmoothingberartisuatutransaksisesungguhnyauntukdilakukanatautidakdilak ukan berdasarkan mempengaruhi laba melalui perubahan dengan sengaja atas kebijakanoperasidanwaktunya.Contohdarirealsmoothing ini adalah seorangmanajer memutuskan pengeluaran sejumlah uang atau dana untuk biaya riset dan pengembangansuatutahuntertentu. Sedangkan dengan

menggunakan Artificial Smoothing berarti

incomesmoothingdenganmenerapkanprosedurakuntansiuntukmemindahbiayada n/ataupendapatandarisatuperiodekeperiodeyanglain.Contoh dari artificial smoothing ini adalah suatu perusahaan secara bersamaanmemutuskan besarnya transaksi dansekaligus begaimana cara melaporkannya, sehingga untuk suatu tahun tertentu memungkinkan untukmembedakan apakah biaya riset dan pengembangan yang dilaporkan berbeda dari produk-produk lain. 2. Sasaran Income Smoothing

Sasaran perataan laba dapat dilakukan terhadap aktivitas-aktivitas yang dapat

digunakanolehmanajemenuntukmempengaruhialirandataatauinformasi.Dengank atalainuntukmenciptakanlaporankeuanganyangsesuaidenganyangdiinginkan,ma najerdapatmemasukkaninformasiyangseharusnyadilaporkan,pada periode yang akan datang ke dalam laporan periode ini atau sebaliknya tidak melaporkaninformasiperiodeiniuntukdilaporkanpadaperiodeyangakandatang.

FosterdalamZuhroh(1996)mengklasifikasikanunsur-unsurlaporankeuangan yang seringkali menjadi sasaran untuk melakukan perataan laba (income smoothing) adalah :

1. Unsur Penjualan

a. Saat pembuatan faktur., misalnya penjualan yang sebenarnya untuk periode yang akan datang, pembuatan fakturnya dilakukan pada periode ini dan dilaporkan sebagai penjualan periode ini.

b. Pembuatan pesanan atau penjualan fiktif.

c. Penurunan (downgrading) produk, misalnya dengan cara mengklasifikasikan produk yang belum rusak ke dalam produk rusak dan selanjutnya dilaporkan telah terjual dengan harga yang lebih rendah dari harga yang sebenarnya.

2. Unsur Biaya

a. Memecah-mecah faktur, misalnya faktur untuk sebuah pembelian pesanan dipecah menjadi beberapa pembelian atau pesanan dan selanjutnya dibuatkan beberapa faktur dengan tanggal yang berbeda kemudian dilaporkan dalam beberapa periode akuntansi

b. Mencatat biaya dibayar dimuka (prepayment) sebagai biaya. Misalnya melaporkan biaya advertensi dibayar dimuka untuk tahun depan sebagai biaya advertensi tahun ini.

Adapun Faktor pendorong income smoothingyaitu:

Perataan laba dalam laporan keuangan merupakan hal yang biasa dan di anggap hal yang masuk akal (Bartov,1993). Dalam banyaknnya literatur dinyatakan bahwa prinsip akuntansi Berterima Umum (PABU) sendiri akan

memberikan banyak berbagai pilihan metode akuntansi dalam pencatatan yang dapat di gunakan untuk memaksimalkan dan meminimalkan laba agar laba kelihatan stabil (Moses, 1987).

Profitabilitas atau kemampuan memperoleh laba adalahsuatu ukuran dalam persentase yang digunakan untuk menilai sejauh mana perusahaan mampu menghasilkan laba pada tingkat yang dapat diterima. Menurut munawir (2002), profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dalam periode waktu tertentu. Sedangkan definisi profitabilitas menurut Brigham dan Houston (2006) adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan

Rasio Leverage adalah perbandingan yang digunakan untuk mengukur seberapa besar pinjaman utang perusahaan yang dibiayai oleh assets (aktiva) dan equity (modal) yang di miliki perusahaan tersebut. Sebagaimana menurut Van Horne (2002:357), Rasio Leverage merupakan rasio yang menggambarkan tentang proporsi utang perusahaan.

Tabel 1.1 Perbedaan Manajemen Laba dan Kecurangan Praktik (manajemen

laba) biasanya yang terjadi

Metode Akuntansi Sesuai PABU

Metode Arus Kas

Akuntansi “konservatif”

mempercepat pengakuan dan cadangan melebih-lebihkan nilai

yang diperoleh dalam proses R & D dalam pendapatan penjualan

Laba “Netral”

Membesar-besarkan biaya rekonstruksi dan penghapusan aktiva Laba yang dihasilkan dari proses akuntansi yang sesungguhnya

Mempercepat

pengeluaran R&D dan iklan

Akuntansi “Agresif”

Mengecilkan catatan provisi piutang tak tertagih Menarik ke bawah provisi atau cadangan

Menunda pengeluaran R&D dan iklan untuk mempercepat penjualan Akuntansi “ Kecurangan” Melanggar PABU Mencatat penjualan Sebelum dapat direalisasi mencatat penjualan fiktif Memundurkan tanggal bukti penjualan Membesar-besarkan catatan persediaan dengan mencatat persediaan fiktif

Sumber : Dechow dan Skinner (2002) keterangan: Prinsip Akuntansi Berlaku Umum

f. Net Profit Margin (NPM)

Net Profit Margin (NPM) adalah perbandingan antara laba bersihdengan penjualan. Semakin besar NPM, maka kinerja perusahaan akansemakin produktif, sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini, maka dianggap semakin baik kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi.Hubungan antara laba bersih sesudah pajak dan penjualan bersih

menunjukkan kemampuan manajemen dalam mengemudikan perusahaan secara cukup berhasil untuk menyisakan margin tertentu sebagai kompensasi yang wajar bagi pemilik yang telah menyediakan modalnya untuk suatu resiko. Hasildari perhitungan mencerminkan keuntungan netto per rupiah penjualan

(Bastian dan Suhardjono, 2006: 299). Perusahaan yang memiliki rasio Net Profit Margin relatif besar akan memiliki kemampuan untuk bertahan disaat kondisi keuangan yang sulit (Freddy Rangkuti, 2006: 151). NPM menunjukkan besarnya keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan. Rasio ini menampilkan tingkat efisiensi perusahaan sejauh mana perusahaan dapat menekan biaya operasional pada periode tertentu. Sehingga semakin besar rasio ini maka semakin baik pula kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba melalui penjualan dengan menekan biaya-biaya yang baik. Menurut Kasmir (2008:200) NPM dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

𝑁𝑃𝑀 =𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝐴𝑓𝑡𝑒𝑟 𝑇𝑎𝑥

𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 M=Earning After Tax/Sales

g. Leverage

Leverage dalam neraca sebuah perusahaan, terdapat dua sumber pendanaan eksternal perusahaan. Sumber pendanaan eksternal tersebut meliputi pendanaan dari hutang dan ekuitas (saham). Ekuitas perusahaan terdiri dari modal sendiri maupun modal dari saham yang diterbitkan perusahaan yang meliputi saham preferen dan saham biasa. Hutang adalah kewajiban yang harus dikembalikan kepada kreditur oleh perusahaan sebelum jatuh tempo. Hutang sendiri meliputi hutang jangka pendek dan jangka panjang.Leverage adalah perbandingan antara hutang dan aktiva yang menunjukanbeberapa bagian aktiva yang

digunakanuntuk menjamin hutang. Ukuran ini berhubungan dengan keberadaan dan ketat tidaknya suatu persetujuan hutang.

Rasio leverage atau rasio utang adalah rasio yang menunjukkan sejauh mana utang digunakan sebagai sumber pembiayaan perusahaan. Abiprayu (2011) rasio leverage keuangan digunakan untuk mengukur hubungan antara total aktiva dengan modal ekuitas yang digunakan untuk mendanai aktiva. Semakin besar proporsi aktiva yang dibiayai dengan ekuitas saham, semakin rendah rasioleverage keuangan. Untuk perusahaan yang berhasil menggunakan leverage, rasio leverage yang tinggi dapat meningkatkan pengembalian atas ekuitas.

Dalam bukunya Weston dan Copeland (1985) menyebutkan bahwa rasio leverage mengukur perbandingan antara dana yang disediakan oleh pemilik perusahaan dengan dana yang berasal dari kreditor perusahaan, mengandung berbagai implikasi, antara lain:

1. Para kreditor akan melihat modal sendiri perusahaan, atau dana yang disediakan pemilik untuk menentukan besarnya margin pengaman (margin of safety). Jika pemilih hanya menyediakan sebagian kecil dari seluruh pembiayaan, maka risiko perusahaan ditanggung terutama oleh para kreditor. 2. Dengan mencari dana yang berasal dari hutang, pemilik memperoleh manfaat

mempertahankan kendali perusahaan dengan investasi yang terbatas.

3. Jika perusahaan memperoleh laba yang lebih besar dari dana yang di pinjam daripada yang harus dibayar sebagai bunga, maka hasil pengembalian (return) kepada para pemilik akan meningkat.

Leverage dapat diukur dengan beberapa rasio salah satunya yaitu debit to equity ratio. DER merupakan perhitungan leverage sederhana yang menunjukkan

proporsipenggunaan hutang terhadap modal yang dimiliki perusahaan. DER dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝐷𝐸𝑅 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠

𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑥 100 %R=Total liabilities/Equitasx 100 %

B. Tujuan Empiris

Tinjauan hasil empiris hasil penelitian terdahulu mengemukakan beberapa konsep yang relevan dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam penelitian ini. Di dalam penelitian ini, fokus penelitian terdahulu yang akan dijadikan acuan adalah:

Tabel 1.2 Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 1. Nugroho, D., & Sugiyanto, E. (2019). pengaruh ukuran perusahaan, umur perusahaan, profitabilitas, net profit margin, dan financialleverage terhadap praktik perataan laba (income smoothing) ( studi empiris pada perusahaan lq45 yang terdaftar di bursa efek indonesia tahun 2014-2016 )

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan, umur

perusahaan, profitabilitas, net profit margin, dan financial leverage terhadap praktik perataan laba pada perusahaan LQ45 yang terdaftar di BEI. Perataan laba adalah cara yang digunakan manajemen perusahaan untuk mengurangi variasi jumlah laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan dengan cara memanipulasi laba, baik melalui metode akuntansi ataupun melalui transaksi. Analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa statistik deskriptif dengan menggunakan model regresi logistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, umur

perusahaan, profitabilitas, net profit margin maupun

berpengaruh terhadap praktik perataan laba.

2.

Herikaningsih Angkasa Putri, 2018 Analisis Pengaruh Faktor Ukuran Perusahaan, Profitabilitas Dan LeverageTerhadap Income Smoothing (Studi Empiris Pada Perusahaan

Manufaktur Yang Listing Di Bei)

IncomeSmoothinghasil penelitian nya menyatakan bahwa profitabilitas bukan faktor pendorong adanya praktik perataan laba. Hasil ini menjelaskan bahwa adalah profit bukan merupakan ukuran penting yang dijadikan patokan oleh investor dalam

menentukan investasi,tetapi lebih memperhatikan resiko yang akan dihadapi.

3.

Kabib, M. K., & Kristiana, I. (2020). Analisis Pengaruh Profitabilitas, Financial Leverage Dan Dividen Payout Ratio Terhadap Income Smoothing Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2014 – 2018

Penelitian ini disusun bertujuan untuk mengetahui tingkat signifikansi variabel Profitabilitas,

FinancialLeverage dan Dividen Payout Ratio terhadap Income Smoothing pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI Periode 2014 – 2018. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 49 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Berdasarkan uji asumsi klasik yaitu uji normalitas, uji

heteroskedastisitas, uji multikolinearitas, dan uji autokorelasi tidak ditemukan adanya penyimpangan. Hal ini menunjukkan bahwa data yang tersedia telah memenuhi syarat untuk digunakan pada model persamaan regresi linier berganda. Hasil analisis

secara parsial menunjukkan jika variabel Profitabilitas dan FinancialLeverage

berpengaruh positif secara signifikan terhadap Income Smoothing.

4

.

Chairunnisa, Y., Ifa Ratifah, S. E.,

pengaruh

profitabilitas dan

Penelitian ini bertujuan untuk memberi gambaran tentang

MSi, A. K., & CA, P. I. (2019). financialleverage terhadap praktik perataan laba (income smoothing)

praktik perataan laba dan untuk mengetahui pengaruh profitabilitas dan

financialleverage terhadap praktik perataan laba perusahaan manufaktur. Operasionalisasi variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas yaitu profitabilitas dan

financialleverage, sedangkan variabel terikat yaitu perataan laba. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan verifikatif. Populasi yang dijadikan penelitian pada penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia periode 2014-2017. Jumlah perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2014-2017 adalah sebanyak 152 perusahaan. Metode pemilihan sampel

Dokumen terkait