• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Istilah bank bukan hal yang asing dalam pembicaraan masyarakat pada saat ini. Pada umumnya masyarakat mendefinisikan bank adalah tempat untuk menyimpan atau menabung dan meminjam dana . Selain itu bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukar uang, memindahkan uang atau menerima segala macam bentuk pembayaran dan setoran seperti pembayaran listrik, telepon, air, pajak, uang kuliah dan pembayaran lainnya.

Menurut Triandaru dan Budisantoso (2008:9) menyatakan bahwa bank secara sederhana dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat baik secara langsung berupa tabungan,giro dan deposito maupun secara tidak langsung berupa kertas berharga; penyertaan dan sebagainya yang kemudian menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya.

Secara umum fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara lebih spesifik fungsi bank dapat sebagai agent of trust, agent of development, dan agent of services (Lubis, 2010:10).

1. Agent of Trust

Dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi oleh unsur kepercayaan.

2. Agent of Development

Tugas bank sebagai penghimpun dan penyaluran dana sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan investasi, distribusi, dan juga konsumsi barang dan jasa, mengingat semua kegiatan investasi-distribusi-konsumsi berkaitan dengan penggunaan uang.

3. Agent of Services

Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok perbankan. Sedangkan kegiatan memberikan jasa-jasa bank lainnya hanyalah merupakan pendukung dari kedua kegiatan di atas.

Jenis-jenis perbankan di Indonesia dapat ditinjau dari berbagai segi antara lain (Kasmir, 2008 : 20) :

1. Dilihat dari segi fungsinya

a. Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada.

b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR), yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu-lintas pembayaran. Artinya, kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum.

2. Dilihat dari segi kepemilikannya, di bagi menjadi: a. Bank Milik Pemerintah

Merupakan bank yang akte pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula.

b. Bank Milik Swasta Nasional

Merupakan bank yang seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional serta akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya diambil oleh swasta pula. Dalam Bank Swasta Milik Nasional termasuk pula bank-bank yang dimiliki oleh badan usaha yang berbentuk koperasi.

c. Bank Milik Asing

Merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing maupun pemerintah asing suatu negara.

d. Bank Milik Campuran

Merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Di mana kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh warga Negara Indonesia.

3. Dilihat dari segi statusnya a. Bank Devisa

Bank devisa adalah bank yang telah memperoleh surat penunjukan dari bank Indonesia untuk dapat melakukan kegiatan usaha perbankan valuta asing. Bank devisa menawarkan jasa-jasa bank yang berkaitan dengan mata uang asing seperti transfer ke luar negeri, jual-beli valuta asing, transaksi eksport-import, dan jasa valuta asing lainnya

b. Bank Non Devisa

Merupakan bank yang mempunyai ijin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti bank devisa. Bank non devisa melakukan transaksi dalam batas-batas suatu negara.

4. Dilihat dari segi cara menentukan harga

a. Bank yang berdasarkan prinsip konvensional

Menetapkan bunga sebagai harga jual baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula harga beli untuk produk

pinjamannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu.

b. Bank berdasarkan prinsip syariah

Yang menerapkan aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain baik dalam hal untuk menyimpan dana, pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya.

2.1.2 Rasio Keuangan Bank

Rasio keuangan adalah hasil perhitungan antara dua macam data keuangan bank, yang digunakan untuk menjelaskan hubungan antara kedua data keuangan tersebut yang pada umumnya dinyatakan secara numerik, baik dalam presentase atau kali. Hasil perhitungan rasio ini dapat digunakan untuk mengukur kinerja keuangan bank pada periode tertentu, dan dapat dijadikan tolok ukur untuk menilai tingkat kesehatan bank selama periode keuangan tersebut (Riyadi, 2004:137). Rasio keuangan perbankan yang sering diumumkan dalam neraca publikasi biasanya meliputi rasio permodalan yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR), Aktiva Produktif yaitu Aktiva Produktif Bermasalah, Non Performing Loan (NPL), PPAP terhadap Aktiva Produktif dan Pemenuhan PPAP; rasio rentabilitas yaitu Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), Net Interest Margin (NIM), Beban Operasional Termasuk Beban Bunga dan Beban PPAP serta Beban Penyisihan Aktiva Lain-lain Dibagi Pendapatan Operasional termasuk Pendapatan Bunga (BO/PO) ; rasio Likuiditas yaitu Cash Ratio dan Loan to Deposit Ratio (LDR).

2.1.3 Profitabilitas

Profitabilitas atau disebut dengan rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Rentabilitas perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. ROA merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan (Rivai, et al:720). ROA adalah rasio yang digunakan mengukur kemampuan bank menghasilkan keuntungan secara relatif dibandingkan dengan total asetnya. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset yang tertentu. (Munawir, 2002:247).

Menurut Hanafi (2007:159) “Return on Asset adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan total asset (kekayaan) yang dimiliki perusahaan setelah disesuaikan dengan biaya-biaya

untuk menandai asset tersebut”. Aktiva (assets) adalah sumber daya yang dimiliki

oleh entitas bisnis atau usaha baik dalam bentuk fisik ataupun hak yang mempunyai nilai ekonomis. Aktiva golongkan ke dalam beberapa kelompok, antara lain : aktiva lancar, aktiva tetap, aktiva tidak berwujud, dan aktiva lain-lain.

Return on Asset (ROA) dapat diukur dengan perbandingan antara laba sebelum pajak terhadap total asset. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, ROA dirumuskan sebagai berikut:

ROA

= � %

Laba sebelum pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional bank sebelum pajak. Total asset yang dimiliki oleh bank yang bersangkutan. Semakin

besar ROA suatu bank, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan asset (Dendawijaya,2005:119). ROA dikatakan sehat apabila diatas 5% dan dikatakan tidak sehat apabila dibawah 5%.

2.1.4 Capital Adequacy Ratio (CAR)

Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian dana yang diakibatkan oleh kegiatan operasi bank. Menurut Dendawijaya (2005:121) “Capital Adequacy Ratio merupakan rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) untuk dibiayai dari dana modal bank sendiri, disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar, seperti dana-dana masyarakat, pinjaman (utang) dan lain-lain”.

Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 menjelaskan

“Bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% dari Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 CAR dirumuskan sebagai berikut:

CAR

= � %

CAR adalah rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Modal terdiri dari modal inti dan modal pelengkap. ATMR adalah nilai total masing-masing aktiva bank setelah dikalikan dengan masing-masing bobot

risiko aktiva tersebut. Semakin tinggi CAR, maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang beresiko. Secara singkat dapat dikatakan besarnya nilai CAR akan meningkatkan kepercayaan diri perbankan dalam menyalurkan kredit. Dengan CAR diatas 20%, perbankan bisa memacu pertumbuhan kredit hingga 20%-25% setahun. CAR dikatakan sehat apabila diatas 8% dan dikatakan tidak sehat apabila dibawah 8%.

2.1.5 Non Performing Loan (NPL)

Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan dalam meng-cover risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur. Jadi, rasio ini menggambarkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Risiko kredit yaitu risiko yang timbul apabila peminjaman tidak dapat mengembalikan dana yang dipinjam dan bunga yang harus dibayar.

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001, NPL diukur dari rasio perbandingan antara kredit bermasalah terhadap total kredit yang diberikan, NPL yang tinggi memperbesar biaya, sehingga berpotensi terhadap kerugian bank. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit yang bermasalah semakin besar. NPL mencerminkan risiko kredit, semakin kecil NPL semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung pihak bank. Bank Indonesia menetapkan nilai NPL maksimum adalah sebesar 5%, apabila bank memperoleh nilai NPL melebihi batas yang diberikan, maka bank tersebut dikatakan tidak

sehat. Dampak dari keberadaan NPL dalam jumlah besar tidak hanya berdampak pada bank yang bersangkutan, tetapi juga meluas dalam cakupan nasional yaitu memperlambat laju pertumbuhan perekonomian nasional bila tidak dapat ditangani dengan tepat.

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP/ tanggal 31 Mei 2004, NPL dirumuskan sebagai berikut:

NPL =

� %

Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar,diragukan,dan macet. Kredit yang diberikan bank yang sudah ditarik atau dicairkan bank. Kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain.

2.1.6 Net Interest Margin (NIM)

Menurut Nugroho (2012), NIM adalah perbandingan antara Interest Income (pendapatan bunga bank yang diperoleh) dikurangi Interest Expenses (biaya bunga bank yang menjadi beban) dibagi dengan Average Interest Earning Assets (rata-rata aktiva produktif yang digunakan). Aktiva produktif merupakan penanaman dana bank baik dalam valas maupun rupiah dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, dan penyertaan saham. Rasio ini menunjukkan kemampuan earning assets dalam menghasilkan bunga bersih (Rivai, et al 2007:721). Rasio NIM juga digunakan untuk mengukur kemampuan kinerja manajemen bank dalam menyalurkan kredit, mengingat pendapatan operasional bank sangat bergantung dari selisih antara suku bunga dari kredit yang disalurkan dengan suku bunga simpanan yang diterima. Standar yang ditetapkan

Bank Indonesia untuk rasio NIM adalah 1,5%. Semakin tinggi rasio ini maka akan meningkatkan pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga keuntungan semakin meningkat, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar net interest margin suatu bank, maka semakin besar pula return on asset (ROA) perusahaan tersebut, yang berarti kinerja keuangan tersebut semakin membaik atau meningkat. Apabila NIM memiliki angka diatas 1,5% maka dikatakan sehat dan apabila dibawah 1,5% dikatakan tidak sehat.

Sesuai dengan SE No.6/23/DPNP tanggal 31 mei 2004 besaran rasio NIM dapat dihitung dengan rumus:

NIM =

� %

2.1.8 Loan to Deposit Ratio (LDR)

Fungsi utama bank adalah sebagai lembaga perantara keuangan atau financial intermediary. Fungsi intermediasi ini dapat ditunjukkan oleh Loan to Deposit Ratio (LDR). Menurut Dendawijaya (2005:116),”Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank”. Sedangkan menurut Kasmir (2008),”Loan to Deposit Ratio merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Likuiditas bagi suatu bank berarti bahwa bank tersebut memiliki sumber dana yang cukup tersedia untuk memenuhi semua kewajibannya. Jika LDR mengalami kenaikan, maka ROA juga akan mengalami kenaikan dan jika LDR mengalami

penurunan/rendah menunjukkan bahwa tingkat tingginya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan karena bank tidak perlu mengeluarkan dana yang diperlukan untuk membiayai kredit yang semakin kecil.

Loan to Deposit Ratio (LDR) dijadikan variabel independen yang mempengaruhi ROA didasarkan hubungannya dengan tingkat risiko bank yang bermuara pada profitabilitas bank (ROA). Rasio LDR digunakan untuk mengukur kemampuan bank tersebut apakah mampu membayar hutang-hutangnya dan membayar kembali kepada deposannya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan.

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 mei 2004, LDR dirumuskan sebagaiberikut:

LDR

=

� %

Dari penjelasan tersebut disimpulkan bahwa rasio LDR dihitung dari pembagian kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk antar bank) dengan Dana Pihak Ketiga yang mencakup giro,tabungan, dan deposito (tidak termasuk antar bank). Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, besarnya standar nilai Loan to Deposit Ratio (LDR) menurut Bank Indonesia adalah 85%. Tujuan perhitungan LDR adalah untuk mengetahui serta menilai sampai seberapa jauh suatu bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan kegiatan operasinya. Dengan kata lain, LDR digunakan sebagai suatu indikator untuk mengetahui tingkat kerawanan suatu bank. LDR sebesar 85% atau lebih dikatakan tidak sehat dan apabila LDR dibawah 85% dikatakan sehat.

2.1.7 Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)

Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) adalah perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional dalam mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya (Rivai, et al 2007:722), semakin rendah tingkat rasio BOPO berarti semakin baik kinerja manajemen bank tersebut, karena lebih efisien dalam menggunakan sumber daya yang ada di perusahaan. Besarnya rasio BOPO yang dapat ditolerir oleh perbankan di Indonesia adalah sebesar 85%, hal ini sejalan dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.

Dari Rasio ini, dapat diketahui tingkat efisiensi kinerja manajemen suatu bank, jika angka rasio menunjukkan angka diatas 90% dan mendekati 100% ini berarti kinerja bank tersebut menunjukkan tingkat efiensi yang sangat rendah. Tetapi jika rasio ini rendah, misalnya mendekati 75% ini berarti kinerja bank yang bersangkutan menunjukkan tingkat efisiensi yang tinggi ( Riyadi, 2004:141). BOPO dikatakan sehat apabila dibawah 85% dan dikatakan tidak sehat apabila diatas 85%.

Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

BOPO =

� %

Dokumen terkait