BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
B. PENGOLAHAN DATA
4. Action
Menentukan usulan perbaikan untuk PT. PMC Teknindo.
Mulai i
Studi Pendahuluan
Studi Literatur
1. Al Wafdah Lazuardian, 2016, dengan judul: Implementasi Sistem Pengukuran Kinerja Aktivitas Green Supply Chain Management (GSCM) Studi Kasus di KUD “DAU”.
A
-
Studi Literatur
2. Al Wafdah Lazuardian, 2016, dengan judul: Implementasi Sistem Pengukuran Kinerja Aktivitas Green Supply Chain Management (GSCM) Studi Kasus di KUD “DAU”.
3. Dzulfikar, Muhammad 2015, dengan judul Pengukuran Performansi Green Supply Chain dengan Menggunakan Balanced Scorecard dan Analytic Network Process di PT. Adi Satria Abadi.
4. Susanty, dkk, 2017, dengan judul: Penilaian Implementasi Green Supply Chain Management di UKM Batik Pekalongan dengan Pendekatan GreenSCOR.
5. Rohdayatin, dkk, 2018, dengan judul: Green Supply Chain: Studi Keterkaitannya dengan Kinerja Lingkungan dan Kinerja Finansial.
6. Djunaidi, dkk, 2018, dengan judul: Identifikasi Faktor Penerapan Green Supply Chain Management pada Industri Furniture Kayu.
7. N. Novitasari, 2018, dengan judul: Perancangan Sistem Pengukuran Kinerja Aktivitas Green Supply Chain Management (GSCM) Studi Kasus Kelompok Industri Tahu Ngudi Lestari.
8. Mukharromah, dkk, 2017, dengan judul: Analisis Pengukuran Kinerja Perusahaan dengan Metode Green Supply Chain Management (GSCM) di Unit Bisnis Teh Hitam.
9. Fortuna, dkk, 2018, dengan judul: Perancangan Sistem Pengukuran Kinerja Aktivitas Green Supply Chain Management (GSCM) di KUD
“Batu”.
10. Mustaniroh, dkk, 2019, dengan judul: Evaluasi Kinerja pada Green Supply Chain Management Susu Pasteurisasi di Koperasi Agro Niaga Jabung.
11. T. Immawan dan C. Y. Pratama, 2016, dengan judul: Pengukuran Performansi Rantai Pasok pada Industri Batik Tipe Produksi Make-to-Stock dengan Menggunakan Model SCOR 11.0 dan Pembobotan AHP Studi Kasus Batik Gunawan Setiawan Surakarta.
B A
5. Hasil wawancara oleh responden 6. Pencapaian kinerja KPI
B
C
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
Analisis Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Selesai
C
2. Do
a. Melakukan wawancara mengenai KPI oleh responden.
b. Melakukan validasi terhadap Key Performance Indicator (KPI).
c. Pembobotan KPI yang telah tervalidasi dengan metode ANP.
3. Check
Mengukur kinerja perusahaan dengan menggunakan metode OMAX dan TSLdari data hasil pembobotan ANP.
4. Action
Menentukan usulan perbaikan untuk PT. PMC Teknindo
45 BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
A. Pengumpulan Data 1. Data Umum Perusahaan
PT. Putra Multi Cipta Teknikindo (PMC Teknikindo) yang beralamat di Jalan Lestari Jeblog RT 02, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan barang dan jasa. Perdagangan barang dan jasa meliputi kompor batik, mesin produksi industri kecil, alat ukur dan deteksi skala industri &
laboratorium, workshop batik.
Usaha ini merupakan pengembangan yang dilakukan oleh tenaga ahli di bidang elektro dan elektronika. Produk dan jasa yang ditawari oleh PT. PMC Teknikindo memiliki keunggulan dalam bidang inovasi sehingga mampu bersaing dengan kompetitor yang lebih dahulu ada.
Salah satu produk yang dijadikan brand dari PT. PMC Teknikindo kompor batik listrik Astoetik ramah lingkungan. Kompor batik Astoetik dikomersilkan sejak tahun 2014, lolos uji laboratorium mutu produk dan mendapatkan sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI).
2. Supply Chain PT. PMC Teknindo
Dalam proses bisnis yang dilakukan oleh PT. PMCTeknindo memerlukan skema supply chain guna mengetahui aliran informasi, finansial dan material dalam pelaksaaanan bisnis tersebut. adapun skema supply chain sebagai berikut:
Gambar 4.1 Supply Chain di PT. PMC Teknindo
3. Proses Produksi
Dalam proses produksi kompor batik Astoetik melalui beberapa tahap. Adapun tahapan sebagai berikut:
a. Pembuatan body
Proses awal berupa pembuatan body kompor menggunakan plat alumunium. Pada hal ini bagian pembuatan body akan memproduksi jenis body yang akan dirakit sesuai permintaan bagian PPIC sesuai pemsanan dari konsumen.
b. Pengecatan body
Pada bagian ini, body kompor yang telah dibuat diproses sebelumnya akan dilakukan pewarnaan/pengecetan.
c. Perakitan kompor
Sebelum dilakukan perakitan, komponen mesin dimer dan heater akan melalui pengecekan terlebih dahulu oleh bagian Quality Control (QC) apabila telah lulus pengecekan maka proses merupakan proses perakitan. Proses perakitan ini merupakan penggabungan komponen penyusu kompor batik listrik. Komponen yang dirakit berupa body, mesin dimer, mangkukan heater, tombol power, handle, dan kaki karet.
d. Quality Control (QC)
Pada proses ini semua bagian pada produk akan dicek kembali.
Seluruh bagian dicek secara visual maupun fungsi pada komponen tersebut.
e. Packing
Setelah melalui proses pengecekan pada bagian QC, maka akan dilakukan pengemasan (packing) kompor batik listrik Astoetik.
Kemudia akan ditempatkan pada ruang singgah sebelum dikirim.
4. KPI GSCM di PT. PMC Teknindo
KPI pada penelitian ini menggunakan dari refrensi jurnal Lazuardian (2016). Expert atau narasumber dari PT. PMC Teknindo akan melakukan brainstorming dari KPI, hal ini berfungsi untuk menentukan kriteria pengukuran kinerja GSCM perusahaan.
Dalam hal penentuan KPI ini diperlukan persepektif atau bagian yang akan dibuat dalam pengukuran kerangka kinerja GSCM yang
dibagi menjadi 4 (empat) perspektif berupa Green Procurement, Green Manufacture, Green Distribution, dan Reverse Logistic.
Masing-masing perspektif yang digunakan kemudian akan dikembangkan sehingga KPI yang sesuai dengan tempat studi kasus yaitu PT. PMC Teknindo (Tabel 4.2).
Tabel 4.1 KPI GSCM PT. PMC Teknindo
Perspektif KPI Kode
Supplier tepat waktu dalam pengiriman material
P1 Pemilihan supplier yang
menyediakan material dan
energi sesuai
spesifikasi/karakteristik bahan
P2
Green Procurement
Efisiensi pembelian material sesuai kebutuhan
P3 Efisiensi penggunaan material
sesuai kebutuhan
P4 Efisiensi pembelian energi
sesuai kebutuhan
P5
Efiensi penggunaan energi sesuai kebutuhan
P6 Efisiensi penggunaan listrik M1 Efisiensi penggunaan gas M2 Efisiensi penggunaan plat
alumunium
M3
Green Mamufacture
Efisiensi pembuatan mesin kompor batik listrik Astoetik
M4
Efiensi penggunaan komponen kelistrikan kompor batik listrik
M5 Efisiensi penggunaan komponen
penyusun kompor batik listrik Astoetik
M6
Tabel 4.1 KPI GSCM PT. PMC Teknindo (Lanjutan)
Perspektif KPI Kode
Adanya SOP dalam proses produksi M7
Green Manufacture
Tata letak tiap departemen perusahaan yang efektif
M8 Penempatan tools yang efektif M9 Ketersediaan APD untuk pekerja M10
Tingkat penggunaan mesin M11
Pelatihan karyawan tentang pengelolaan lingkungan
M12
Jumlah karyawan yang mengikuti pelatihan terkait pengelolaan lingkungan
M13
Pelatihan karyawan tentang K3 M14 Jumlah karyawan yang mengikuti
pelatihan terkait K3
M15
Efektivitas karyawan di unit produksi M16 Pemanfaatan kembali limbah/produk
cacat
M17
Green Distribution
Kemasan yang dapat digunakan kembali D1 Utilitas jenis transportasi yang
digunakan
D2
Jumlah produk yang yang dikirim dengan jenis transportasi
D3
Pengiriman Produk tepat waktu ke konsumen
D4
Efektivitas penggunaan tempat penyimpanan
D5
Pemanfaatan produk kompor batik listrik Astoetik di yang rusak tempat penyimpanan
D6
Tabel 4.1 KPI GSCM PT. PMC Teknindo (Lanjutan)
Perspektif KPI Kode
Reverse Logistic
Tingkat pengembalian produk kompor batik listrik Astoetik
R1
Pemanfaatan kemasan kompor batik listrik Astoetik
R2
Pemanfaatan produk kompor batik listrik Astoetik
R3
Tabel 4.2 Penilaian Kinerja KPI di PT. PMC Teknindo (Lanjutan)
Perspektif KPI (%)
Aktual (%)
Standar (%)
Terburuk (%)
Target (%)
M1 82 75 70 100
M2 89 85 75 100
M3 80 73,5 70 100
Green Manufacture
M4 82 73 68 100
M5 85 78 70 100
M6 85 78 70 100
M7 52 50 45 100
M8 67 60 57,5 100
M9 48 45 40 100
M10 56 53 50 100
M11 96 90 85 100
M12 0 0 0 0
M13 0 0 0 0
M14 83 75 70 100
M15 83 73,5 70 100
M16 95 90 83,5 100
M17 30 20 30 100
Green
Distribution D1 40 30 25 100
D2 97 95 90 100
D3 97 95 90 100
D4 98 95 90 100
D5 53 50 45 100
D6 90 70 50 100
Reverse Logistic R1 15,60 10 15 20
R2 20 10 30 70
R3 0 0 0 0
B. Pengolahan Data
Dalam penelitian ini menggunakan PDCA, maka tahapan yang digunakan sebagai berikut:
1. Plan
Pada tahapan plan (perencanaan) ini berfungsi untuk menentukuan sasaran dan proses yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Berikut ini merupakan tahapan plan:
a. Mengidentifikasi GSCM pada PT. Teknikindo.
Pada Gambar 4.1 dapat diketahui aliran informasi supply chain yang ada di PT. PMC Teknindo. Aliran informasi bolak-balik antara supplier dengan PT. PMC Teknindo. Aliran informasi yang terjadi berupa jenis permintaan dan jumlah material atau bahan pendukung yang dipesan dan waktu pengiriman oleh PT. PMC Teknindo kepada supplier. Aliran informasi yang terjadi dari supplier berupa konfirmasi atas pesanan dan jumlah tagihan. Supplier yang telah bekerjasama dengan PT. PMC Teknindo Mekar Jaya, Sinar baru, Sinar, Toko 51, Tamansari elektronika, dan KM Alumuniun. Aliran informasi selanjutnya pada distributor dan konsumen berupa jenis produk yang dipesan, jumlah pesanan, harga pembelian, dan waktu pengiriman.
Aliran finansial pada PT. PMC Teknindo terdapat pada supplier, distributor dan konsumen. Aliran finansial pada supplier berupa PT. PMC Teknindo melakukan pembayaran atasa pembelian
material. Aliran finansial selanjutnya terdapat pada distributor dan konsumen yang melakukan pembayaran kepada PT. PMC Teknindo atas pesanan yang telah dilakukan.
Aliran material pada PT. PMC Teknindo terdapat pada supplier, distributor dan konsumen. Aliran material pada supplier berupa pengiriman material atau komponen pendukung kepada PT. PMC Teknindo. Aliran material selanjutnya PT. PMC Teknindo mengirimkan pesanan yang telah dilakukan oleh distributor dan konsumen.
Pada Gambar 4.1 dapat diketahui aliran informasi supply chain yang ada di PT. PMC Teknindo. Aliran informasi bolak-balik antara supplier dengan PT. PMC Teknindo. Aliran informasi yang terjadi berupa jenis permintaan dan jumlah material atau bahan pendukung yang dipesan dan waktu pengiriman oleh PT. PMC Teknindo kepada supplier. Aliran informasi yang terjadi dari supplier berupa konfirmasi atas pesanan dan jumlah tagihan. Supplier yang telah bekerjasama dengan PT. PMC Teknindo Mekar Jaya, Sinar baru, Sinar, Toko 51, Tamansari elektronika, dan KM Alumuniun. Aliran informasi selanjutnya pada distributor dan konsumen berupa jenis produk yang dipesan, jumlah pesanan, harga pembelian, dan waktu pengiriman.
Aliran finansial pada PT. PMC Teknindo terdapat pada supplier, distributor dan konsumen. Aliran finansial pada supplier
berupa PT. PMC Teknindo melakukan pembayaran atasa pembelian material. Aliran finansial selanjutnya terdapat pada distributor dan konsumen yang melakukan pembayaran kepada PT. PMC Teknindo atas pesanan yang telah dilakukan.
Aliran material pada PT. PMC Teknindo terdapat pada supplier, distributor dan konsumen. Aliran material pada supplier berupa pengiriman material atau komponen pendukung kepada PT. PMC Teknindo. Aliran material selanjutnya PT. PMC Teknindo mengirimkan pesanan yang telah dilakukan oleh distributor dan konsumen.
b. Menentukan responden yang mengetahui atau ahli dalam penerapan GSCM pada PT. Teknikindo.
c. Mengidentifikasi Key Performance Indicator (KPI).
2. Do
a. Wawancara dengan Responden
Narasumber yang memahami aliran supply chain adalah Bapak Adi Wibowo Selaku VP Sales & Marketing dan Bapak Eryan selaku kepala bagian produksi.
Wawancara merupakan metode yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui penilaian KPI GSCM di PT. PMC Teknindo. Wawancara dilakukan mengenai perbandingan berpasangan mengenai indikator GSCM yang akan diukur. Contoh
pertanyaan yang ada pada perbandingan antara kriteria perspektif berdasarkan software super decision digunakan sebagai berikut:
1) Mana yang lebih penting Green Distribution atau Green Manufacture?
2) Mana yang lebih penting Green Distribution atau Green Procurement?
3) Mana yang lebih penting Green Distribution atau Reverse Logistic?
4) Mana yang lebih penting Green Manufacture atau Green Procurement?
5) Mana yang lebih penting Green Manufacture atau Reverse Logistic?
6) Mana yang lebih penting Green Procurement atau Reverse?
Hasil dari jawaban narasumber diasumsikan dapat memenuhi kebutuhan data. Hasil wawancaara selengkapnya terdapat pada bagian lampiran.
b. Validasi Pakar
Rancangan KPI ini perlu dilakukan tahap validasi terlebih dahulu dengan metode face validity. Face validity merupakan meminta pendapat dari expert atau pihak narasumber stakeholder terkait, yang memiliki pemahaman dan pengetahuan tentang indikator-indikator pada model pengukuran GSCM sehingga model pengukuran benar dan dapat diterima oleh perusahan (Fortuna et al.,
2014). Validasi dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk kuesioner yang akan diisi oleh responden yang mengerti/paham kegiatan supply chain pada PT. PMC Teknindo. Kuesioner validasi terdapat pada lampiran.
c. Melakukan Pembobotan dengan Metode ANP
Dalam melakukan pembobotan dengan metode ANP harus melalui beberapa langkah pengerjaan guna mendapatkan hasil.
Berikut ini langkah-langkah pada metode ANP:
1) Pembuatan skema ANP GSCM di PT. PMC Teknindo
Pembuatan skema atau jaringan GSCM ANP menggunakan software super decision. Pada Gambar 4.2 merupakan struktur jaringan dalam pengukuran GSCM dengan menggunakan metode ANP di PT. PMC Teknindo. Pada level 0 merupakan tujuan dari analisis ini, yaitu merancang model pengukuran kinerja GSCM di PT. PMC Teknindo. Pada level 1 merupakan kriteria yang digunakan, yaitu perspektif green procurement, green manufacture, green distribution, dan reverse logistic.
Pada level 2 digunakan KPI sesuai perspektif pada GSCM.
2) Menentukan matriks perbandingan berpasangan
Penentuan yang dilakukan untuk mendapatkan matriks perbandingan berpasangan dilakukan dengan menggunakan kuesioner dari KPI yang telah ditentukan. Berikut ini contoh kuesioner yang digunakan.
57 Gambar 4.2 Stuktur GSCM dengan Metode ANP di PT. PMC Teknindo
58 Gambar 4.3 Tabel Hubungan Keterkaitan Antarkriteria
Pada Gambar 4.3 dapat dilihat kotak bewarna kuning menunjukkan terdapat pengaruh antarkriteria, pengaruh di atas diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yaitu dalam satu kriteria (inner depedence) dan antarkriteria (outer depedence).
a) Hubungan Inner Depedence
Pada Gambar 4.3 terlihat bahwa dalam kriteria green procurement (hijau) terjadi interaksi pengaruh di dalam cluster. Inner depedence yang ada pada subkriteria pemilihan supplier yang menyediakan material dan energi sesuai spesifikasi/ karakteristik baha (P2) dan efisiensi pembeliaan material sesuai kebutuhan mempengaruhi subkriteria supplier tepat waktu dalam pengiriman material (P1).
Pada kriteria green manufacture adanya pengaruh di dalam cluster. Inner depedence yang ada pada subkriteria adanya SOP dalam proses produksi (M7) mempengaruhi subkriteria penempatan tools yang efektif (M9). Pada subkriteria Pelatihan karyawan tentang pengelolaan lingkungan (M12) mempengaruhi subkriteria jumlah karyawan yang mengikuti pelatihan terkait pengelolaan lingkungan (M13). Pada subkriteria pelatihan karyawan tentang K3 (M14) mempengaruhi subkriteria ketersediaan APD (M10), tingkat penggunaan mesin (M11), dan jumlah
karyawan yang mengikuti pelatihan K3 (M15). Subkriteria pemanfaatan kembali limbah/produk cacat (M17) mempengaruhi subkriteria pelatihan karyawan tentang pengelolaan lingkungan (M12).
Pada kriteria green distribution adanya pengaruh di dalam cluster. Inner depedence yang ada pada subkriteria pengiriman produk tepat waktu ke konsumen (D4) mempengaruhi subkriteria utilitas jenis transportasi yang digunakan (D2).
Pada kriteria reverse logistic adanya pengaruh di dalam cluster. Inner depedence yang ada pada subkriteria tingkat pengembalian produk kompor batik listrik Astoetik (R1) mempengaruhi subkriteria pemanfaatan kemasan kompor batik listrik Astoetik (R2) dan pemanfaatan produk kompor batik listrik Astoetik.
b) Hubungan Outer Depedence
Selain inner depedence, terdapat pula outer depedence yang merupakan keterkaitan antar cluster jaringan ANP.
Berdasarkan Gambar 4.3 diketahui hubungan pada kriteria green procurement mempengaruhi kriteria green manufacture yaitu bagian subkriteria supplier tepat waktu dalam pengiriman material (P1) mempengaruhi subkriteria efisiensi penggunaan listrik (M1), efisiensi penggunaan
listrik (M2), efisiensi penggunaan plat alumunium (M3), efisiensi pembuatan mesin kompor batik listrik Astoetik (M4), efisiensi penggunaan komponen kelistrikan kompor batik listrik Astoetik (M5), dan efisiensi penggunaan komponen penyusun kompor batik listrik Astoetik (M6).
Pada kriteria green manufacture mempengaruhi green distribution. Hal ini dapat dilihat subkriteria tata letak tiap departemen perusahaan yang efektif (M8) dan efektifitas karyawan di unit produksi (M16) mempengaruhi subkriteria pengiriman produk tepat waktu ke konsumen (D4).
Pada kriteria green manufacture mempengaruhi green distribution. Pada subkriteria kemasan yang dapat digunakan kembali (D1) mempengaruhi subkriteria pelatihan karyawan tentang pengelolaan lingkungan (M12). Pada subkriteria utilitas jenis transportasi yang digunakan (D2) dan subkriteria pengiriman produk tepat waktu ke konsumen (D4) mempengaruhi tingkat pengembalian produk kompor batik listrik Astoetik.
Berdasarkan hubungan keterkaitan yang sudah dijelaskan di atas, langkah selanjutnya menguji adanya hubungan keterkaitan antarkriteria atau subkriteria dengan persamaan 2.
Q = N/2 Q = 2/2
Q = 1
Vij merupakan jumlah responden yang memilih adanya hubungan antarkriteria, dalam penelitian ini responden berjumlah 2 orang. Maka Vij ≥ Q sehingga adanya hubungan antarkriteria maupun subkriteria.
3) Matriks Perbandingan Berpasangan
Matrik berpasangan ini dibuat berdasarkan dari kuesioner perbandingan berpasang yang kemudian diisi oleh responden berdasarkan skala prioritas berdasarkan metode ANP. Pada kuesioner ini responden diminta untuk menilai mana yang lebih penting dari elemen yang telah dibuat. Dalam tahap selanjutnya merupakan mengetahui nilai dari tiap penilaian. Berikut ini hasil matriks berpasangan dengan menggunakan software super decisions.
Gambar 4.4 Matriks Perbandingan Antar Cluster Perspektif
Gambar 4.5 Matriks Perbandingan Subkriteria Green Procurement
Gambar 4.6 Matriks Perbandingan Subkriteria Green Manufacture
-
Gambar 4.7 Matriks Perbandingan Subkriteria Green Distribution
Gambar 4.8 Matriks Perbandingan Subkriteria Reverse Logistic 4) Rasio Konsistensi
Matriks perbandingan yang diperoleh perlu dipastikan adanya konsistensi dalam kuesioner tersebut. Consistency Ratio (CR) atau rasio konsisten merupakan suatu tingkan konsistensi jawaban yang diberikan oleh responden. Suatu matriks berpasangan dikatakan konsisten jika nilai CR ≤ 0,1 (rasio konsistensi tidak lebih atau sama dengan 0,1).
Diketahui dari hasil pengolahan super decision bahwa hasil kuesioner konsisten. Hal ini dikarenakan CR ≤ 0,1 (Gambar 4.9 – 4.14). Maka oleh itu dapat dilakukan langkah selanjutnya, yaitu pembobotan kepentingan.
Gambar 4.9 Rasio Konsistensi Subkriteria Kriteria Tujuan
Gambar 4.10 Rasio Konsistensi Subkriteria Kriteria Perspektif
Gambar 4.11 Rasio Konsistensi Subkriteria Green Distribution
Gambar 4.12 Rasio Konsistensi Subkriteria Green Manufacture
Gambar 4.13 Rasio Konsistensi Subkriteria Green Procurement
Gambar 4.14 Rasio Konsistensi Subkriteria Reverse Logistic
5) Pembobot Kepentingan
Tahap selanjutnya merupakan melakukan pembobotan kepentingan. Bobot kepentingan didapatkan dari hasil perbandingan berpasangan yang kemudian diperoleh unweight supermatrix, weight supermatrix, dan limit supermatrix. Nilai pada imit supermatrix merupakan nilai prioritas yang menunjukan bobot kriteria sedangkan nilai prioritas output super decision menunjukan nilai setiap subkriteria pada cluster dan global (Riyadi, 2018).
a) Unweight Supermatrix
Pada unweighted supermatrix terdapat dua hal yang dapat dilihat, yaitu ada atau tidaknya interaksi pengaruh antarsubkriteria, dan seberapa besar pengaruh tersebut.
Seperti telah dijelaskan pada dasar teori nilai yang ada pada unweighted matrix akan berjumlah 1 (satu) pada setiap cluster. Sebagai contoh, subkriteria efisiensi penggunaan plat alumunium (M3) dipengaruhi oleh pemilihan supplier yang menyediakan material dan energi sesuai spesifikasi/karakteristik bahan.
Gambar 4.15 Unweight Supermatrix
b) Weight Supermatrix
Weighted supermatrix merupakan hasil kali unweighted supermatrix terhadapbobot pengaruh kriteria. Perbandingan nilai pengaruh suatu subkriteriaterhadap subkriteria lainnya pada weighted supermatrix tidaklah berbeda dengan pada unweighted supermatrix karena pada weighted supermatrix, nilai pengaruh tersebut dikalikan dengan bobot yang sama pada tiap kriterianya.
Gambar 4.16 Weight Supermatrix
c) Limit Supermatrix
Nilai dari limit supermatrix merupakan nilai bobot elemen-elemen pada model. Nilai limit supermatrix diartikan sebagai bobot subkriteria.
Gambar 4.17 Limit Supermatrix 6) Bobot Kriteria
Kriteria dalam penelitian ini merupakan cluster perpsektif GSCM. Bobot kriteria didapatkan dari perhitungan
menggunakan software super decision dari nilai unweight supermatrix pada kolom tujuan (Riyadi, 2018).
Tabel 4.3 Bobot Kriteria
Kriteria Bobot Kriteria Presentase
Green Procurement 0,239455 23,95%
Green Manufacture 0,222748 22,27%
Green Distribution 0,424564 42,46%
Reverse Logistic 0,113233 11,32%
7) Bobot Subkriteria
Pembobotan pada subkriteria terdapat 2 (dua) jenis, yaitu bobot global dan lokal. Bobot global menandakan bobot subkriteria tersebut dibandingkan subkriteria lain pada model secara keseluruhan, sedangkan bobot lokal merupakan hasil normalisasi dari bobot global yang menunjukkan bobot subkriteria. Pada penelitian ini subkriteria yang digunakan merupakan KPI GSCM. Pembobotan pada subkriteria diolah dengan menggunakan software super decision dari hasil limit supermatrix.
Tabel 4.4 Bobot Subkriteria
Kriteria Subkriteria Bobot Lokal Bobot Global
Green Procurement
P1 0,021853 0,014146
P2 0,196252 0,127036
P3 0,052819 0,034190
P4 0,111737 0,072329
P5 0,057391 0,037150
P6 0,071122 0,046038
Tabel 4.4 Bobot Subkriteria (Lanjutan)
Kriteria Subkriteria Bobot Lokal Bobot Global
Green Manufacture
M1 0,015220 0,003390
M2 0,006567 0,001463
M3 0,013421 0,002990
M4 0,013719 0,003056
M5 0,012590 0,002804
M6 0,018279 0,004072
M7 0,117200 0,026106
M8 0,038004 0,008465
M9 0,016943 0,003774
M10 0,023175 0,005162
M11 0,026405 0,005882
M12 0,050121 0,011164
M13 0,019818 0,004414
M14 0,044150 0,009834
M15 0,025014 0,005572
M16 0,064470 0,014361
M17 0,021512 0,004792
Green Distribution
D1 0,017745 0,0 04249
D2 0,075259 0,018021
D3 0,093070 0,022286
D4 0,245497 0,058786
D5 0,041181 0,006950
D6 0,029023 0,006950
Reverse Logistic
R1 0,416245 0,047132
R2 0,044305 0,005017
R3 0,099275 0,011241
8) Menentukan Peringkat Kriteria dan Subkriteria
Tahapan terakhir merupakan penentuan peringkat kriteria berdasarkan pada data limit dan normalisasi yang didapati dari
hasil priorities software super decision. Berikut ini merupakan peringkat kriteria dan subkriteria.
Tabel 4.5 Peringkat Prioritas Kriteria dan Subkriteria
Perspektif Normalized
by cluster Ranking KPI Normalized
by cluster Ranking
Green
Procurement 0,4157 1
P1 0,04167 22
P2 0,37426 3
P3 0,12591 10
P4 0,21308 5
P5 0,10944 12
P6 0,13563 9
Green
Manufacture 0,22437 3
M1 0,02890 28
M2 0,01247 32
M3 0,02549 30
M4 0,02605 29
M5 0,02390 31
M6 0,03471 26
M7 0,22256 4
M8 0,07216 17
M9 0,03217 27
M10 0,04401 21
M11 0,05014 19
M12 0,09517 13
M13 0,03763 24
M14 0,08384 14
M15 0,04750 20
M16 0,12243 11
M17 0,04085 23
Green
Distribution 0,25386 2
D1 0,03536 25
D2 0,14998 8
D3 0,18548 6
D4 0,48926 2
D5 0,08207 15
D6 0,05784 18
Tabel 4.5 Peringkat Prioritas Kriteria dan Subkriteria (Lanjutan)
Perspektif Normalized
by cluster Ranking KPI Normalized
by cluster Ranking
Reverse
Loistic 0,10605 4
R1 0,74352 1
R2 0,07914 16
R3 0,17733 7
Pada Tabel 4.5 merupakan peringkat bobot KPI yang memiliki tingkat pengaruh pada pengukuran kinerja GSCM.
Peringkat 1 (satu) ada pada KPI pemilihan supplier yang menyediakan material, ke-2 energi sesuai spesifikasi atau karakteristik bahan (P2) dengan bobot sebesar 0,082236 dan seterusnya. Peringkat paling rendah ditempati oleh KPI efisiensi penggunaan gas (M2) dengan bobot sebesar 0,001463.
3. Check
Tahapan ini dilakukan pengecekan kinerja perusahaan dengan menggunakan metode OMAX dan TSLdari hasil pembobotan KPI pada metode ANP. Pada tahapan ini akan menghasilkan analisa yang akan dibuat menjadi rekomendasi hasil dari pengukuran GSCM tersebut.
a. Identifikasi Kriteria Produktivitas
Identifikasi kriteria produktivitas merupakan langkah ertama dalam melakukan metode OMAX. Kriteria yang dipakai pada peneltian ini ada KPI dari perspektif green procurement, green manufacture, green distribution, dan reverse logistic yang telah
dilakukan pembobotan dengan ANP. Berikut ini merupakan identifikasi KPI:
1) Perspektif Green Procurement
Pada perspektif green procurement terdapat 6 (enam) KPI sebagai berikut:
a) Supplier tepat waktu dalam pengiriman (P1)
KPI ini berfungsi untuk menjalin hubungan kerjasama atas dasar kepercayaan dan tanggung jawab dari supplier.
b) Pemilihan supplier yang menyediakan material dan energi sesuai spesifikas / karakteristik yang diinginkan perusahaan (P2).
KPI ini berfungsi agar supplier menyediakan material/energi sesuai spesifikasi yang telah ditentukan oleh perusahaan. Hal ini dikarenakan agar terjalinnya kerjasama antara supplier dan perusahaan.
c) Efisiensi pembelian material (P3)
KPI ini berfungsi untuk mengoptimalkan pada pembelian material yang akan digunakan pada proses produksi kompor batik listrik Astoetik.
d) Efisiensi penggunaan material (P4)
KPI ini berfungsi untuk mengoptimalkan pada penggunaan material yang akan digunakan pada proses produksi kompor batik listrik Astoetik.
e) Efisiensi pembelian energi (P5)
KPI ini berfungsi untuk mengoptimalkan pada pembelian energi (listrik dan gas) yang akan digunakan pada proses produksi kompor batik listrik Astoetik.
f) Efisiensi penggunaan energi (P6)
KPI ini berfungsi untuk mengoptimalkan pada penggunaan energi (listrik dan gas) yang akan digunakan pada proses produksi kompor batik listrik Astoetik.
2) Perspektif Green Manufacture
Pada perspektif green procurement terdapat 17 KPI sebagai berikut:
a) Efisiensi penggunaan plat alumunium (M1)
KPI ini dimaksudkan efisiensi penggunaan plat alumunium sesuai kebutuhan yang digunakan sebagai pembuatan body kompor batik listrik Astoetik.
b) Efisiensi pembuatan mesin kompor batik listrik Astoetik (M2)
KPI ini berfungsi untuk mengoptimalkan pembuatan mesin kelistrikan yang ada pada bagian kompor.
c) Efisiensi penggunaan komponen kelistrikan (M3)
KPI ini berfungsi untuk mengoptimalkan pengunaan komponen kelistrikan yang akan diproduksi pada kompor batik listrik Astoetik.
d) Efisiensi penggunaan komponen pendukung (M4).
KPI ini berfungsi untuk mengoptimalkan penggunaan pada pemasangan komponen pendukung yang ada pada kompor batik listrik Astoetik.
e) Adanya SOP dalam proses produksi (M5)
KPI ini berfungsi untuk memberikan penjelasan mengenai standar yang akan diterapkan pada proses produksi.
f) Tata letak tiap departemen (M7)
KPI ini berfungsi untuk mengetahui untuk mengetahui seberapa penting tata letak dalam proses produksi.
g) Penempatan tools yang efektif (M8)
KPI ini berfungsi untuk mengetahui tingkat kepentingan dari penempatan tools pada kelancaran proses produksi.
h) Ketersedian APD untuk pekerja (M10)
KPI ini berfungsi untuk meberikan informasi pentingnya APD dalam segala aktivitas produksi.
i) Tingkat penggunaan mesin (M11)
KPI ini berfungsi untuk menukur tingkat efisiensi penggunaan mesin dalam proses produksi.
j) Pelatihan karyawan tentang pengelolaan lingkungan (M12) KPI ini berfungsi untuk memberikan pemahaman kepada pekerja dalam pengelolaan lingkungan.
k) Jumlah karyawan yang mengikuti pelatihan terkait pengelolaan lingkungan (M13)
KPI ini berfungsi untuk mengetahui banyaknyakaryawan yang mengikuti pelatihan terkait pengelolaan lingkungan.
l) Pelatihan karyawan tentang K3 (M14)
KPI ini berfungsi untuk memberikan pemahaman kepada pekerja dalam K3.
m) Jumlah karyawan yang mengikuti pelatihan terkait K3 (M15)
KPI ini berfungsi untuk mengetahui banyaknya karyawan yang mengikuti pelatihan terkait pelatihan K3.
n) Efektivits karyawan di unit produksi (M16)
KPI ini berfungsi untuk kebutuhan tenaga kerja yang diperlukan pada unit produksi.
o) Pemanfaat kembali limbah / produk cacat (M17)
KPI ini berfungsi untuk mengetahui pemanfaatan dari limbah / produk cacat yang dihasilkan/diperoleh.
3) Perspektif Green Distribution
Pada perspektif green distribution terdapat 6 (enam) KPI sebagai berikut:
a) Kemasan yang digunakan kembali (D1)
KPI ini berfungsi untuk mengetahui pemanfaatan dari kemasan pada tahapan distribusi.