• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Landasan Teori

Biaya adalah semua pengeluaran yang dinyatakan dengan uang yang diperlukan untuk menghasilkan sesuatu produk dalam suatu periode produksi. Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani dan pendapatan usahatani adalah selisih antara pengeluaran dan penerimaan dalam usahatani. Pendapatan sangat dipengaruhi oleh banyaknya produksi yang dijual oleh petani sendiri sehingga semakin banyak jumlah produksi maka semakin tinggi pendapatan yang diperoleh (Soekartawi, 1995).

Pendapatan dari usahatani adalah total penerimaan dari nilai penjualan hasil ditambah dari nilai hasil yang dipergunakan sendiri, dikurangi dengan total nilai pengeluaran yang terdiri dari pengeluaran untuk input (pupuk, pestisida dan alat-alat) pengeluaran untuk upah tenaga kerja dan lain-lain (Hernanto, 1993). Dapat dirumuskan sebagai berikut :

Pd = TR – TC Dimana :

Pd = Pendapatan usahatani

TR = Total revenue (total penerimaan) TC = Total cost ( total biaya)

Total pendapatan keluarga adalah seluruh pendapatan keluarga yang berasal dari usahatani kopi, usahatani non kopi dan usaha non pertanian. Kontribusi pendapatan usahatani adalah pendapatan yang diterima dari usahatani dibagi dengan pendapatan keluarga dan dikalikan 100%, sehingga dapat diketahui seberapa besar kontribusi usahatani kopi terhadap pendapatan keluarga.Dapat dilihat pada rumus dibawah ini :

Total pendapatan usahatani

Total pendapatan keluarga petani x 100%

Meningkatnya pendapatan maka meningkat pula pengeluaran untuk keperluan rumah tangga dan pembentukan modal. Menurunnya pendapatan akan menurunkan pula pengeluaran untuk konsumsi dan modal. Tohir (dalam Zebua, 2010).

Adapun faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi pendapatan petani tersebut yaitu :

1. Umur, rata-rata petani Indonesia yang cenderung tua sangat berpengaruh pada produktivitas sektor pertanian Indonesia. Petani berusia tua biasanya cenderung sangat konservatif dalam menyikapi perubahan atau inovasi teknologi. Berbeda halnya dengan petani yang berusia muda.

Umur seseorang pada umumnya dapat mempengaruhi aktivitas petani dalam mengelola usahataninya, dalam hal ini mempengaruhi kondisi fisik dan kemampuan berpikir. Makin muda umur petani, cenderung memiliki fisik yang kuat dan dinamis dalam mengelola usahataninya, sehingga mampu bekerja lebih kuat dari petani yang umurnya tua. Selain itu petani yang lebih muda mempunyai keberanian untuk menanggung resiko dalam mencoba inovasi baru demi kemajuan usahataninya (Syafrudin 2003).

2. Pendidikan, Masri singarimbun dan D.H. Penny mengemukakan banyaknya atau lamanya sekolah/pendidikan yang diterima seseorang akan berpengaruh terhadap kecakapannya dalam pekerjaan tertentu. Sudah tentu kecakapan tersebut akan mengakibatkan kemampuan yang

lebih besar dalam menghasilkan pendapatan bagi rumah tangga. Artinya bahwa kecakapan seseorang dalam suatu lembaga atau organisasi. Faktor terakhir inilah kemudian akan mempengaruhi secara langsung kemampuannya dalam memperoleh pendapatan yang lebih besar.

Mardikanto (1990) menyatakan bahwa pendidikan petani umumnya mempengaruhi cara dan pola pikir petani dalam mengelola usahatani. Pendidikan yang relatif tinggi menyebabkan petani lebih dinamis(Dalam Rini Sri Damihartini dan Amri Jahi, 2005).

3. Lamanya berusahatani, pengalaman seseorang dalam berusahatani berpengaruh dalam menerima inovasi dari luar. Dalam mengadakan suatu penelitian lamanya berusahatani diukur mulai sejak kapan petani itu aktif secara mandiri mengusahakan usahataninya tersebut sampai diadakan penelitian.

Padmowihardjo (1994), mengemukakan bahwa pengalaman baik yang menyenangkan maupun mengecewakan berpengaruh pada proses belajar seseorang. Motivasi berusahatani merupakan usaha yang dilakukan oleh manusia untuk menimbulkan dorongan berbuat atau melakukan tindakan. Motivasi dapat menjelaskan alasan seseorang melakukan sesuatu tindakan (Dalam Rini Sri Damihartini at all, 2004). 4. Jumlah tanggungan, akan semakin banyak anggota keluarga akan

semakin berat beban hidup yang harus dipenuhi, jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi keputusan petani dalam berusahatani. Keluarga yang memiliki sebidang tanah tetap saja jumlahnya semakin

sempit dengan bertambahnya anggota keluarga sementara kebutuhan akan produksi terutama pangan akan semakin bertambah.

Menurut Syafrudin (2003), jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satusumberdaya manusia yang dimiliki petani, terutama yang berusia produktif danikut membantu usahaternaknya, tanggungan keluarga juga bisa menjadi bebankeluarga jika tidak aktif bekerja.

5. Luas Lahan, akan mempengaruhi skala usaha. Dan skala usaha ini pada akhirnya akan mempengaruhi efesien atau tidaknya suatu usaha pertanian. Seringkali dijumpai, makin luas lahan yang dipakai sebagai usaha pertanian maka lahan tersebut semakin tidak efesien. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa luasnya lahan mengakibatkan upaya melakukan tidakan yang mengarah pada segi efesien akan berkurang. Sebaliknya pada lahan yang sempit upaya pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, sehingga usaha pertanian seperti ini lebih efesien. Meskipun demikian lahan yang terlalu kecil cenderung menghasilkan usaha yang tidak efesien pula.

Lahan merupakan sarana produksi bagi usahatani, termasuk salah satu faktor produksi dan pabrik hasil pertanian. Lahan adalah sumberdaya alam fisik yang mempunyai peranan sangat penting bagi petani. Mosher(Dalam Rini Sri Damihartini at all, 2004).

Pengukuran kesejahteraan petani didekati dengan konsep Nilai Tukar Petani (NTP) yang merupakan rasio indeks harga yang diterima petani dan indeks harga yang dibayar petani. Menurut Simatupang, et all, 2007, bahwa penanda kesejahteraan yang unik bagi rumahtangga tani praktis tidak ada, sehingga NTP

menjadi pilihan satu-satunya bagi pengamat pembangunan pertanian. Namun NTP tersebut baru merujuk rumahtangga petani tanaman bahan makanan dan perkebunan saja. Sedangkan rumahtangga petani bahan makanan dan perkebunan, pada umumnya juga memperoleh pendapatan dari usaha pertenrnakan atau perikanan bahkan dari non pertanian.

Penanda kesejahteraan petani dengan NTP dapat didekati dengan berbagai cara sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Oleh karena itu sesuai dengan tujuan penelitian, maka penanda tingkat kesejahteraan petani dengan konsep “Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani (NTPRP)”. Penanda tersebut adalah merupakan ukuran kemampuan rumah tangga petani dalam memenuhi kebutuhan subsistennya. Konsep kebutuhan subsisten disebut juga dengan nilai tukar subsisten. Hutabarat (dalam Zebua, 2010).

Sedangkan menurut konsep Biro Pusat Statistik yang diformulasikan sebagai Nilai Tukar Subsisten (NTS) mendefinisikan bahwa nilai tukar pendapatan baru memasukkan semua usaha pertanian, namun belum memasukkan kegiatan berburuh tani dan sektor non pertanian yang cukup besar memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumahtangga petani (Muchjidin, R. et all. 2000). Oleh karena itu, menurut Muchjidin, R. et al 2000; Riyanto Basuki, et all 2001; Simatupang, et all 2007, bahwa konsep “Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani (NTPRP)” didefinisikan merupakan nisbah antara pendapatan total rumahtangga dengan pengeluaran total rumahtangga. Pendapatan total rumahtangga pertanian merupakan penjumlahan dari seluruh nilai hasil produksi komoditas pertanian yang dihasilkan petani, nilai dari berburuh tani, nilai hasil produksi usaha non pertanian dan lainnya (kiriman, dll). Sedangkan pengeluaran petani merupakan

penjumlahan dari pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dan pengeluaran untuk biaya produksi (Sugiarto, 2008).

Secara matematis Konsep Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani adalah sebagai berikut :

NTPRP = Y/E Y = Yp + Ynp E = Ep + Ek Dimana :

NTPRP = Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani Y = Pendapatan

E = Pengeluaran

Yp = Total pendapatan dari usaha pertanian Ynp = Total pendapatan dari non pertanian Ep = Total pengeluaran untuk usaha pertanian Ek = Total pengeluaran untuk usaha non pertanian.

Nilai tukar pendapatan rumahtangga petani (NTPRP) yang digunakan sebagai tolak ukur kesejahteraan rumahtangga petani kopi adalah < 1, artinya bahwa tingkat kesejahteraan rumahtangga petani kopi masih belum masuk kategori sejahtera. Dan > 1, artinya bahwa tingkat kesejahteraan rumahtangga petani kopi masuk kategori sejahtera. Hutabarat (dalam Zebua, 2010).

Dokumen terkait