SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN USAHATANI KOPI TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
(STUDI KASUS KABUPATEN ACEH TENGAH DAN KABUPATEN BENER MERIAH)
OLEH
TONI ARTHA 110501040
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN USAHATANI KOPI TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
(STUDI KASUS KABUPATEN ACEH TENGAH DAN KABUPATEN BENER MERIAH)
Daerah penelitian dan pengambilan sampel ditentukan secara purposive sampling yaitu di kabupaten Aceh Tengah dan kabupaten Bener Meriah dengan jumlah sampel sebanyak 100 responden. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya kontribusi pendapatan dari kopi terhadap pendapatan keluarga petani kopi, mengetahui pengaruh faktor sosial ekonomi, yaitu umur, pendidikan, lamanya berusahatani, jumlah tanggungan dan luas lahan terhadap pendapatan keluarga petani kopi. Dan mengetahui besarnya pengaruh total pendapatan terhadap kesejahteraan petani kopi.
Hasil penelitian menunjukkan kontribusi pendapatan dari kopi di kabupaten Bener Meriah sebesar 49,06 % dan kabupaten Aceh Tengah sebesar 53,31 % terhadap total pendapatan keluarga, kontribusi pendapatan dari non kopi di kabupaten Bener Meriah sebesar 31,24% dan kabupaten Aceh Tengah sebesar 21,06 %, dan kontribusi dari non pertanian terhadap total pendapatan keluarga di kabupaten Bener Meriah sebesar 19,70% dan kabupaten Aceh Tengah sebesar 25,63 %. Menjelaskan bahwa kontribusi pendapatan dari kopi terhadap pendapatan keluarga lebih besar dibandingkan dari kontribusi pendapatan dari non kopi dan kontribusi dari non pertanian.
Tidak ada pengaruh umur, pendidikan, lamanya berusahatani dan jumlah tanggungan dengan pendapatan petani kopi. Sedangkan luas lahan memiliki hubungan dengan pendapatan petani kopi.
Kesejahteraan petani kopi yang dihitung dengan menggunakan konsep Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani (NTPRP) di kabupaten Bener Meriah adalah 1,47 dan kabupaten aceh tengah sebesar 1,57 artinya bahwa besarnya pendapatan yang diperoleh masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran mereka.
ABSTRACT
ANALYSIS OF COFFEEFARMINGINCOMEOVER THE EFFECTON THE LEVEL OFWELFARESOCIETY
(THE CASE OF THE STUDY IS INKABUPATEN ACEH TENGAH AND KABUPATEN BENER MERIAH)
The area of this research and the way of the sampling is determined by purposive sampling, it has been taken in kabupaten Aceh Tengah dan kabupaten Bener Meriah, there are 100 respondents as the samples. The purpose of this research is for finding out the increasing of the contribution of every coffee farmers’ income and for finding out the effect of the social economic such as ages, the level of education, duration of being a farmer, number of dependents and the extent of the land over the income of the family, and for knowing the influence of the revenue over the welfare of the farmers.
The result of this research indicates contribution of the revenue of coffee in kabupaten Bener Meriah is 49,06 % and in kabupaten Aceh Tengah is 53,31% of total the farmers’ family income, the contribution of the income of non-coffee in kabupaten Bener Meriah is 31,24% and in kabupaten Aceh Tengah is 21,06 %, andthe contribution of non-agricultural over total of the farmers’ family income in kabupaten Bener Meriah is 19,70% and in kabupaten Aceh Tengah is 25,63 %, it means the contribution of the revenue between coffee and the income of every family is higher than the contribution of coffee and the contribution of non-agriculture.
There is no effect of ages, education, duration of being a farmer and the number of dependents over the revenue of the farmers. Whereas land area has an effect on the income of coffee farmers.
The welfare of coffee farmers are calculated using the concept of Farmers Household Income Exchange (NTPRP) in kabupaten Bener Meriah is 1.47 and kabupaten aceh tengah of 1.57 means that the amount of the income is sufficient to meet the needs of their expenses.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat dan karunia-Nya. Tak lupa pula shalawat beserta salam penulis panjatkan keharibaan Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya ke alam yang penuh ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsiini yang berjudul “Analisis Pengaruh Pendapatan Usahatani Kopi Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus Kabupaten Aceh Tengah Dan Kabupaten Bener Meriah)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan mungkin bisa tanpa bantuan, bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak. Tiada kata yang paling indah selain mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam mengatasi kesulitan-kesulitan dalam penelitian ini.Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr., dr, Syahril Pasaribu, DTM&H, Msc, (CTM), Sp, A(K) selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, SE., M.Ec.,Ac.,Ak., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE., M.Ec., selaku Ketua Departemen Ekonomi
Pembangunan dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si., selaku
Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Irsyad Lubis, SE., M.Soc.Sc., Ph.D., selaku Ketua Program Studi S1
Ekonomi Pembangunan dan Bapak Paidi Hidayat, SE., M.Si., selaku
Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan
5. Bapak Dr. Hasan Basri Tarmizi, SU., selaku dosen pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktunya dan memberi masukan dari awal sehingga
terselesaikannya skripsi ini.
6. Bapak Dr. Rujiman, MA dan Bapak Drs. Rachmat Sumanjaya HSB, M.Si,
selaku dosen pembaca dan penilai yang telah meluangkan waktunya dan
memberi masukan terhadap skripsi ini.
7. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sumatera Utara, terutama Departemen Ekonomi Pembangunan.
8. Ayahanda Harifinsyah dan Ibunda tercinta Suarni yang telah ikut serta
memberikan dukungan do’a, materi serta motivasinya hingga selesainya
penulisan skripsi ini.
9. Paman dan bibi beserta adek-adekku tercinta Fahri Husaini, Simah Bengi dan
Khaira Saumina yang selalu memotivasi dukungan dan Do’a hingga
selesainya skripsi ini.
10.Seluruh responden petani kopi di kabupaten Bener Meriah dan kabupaten
Aceh Tengah yang telah memberikan waktu dan informasi kepada penulis.
11.Teman-teman terdekat saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu serta
teman-teman stambuk 2011 Ekonomi Pembangunan yang juga memberikan
semangat, doa dan dukungannya kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan
baik dalam penulisan maupun dalam pembahasannya. Untuk itu kritik dan saran
yang bersifat membangun dan mengarah kepada penyempurnaan karya tulis ini
Akhirnyapenulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi
penulis dan para pembaca serta pihak-pihak lain yang memerlukannya . Amin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Medan, Juni 2015 penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan dan Manfaat ... 7
1.3.1Tujuan Penelitian ... 7
1.3.2Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Usahatani ... 9
2.2 Kopi ... 11
2.2.1 Pentingnya Tanaman Kopi ... 11
2.2.2 Sejarah Perkembangan Kopi Di Dunia ... 12
2.2.3 Sejarah Perkebunan Kopi Di Indonesia ... 15
2.2.4 Prospek Komoditas Kopi ... 16
2.3 Pendapatan ... 17
2.3.1 Pengertian Pendapatan ... 17
2.3.2 Pendapatan Usahatani Kopi ... 19
2.3.3 Pendapatan Usahatani Non Kopi ... 19
2.3.4 Pendapatan Non Pertanian ... 20
2.4 Tingkat Kesejahteraan ... 21
2.5 Regresi Linier Berganda ... 23
2.5.1 Uji Asumsi Klasik ... 25
2.5.2 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 27
2.6 Landasan Teori ... 30
2.7 Penelitian Terdahulu ... 35
2.8 Kerangka Pemikiran ... 36
BAB III METODE PENELITIAN ... 39
3.1 Jenis Penelitian ... 39
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 39
3.3 Definisi dan Batasan Operasional ... 40
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 41
3.4.1 Populasi ... 41
3.4.2 Sampel ... 41
3.5 Jenis Data ... 41
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 42
3.7.1 Analisis Pendapatan Petani kopi ... 42
3.7.2 Analisis Faktor Sosial Ekonomi ... 43
3.7.3 Analisis Tingkat Kesejahteraan ... 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46
4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 46
4.1.1 Kabupaten Bener Meriah ... 46
4.1.1.1 Letak Geografi Dan Luas Wilayah ... 46
4.1.1.2 Keadaan Penduduk ... 47
4.1.1.3 Sarana Dan Prasarana ... 49
4.1.2 Kabupaten Aceh Tengah ... 51
4.1.2.1 Letak Geografi Dan Luas Wilayah ... 51
4.1.2.2 Keadaan Penduduk ... 52
4.1.2.3 Sarana Dan Prasarana ... 55
4.2 Karakteristik Petani Sampel ... 57
4.2.1 Umur ... 57
4.2.2 Tingkat Pendidikan ... 58
4.2.3 Lamanya Berusahatani (Pengalaman) ... 59
4.2.4 Jumlah Tanggungan ... 60
4.2.5 Luas Lahan ... 61
4.3 Biaya Produksi ... 62
4.4 Pendapatan ... 63
4.5 Konsumsi Rumah Tangga ... 65
4.6 Kontribusi Pendapatan Petani Dari Kopi ... 67
4.7 Faktor Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Pendapatan 69 4.7.1 Uji Asumsi Klasik ... 69
4.7.1.1 Uji Asumsi Multikolinieritas ... 70
4.7.1.2 Uji Asumsi Heteroskedastisitas ... 70
4.7.1.3 Uji Asumsi Normalitas ... 72
4.7.2 Uji Kesesuaian (Test of Goodnes of Fit) ... 74
4.7.2.1 Uji F-Statistik ... 75
4.7.2.2 Uji t-Statistik ... 76
4.8 Tingkat Kesejahteraan Petani Sampel ... 79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 82
5.1 Kesimpulan ... 82
5.2 Saran ... 83
DAFTAR PUSTAKA ... 84
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
1.1 Luas Tanam Dan Produksi Kopi Perkebunan Rakyat
Menurut Kabupaten/Kota, 2013 ... 6 2.1 Luas Areal Tanaman Kopi Perkebunan Rakyat Dan
Perkebunan Besar, 2005-2013 ... 12 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Di Kabupaten
Bener Meriah, 2013 ... 47 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Sex Rasio
Dan Kecamatan Di Kabupaten Bener Meriah, 2013 ... 48 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur Dan Jenis
Kelamin Di Kabupaten Bener Meriah, 2013 ... 48 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Di Kabupaten
Aceh Tengah, 2013 ... 53 4.5 Jumlah Penduduk Dan Sex Rasio Menurut Kecamatan
Dan Jenis Kelamin Di Kabupaten Aceh Tengah, 2013 ... 53 4.6 Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur Dan jenis
Kelamin Di Kabupaten Aceh Tengah, 2013 ... 54 4.7 Jumlah Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan
Usaha (Jiwa) Di Kabupaten Aceh Tengah, 2013 ... 55 4.8 Rata-rata Umur Petani Sampel Di Kabupaten Bener
Meriah Dan Kabupaten Aceh Tengah ... 57 4.9 Rata-rata Tingkat Pendidikan Petani Sampel Di
Kabupaten Bener Meriah Dan Kabupaten Aceh Tengah ... 59 4.10 Rata-rata Lamanya Berusahatani (Pengalaman) Petani
Sampel Di Kabupaten Bener Meriah Dan Kabupaten
Aceh Tengah ... 60 4.11 Rata-rata Jumlah Tanggungan Petani Sampel Di
Kabupaten Bener Meriah Dan Kabupaten Aceh Tengah ... 61 4.12 Rata-rata Luas Lahan Yang Dimiliki Petani Sampel Di
Kabupaten Bener Meriah Dan Kabupaten Aceh Tengah ... 62 4.13 Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Kopi Di Kabupaten
Bener Meriah Dan Kabupaten Aceh Tengah ... 63 4.14 Rata-rata Penerimaan Usahatani Kopi Dan Rata-rata
Biaya Produksi Per Tahun Di Kabupaten Bener Meriah
Dan Kabupaten Aceh Tengah ... 64 4.15 Rata-rata Pengeluaran Konsumsi Pangan Per Tahun Di
Kabupaten Bener Meriah Dan Kabupaten Aceh Tengah ... 65 4.16 Rata-rata Pengeluaran Konsumsi Non Pangan Per Tahun
Di Kabupaten Bener Meriah Dan Kabupaten Aceh
Tengah ... 66 4.17 Rata-rata Total Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Per Tahun Di Kabupaten Bener Meriah Dan Kabupaten
4.18 Rata-rata Pendapatan Keluarga Petani Sampel Di
Kabupaten Bener Meriah Dan Kabupaten Aceh Tengah ... 67
4.19 Hasil Uji Asumsi Multikolinieritas Model Faktor Sosial Ekonomi Di Kabupaten Bener Meriah Dan Kabupaten Aceh Tengah Menggunakan Statistik Kolonieritas ... 70
4.20 Uji F (Kabupaten Bener Meriah) ... 75
4.21 Uji F (Kabupaten Aceh Tengah) ... 76
4.22 Uji t (Kabupaten Bener Meriah) ... 77
4.23 Uji t (Kabupaten Aceh Tengah) ... 77
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1 Kurva Uji t-statistik ... 28
2.2 Kurva Uji F-statistik ... 29
2.3 Kerangka Pemikiran ... 38
4.1 Peta Kabupaten Bener Meriah ... 46
4.2 Peta Kabupaten Aceh Tengah ... 51
4.3 Gambar Grafik Uji Asumsi Heteroskedastisitas (a) Kabupaten Bener Meriah Dan (b) Kabupaten Aceh Tengah ... 72
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
1 Kuisioner ... 86 2 Faktor Sosial Ekonomi Petani Kopi Di Kabupaten Bener
Meriah, 2015 ... 88 3 Faktor Sosial Ekonomi Petani Kopi Di Kabupaten Aceh
Tengah, 2015 ... 89 4 Penerimaan Usahatani Kopi Di Kabupaten Bener Meriah, 2015 ... 90 5 Penerimaan Usahatani Kopi Di Kabupaten Aceh Tengah, 2015 ... 92 6 Total Biaya Produksi Usahatani Kopi Di Kabupaten
Bener Meriah, 2015 ... 94 7 Total Biaya Produksi Usahatani Kopi Di Kabupaten
Aceh Tengah, 2015 ... 96 8 Total Pendapatan Usahatani Kopi Di Kabupaten Bener
Meriah, 2015 ... 98 9 Total Pendapatan Usahatani Kopi Di Kabupaten Aceh
Tengah, 2015 ... 100 10 Pendapatan Petani Berdasarkan Sumber Pendapatan
Keluarga Di Kabupaten Bener Meriah, 2015 ... 102 11 Pendapatan Petani Berdasarkan Sumber Pendapatan
Keluarga Di Kabupaten Aceh Tengah, 2015 ... 104 12 Pendapatan Petani Berdasarkan Sumber Pendapatan
Keluarga Serta Kontribusinya Terhadap Total
Pendapatan Petani Di Kabupaten Bener Meriah, 2015 .. 106 13 Pendapatan Petani Berdasarkan Sumber Pendapatan
Keluarga Serta Kontribusinya Terhadap Total
Pendapatan Petani Di Kabupaten Aceh Tengah, 2015 ... 109 14 Pengeluaran Konsumsi Pangan Petani Kopi Di
Kabupaten Bener Meriah, 2015 ... 112 15 Pengeluaran Konsumsi Pangan Petani Kopi Di
Kabupaten Aceh Tengah, 2015 ... 114 16 Pengeluaran Konsumsi Non Pangan Petani Kopi Di
Kabupaten Bener Meriah, 2015 ... 116 17 Pengeluaran Konsumsi Non Pangan Petani Kopi Di
Kabupaten Aceh Tengah, 2015 ... 118 18 Total Pengeluaran Konsumsi Pangan Dan Non Pangan
Petani Kopi Di Kabupaten Bener Meriah, 2015 ... 120 19 Total Pengeluaran Konsumsi Pangan Dan Non Pangan
Petani Kopi Di Kabupaten Aceh Tengah, 2015 ... 122 20 Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani (NTPRP)
Di Kabupaten Bener Meriah, 2015 ... 124 21 Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani (NTPRP)
22 Hasil Uji IBM SPSS Statistics V21 Kabupaten Bener
Meriah ... 130 23 Hasil Uji IBM SPSS Statistics V21 Kabupaten Aceh
ABSTRAK
ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN USAHATANI KOPI TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
(STUDI KASUS KABUPATEN ACEH TENGAH DAN KABUPATEN BENER MERIAH)
Daerah penelitian dan pengambilan sampel ditentukan secara purposive sampling yaitu di kabupaten Aceh Tengah dan kabupaten Bener Meriah dengan jumlah sampel sebanyak 100 responden. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya kontribusi pendapatan dari kopi terhadap pendapatan keluarga petani kopi, mengetahui pengaruh faktor sosial ekonomi, yaitu umur, pendidikan, lamanya berusahatani, jumlah tanggungan dan luas lahan terhadap pendapatan keluarga petani kopi. Dan mengetahui besarnya pengaruh total pendapatan terhadap kesejahteraan petani kopi.
Hasil penelitian menunjukkan kontribusi pendapatan dari kopi di kabupaten Bener Meriah sebesar 49,06 % dan kabupaten Aceh Tengah sebesar 53,31 % terhadap total pendapatan keluarga, kontribusi pendapatan dari non kopi di kabupaten Bener Meriah sebesar 31,24% dan kabupaten Aceh Tengah sebesar 21,06 %, dan kontribusi dari non pertanian terhadap total pendapatan keluarga di kabupaten Bener Meriah sebesar 19,70% dan kabupaten Aceh Tengah sebesar 25,63 %. Menjelaskan bahwa kontribusi pendapatan dari kopi terhadap pendapatan keluarga lebih besar dibandingkan dari kontribusi pendapatan dari non kopi dan kontribusi dari non pertanian.
Tidak ada pengaruh umur, pendidikan, lamanya berusahatani dan jumlah tanggungan dengan pendapatan petani kopi. Sedangkan luas lahan memiliki hubungan dengan pendapatan petani kopi.
Kesejahteraan petani kopi yang dihitung dengan menggunakan konsep Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani (NTPRP) di kabupaten Bener Meriah adalah 1,47 dan kabupaten aceh tengah sebesar 1,57 artinya bahwa besarnya pendapatan yang diperoleh masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran mereka.
ABSTRACT
ANALYSIS OF COFFEEFARMINGINCOMEOVER THE EFFECTON THE LEVEL OFWELFARESOCIETY
(THE CASE OF THE STUDY IS INKABUPATEN ACEH TENGAH AND KABUPATEN BENER MERIAH)
The area of this research and the way of the sampling is determined by purposive sampling, it has been taken in kabupaten Aceh Tengah dan kabupaten Bener Meriah, there are 100 respondents as the samples. The purpose of this research is for finding out the increasing of the contribution of every coffee farmers’ income and for finding out the effect of the social economic such as ages, the level of education, duration of being a farmer, number of dependents and the extent of the land over the income of the family, and for knowing the influence of the revenue over the welfare of the farmers.
The result of this research indicates contribution of the revenue of coffee in kabupaten Bener Meriah is 49,06 % and in kabupaten Aceh Tengah is 53,31% of total the farmers’ family income, the contribution of the income of non-coffee in kabupaten Bener Meriah is 31,24% and in kabupaten Aceh Tengah is 21,06 %, andthe contribution of non-agricultural over total of the farmers’ family income in kabupaten Bener Meriah is 19,70% and in kabupaten Aceh Tengah is 25,63 %, it means the contribution of the revenue between coffee and the income of every family is higher than the contribution of coffee and the contribution of non-agriculture.
There is no effect of ages, education, duration of being a farmer and the number of dependents over the revenue of the farmers. Whereas land area has an effect on the income of coffee farmers.
The welfare of coffee farmers are calculated using the concept of Farmers Household Income Exchange (NTPRP) in kabupaten Bener Meriah is 1.47 and kabupaten aceh tengah of 1.57 means that the amount of the income is sufficient to meet the needs of their expenses.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian dan perkebunan memegang peranan penting dan
merupakan sektor dalam perekonomian negara berkembang termasuk Indonesia.
Pentingnya sektor-sektor pertanian dan perkebunan di tunjukkan oleh beberapa
faktor diantaranya sektor pertanian dan perkebunan yang dapat memberikan
sumbangan yang besar terhadap kesejahteraan rakyat Indonesia.Salah satu
komoditi perkebunan yang mempunyai peluang sangat besar adalah tanaman kopi
dan Indonesia adalah 5 negara penghasil kopi terbesar di dunia.
Tanaman kopi merupakan komoditi ekspor yang cukup menggembirakan
karena mempunyai nilai ekonomis yang relatif tinggi di pasaran dunia. Sampai
saat ini sasaran pasar komoditas kopi Indonesia masih mengandalkan pasar ekspor
yang tersebar di berbagai kota besar di Negara maju antara lain: Jepang, Amerika
Serikat, Jerman, Italia dan Belanda, hal ini dikarenakan konsumsi per kapita
dalam negeri sendiri masih sangat rendah dan pertumbuhannya pun juga rendah,
sementara di pusat-pusat konsumen di luar negeri, pertumbuhan konsumsi
tampaknya cukup mantap. Dengan demikian perubahan harga di pasar dunia dan
dalam negeri mempunyai hubungan yang erat dan bahkan mungkin saling
mempengaruhi satu sama lain, karena harga yang akan diterima oleh pengekspor
akan menjadi dasar penentuan harga yang akan dibayar ke pedagang perantara
dan secara berantai akhirnya kepada petani produsen dan sebaliknya. Selanjutnya
harga yang diterima petani akan menjadi penentu seberapa banyak volume
produksi kopi yang akan dijual ke pasar atau ke pedagang perantara atau
Kopi salah satu hasil perkebunan Indonesia yang memberikan banyak
pemasukkan khususnya di sektor perekonomian, sehingga kesejahteraan petani
kopi seharusnya meningkat. Tetapi, pada realitanya para petani kopi di Indonesia
hidupnya jauh dari standar berkecukupan. Hal ini terjadi karena kopi yang
dihasilkan Indonesia dibeli oleh para pengusaha luar negeri dengan harga yang
sangat murah. Kemudian hasil olahan kopi dijual di Indonesia dengan harga yang
mahal. Seharusnya pemerintah memberikan standar harga untuk kopi bermutu
agar pendapatan petani kopi di Indonesia meningkat, sehingga bisa meningkatkan
kesejahteraan para petani.
Moebyarto (1984), menyampaikan secara umum mutu kopi yang dihasilkan
Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara produsen kopi lainnya,
hal ini disebabkan karena penanganan proses produksinya sederhana. Sekitar 80%
luas areal tanaman kopi di Indonesia dikelola oleh rakyat dengan sistem pertanian
dan teknik budidaya masih tradisional, perlakuan dalam proses pasca panen dan
kondisi sosial petani kopi yang relatif sederhana. Produktivitas kopi per hektarnya
juga relatif rendah, hal ini dipengaruhi oleh iklim, ekologi tanah dan sistem
pertanian yang masih tradisional. Produktivitas kopi di Indonesia hanya rata-rata
500 Kg/ha, sementara Brazil mencapai 600 Kg/ha, Costarica mencapai 1.200
Kg/ha dan Colombia menghasilkan 800 Kg/ha. Ilyas (dalam Nainggolan, 2012).
Ditinjau dari perspektif pembangunan pertanian secara lebih luas, bahwa
pembangunan pertanian perlu mendapat perhatian yang lebih baik, sekalipun
pilihan prioritas pada kebijaksanaan industrialisasi sudah dijatuhkan. Namun
sektor pertanian dapat memiliki kemampuan untuk menghasilkan surplus. Hal ini
yang lebih tinggi dan memungkinkan mereka menabung dan mengakumulasikan
modal (Rahardjo, 1995).
Pembangunan pertanian merupakan proses yang dinamis membawa dampak
perubahan struktural sosial dan ekonomi, pembangunan pertanian dihadapkan
pada kondisi lingkungan strategis, terus berkembang yang diarahkan pada
komoditas unggulan yang mampu bersaing hingga ke pasar internasional, hal ini
dihubungkan dengan kemajuan iptek di sektor pertanian untuk menghasilkan
barang dan jasa yang dibutuhkan pasar. Salim (dalam Zebua, 2010).
Tujuan kebijakan ekonomi adalah menciptakan kemakmuran, salah satu
ukuran kemakmuran terpenting adalah pendapatan. Pendapatan regional adalah
tingkat besarnya pendapatan pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat
diukur dari total pendapatan wilayah maupun pendapatan rata-rata masyarakat
pada wilayah tersebut. Tarigan (dalam Zebua, 2010).
Pembangunan ekonomi untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat sangat
diperlukan saat ini, sementara pembangunan itu sendiri pada mulanya diartikan
sebagai peningkatan kapasitas ekonomi untuk meningkatkan pendapatan nasional
per jiwa/kapita/penduduk. Salim (dalam Zebua, 2010).
Petani sebagai makhluk sosial juga ingin mempunyai taraf hidup yang sesuai
dalam hidupnya. Peningkatan taraf hidup tersebut diperoleh petani dengan cara
meningkatkan pendapatannya. Untuk memperoleh pendapatan yang tinggi mereka
melaksanakan berbagai kegiatan dengan mengembangkan berbagai kemungkinan
komoditi pertanian dan perkebunan lain (diversifikasi usahatani) yang secara
ekonomis menguntungkan jika lahan pertaniannya memungkinkan.
membantu peningkatan kesejahteraan petani karena terbatasnya potensi
pengembangan usahatani. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa peningkatan
pendapatan sektor pertanian akan mampu menurunkan angka kemiskinan petani.
Rosyidi (dalam Zebua, 2010).
Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah merupakan
kabupaten yang terletak di Propinsi Aceh yang memiliki potensi sumber daya
alam (SDA) yang potensial terutama dibidang pertanian dan perkebunan karena
selain mampu menghasilkan bahan pangan juga mampu menghasilkan komoditi
ekspor sebagai sumber devisa Negara.
Di Kabupaten Aceh Tengah kopi tidak hanya menjadi komoditi utama
dalam bidang pertanian, kopi juga merupakan pemasok utama di bidang
perdagangan. Tercatat pada tahun 2013, volume kopi yang di ekspor dari
Kabupaten Aceh Tengah ke luar Negeri sebanyak 4.604,18 ton dengan nilai
ekspor mencapai 276,57 juta US$. Sedangkan Kabupaten Bener Meriah, total
ekspor kopi pada tahun 2013 mencapai 540 ton, mengalami penurunan drastis bila
dibandingkan dengan ekspor kopi tahun 2012 yang mencapai 1.258 ton (Aceh
Tengah dan Bener Meriah Dalam Angka, 2014).
Kopi memang telah menjadi komoditi andalan bagi sebagian masyarakat
Kabupaten Aceh tengah dan Kabupaten Bener meriah, hal ini terbukti dari jumlah
petani kopi di Kabupaten Aceh Tengah yang saat ini diperkirakan mencapai
34.476 keluarga. Jumlah tersebut setara dengan hampir 90 persen total jumlah
penduduk Kabupaten Aceh Tengah. Kondisi yang sama juga terjadi di Kabupaten
Bener Meriah. Jumlah petani kopi di Kabupaten Bener Meriah mencapai sekitar
di Kabupaten Bener Meriah menggantungkan hidup pada hasil perkebunan kopi
(Pertanian Sehat Indonesia, 2013).
Data statistik 2014 menunjukkan bahwa luas tanam dan produksi kopi di
Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah merupakan yang terluas
dan tertinggi dari pada kabupaten lainnya yaitu 50.615 Ha dengan hasil produksi
27.842 ton di Kabupaten Aceh Tengah. Sedangkan di Kabupaten Bener Meriah,
luas tanam dan produksi kopi adalah seluas 51.291 Ha dengan hasil produksi
Tabel 1.1
Luas Tanam dan Produksi kopi Perkebuna Rakyat Menurut Kabupaten /Kota, 2013
No Kabupaten/ Kota
Luas Tanam (Ha) Produksi
(ton) Belum
menghasilkan Menghasilkan
Tua/
Rusak Jumlah
1 Simeulue - - - - -
2 Aceh Singkil 33 124 6 163 60
3 Aceh Selatan 164 984 293 1.441 312
4 Aceh Tenggara - 49 23 72 46
5 Aceh Timur - 494 20 514 124
6 Aceh Tengah 5.462 39.069 6.084 50.615 27.842
7 Aceh Barat 15 407 127 549 81
8 Aceh Besar 285 1.341 10 1.636 710
9 Pidie 393 3.851 5.328 9.572 1.569
10 Bireuen 1 7 - 8 3
11 Aceh Utara - 366 609 975 187
12 Aceh Barat Daya 83 192 150 425 125
13 Gayo Lues 2.255 1.902 613 4.770 1.145
14 Aceh Tamiang 11 5 2 18 1
15 Nagan Raya 6 94 49 149 45
16 Aceh Jaya 464 484 511 1.459 205
17 Bener Meriah 7.366 28.259 15.666 51.291 15.808
18 Pidie Jaya 12 32 27 71 10
19 Banda Aceh - - - - -
20 Sabang - - - - -
21 Langsa - - - - -
22 Lhokseumawe - 8 - 8 5
23 Subulussalam 2 7 19 28 5
Jumlah 16.552 77.675 29.637 123.764 48.282
Sumber : Dinas Perkebunan Aceh 2014
Secara umum volume ekspor kopi dan produksi kopi di Kabupaten Aceh
Tengah dan Kabupaten Bener Meriah sangatlah tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa komoditi kopi memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai komoditi
andalan di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah, sehingga
memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan yang tentunya akan mampu
penelitian ini dimaksudkan untuk “Menganalisis Pengaruh Pendapatan Usahatani Kopi Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat “(Studi Kasus Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah)”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka beberapa
masalah dapat dirumuskan sebagai dasar kajian dalam penelitian dan sebagai cara
untuk mengambil suatu keputusan diakhir penulisan skripsi. Adapun perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Berapa besar kontribusi pendapatan petani dari kopi terhadap
pendapatan keluarga ?
2. Apakah ada pengaruh faktor sosial ekonomi, yaitu umur (X1),
pendidikan (X2), lamanya berusahatani (X3), jumlah tanggungan (X4)
dan luas lahan (X5) terhadap pendapatan ?
3. Berapa besar pengaruh total pendapatan terhadap kesejahteraan petani
kopi ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui besarnya kontribusi pendapatan petani dari kopi
terhadap pendapatan keluarga.
2. Untuk mengetahui pengaruh faktor sosial ekonomi, yaitu umur (X1),
pendidikan (X2), lamanya berusahatani (X3), jumlah tanggungan (X4)
3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh total pendapatan terhadap
kesejahteraan petani kopi.
b. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah terutama
Dinas pertanian dan Perkebunan dalam meningkatkan produksi kopi
agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani kopi.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi petani kopi untuk meningkatkan
produksi kopi di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener
Meriah.
3. Sebagai bahan referensi bagi penulis lainnya yang ingin melakukan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani
Kegiatan ekonomi yang dapat menghasilkan barang dan jasa disebut
berproduksi, begitu pula dalam kegiatan usahatani yang meliputi sub sektor
kegiatan ekonomi pertanian tanaman pangan, perkebunan tanaman karas,
perikanan dan peternakan adalah merupakan usahatani yang menghasilkan
produksi. Untuk lebih menjelaskan pengertian usahatani dapat diikuti dari definisi
yang dikemukakan oleh Moebyarto (dalam Nursiah, 2012) yaitu usahatani adalah
himpunan sumber-sumber alam yang terdapat pada sektor pertanian itu diperlukan
untuk produksi pertanian, tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan
di atas tanah dan sebagainya, atau dapat dikatakan bahwa pemanfaatan tanah
untuk kebutuhan hidup.
Pengrtian di atas dapat dijelaskan bahwa pada mulanya usahatani bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga petani, segala jenis tanaman dicoba dan
dibudidayakan. Segala jenis ternak dicoba dan dipopulasikan, sehingga ditemukan
jenis yang cocok dengan kondisi alam setempat, kemudian disesuaikan dengan
prasarana yang harus disiapkan guna menunjang keberhasilan produk usahatani.
Menurut Mosher (dalam Nursiah, 2012) mengemukakan usahatani adalah
bagian permukaan bumi dimana seorang petani dan keluarganya atau badan
hukum lainnya bercocok tanam atau memelihara ternak.
Menurut Soekartawi (dalam Nursiah, 2012) mendefinisikan usahatani
sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan
sumberdaya yang ada secara afektif dan efisien untuk tujuan memperoleh
Moebyarto (dalam Nursiah, 2012) mengemukakan bahwa usahatani adalah
himpunan sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang dilakukan untuk
produksi pertanian. Jadi usahatani yang sesungguhnya tidak sekedar hanya
terbatas pada pengambilan hasil, melainkan benar-benar usaha produksi, sehingga
di sini berlangsung pendayagunaan tanah, investasi, tenaga kerja dan manajemen.
Tingkat keberhasilan dalam pengelolaan usahatani sangat ditentukan oleh
keempat faktor di atas.
Menurut Soekartawi (dalam Nursiah, 2012) menyatakan bahwa berhasil di
dalam suatu kegiatan usahatani tergantung pada pengelolaannya karena walaupun
ketiga faktor yang lain tersedia, tetapi tidak adanya manajemen yang baik, maka
penggunaan dari faktor-faktor produksi yang lain tidak akan memperoleh hasil
yang optimal.
Bagi seorang petani, analisa pendapatan merupakan ukuran keberhasilan
dari suatu usahatani yang dikelola dan pendapatan ini digunakan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari dan bahkan dapat dijadikan sebagai modal untuk
memperluas usahataninya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Patong (dalam
Nursiah, 2012) bahwa bentuk jumlah pendapatan mempunyai fungsi yang sama
yaitu memenuhi kebutuhan sehari-hari dan memberikan kepuasan kepada petani
agar dapat melanjutkan usahanya.
Lebih lanjut dikatakan oleh Hernanto (dalam Nursiah, 2012) bahwa
besarnya pendapatan petani dan usahatani dapat menggambarkan kemajuan
ekonomi usahatani dan besarnya tingkat pendapatan ini juga digunakan untuk
Soeharjo dan Patong (dalam Nursiah, 2012) menyatakan bahwa analisis
pendapatan usahatani memerlukan dua hitungan pokok, yaitu keadaan penerimaan
dan keadaan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan
usahatani berwujud tiga hal, yaitu :
1. Hasil penjualan tanaman, ternak, dan hasil ternak
2. Produksi yang dikonsumsikan keluarga
3. Kenaikan nilai industri
2.2 Kopi
Kopi adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang ternasuk dalam family
Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuh tegak, bercabang, dan tinggi
dapat mencapai 12 meter. Daunnya bulat telur dan ujungnya agak meruncing.
Daun tumbuh pada batang, cabang, dan ranting (Anonymous, 1982).
2.2.1 Pentingnya Tanaman Kopi
Sudah beberapa abad lamanya, kopi menjadi bahan perdagangan,
maka dalam menyukseskan pelita ini, perkebunan kopi mendapat
kepercayaan dan tugas berat dari pemerintah untuk menghasilkan kopi
sebagai bahan ekspor. Sebab dari berbagai penjuru dunia banyak orang yang
suka minum kopi, tetapi negaranya tidak menghasilkan kopi, sehingga
Negara tersebut harus membeli dari Negara lain. Maka dewasa ini tanaman
kopi lebih meluas.
Perluasan perkebunan kopi itu tidak hanya terbatas pada perusahaan
perkebunan besar saja, akan tetapi justru perkebunan rakyatlah yang
1.193,10 Ha dan 47.000,8 Ha luas perkebunan besar. Hal ini dapat kita lihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.1
Luas Areal Tanaman Kopi Perkebunan Rakyat dan Perkebunan Besar, 2005-2013 Tahun Perkebunan Rakyat (Ha) Perkebunan Besar (000 Ha)
2005 1.202,40 52,9
2006 1.255,10 53,6
2007 1.243,40 52,5
2008 1.236,80 58,3
2009 1.217,50 48,7
2010 1.162,80 47,6
2011 1.185,00 48,7
2012 1.187,70 47,6
2013* 1.193,10 47,8
Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan
Daerah-daerah yang rakyatnya banyak menanam kopi adalah Aceh,
Sumatera Selatan/Lampung, Bali dan Sulawesi Selatan. Sedangkan yang
diusahakan oleh perusahaan perkebunan besar adalah Jawa Timur dan Jawa
Tengah. Dengan demikian yang menghasilkan bahan ekspor itu bukan hanya
perkebunan besar saja, tetapi tanaman rakyat pun menghasilkan bahan
ekspor.
Dari hasil ekspor ini, negara dapat memperoleh uang dalam jumlah
besar, sehingga dapat dipergunakan untuk membeli alat-alat dan
bahan-bahan industri yang belum bisa dibuat. Di samping itu tanaman kopi juga
mempunyai fungsi sosial dan ekonomi, sebab dengan adanya perkebunan
tersebut, berarti memberi kesempatan kerja bagi mereka yang
memerlukannya dan dapat juga meningkatkan pendapatan para petani kopi
(AAK, 1988).
2.2.2 Sejarah Perkembangan Kopi Di Dunia
Nama-nama jenis kopi sulit ditentukan, karena spesies ditentukan
menyusun daftar sebanyak 64 spesies, tetapi ada yang hanya dianggap
sebagai varietas saja. Maka jenis spesies yang tepat kurang lebih ada 60.
Kebanyakan spesies itu terdapat di Afrika tropis, yakni sebanyak 33 spesies,
14 spesies di Madagaskar, 3 spesies di Mauritius dan Reunion, 10 spesies di
Asia tenggara (tropis).
Ditinjau dari segi ekonomi, spesies yang terpenting ialah kopi arabika
yang menghasilkan 90% dari kopi dunia pada waktu belum ada robusta (J.E.
Purseglove); kopi canephora 9% dan kopi liberika kurang dari 1% (AAK,
1988).
1. Kopi Arabika
Kopi arabika adalah jenis biji tertua dan merupakan yang paling
banyak dibudidayakan. Kopi arabika tumbuh baik secara alami pada
ketinggian sekitar 1.500 - 2.000-an meter di atas permukaan laut.
Daerah asal kopi arabika adalah pegunungan Ethiopia (Afrika). Dari
Ethiopia kopi tersebut tersebar ke Negara Arab semenjak tahun 575.
Di Indonesia kopi arabika pertama kali dibawa ke Jawa pada tahun
1696 oleh bangsa Belanda (AKK, 1988). Jenis arabika mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :
Habitus : Perdu, tinggi 2-3 meter
Batang : Tegak, bulat, percabangan monopodial, permukaan kasar.
Daun : Tunggal, berhadapan, lonjong, panjang 8-15 cm, lebar 4-7
cm.
Bunga : Majemuk, bentuk payung, kelopak lonjong, lima helai,
Buah : Bulat telur, diameter 0,5-1 cm, masih muda hijau setelah
tua merah.
Biji : Berbentuk bola.
Akar : Tunggang, kuning muda.
2. Kopi Robusta
Kopi jenis robusta di temukan pada tahun 1870-an, tumbuh liar di
Kongo. Pohon robusta merupakan tanaman yang tumbuh pada
ketinggian rendah (permukaan laut sampai 600 meter). Tahan pada
kelembaban dan lebih tahan terhadap penyakit dibandingkan dengan
kopi arabika. Kopi robusta matang dalam waktu sekitar setangah dari
waktu yang dibutuhkan kopi arabika dan menghasilkan hampir dua
kali lebih banyak buah kopi. Jenis tanaman robusta ini aslinya tumbuh
di hutan belantara dengan keadaan tanaman yang sangat padat dan
dapat hidup dari permukaan laut sampai pada ketinggian 1.500 meter.
Temperatur yang dikehendaki untuk jenis ini ialah sekitar 21-24oc.
Kopi robusta memiliki ukuran biji kopi yang besar. Bentuknya oval,
tinggi kafein dan memiliki aroma yang kurang harum. Robusta dapat
dikembangkan dalam lingkungan dimana arabika tidak dapat tumbuh.
Ciri-ciri kopi robusta adalah :
Habitus : Perdu, tinggi 5 meter.
Batang : Berkayu, keras, putih keabu-abuan.
Daun : Tunggal, bulat telur, panjang 5-15 cm, lebar 4-6.5 cm.
Bunga : Majemuk, mahkota berbentuk bintang.
Biji : Bulat telur, berbelah dua, keras.
Akar : Tunggang, kuning muda.
3. Kopi Liberika
Kopi liberika adalah jenis kopi yang berasal dari Liberia dan Afrika
Barat. Kopi ini dapat tumbuh hingga 9 meter. Kopi liberika
menghendaki syarat-syarat tumbuh yang lebih ringan bila
dibandingkan dengan kopi arabika dan robusta. Tanaman ini lebih
mudah menyesuaikan diri dan dapat tumbuh di dataran rendah dan
iklim yang panas. Letak ketinggian dari permukaan laut menentukan
besar kecilnya hujan dan kekuatan pancaran sinar matahari. Semakin
tinggi letaknya akan semakin banyak hujan, tetapi semakin kurang
jumlah pancaran sinar matahari. Kesemuanya ini akan berpengaruh
besar terhadap perkembangan bunga dan pembentukan buah.
Kopi ini memiliki beberapa karakteristik. Yaitu :
• Ukurannya lebih besar dari kopi arabika dan robusta
• Berbuah sepanjang tahun
• Kualitas buah relatif rendah
• Ukuran buah tidak merata
• Tumbuh baik di dataran rendah
2.2.3 Sejarah Perkebunan Kopi Di Indonesia
Tanaman kopi bukan tanaman asli Indonesia, melainkan jenis
tanaman berasal dari benua Afrika. Tanaman kopi ini dibawa ke pulau Jawa
pada tahun 1696 oleh bangsa Belanda, jenis kopi yang didatangkan adalah
tanaman kopi ini mendapat perhatian sepenuhnya baru pada tahun 1699,
karenan tanaman tersebut dapat berkembang dan berproduksi dengan baik.
Percobaan tanaman ini pada mulanya berada di sekitar Jakarta.
Setelah percobaan penanaman di daerah itu ternyata berhasil, kemudian
biji-biji itu dibagi-bagikan kepada para Bupati di Jawa Barat untuk di tanam di
daerah masing-masing, ternyata hasilnya pun baik. Hasil-hasil tersebut harus
diserahkan kepada V.O.C. (Verenigde Oost-indische Compagnie) dengan
harga yang sangat rendah, dengan penyerahan secara paksa.
Setelah diketahui bahwa tanaman kopi itu hasilnya terus meningkat,
maka perluasan tanaman terus meningkat, terutama di pulau jawa.
Mula-mula penanaman kopi ini banyak terdapat di Jawa Tengah, yakni daerah
Semarang, Sala, Kedu; dan Jawa Timur terutama di daerah Bekasi dan
Malang. Sedangkan di Sumatera terdapat di Lampung, Palembang, Sumatera
Barat dan Sumatera Timur (AKK, 1988).
2.2.4 Prospek Komoditas Kopi
Bagi petani, kopi bukan hanya sekedar minuman segar dan
berkhasiat, tapi juga mempunyai arti ekonomi yang cukup penting. Sejak
sepuluh tahun yang lalu, kopi telah menjadi sumber pendapatan bagi para
petani. Tanpa pemeliharaan insentifpun, produksi kopi yang dihasilkan
cukup lumayan untuk menambah penghasilan, apalagi bila pemeliharaan
dan pengolahannya cukup baik, pasti usaha ini mendatangkan keuntungan
berlipat ganda (Najiyati dkk, 2004).
Lebih dari 90% tanaman kopi di Indonesia diusahakan oleh rakyat.
produktif lagi. Penerapan teknologi yang digunakanpun masih sangat
sederhana. Tidak heran bila produksi dan mutunya sangat rendah. Untuk
mengatasi hal tersebut maka langkah yang perlu di tempuh sebagai berikut :
1. Mengembangkan varietas kopi arabika unggul pada lahan yang sesuai
2. Mengganti tanaman tua dengan tanaman muda varietas unggul yang
dianjurkan (peremajaan)
3. Menerapkan tekhnik budidaya yang benar, baik sistem penanaman,
pemangkasan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, maupun
pengaturan naungan
4. Menerapkan sistem permanen dan pengolahan yang benar, baik cara
pemetikan, pengolahan, pengeringan, maupun sortasi (Najiati dkk,
2004).
2.2. Pendapatan
Pendapatan atau perolehan merupakan suatu kesempatan mendapatkan hasil
dari setiap usaha yang dilakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pendapatan secara langsung diterima oleh setiap orang yang berhubungan
langsung dengan pekerjaan, sedangkan pendapatan tidak langsung merupakan
tingkat pendapatan yang diterima melalui perantara (Bambang, 1994).
2.3.1 Pengertian Pendapatan
Pendapatan merupakan total nilai jual dari produksi suatu usaha
setelah dikurangi dengan seluruh biaya yang dikeluarkan dengan hitungan
rupiah. Pendapatan juga salah satu ukuran yang menonjol dalam penentuan
Pendapatan adalah arus masuk atau peningkatan nilai yang diterima
selama periode tertentu, yang berasal dari penyerahan produksi barang.
Melalui pelaksanaan kegiatan lainnya yang merupakan kegiatan utama
perusahaan yang sedang berjalan (Siagian, 2003).
Pendapatan merupakan tujuan akhir dari suatu usaha, tujuan
mengeluarkan biaya produksi tiada lain untuk dapat memperoleh
keuntungan, serat penerimaan merupakan nilai produksi dari suatu usaha
yang di nyatakan dalam rupiah di mana jumlah produksi di kalikan dengan
harga yang berlaku di pasar saat penelitian.
Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya
atau dengan kata lain pendapatan Y meliputi pendapatan kotor atau
penerimaan total dan pendapatan bersih (Rahim, 2008).
Dalam arti lain pendapatan adalah jumlah pendapatan yang diterima
oleh faktor-faktor produksi yang digunakan untuk memproduksikan barang
dan jasa dalam satu tahun tertentu (Sukirno, 2006).
Pendapatan adalah sebagai saluran penerimaan baik berupa uang
maupun barang, baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri dengan jalan
dinilai melalui sejumlah uang atau jasa atas dasar harga yang berlaku saat
ini.
Pendapatan merupakan imbalan dari pelayanan yang di berikan.
Pendapatan biasa juga disebut pendapatan dari penjualan dan di terima oleh
perusahaan dalam bentuk uang tunai atau dalam bentuk kredit yang
Pendapatan adalah merupakan selisih antara penerimaan dengan total
biaya perusahaan dengan satuan rupiah (Suratiyah, 2009).
2.3.2 Pendapatan Usahatani Kopi
Pendapatan Usahatani Kopi merupakan penerimaan yang berasal dari
penjuaalan hasil kopi yang dimiliki oleh petani. Untuk itu, upaya yang harus
dilakukan adalah peningkatan produktivitas dan teknologi tepat guna sesuai
potensi melalui pengolahan kopi, memupuk, memberantas hama penyakit,
memanen dan pasca panen, yaitu merontokkan gabah, menggilingkan ke
tempat penggilingan dan menjemur gabah. Selain kebutuhan keluarga petani
akan tercukupi, maka akan meningkatkan pendapatan keluarga petani.
Tinggi rendahnya pendapatan yang diperoleh petani, ditentukan oleh tinggi
rendahnya produksi dan produktivitas yang dicapai. Antara produksi dan
pendapatan memiliki hubungan yang linier. Semakin tinggi produksi dan
produktivitas yang dicapai, maka semakin tinggi pendapatan yang diperoleh
petani. Tingginya pendapatan yang diperolah petani akan mempengaruhi
motivasi petani untuk mau meningkatkan produksi. Sementara besarnya
pendapatan yang diperolah petani kopi akan ditentukan oleh faktor-faktor
diantaranya harga produk itu sendiri, harga biaya produksi, harga faktor
produksi dan kebijakan pemerintah (Rahardjo, 1995).
2.3.3 Pendapatan Usahatani Non Kopi
Pendapatan usahatani non kopi merupakan penerimaan yang berasal
dari nilai penjualan hasil non kopi. Sumber pendapatan usahatani non kopi
• Palawija (jagung, pinang, jeruk, ubi kayu, kelapa, kelapa sawit,
coklat dan karet)
• Hortikultura (kacang tanah, kacang kedele, sawi, tomat, cabe,
terong, padi)
• Nelayan
• Beternak
Tanaman, hewan ternak dan ikan yang dapat diusahakan oleh manusia
seringkali dikelompokkan berdasarkan unsur-unsur kesamaan biologinya.
Sesuai dengan perbedaan biologi tanaman, hewan ternak dan ikan cara
membudidayakannya diperlukan lahan yang berbeda persyaratannya. Tetapi
secara umum dapat dikatakan bahwa persyaratan lahan untuk tanaman yang
berumur pendek lebih tinggi dibanding untuk tanaman tahunan atau hewan
tahunan atau hewan ternak. Oleh karena itu, untuk menghasilkan pendapatan
yang tinggi. Petani perlu melakukan perencanaan program penggunaan
lahan. Rahardjo (dalam Zebua, 2010).
2.3.4 Pendapatan Non Pertanian
Merupakan sumber pendapatan yang berasal di luar pertanian yang
terdiri dari sektor formal seperti pegawai negeri, ABRI atau pamong desa,
dan sektor informal seperti dagang, usaha industri, pekerja bangunan dan
jasa. Namun tidak tertutup kemungkinan sumber pendapatan rumah tangga
berasal dari kegiatan mencari benda di alam bebas atau di peroleh dari usaha
menyewakan barang, baik itu aset tanah atau aset lainnya dan mendapat
2.3. Tingkat Kesejahteraan
Setiap orang memiliki keinginan untuk sejahtera, suatu keadaan yang serba
baik, atau suatu kondisi di mana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam
keadaan sehat dan damai. Sejahtera juga mengandung pengertian aman sentosa,
makmur, serta selamat , terlepas dari berbagai gangguan. Keadaan sejahtera itu
juga digambarkan dalam UU No. 6 tahun 1974 dengan sangat abstrak, yaitu suatu
tata kehidupan dan penghidupan sosial material maupun spiritual yang diliputi
oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin. Lebih lengkapa,
Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat memberi pengertian
kesejahteraan yaitu suatu kondisi masyarakat yang telah terpenuhi kebutuhan
dasarnya. Kebutuhan dasar tersebut berupa kecukupan dan mutu pangan, sandang,
papan, kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan, dan kebutuhan dasar lainnya
seperti lingkungan yang bersih, aman dan nyaman. Juga terpenuhinya hak asasi
dan partisipasi serta terwujudnya masyarakat beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Walaupun sulit diberi pengertian, namun kesejahteraan memiliki
beberapa kata kunci yaitu terpenuhi kebutuhan dasar, makmur, sehat, damai dan
selamat, beriman dan bertaqwa. Wiryono (dalam Zebua,2010)
Tingkat kesejahteraan petani merupakan salah satu faktor penting dalam
pembangunan sektor pertanian. Pada saat ini tingkat kesejahteraan petani sedang
menjadi perhatian utama, karena tingkat kesejahteraan petani diperkirakan makin
menurun. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab menurunnya tingkat
kesejahteraan petani makin sempitnya lahan yang dimiliki petani, harga gabah
yang cenderung rendah pada saat panen dan naiknya beberapa faktor input
Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari berbagai komponen
yang dapat menggambarkan apakah masyarakat tersebut sudah berada pada
kehidupan yang sejahtera atau belum. Komponen yang dapat dilihat antara lain
keadaan perumahan di mana mereka tinggal, tingkat pendidikan, dan kesehatan.
Biro Pusat Statistik (2000) menyatakan bahwa komponen kesejahteraan yang
dapat dipakai sebagai indikator kesejahteraan masyarakat adalah kependudukan,
tingkat kesehatan dan gizi masyarakat, tingkat pendidikan, ketenagakerjaan, taraf
dan pola konsumsi masyarakat, keadaan perumahan dan lingkungan, dan keadaan
sosial budaya. Di samping komponen yang dikemukakan di atas, ada komponen
lain yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat misalnya luas
kepemilikan lahan. Rustanta (dalam Zebua, 2010).
Untuk mencapai kesejahteraan itu, manusia melakukan berbagai macam
usaha, misalnya di bidang pertanian, perdagangan, pendidikan, kesehatan serta
keragamaan, pertahanan-keamanan dan sebagainya. Manusia juga melakukan
upaya-upaya secara individu serta berkelompok. Upaya mencapai kesejahteraan
lewat kelompok misalnya membentuk koperasi, asosiasi, organisasi serta
membentuk Negara. Kesejahteraan juga bisa dibedakan menjadi lahiriah/fisik dan
batiniah. Namun, mengukur kesejahteraan, terutama kesejahteraan batin/spiritual,
bukanlah yang mudah. Kesejahteraan yang bersifat lahir yang biasa dikenal
dengan kesejahteraan ekonomi lebih mudah diukur dari pada kesejahteraan batin.
Wiryono (dalam Zebua, 2010).
Ukuran kesejahteraan lebih kompleks dari kemiskinan. Kesejahteraan dapat
diraih jika seseorang dapat mengakses pekerjaan, pendapatan, pangan,
mengukur kesejahteraan dari sisi fisik atau ekonomi. Terdapat berbagai
perkembangan pengukuran tingkat kesejahteraan dari sisi fisik, seperti Human
Development Index (Indeks Pembangunan Manusia), Physical Quality Life Index
(Indeks Mutu Hidup); Basic Needs (Kebutuhan Dasar); GNP/Kapita (Pendapatan
Perkapita), dan Nilai Tukar Petani (NTP), ukuran kesejahteraan ekonomi inipun
bisa dilihat dari dua sisi, yaitu konsumsi dan produksi (Zebua, 2010).
Dalam pengertian ilmu ekonomi, konsumsi dapat diartikan sebagai
kebutuhan manusia dalam bentuk benda dan juga baik untuk diri sendiri maupun
untuk kepentingan keluarga/lingkungannya, berdasarkan tata hubungan dan
tanggungjawabnya didasarkan atas pola produksi, pola distribusi dan sistem
kebutuhan yang dimilikinya yang sifatnya tercermin sebagai kebutuhan primer
dan kebutuhan sekunder. Lukman (dalam Zebua, 2010).
2.5 Regresi Linier Berganda
Analisis regresi menjelaskan hubungan dua atau lebih dari variabel sebab
akibat. Artinya variabel yang satu akan di pengaruhi variabel lainya. Besarnya
pengaruh variabel ini dapat diduga dengan besar yang ditunjukkan oleh koefisien
regresi. Persamaan regresinya yaitu Y = f (X1, X2, X3, X4 …....Xn).
Dimana : Y= variabel yang di jelaskan (dependent variabel)
X = variabel yang menjelaskan (Indevenden variabel)
Hubungan Y dan X adalah searah, dimana X akan selalu mempengaruhi Y,
dan tidak mungkin terjadi hal yang sebaliknya. Oleh karena itu dalam model
development, maka pemilihan variabel Y dan X harus cermat dan benar
AnalisisRegresi Linier Berganda merupakan salah satu metode regresi untuk
mengetimasi α dan β yang disebut dengan metode ordinary least squares method
(OLS), dengan regresi linier berganda dapat mengidentifikasikan
hubungan-hubungan yang terjadi antara peubah-peubah bebas dengan peubah tetap. Analisis
ini juga dapat mengetahui seberapa besar pengaruh yang diberikan oleh peubah
bebas tertentu terhadap peubah tetapnya. Dalam penelitian ekonomi dan bisnis,
banyak hal yang tidak bisa dikendalikan sehingga regresi berganda sering
dibutuhkan untuk menduga pengaruh yang diberikan oleh berbagai peubah secara
simultan. Newbold, et.al. 2003(dalam Daslina 2006). Model umum regresi linear berganda adalah :
Yi = α+ βX1i +β2X2i + …+ βnXni + εi
Dengan α merupakan intercept/constanta, β1, β2,……βn koefisien regresi yang menggambarkan pengaruh yang diberikan oleh peubah bebas (X1, X2, …Xn)
terhadap peubah tak bebas (Y), dan ε merupakan error/galat model yang
mengakomodasikan kesalahan pendugaan, sedangkan subscript i menunjukkan amatan (responden) ke-i.
Menurut Lains 2003 (dalam Daslina 2006)asumsi dasar OLS sering
dilanggar dalam melakukan estimasi sebuah model sehingga parameter yang
diperoleh menjadi bias, tidak konsisten dan tidak efisien. Asumsi dasar OLS yang
harus dipenuhi menurut Gauss dalam Lains2003(dalam Daslina 2006) diantaranya
adalah tidak terdapat kolinearitas ganda (multikolineraitas) berderajat tinggi yang
akan menghasilkan koefisien regresi yang tidak efisien. Yang dimaksud dengan
disebutkan untuk mengetahui adanya multikolinearitas tersebut dapat diukur
dengan nilai variance inflation factor (VIF) dengan rumus sebagai berikut : 1
VIF (βi) = 1 – Ri
2
Dimana Ri 2 adalah koefisien korelasi antara variabel Xi dengan variabel
penjelas lainnya. Dan Mechling (1997)dalam Daslina 2006 menambahkan bahwa
nilai VIF yang lebih besar dari 10 memberikan indikasi adanya multikolinearitas.
2.5.1 Uji Asumsi Klasik
1. Uji Multikolinieritas
Multikolinearitas adalah alat yang digunakan untuk mengetahui
apakah ada hubungan yang kuat (kombinasi linier) diantara
independen variabel. Multikolinieritas dikenalkan oleh Ragnar Frisch
(1934). Suatu model regresi linier akan menghasilkan estimasi yang
baik apabila model tersebut tidak mengandung multikolinieritas.
Multikolinearitas terjadi karena adanya hubungan yang kuat antara
sesama variabel independen dari suatu model estimasi. Adanya
multikolinieritas ditandai dengan :
• Standart error tidak terhingga
• Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α = 1%, α = 5%
dan α = 10%
• Terjadi perubahan tanda atau berlawanan dengan teori
Cara mendeteksi apakah terdapat gejala multikolonearitas dapat
dikatakan terbebas dari gejala multikolinearitas jika nilai correlation
antar variabel independen lebih kecil dari 0,8 (correlation < 0,8).
2. Uji Heterokedastisitas
Heterokedastisitas terjadi apabila variabel pengganggu (Error Term) tidak mempunyai varian yang konstan (sama) untuk semua observasi sehingga residual variabel pengganggu tidak bernilai nol
atau E(�)2 ≠�2. Ini merupakan pelanggaran salah satu asumsi klasik tentang model regresi linier berdasarkan metode kuadrat terkecil
biasa.
Heterokedastisitas pada umumnya lebih banyak ditemui pada data
cross section yaitu data yang menggambarkan keadaan pada suatu waktu tertentu misalnya data hasil suatu survei. Keberadaan
heterokedastisitas akan dapat menyebabkan kesalahan dalam
penaksiran sehingga koefisien regresi menjadi tidak efisien dan dapat
meyesatkan. (Nachrowi Djalal Nachrowi dan Hardius Usman, 2006).
3. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah faktor
pengganggu berdistribusi normal atau tidak. Untuk melakukan uji
normality test statistics lebih besar dari tabel maka adalah tidak berdistribusi normal.
Cara lain untuk melihat apakah data berdistribusi normal dengan
menggunakan JB-Test adalah dengan melihat angka probability. Apabila angka probability > 0,05 maka data berdistribusi normal, sebaliknya apabila angka probability < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal. ( Pratomo dan Paidi Hidayat, 2007).
2.5.2 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit)
Uji kesesuaian (Test of Goodness of Fit) merupakan pengujian
kecocokan atau kebaikan antara hasil pengamatan (frekuensi pengamatan)
tertentu dengan frekuensi yang diperoleh berdasarkan nilai harapannya
(frekuensi teoritis), atau uji yang digunakan untuk melihat sejauh mana garis
regresi mencocok data.
1. Uji t-statistik
Uji t-statistik merupakan pengujian untuk mengetahui apakah
masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap
dependen variabel. Dengan menganggap variabel independen lainya
konstan. Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus :
t hitung =(�� −�)
��(��)
Dimana :
bi = koefesien variabel ke – i b = nilai hipotesis nol
Gambar 2.1 Kurva Uji t-statistik
Dalam uji t ini digunakan perumusan bentuk hipotesis sebagai
berikut :
Ho : bi = b
Ha : bi ≠ b
Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke I nilai
parameter hipotesis, dan biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada
pengaruh variabel Xi terhadap Y.
Pengujian dilakukan melalui uji-t dengan membandingkan
t-statistik dengan t-tabel. Apabila hasil perhitungan menunjukkan :
a. Ho diterima dan Ha ditolak apabila t-hitung < t-tabel dengan
tingkat kepercayaan sebesar (α). Artinya variasi variabel bebas
tidak dapat menerangkan variabel terikat, dimana tidak
terdapat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
Pengujian dilakukan dengan tingkat kepercayaan sebesar (α).
b. Ho ditolak dan Ha diterima apabila t-hitung > t-tabel dengan
menerangkan variabel terikat, dimana terdapat pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat. Pengujian ini
dilakukan dengan tingkat kepercayaan sebesar (α).
2. Uji F-statistik
Uji F-statistik ini adalah pengujian yang bertujian untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh koefisien regresi secara
bersama-sama terhadap dependen variabel. Nilai F-hitung dapat
diperoleh dengan rumus :
F- hitung= R
2
/(K-1) (1-R2)/(N-K)
Dimana:
[image:44.595.227.458.396.546.2]R2 : Koefisien determinasi k : Jumlah variabel independen n : Jumlah sampel
Gambar 2.2 Kurva Uji F-statistik
Untuk uji F-statistik ini digunakan hipotesis sebagai berikut:
H0 : b1 = b2 = bn………..bn = 0 (tidak ada pengaruh)
Ha : b1 ≠ 0……….bi = 1 (ada pengaruh)
Kriteria pengambilan keputusan :
a. Ho : b1 = b2 = 0 H0 diterima (F-hitung < F-tabel) artinya variabel
independen secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap
b. Ha : b1 ≠ b2≠0 Ha diterima (F-hitung > F-tabel) artinya variabel
independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel
dependen.
2.6 Landasan Teori
Biaya adalah semua pengeluaran yang dinyatakan dengan uang yang
diperlukan untuk menghasilkan sesuatu produk dalam suatu periode produksi.
Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu
usahatani dan pendapatan usahatani adalah selisih antara pengeluaran dan
penerimaan dalam usahatani. Pendapatan sangat dipengaruhi oleh banyaknya
produksi yang dijual oleh petani sendiri sehingga semakin banyak jumlah
produksi maka semakin tinggi pendapatan yang diperoleh (Soekartawi, 1995).
Pendapatan dari usahatani adalah total penerimaan dari nilai penjualan hasil
ditambah dari nilai hasil yang dipergunakan sendiri, dikurangi dengan total nilai
pengeluaran yang terdiri dari pengeluaran untuk input (pupuk, pestisida dan
alat-alat) pengeluaran untuk upah tenaga kerja dan lain-lain (Hernanto, 1993). Dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Pd = TR – TC Dimana :
Pd = Pendapatan usahatani
TR = Total revenue (total penerimaan) TC = Total cost ( total biaya)
Total pendapatan keluarga adalah seluruh pendapatan keluarga yang berasal
dari usahatani kopi, usahatani non kopi dan usaha non pertanian. Kontribusi
pendapatan usahatani adalah pendapatan yang diterima dari usahatani dibagi
dengan pendapatan keluarga dan dikalikan 100%, sehingga dapat diketahui
seberapa besar kontribusi usahatani kopi terhadap pendapatan keluarga.Dapat
Total pendapatan usahatani
Total pendapatan keluarga petani x 100%
Meningkatnya pendapatan maka meningkat pula pengeluaran untuk
keperluan rumah tangga dan pembentukan modal. Menurunnya pendapatan akan
menurunkan pula pengeluaran untuk konsumsi dan modal. Tohir (dalam Zebua,
2010).
Adapun faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi pendapatan petani
tersebut yaitu :
1. Umur, rata-rata petani Indonesia yang cenderung tua sangat
berpengaruh pada produktivitas sektor pertanian Indonesia. Petani
berusia tua biasanya cenderung sangat konservatif dalam menyikapi
perubahan atau inovasi teknologi. Berbeda halnya dengan petani yang
berusia muda.
Umur seseorang pada umumnya dapat mempengaruhi aktivitas petani
dalam mengelola usahataninya, dalam hal ini mempengaruhi kondisi
fisik dan kemampuan berpikir. Makin muda umur petani, cenderung
memiliki fisik yang kuat dan dinamis dalam mengelola usahataninya,
sehingga mampu bekerja lebih kuat dari petani yang umurnya tua.
Selain itu petani yang lebih muda mempunyai keberanian untuk
menanggung resiko dalam mencoba inovasi baru demi kemajuan
usahataninya (Syafrudin 2003).
2. Pendidikan, Masri singarimbun dan D.H. Penny mengemukakan
banyaknya atau lamanya sekolah/pendidikan yang diterima seseorang
akan berpengaruh terhadap kecakapannya dalam pekerjaan tertentu.
lebih besar dalam menghasilkan pendapatan bagi rumah tangga. Artinya
bahwa kecakapan seseorang dalam suatu lembaga atau organisasi.
Faktor terakhir inilah kemudian akan mempengaruhi secara langsung
kemampuannya dalam memperoleh pendapatan yang lebih besar.
Mardikanto (1990) menyatakan bahwa pendidikan petani umumnya
mempengaruhi cara dan pola pikir petani dalam mengelola usahatani.
Pendidikan yang relatif tinggi menyebabkan petani lebih
dinamis(Dalam Rini Sri Damihartini dan Amri Jahi, 2005).
3. Lamanya berusahatani, pengalaman seseorang dalam berusahatani
berpengaruh dalam menerima inovasi dari luar. Dalam mengadakan
suatu penelitian lamanya berusahatani diukur mulai sejak kapan petani
itu aktif secara mandiri mengusahakan usahataninya tersebut sampai
diadakan penelitian.
Padmowihardjo (1994), mengemukakan bahwa pengalaman baik yang
menyenangkan maupun mengecewakan berpengaruh pada proses
belajar seseorang. Motivasi berusahatani merupakan usaha yang
dilakukan oleh manusia untuk menimbulkan dorongan berbuat atau
melakukan tindakan. Motivasi dapat menjelaskan alasan seseorang
melakukan sesuatu tindakan (Dalam Rini Sri Damihartini at all, 2004).
4. Jumlah tanggungan, akan semakin banyak anggota keluarga akan
semakin berat beban hidup yang harus dipenuhi, jumlah anggota
keluarga akan mempengaruhi keputusan petani dalam berusahatani.
sempit dengan bertambahnya anggota keluarga sementara kebutuhan
akan produksi terutama pangan akan semakin bertambah.
Menurut Syafrudin (2003), jumlah tanggungan keluarga merupakan
salah satusumberdaya manusia yang dimiliki petani, terutama yang
berusia produktif danikut membantu usahaternaknya, tanggungan
keluarga juga bisa menjadi bebankeluarga jika tidak aktif bekerja.
5. Luas Lahan, akan mempengaruhi skala usaha. Dan skala usaha ini pada
akhirnya akan mempengaruhi efesien atau tidaknya suatu usaha
pertanian. Seringkali dijumpai, makin luas lahan yang dipakai sebagai
usaha pertanian maka lahan tersebut semakin tidak efesien. Hal ini
didasarkan pada pemikiran bahwa luasnya lahan mengakibatkan upaya
melakukan tidakan yang mengarah pada segi efesien akan berkurang.
Sebaliknya pada lahan yang sempit upaya pengawasan terhadap
penggunaan faktor produksi semakin baik, sehingga usaha pertanian
seperti ini lebih efesien. Meskipun demikian lahan yang terlalu kecil
cenderung menghasilkan usaha yang tidak efesien pula.
Lahan merupakan sarana produksi bagi usahatani, termasuk salah satu
faktor produksi dan pabrik hasil pertanian. Lahan adalah sumberdaya
alam fisik yang mempunyai peranan sangat penting bagi petani.
Mosher(Dalam Rini Sri Damihartini at all, 2004).
Pengukuran kesejahteraan petani didekati dengan konsep Nilai Tukar Petani
(NTP) yang merupakan rasio indeks harga yang diterima petani dan indeks harga
yang dibayar petani. Menurut Simatupang, et all, 2007, bahwa penanda
menjadi pilihan satu-satunya bagi pengamat pembangunan pertanian. Namun NTP
tersebut baru merujuk rumahtangga petani tanaman bahan makanan dan
perkebunan saja. Sedangkan rumahtangga petani bahan makanan dan perkebunan,
pada umumnya juga memperoleh pendapatan dari usaha pertenrnakan atau
perikanan bahkan dari non pertanian.
Penanda kesejahteraan petani dengan NTP dapat didekati dengan berbagai
cara sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Oleh karena itu sesuai dengan tujuan
penelitian, maka penanda tingkat kesejahteraan petani dengan konsep “Nilai
Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani (NTPRP)”. Penanda tersebut adalah
merupakan ukuran kemampuan rumah tangga petani dalam memenuhi kebutuhan
subsistennya. Konsep kebutuhan subsisten disebut juga dengan nilai tukar
subsisten. Hutabarat (dalam Zebua, 2010).
Sedangkan menurut konsep Biro Pusat Statistik yang diformulasikan sebagai
Nilai Tukar Subsisten (NTS) mendefinisikan bahwa nilai tukar pendapatan baru
memasukkan semua usaha pertanian, namun belum memasukkan kegiatan
berburuh tani dan sektor non pertanian yang cukup besar memberikan kontribusi
terhadap pendapatan rumahtangga petani (Muchjidin, R. et all. 2000). Oleh karena
itu, menurut Muchjidin, R. et al 2000; Riyanto Basuki, et all 2001; Simatupang, et
all 2007, bahwa konsep “Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani (NTPRP)”
didefinisikan merupakan nisbah antara pendapatan total rumahtangga dengan
pengeluaran total rumahtangga. Pendapatan total rumahtangga pertanian
merupakan penjumlahan dari seluruh nilai hasil produksi komoditas pertanian
yang dihasilkan petani, nilai dari berburuh tani, nilai hasil produksi usaha non
penjumlahan dari pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga dan pengeluaran
untuk biaya produksi (Sugiarto, 2008).
Secara matematis Konsep Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani
adalah sebagai berikut :
NTPRP = Y/E Y = Yp + Ynp E = Ep + Ek Dimana :
NTPRP = Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani Y = Pendapatan
E = Pengeluaran
Yp = Total pendapatan dari usaha pertanian Ynp = Total pendapatan dari non pertanian Ep = Total pengeluaran untuk usaha pertanian Ek = Total pengeluaran untuk usaha non pertanian.
Nilai tukar pendapatan rumahtangga petani (NTPRP) yang digunakan
sebagai tolak ukur kesejahteraan rumahtangga petani kopi adalah < 1, artinya
bahwa tingkat kesejahteraan rumahtangga petani kopi masih belum masuk
kategori sejahtera. Dan > 1, artinya bahwa tingkat kesejahteraan rumahtangga
petani kopi masuk kategori sejahtera. Hutabarat (dalam Zebua, 2010).
2.7 Penelitian Terdahulu
Pendapatan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kesejahteraan
keluarga. Hasil analisis juga memberikan gambaran bahwa keluarga dengan
pendapatan yang tinggi memiliki peluang lebih besar untuk sejahtera
dibandingkan keluarga dengan pendapatanyang rendah. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh J.X Fan (1997) yang berjudul “ Expenditure Patterns of A