• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pengertian Pemasaran

Pemasaran merupakan salah satu kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan perusahaan untuk mempertahankan hidupnya, untuk berkembang dan mendapatkan laba yang tinggi. Tidak aka nada suatu perusahaan yang dapat bertahan lama bila perusahann tersebut tidak mampu menjual produk atau jasa yang dihasilkannya.

Pengertian pemasaran telah banyak diberikan oleh para ahli dibidang pemasaran, antara lain :

ƒ Menurut Kotler ( 1997 : 9 ) Pemasaran adalah sutu proses social dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.

ƒ Menurut Stanton Pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan dengan tujuan untuk merencanakan dan menentukan harga sampai dengan mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang bisa memuaskan kebutuhan pembeli aktual maupun potensial.Definisi tersebut menunjukkan bahwa pemasaran mempunyai arti luas dimana dimulai dengan mendefinisikan kebutuhan konsumen yang perlu dipuaskan. Sumber : www.google.com

Definisi diatas merupakan definisi awal daripada ahli pemasaran, dimana banyak orang beranggapan bahwa pemasaran hanya proses pemindahan dari produsan ke konsumen saja, tetapi masih ada fungsi lain dari pemasaran yang kurang banyak dipahami banyak orang dimana pemasaran cenderung sering identik dengan penjualan barang atau jasa.

2.2.2. Pengertian Manajemen Pemasaran

Manajemen pemasaran terjadi bilamana setidak-tidaknya salah satu pihak dalam pertukaran potensial mempertimbangkan sasaran dan sarana untuk memperoleh tanggapan yang diinginkan dari pihak lain.

Menurut Kotler (1980) manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi.

Sedangkan menurut Gary Armstrong ( 1997 : 13 ) manajemen pemasarana adalah analisis perencanaan, implementasi, dan pengendalian untuk menciptakan, membangun, dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan target pembeli untuk tujuan mencapai obyektif organisasi.

Dari definisi tersebut mengandung arti bahwa manajemen pemasaran sebagai suatu proses yang meliputi analisa, perencanaan, implementasi, dan pengendalian yang mencakup gagasan, barang dan

jasa yang dilandasi oleh gagasan pertukaran, bertujuan untuk menghasilkan kepuasan bagi pihak-pihak yang terlibat.

2.2.3. Jasa

2.2.3.1 Pengertian Jasa

Menurut Phillip Kotler jasa adalah setiap tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan oleh salah satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip intangibel dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Produksinya bisa terkait dan bisa juga tidak terikat pada suatu produk fisik. Sumber : www.google.com

Menurut Adrian Payne jasa dalah aktivitas ekonomi yang mempunyai sejumlah elemen (nilai atau rnanfaat) intangibel yang berkaitan dengannya, yang melibatkan sejumlah interaksi dengan konsumen atau dengan barang-barang milik, tetapi tidak menghasilkan transfer kepemilikan. Perubahan daiam kondisi bisa saja muncul dan produksi suatu jasa bisa memiliki atau bisa juga tidak mempunyai kaitan dengan produk fisik. Sumber : www.google.com

Menurut Christian Gronross jasa adalah proses yang terdiri atas serangkaian aktivitas intangible yang biasanya (namun tidak harus selalu) terjadi pada interaksi antara pelanggan dan karyawan jasa dan atau sumber daya fisik atau barang dan atau sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas masalah pelanggan". Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan kerapkali terjadi dalam jasa,

sekalipun pihak-pihak yang terlibat mungkin tidak menyadarinya. Selain itu, dimungkinkan ada situasi di mana pelanggan sebagai individu tidak berinteraksi langsung dengan perusahaan jasa. Sumber : www.google.com

Dari definisi diatas, tampak bahwa didalam jasa selalu tampak aspek interaksi antara pihak konsumen dan pemberi jasa, meskipun pihak-pihak yang terlibat tidak selalu menyadari. Jasa juga bukan merupakan barang, jasa adalah suatu proses atau aktivitas-aktivitas tersebut tidak berwujud.

2.2.3.2 Karakteristik Jasa

Menurut Payne ( 2001:9) ada 4 karakteristik jasa yaitu :

1. Tidak berwujud

Jasa bersifat abstrak dan tidak berwujud, berarti jasa tidak dapat dilihat, dirasakan, dicicipi atau disentuh seperti yang dapat dirasakan dari suatu barang.

2. Heteregonitas

Jasa merupakan variabel non – standar dan sangat bervariasi. Artinya, karena jasa itu berupa suatu unjuk kerja, maka tidak ada hasil jasa yang sama walaupun dikerjakan oleh satu orang. Hal ini dikarenakan oleh interaksi manusia (karyawan dan konsumen)

dengan segala perbedaan harapan dan persepsi yang menyertai interaksi tersebut.

3. Tidak dapat dipisahkan

Jasa umumnya dihasilkan dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan, dengan partisipasi konsumen dalam proses tersebut. Berarti, konsumen harus berada di tempat jasa yang dimintanya, sehingga konsumen melihat dan bahkan ikut ambil bagian dalam proses produksi tersebut.

4. Tidak tahan lama

Jasa tidak mungkin disimpan dalam persediaan. Artinya, jasa tidak bisa disimpan, dijual kembali kepada orang lain, atau dikembalikan kepada produsen jasa dimana ia membeli jasa. Sumber : www.google.com.

2.2.3.3 Kategori Jasa

Kotler membagi penawaran jasa menjadi kategori-kategori jasa, seperti yang dikutip oleh ( Lupiyoadi, 2001 : 72 ), yaitu :

a. Barang berwujud murni

Penawaran hanya terdiri dari barang berwujud murni, tidak ada jasa yang menyertai produk tersebut. Contohnya : shampoo, sabun, pasta gigi.

b. Barang berwujud dengan jasa yang menyertainya

Penawaran terdiri dari barang berwujud dan disertai dengan jasa untuk menggantikan daya tarik konsumen. Contohnya : Produsen mesin cuci tidak hanya menjual mesin cuci saja, melainkan menambah kualitas pelayanan dengan memberikan layanan servis gratis.

c. Campuran

Penawaran terdiri atas campuran barang dan jasa dengan proporsi yang sama. Contohnya : Hotel yang didukung oleh fasilitas kamar dan pelayanannya.

d. Jasa utama yang disertai barang-barang dengan jasa tambahan

Penawaran yang terdiri atas jasa utama dengan jasa tambahan dan atau barang atau barang pelengkap. Contohnya : Jasa Kereta Api kelas satu.

e. Jasa murni

Penawaran hanya terdiri dari jasa saja. Contohnya : jasa pembantu rumah tangga, jasa penjaga anak (babysitter).

2.2.4. Pengertian Kualitas layanan

Menurut Parasuraman et.al ( 1985 ) kualitas layanan adalah perbandingan antara pelayanan yang diharapkan konsumen dengan pelayanan yang diterimanya.

Menurut Budi W ( 1997 ) kualitas layanan adalah seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan para pelanggan atas pelayanan yang mereka terima atau peroleh dengan pelayanan sesungguhnya mereka harapkan dan inginkan.

Definisi-definisi kualitas layanan berfokus pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta berbagai macam ketepatan, misalnya ketepatan harga, waktu, dan lain hal itu untuk mengimbangi harapan konsumen..

2.2.5. Dimensi Kualitas Pelayanan

a. Tangibles ( Bukti Fisik )

Menurut Parasuraman ( 1985 ) Tangible didefinisikan sebagai penampilan fisik, peralatan, personal, dan alat komunikasi.

Menurut Parasuraman, Barry, dan Zieithami (Fandy Tjiptono 1996), Bukti langsung meliputi fasilitas fisik, perlengkapan pegawai, dan sarana komunikasi.

b. Reliability ( Keandalan )

Menurut Parasuraman, Barry, dan Zieithami ( Fandy Tjiptono 1996 ), Keandalan yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.

Menurut Parasuraman et al., ( 1988 ) berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang telah dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.

c. Responsiveness ( Ketanggapan )

Menurut Parasuraman et al ( 1985 ), Responsiveneess yaitu kemauan atau keinginan para karyawan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang sebaik mungkin kepada pengguna.

Menurut Parasuraman, Barry, dan Zieithami ( Fandy Tjiptono 1996 ), yaitu keinginan para staff untuk membantu para pelanggan untuk memberikan pelayanan dengan tanggap.

d. Assurance ( Jaminan )

Menurut Parasuraman et al ( 1988 ), Assurance yaitu perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya.

Menurut Parasuraman, Barry, dan Zieithami ( Fandy Tjiptono 1996 ), Jaminan mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh para staff , bebas dari bahaya, resiko, atau keragu–raguan.

e. Empathy ( Empati )

Menurut Parasuraman, Barry, dan Zieithami ( Fandy Tjiptono 1996 ), Empathy meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pelanggan.

Menurut Parasuraman (1985), Empati merupakan perhatian tulus, care, yang diberikan kepada pelanggan yang meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan pelanggan. Pelanggan ingin perusahaan memahami mereka dan sangat penting bagi perusahaan untuk melayani mereka.

2.2.6. Kepuasan Pelanggan

Dalam hal ini kepuasan pelanggan merupakan salah satu hal yang sangat penting diutamakan, hal ini dilakukan oleh setiap perusahaan agar dapat menjaga kelangsungan hidup perusahaan mereka karena banyaknya pesaing lama mereka semua berebut pangsa pasar dengan

mengeluarkan berbagai macam produk untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan.

Selain pesaing pelanggan saat ini juga menjadi perhatian bagi para produsen, hal ini disebabkan kebutuhan pelanggan yang bersifat statis dan selalu berubah.

Tse dan Wilton (1988) mengemukakan definisinya bahwa kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk setelah pemakaiannya.

Menurut Kotler (2000), Kepuasan pelanggan adalah perasaan (feeling) yang dirasakan pembeli dari kinerja perusahaan yang memenuhi harapan mereka.

Ukuran keberhasilan penyelenggaraan pelayanan ditentukan oleh tingkat kepuasan penerima pelayanan, kepuasan penerima pelayanan dicapai apabila penerima pelayanan itu memperoleh pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan dan diharapkan, oleh karena itu setiap penyelenggaraan pelayanan secara berkala melakukan survey indeks kepuasan masyarakat.

Menurut Engel et al. ( 1995 ), dalam Erma ( 2006 ) kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan,

sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil ( outcome ) tidak memenuhi harapan.

Pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Pengertian ini didasarkan pada disconfirmation paradigma dari Olliver ( dalam Pawitra , 1993 ).

Umumnya definisi yang diberikan menitikberatkan pada kepuasan atau ketidakpuasan terhadap produk atau pelayanan, pengertian tersebut juga dapat diterapkan dalam penilaian kepuasan atau ketidakpuasan terhadap suatu organisasi tertentu karena keduanya berkaitan erat ( Peterson dan Wilson, 1992 dalam Pawitra 1993 ).

Umumnya definisi yang diberikan menitik beratkan pada kepuasan atau ketidakpuasan terhadap produk atau pelayanan, pengertian tersebut juga dapat diterapkan dalam penilaian kepuasan atau ketidakpuasan terhadap suatu organisasi tertentu karena keduanya berkaitan erat ( Peterson dan Wilson, 1992 dalam Pawitra 1993 ).

Dengan kita berhasil memuaskan pelanggan maka kita akan banyak menerima manfaat, misalnya pelanggan akan melakukan repeat buying atau pembelian ulang, pelanggan akan memberitahukan kepada orang lain akan kualitas produk dan layanan kita dari mulut ke mulut, menjaga hubungan yang baik antara produsen dengan konsumen.

Engel (1990) dan Pawitra (1993) mengatakan bahwa pada dasarnya kepuasan pelanggan mencangkup perbedaan antara tingkat kepentingan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Pengertian tersebut dapat diterapkan dalam penilaian kepuasan atau ketidak pusan terhadap satu perusahaan tertentu karena keduanya berkaitan erat dengan konsep kepuasan pelanggan.

Pada penelitian ini menurut Engel (1990) dan pawitra (1993) menggunakan indikator : nilai dan harapan.

2.2.7 Loyalitas Pelanggan

Pelanggan adalah orang yang biasa membeli pada suatu perusahaan secara tetap. Kebiasaan ini dibangun melalui pembelian dan interaksi pada tiap frekuensi kesempatan selama satu periode tertentu. Tanpa adanya jalinan hubungan yang kuat dan pembelian yang berulang–ulang, orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai pelanggan.

Loyalitas adalah respon perilaku/pembelian yang bersifat bisa dan terungkap secara terus menerus oleh pengambil keputusan dengan memperhatikan satu atau lebih merk alternative dari sejumlah merek sejenis dan merupakan fungsi proses psikologis. Namun perlu ditekankan bahwa hal tersebut berbeda dengan perilaku beli ulang,

lpyalitas pelanggan menyatakan aspek perasaan didalamnya  (Dharmmesta,1999).

Menurut Griffin ( 2003 ), loyalitas menunjukkan kondisi dari durasi waktu tertentu dan mensyaratkan bahwa tindakan pembelian terjadi tidak kurang dari dua kali.

Pada penelitian ini menurut Kotler dan Keller (2006 ; 57) dalam www.google.com menggunakan indikator : kesetiaan terhadap pembelian produk, ketahanan terhadap pengaruh yang negatif mengenai perusahaan, mereferensikan secara total esistensi perusahaan.

2.2.8 Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pelanggan

Kualitas pelayanan adalah permulaan dari kepuasan pelanggan. Pelanggan akan merasa puas, apabila mereka memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. menurut Boone dan Kurtz (1995 : 439) dalam Kesumawatie (2005).

Menurut Cronin dan Taylor ( 1992 : 55 ) dalam kesumawatie (2005), “ Kualitas layanan yang baik akan menciptakan kepuasan pelanggan”. Kualitas layanan yang baik serta kepuasan pelanggan pada kesempatan berikutnya pada badan usaha tersebut.

Menurut Kotler dan Armstrong (1996 : 583) dalam Kesumawatie (2005), “ Kualitas produk dan kualitas layanan berpengaruh terhadap kepuasan pelangan, selain itu juga berpengaruh menciptakan keuntungan badan usaha “.

Dengan demikian diduga ada hubungan positif antara kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan.

Dalam konteks kualitas layanan dan kepuasan telah tercapai kesepakatan bahwa harapan konsumen memiliki peranan yang besar sebagai standart perbandingan dalam evaluasi kualitas pelayanan maupun kepuasan. Umumnya komponen kepuasan pelanggan, yaitu harapan dan kinerja ( hasil yang dirasakan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang ia terima bila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk, sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi pelanggan terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk atau jasa yang dibeli, secara konseptual kepuasan pelanggan akan terwujud dengan sendirinya.

Karena kepuasan itu sendiri muncul, dengan adanya pelayanan yang baik yang dilakukan pihak penjual, maka timbul suatu kepuasan pada diri pelanggan tersebut.

2.2.9 Pengaruh kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan

Menurut Griffin (1996) dalam Dharmayanti (2006), pelanggan yang loyal adalah mereka yang sangat puas dengan produk atau jasa

tertentu sehingga mepunyai antusiasme untuk memperkenalkannya kepada siapapun yang mereka kenal.

Menurut Barnes ( 2003 ) dalam Isbandono untuk meningkatkan loyalitas harus meningkatkan tingkat kepuasan setiap pelanggan dan mempertahankan tingkat keputusan tersebut dalam jangka panjang.

Menurut Assael (1995) dalam Sugiharto (2007), bahwa kepuasan yang dirasakan pelanggan dapat meningkatkan intensitas pembelian, dan dengan tingkat kepuasan yang optimal ini akan mendorong terciptanya loyalitas.

Berdasarkan pada pembahasan dan argumentasi diatas, dapatlah dikemukakan bahwa kepuasan berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan.

Dokumen terkait