BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.7. Landasan Teori
Sehat menurut Bloom adalah kondisi sehat secara fisik (somatik), mental (psychic) dan sosial (social). Sehat dipandang sebagai berfungsinya semua tingkat sistem tubuh manusia secara optimal. Status kesehatan seseorang ditentukan oleh tingkat keharmonisan hubungan antara berbagai tingkat sistem tubuh. Hendrik L. Bloom (1983) dalam Efendi (1998), mengidentifikasi empat faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan.
Lingkungan mempunyai pengaruh dan peranan terbesar diikuti perilaku, fasilitas kesehatan dan keturunan. Lingkungan yang berhubungan dengan aspek fisik misalnya, sampah, air, iklim, perumahan dan sebagainya. Sedangkan lingkungan sosial merupakan hasil interaksi antara manusia dengan manusia lainnya seperti kebudayaan, pendidikan, ekonomi dan sebagainya. Perilaku merupakan faktor kedua memengaruhi derajat kesehatan masyarakat, karena sehat atau tidak sehatnya lingkungan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri, disamping itu juga dipengaruhi oleh kebisaan adat istiadat, kepercayaan, pendidikan, sosial ekonomi dan perilaku-perilaku lainnya yang melekat pada dirinya. Pada konteks inilah pendidikan kesehatan atau promosi
kesehatan memiliki peranan penting dalam mendukung angka partisipasi kesehatan masyarakat.
Pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga yang memengaruhi derajat kesehatan masyarakat, karena keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan dalam pelayanan, pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap penyakit, pengobatan dan keperawatan serta kelompok dan masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas sangat dipengaruhi oleh lokasi, apakah dapat dijangkau oleh masyarakat atau tidak, tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan , informasi dan motivasi masyarakat untuk mendatangi fasilitas dalam memperoleh pelayanan, serta program pelayanan kesehatan itu sendiri apakah sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang memerlukannya.
Sedangkan faktor keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia yang dibawa sejak lahir, misalnya dari golongan penyakit keturunan diantaranya diabetes mellitus, asma bronchial dan sebagainya. Keempat faktor tersebut merupakan faktor-faktor yang saling menunjang dan pengaruh memengaruhi satu dengan lainnya, sehingga berdampak buruk terhadap status kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat secara keseluruhan.
Selanjutnya Lawrence Green menjelaskan bahwa perilaku itu dipengaruhi oleh tiga faktor pokok yakni faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pendukung (enabling factors) dan faktor pendorong (reinforcing factors). Faktor predisposisi mencakup pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat. Faktor
pendukung ialah tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya. Faktor pendorong adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan. Oleh sebab itu pendidikan kesehatan sebagai faktor usaha intervensi perilaku harus diarahkan pada ketiga faktor pokok tersebut. Skema dari Bloom dan Green tersebut dalam Notoadmodjo, 2007 dapat dimodifikasi sebagai berikut :
Gambar 2.1. Hubungan Status Kesehatan, Perilaku, dan Pendidikan Kesehatan Ketimpangan gender adalah suatu sistem dan struktur dimana kaum lelaki dan perempuan mempunyai tugas yang berbeda, yang dibentuk oleh konstruksi sosial setempat (Handayani dan Sugiarti, 2008). Bentuk ketimpangan gender menurut Fakih (1996), Daulay (2007) dan Simatauw, dkk (2001) adalah subordinasi dan beban kerja. Subordinasi pada perempuan bermakna perempuan dianggap kaum nomor dua,
bersifat emosional, tidak bisa memimpin sehingga muncul sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting (Fakih, 1996).
Subordinasi karena ketimpangan gender tersebut terjadi dalam segala bentuk yang berbeda dari tempat ke tempat dan dari waktu ke waktu dalam segala aspek kehidupan perempuan termasuk kehamilannya. Kehamilan ibu kurang diperhatikan dalam keluarga, akibatnya kesehatan ibu menjadi kurang baik terutama pada masa kehamilan. Menurut Depkes (1996), anemia pada ibu hamil dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung adalah konsumsi makanan dan tingkat kesehatan ibu hamil itu sendiri. Faktor yang secara tidak langsung memengaruhi timbulnya anemia pada ibu hamil adalah rendahnya status wanita di keluarga.
Norma yang berlaku di masyarakat bahwa perempuan sebagai kaum nomor dua harus makan paling terakhir setelah suami, orang tua dan anak-anak. Akibatnya alokasi makanan untuk ibu tidak memadai, distribusi dan kualitas makanan untuk ibu hamil bernilai rendah. Kebiasaan ini dapat menyebabkan gangguan gizi seimbang alias kurang protein. Kurangnya konsumsi makanan yang bergizi pada ibu hamil dapat mengakibatkan anemia (Depkes, 1996).
Ketimpangan gender juga terlihat dari ketidakmampuan perempuan dalam mengambil keputusan yang menyangkut hak-hak kesehatan reproduksinya terutama kehamilannya. Keterbatasan perempuan mengambil keputusan terhadap kehamilannya disebabkan budaya patriarki yang ada di masyarakat. Perempuan tidak mempunyai otonomi terhadap rahimnya sendiri yaitu hak untuk menentukan kapan
ingin punya anak, jumlah anak, memeriksakan kehamilan, penolong persalinan dan biaya untuk kehamilan serta persalinannya (Sibagariang dkk, 2010). Jumlah anak dan jarak kehamilan yang pendek merupakan salah satu penyebab yang dapat mempercepat terjadinya anemia. Menurut Kramer (1987) dalam Herlina dan Djamilus (2006), hal tersebut disebabkan kekurangan nutrisi yang merupakan mekanisme biologis dan pemulihan faktor hormonal dari tubuh ibu.
Bentuk subordinasi ketimpangan gender yang lain adalah menganggap pekerjaan reproduktif lebih rendah daripada pekerjaan produktif, sehingga bagi ibu yang bekerja mencari nafkah tetap harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dalam kehidupannya perempuan menjalani peran rangkap tiga meliputi peran produktif yaitu mencari nafkah, peran reproduktif yaitu menyiapkan segala keperluan keluarga dan melaksanakan peran sosial dalam masyarakat. Karena itulah beban kerja perempuan menjadi berlebihan. Perempuan mempunyai jam kerja yang cukup panjang daripada laki-laki.
Tubuh ibu mengalami kelelahan karena kurang waktu untuk beristirahat. Beban ini bertambah berat karena ibu sedang hamil. Melakukan pekerjaan ganda membutuhkan energi yang besar, energi didapat dari konsumsi makanan ibu. Tetapi makanan yang dikonsumsi ibu tidak memenuhi energi yang dibutuhkan ibu hamil, karena kehamilan dianggap biasa saja, tidak memerlukan perhatian dan perawatan yang khusus. Kondisi tersebut dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan anemia pada ibu hamil.