• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Berdasarkan teori stakeholder, manajemen organisasi diharapkan

untuk melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder mereka

dan melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut pada stakeholder. Teori

ini menyatakan bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk disediakan

informasi tentang bagaimana aktivitas organisasi mempengaruhi mereka

(sebagai contoh, melalui polusi, sponsorship, inisiatif pengamanan , dll)

bahkan ketika mereka tidak dapat secara langsung memainkan peran yang

konstruktif dalam kelangsungan hidup organisasi (Deegan, 2004) dalam

(Ulum, 2017:35).

Tujuan utama dari teori stakeholder adalah untuk membantu

manajer korporasi mengerti lingkungan stakeholder mereka dan melakukan

pengelolaan dengan lebih efektif di antara keberadaan hubungan-hubungan

di lingkungan mereka. Namun demikian, tujuan yang luas dari teori

stakeholder adalah untuk menolong manajer korporasi dalam meningkatkan

nilai dampak aktivitas-aktivitas mereka, dan meinimalkan

kerugian-kerugian bagi stakehoder (Ulum, 2017:35).

Menurut Ulum (2017:37) teori stakeholder menegaskan bahwa

kepentingan mereka harus diperhatikan dan aktivitas perusahaan seharusnya

diarahkan untuk memenuhi ekspetasi mereka. Semakin berkuasa

stakeholder, semakin banyak perusahaan harus beradaptasi.

2. Pajak

Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009

tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983

tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada pasal 1 ayat 1

berbunyi pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa dan berdasarkan

Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

digunakanuntuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat (Mardiasmo, 2016:3).

Menurut Mardiasmo (2016) pengenaan pajak di Indonesia dapat

dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu sebagai berikut :

a. Pajak Negara

Pajak negara yang sampai saat ini berlaku adalah :

1) Pajak Penghasilan (PPh)

Dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan adalah

Undang-undang No. 7 Tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir

dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2008. Undang-undang

Pajak Penghasilan berlaku mulai tahun 1984 dan merupakan

pengganti UU Pajak Perseroan 1925, UU Pajak Pendapatan 1944,

UU PBDR 1970. Pajak Penghasilan dibagi beberapa jenis yaitu :

PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji,

upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan

nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan

atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang

pribadi Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

b) PPh Pasal 22

PPh Pasal 22 merupakan pembayaran Pajak Penghasilan

dalam tahun berjalan yang dipungut oleh 1) bendahara

pemerintah, termasuk bendahara pada Pemerintah Pusat,

Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan

lembaga-lembaga negara lain, berkenaan dengan pembayaran

atas penyerahan barang, 2) badan-badan tertentu, baik badan

pemerintah maupun swasta, berkenaan dengan kegiatan di

bidang impor, 3) wajib pajak badan tertentu memungut pajak

dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat

mewah.

c) PPh Pasal 23

PPh Pasal 23 mengatur pemotongan pajak atas

penghasilan yang diterima dan diperoleh Wajib Pajak dalam

negeri dan Bentuk Usaha Ttap yang berasal dari modal,

penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang

d) PPh Pasal 24

PPh Pasal 24 mengatur tentang perhitungan besarnya

pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar

negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan

yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam

negeri.

e) PPh Pasal 25

PPh Pasal 25 mengatur tentang perhitugan besarnya

angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak

tahun berjalan. Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat

dilakukan dengan 1) Wajib Pajak membayar sendiri (PPh

Pasal 25), 2) melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak

ketiga (PPh Pasal 21, 22, 23, dan 24).

f) PPh Pasal 26

PPh Pasal 26 mengatur tentang pemotongan atas

penghasilan ysng bersumber di Indonesia yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak luar negeri (baik orang pribadi maupun

badan) selain Bentuk Usaha Tetap yang menerima atau

memperoleh penghasilan.

2) Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

(PPN dan PPnBM)

Dasar hukum pengenaan PPN dan PPnBM adalah Undang-undang

Undang-undang No. 42 Tahun 2009. Undang-undang PPN dan

PPnBM efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1985 dan

merupakan pengganti UU Pajak Penjualan 1951.

3) Bea Materai

Dasar hukum pengenaan bea materai adalah Undang-undang No. 13

Tahun 1985. Undang-undang Bea materai berlaku mulai tanggal 1

Januari 1986 menggantikan peraturan dan Undang-undang Bea

Materai yang lama (Aturan Bea Materai 1921).

4) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Dasar hukum pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah

Undang-undang No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah

dengan Undang-undang No. 12 Tahun 1994. Undang-undang PBB

berlaku mulai tanggal 1 Januari 1986.

b. Pajak Daerah

Pajak daerah dibagi menjadi 2 bagian yaitu :

1) Pajak Provinsi, terdiri dari :

a) Pajak Kendaraan Bermotor.

b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

d) Pajak Air Permukaan.

e) Pajak Rokok.

2) Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari :

b) Pajak Restoran.

c) Pajak Hiburan.

d) Pajak Reklame.

e) Pajak Penerangan Jalan.

f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.

g) Pajak Parkir.

h) Pajak Air Tanah.

i) Pajak Sarang Burung Walet.

j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.

k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

3. Manajemen Pajak

Menurut Suandy (2008:6) manajemen pajak adalah sarana untuk

memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang

dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan

likuiditas yang diharapkan. Pohan (2013:13) menyatakan bahwa

manajemen pajak adalah upaya meyeluruh yang dilakukan tax manager

dalam suatu perusahaan atau organisasi agar hal-hal yang berhubungan

dengan perpajakan dari perusahaan atau organisasi tersebut dapat dikelola

dengan baik, efisien, dan ekonomis, sehingga memberi kontribusi

maksimum bagi perusahaan.

Menurut Suandy (2008:10-12), motivasi dilakukannya manajemen

a. Kebijakan Perpajakan

Kebijakan perpajakan (tax policy) merupakan alternatif dari berbagai

sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan. Dari berbagai

aspek kebijakan pajak, terdapat faktor-faktor yang mendorong

dilakukannya manajemen pajak yaitu :

1) Jenis Pajak yang akan Dipungut

Dalam sistem perpajakan modern terdapat berbagai jenis

pajak yang harus menjadi pertimbangan utama, baik berupa pajak

langsung maupun pajak tidak langsung dan cukai 1) pajak

penghasilan badan dan orang pribadi, 2) pajak atas keuntungan

modal (capital gain), 3) withholding tax atas gaji, dividen, sewa,

bunga, royalti, dan lain-lain, 4) pajak atas impor, ekspor, dan bea

masuk, 5) pajak atas undian/hadiah, 6) bea materai, 7) capital

transfer taxes/transfer duties, 8) lisensi usaha dan pajak

perdagangan lainnya.

2) Subjek Pajak

Adanya perbedaan perlakuan perpajakan atas pembayaran

dividen badan usaha kepada pemegang saham perorangan dan

kepada pemegang saham berbentuk badan usaha menyebabkan

timbunya usaha untuk merencanakan pajak dengan baik agar beban

pajak rendah sehingga sumber daya perusahaan bisa dimanfaatkan

untuk tujuan yang lain. Disamping itu, ada pertimbangan untuk

laba yang ditahan (retained earnings) bagi perusahaan yang juga

akan melakukan penundaan pembayaran pajak.

3) Objek Pajak

Adanya perlakukan perpajakan yang berbeda atas objek

pajak yang secara ekonomis hakikatnya sama, akan menimbulkan

usaha perencanaan pajak agar beban pajaknya rendah. Obejek

pajak merupakan basis perhitungan (tax bases) besarnya pajak,

maka untuk optimalisasi alokasi sumber dana, manajemen akan

merencanakan pajak yang tidak lebih (karena bisa mengurangi

optimalisasi sumber daya) dan tidak kurang (agar tidak harus

membayar sanksi yang berarti pemborosan dana).

4) Tarif Pajak

Adanya penerapan scheduler taxation tarif yang diterapkan

di Indonesia mengakibatkan seorang perencana pajak berusaha

sedapat mungkin agar dikenakan tarif yang paling rendah (low

bracket).

5) Prosedur Pembayaran Pajak

Sistem pembayaran mengharuskan perencanaan pajak untuk

merencanakan pajaknya dengan baik. Saat ini sistem pemungutan

withholding tax di Indonesia makin ditingkatkan penerapannya.

Hal ini disamping mengganggu arus perusahaan juga bisa

pendahuluan tersebut, padahal untuk memperoleh restitusi atas

kelebihan tersebut diperlukan waktu dan biaya.

b. Undang-undang Perpajakan

Dalam pelaksanaan undang-undang perpajakan selalu diikuti oleh

ketentuan-ketentuan lain (Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden,

Keputusan Menteri Keuangan, dan Keputusan Dirjen Pajak) karena

tidak ada undang-undang yang mengatur setiap masalah secara

sempurna. Tidak jarang ketentuan-ketentuan tersebut bertentangan

dengan undang-undang itu sendiri karena disesuaikan dengan

kepentingan pembuat kebijakan dalam mencapai tujuan lain yang ingin

dicapai.

c. Administrasi Perpajakan

Di Indonesia masih sangat sulit dalam pelaksanaannya karena

wilayahnya yang luas dan jumlah penduduk yang banyak. Hal ini

mendorong perusahaan untuk melakukan manajemen pajak dengan

baik agar terhindar dari sanksi administrasi maupun pidana karena

adanya perbedaan pendapat antara aparat fiskus dengan wajib pajak

yang diakibatkan oleh luasnya peraturan perpajakan yang berlaku dan

sistem informasi yang masih belum efektif.

4. Tax Avoidance

Penghindaran pajak adalah upaya penghindaran pajak yang

dilakukan secara legal dan aman bagi wajib pajak karena tidak bertentangan

cenderung memanfaatkan kelemahan-kelemahan (grey area) yang terdapat

dalam undang-undang dan peraturan perpajakn itu sendiri, untuk

memperkecil pajak yang terutang (Pohan, 2013:23). Tax avoidance merujuk

pada rekayasa tax affairs yang masih dalam bingkai ketentuan perpajakan.

Penghindaran pajak adalah suatu tindakan yang benar-benar legal.

Seperti halnya suatu pengadilan yang tidak dapat menghukum seseorang

karena perbuatannya tidak melanggar hukum atau tidak termasuk dalam

kategori pelanggaran atau kejahatan, begitu pula yang mengenai pajak yang

tidak dapat dipajaki apabila tidak ada tindakan transaksi yang dapat

dipajaki. Dalam hal ini sama sekali tidak ada suatu pelanggaran hukum yang

dilakukan dan malahan sebaliknya akan diperoleh penghematan pajak

melalui pengendalian fakta-fakta sedemikian rupa, sehingga terhindar dari

pengenaan pajak yang lebih besar atau sama sekali tidak kena pajak (Zain,

2008:23).

Menurut Ernest R Mortenson dalam Zain (2008:49) menyatakan

penghindaran pajak berkenaan dengan pengaturan suatu peristiwa

sedemikian rupa untuk meminimkan atau menghilangkan beban pajak

dengan memerhatikan ada atau tidaknya akibat-akibat pajak yang

ditimbulkannya. Oleh karena itu, penghindaran pajak tidak merupakan

pelanggaran atas perundag-undangan perpajakan atau secara etik tidak

dianggap salah dalam rangka usaha wajib pajak untuk mengurangi,

menghindari, meminimkan atau meringankan beban pajak dengan cara-cara

Penghindaran pajak adalah rekayasa tax affairs yang masih tetap

berada dalam bingkai ketentuan pajak (lawful). Penghindaran pajak dapat

terjadi di dalam bunyi ketentuan atau undang-undang tetapi berlawanan

dengan jiwa undang-undang (Suandy, 2008:7). Komite urusan fiskal dari

Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)

menyebutkan ada tiga karakter penghindaran pajak yaitu :

a. Adanya unsur artifisial dimana berbagai peraturan seolah-olah terdapat

didalamya padahal tidak, dan ini dilakukan karena ketidaan faktor

pajak.

b. Skema macam ini sering memanfaatkan loopholes dari undangundang

atau menerapkan ketentuan-ketentuan legal untuk berbagai tujuan,

padahal bukan itu yang sebetulnya dimaksudkan oleh pembuat

undang-undang.

c. Kerahasiaan juga sebagai bentuk dari skema ini dimana umumnya para

konsultan menunjukkan alat atau cara untuk melakukan penghindaran

pajak dengan syarat wajib pajak menjaga serahasia mungkin.

Penghindaran pajak merupakan usaha untuk mengurangi, atau

bahkan meniadakan hutang pajak yang harus dibayar perusahaan dengan

tidak tidak melanggar undang-undang yang ada.

Menurut Dyreng at al., (2010) dalam (Mayangsari, 2015) variabel

ini dihitung melalui CASH ETR (cash effective tax rate) perusahaan yaitu

kas yang dikeluarkan untuk biaya pajak dibagi dengan laba sebelum pajak.

Semakin besar Cash ETR ini mengindikasikan semakin rendah

tingkat penghindaran pajak perusahaan.

5. Kinerja Perusahaan

Definisi kinerja merujuk pada tingkat pencapaian atau prestasi dari

perusahaan dalam periode waktu tertentu. Tujuan peruahaan yang terdiri

dari: tetap berdiri atau eksis (survive), untuk memperoleh laba (benefit), dan

dapat berkembang (growth), dapat tercapai apabila perusahaan tersebut

mempunyai performa yang baik (Suci, 2006). Kinerja (performa)

perusahaan dapat dilihat dari tigkat penjualan, tingkat keuntungan,

pengembalian modal, tingkat turnover dan pangsa pasar yang diraihnya.

Kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu

perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang

ditetapkan. Kinerja perusahaan hendaknya merupakan hasil yang dapat

diukur dan menggambarkan kondisi empirik suatu perusahaan dari berbagai

ukuran yang disepakati. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah

kemampuan, usaha, dan kesempatan personel, tim, atau unit organisasi

dalam melaksanakan tugasnya untuk mewujudkan sasaran strategik yang

telah ditetapkan (Aprizal, 2018:89).

Pengukuran suatu kinerja perusahaan dapat diketahui dengan

menggunakan analisis rasio keuangan. Analisis rasio keuangan

memudahkan kita mengetahui dalam hal-hal atau bidang-bidang apa saja πΆπ‘Žπ‘ β„Ž 𝐸𝑇𝑅 = Pembayaran pajak

perusahaan sedang mengalami problem- problem serius, bahkan krisis (jika

ada), sehingga dapat dilakukan perbaikan-perbaikan yang serius untuk

mencegah semakin memburuknya kondisi atau kesehatan perusahaan.

Analisis rasio juga membantu kita mengetahui kinerja perusahaan baik

secara keseluruhan maupun mendetail dari waktu ke waktu, termasuk

sumber daya manusianya. Analisis rasio adalah cara menganalisis dengan

menggunakan perhitungan-perhitungan perbandingan atas data kuantitatif

yang ditunjukkan dalam Neraca atau Laporan Laba Rugi perusahaan

(Kuswadi, 2006:2).

Menurut Sudana (2015:23-27) analisis aporan keuangan penting

dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu perusahaan.

Informasi ini diperlukan untuk mengevaluasi kinerja yang dicapai

manajemen perusahaan di masa yang lalu, dan juga untuk bahan

pertimbangan dalam menyusun rencana perusahaan ke depan. Ada 5 jenis

rasio keuangan, yaitu sebagai berikut :

a. Leverage Ratio

Rasio ini mengukur berapa besar penggunaan utang dalam

pembelanjaan perusahaan. Besar kecilnya leverage ratio dapat diukur

dengan cara :

1) 𝐷𝑒𝑏𝑑 π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘–π‘œ = π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝑑𝑒𝑏𝑑

π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π‘Žπ‘ π‘ π‘’π‘‘

Debt rasio ini mengukur prporsi dana yang bersumber dari

utang untuk membiayai aktiva perusahaan. Semakin besar rasio ini

pada aktiva semakin besar, yang berarti pula risiko keuangan

perusahaan meningkat dan sebaliknya.

2) π‘‡π‘–π‘šπ‘’π‘  π‘–π‘›π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘ π‘‘ π‘’π‘Žπ‘Ÿπ‘›π‘’π‘‘ π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘–π‘œ = 𝐸𝐡𝐼𝑇

πΌπ‘›π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘ π‘’π‘‘

Time interest earned ratio ini mengukur kemampuan

perusahaan untuk membayar beban tetap berupa bunga dengan

menggunakan EBIT (Earning Before Interest and Taxes). Semakin

besar rasio ini berarti kemampuan perusahaan untuk membayar

bunga semakin baik, dan peluang untuk mendapatkan tambahan

pinjaman juga semakin tinggi.

3) πΆπ‘Žπ‘ β„Ž π‘π‘œπ‘£π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘”π‘’ π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘–π‘œ =𝐸𝐡𝐼𝑇 + π·π‘’π‘π‘Ÿπ‘’π‘π‘–π‘Žπ‘‘π‘–π‘œπ‘›

πΌπ‘›π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘ π‘‘

Rasio ini mengukur kemampuan dengan menggunakan

EBIT ditambah dana dari depresiasi untuk membayar bunga.

Semakin besar rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan

untuk membayar bunga semakin tinggi, dengan demikian peluang

untuk mendapatkan pinjaman baru juga semakin besar.

4) πΏπ‘œπ‘›π‘” π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘š 𝑑𝑒𝑏𝑑 π‘’π‘žπ‘’π‘–π‘‘π‘¦ π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘–π‘œ = πΏπ‘œπ‘›π‘” π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘š 𝑑𝑒𝑏𝑑

πΈπ‘žπ‘’π‘–π‘‘π‘¦

Rasio ini mengukur besar kecilnya penggunaan utang jangka

panjang dibandingkan dengan modal sendiri perusahaan. Semakin

tinggi rasio ini mencerminkan risiko keuangan perusahaan semakin

b. Liquidity Ratio

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi

kewajiban keuangan jangka pendek. Besar kecilnya liquidity ratio

dapat diukur dengan cara :

1) πΆπ‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘ π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘–π‘œ = πΆπ‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘ π‘Žπ‘ π‘ π‘’π‘‘

πΆπ‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘ π‘™π‘–π‘Žπ‘π‘–π‘™π‘–π‘‘π‘–π‘’π‘ 

Current ratio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk

membayayar utang lancar dengan menggunakan aktiva lancar yang

dimiliki. Semakin besar rasio ini berarti semakin likuid perusahaan.

Namun deikian, rasio ini mempunyai kelemahan karena tidak

semua komponen aktiva lancar memiliki tingkat likuiditas yang

sama.

2) π‘„π‘’π‘–π‘π‘˜ π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘–π‘œ π‘Žπ‘›π‘‘ π‘Žπ‘π‘–π‘‘ 𝑑𝑒𝑠𝑑 π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘–π‘œ =πΆπ‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘ π‘Žπ‘ π‘ π‘’π‘‘ βˆ’ πΌπ‘›π‘£π‘’π‘›π‘‘π‘œπ‘Ÿπ‘¦

πΆπ‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘ π‘™π‘–π‘žπ‘’π‘–π‘‘π‘–π‘‘π‘¦

Rasio ini seperti current ratio tetapi persediaan tidak

diperhitungkan karena kurang likuid dibandingkan dengan kas,

surat berharga, dan piutang. Oleh karena itu, quick ratio

memberikan ukuran yang lebih akurat dibandingan dengan current

ratio tentang kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban

jangka pendek perusahaan.

3) πΆπ‘Žπ‘ β„Ž π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘–π‘œ =πΆπ‘Žπ‘ β„Ž + π‘€π‘Žπ‘Ÿπ‘˜π‘’π‘‘π‘Žπ‘π‘™π‘’ π‘ π‘’π‘π‘’π‘Ÿπ‘–π‘‘π‘–π‘’π‘ 

πΆπ‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘ π‘™π‘–π‘Žπ‘π‘–π‘™π‘–π‘‘π‘–π‘’π‘ 

Rasio ini mengukur kemampuan kas dan surat berharga

yang dimiliki perusahaan untuk menutup utang lancar. Rasio ini

paling akurat dalam mengukur kemampuan perusahaan untuk

memperhitungkan komponen aktiva lancar yang paling likuid.

Semakin tinggi rasio likuiditas semakin baik kondisi keuangan

jangka pendek perusahaan dan sebaliknya.

c. Acitivity Ratio

Rasio ini mengukur efektivitas dan efisiensi peusahaan dalam

mengelola aktiva yang dimiliki perusahaan. Besar kecilnya activity

ratio dapat diukur dengan cara :

1) πΌπ‘›π‘£π‘’π‘›π‘‘π‘œπ‘Ÿπ‘¦ π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘›π‘œπ‘£π‘’π‘Ÿ = π‘†π‘Žπ‘™π‘’π‘ 

πΌπ‘›π‘£π‘’π‘›π‘‘π‘œπ‘Ÿπ‘¦

Inventory turnover ratio mengukur perputaran persediaan

dalam menghasilkan penjualan. Seamkin tiggi rasio ini berarti

semakin efektif dan efisien pengelolaan persediaan yang dilakukan

oleh manajemen perusahaan untuk menghasilkan penjualan, dan

sebaliknya.

2) π΄π‘£π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘”π‘’ π‘‘π‘Žπ‘¦π‘  𝑖𝑛 π‘–π‘›π‘£π‘’π‘›π‘‘π‘œπ‘Ÿπ‘¦ = 360

πΌπ‘›π‘£π‘’π‘›π‘‘π‘œπ‘Ÿπ‘¦ π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘›π‘œπ‘£π‘’π‘Ÿ

Rasio ini mengukur berapa hari rata-rata dana terikat dalam

persediaan. Semakin lama dana terikat dalam persediaan,

menunjukkan semakin tidak efisien pengelolaan persediaan, dan

sebaliknya. Satu tahun diasumsikan sama dengan 360 hari.

3) π‘…π‘’π‘π‘’π‘–π‘£π‘Žπ‘π‘™π‘’ π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘›π‘œπ‘£π‘’π‘Ÿ = π‘†π‘Žπ‘™π‘’π‘ 

π‘…π‘’π‘π‘’π‘–π‘£π‘Žπ‘π‘™π‘’

Receivable turnover mengukur perputaran piutang dalam

semakin efektif dan efisien manajemen piutang yang dilakukan oleh

perusahaan dan sebaliknya.

4) π·π‘Žπ‘¦π‘  π‘ π‘Žπ‘™π‘’π‘  π‘œπ‘’π‘ π‘‘π‘Žπ‘›π‘‘π‘–π‘›π‘” (OSD) = 360

π‘…π‘’π‘π‘’π‘–π‘£π‘Žπ‘π‘™π‘’ π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘›π‘œπ‘£π‘’π‘Ÿ

Days sales outstanding atau average collection period,

mengukur rata-rata waktu yang diperlukan untuk menerima kas dari

penjualan. Semakin besar rasio ini menunjukkan semakin tidak

efektif dan tidak efisiennya pengelolaan piutang yang dilakukan oleh

manajemen perusahaan. Satu tahun diasumsikan sama dengan 360

hari.

5) 𝐹𝑖π‘₯𝑒𝑑 π‘Žπ‘ π‘ π‘’π‘‘π‘  π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘›π‘œπ‘£π‘’π‘Ÿ = π‘†π‘Žπ‘™π‘’π‘ 

π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝑓𝑖π‘₯𝑒𝑑 π‘Žπ‘ π‘ π‘’π‘‘π‘ 

Fixed assets turnover mengukur efektivitas penggunaan

aktiva tetap dalam meghasilkan penjualan bagi perusahaan. Semakin

tinggi rasio ini menunjukkan semakin efektif pengelolaan aktiva

yang dilakukan oleh manajemen perusahaan.

6) π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π‘Žπ‘ π‘ π‘’π‘‘π‘  π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘›π‘œπ‘£π‘’π‘Ÿ = π‘†π‘Žπ‘™π‘’π‘ 

π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π‘Žπ‘ π‘ π‘’π‘‘π‘ 

Total assest turnover mengukur efektivitas penggunaan

seluruh aktiva dalam enghasilkan penjualan, da semakin besar rasio

ini berarti semakin efektif pengelolaan seluruh aktiva yang dimiliki

perusahaan.

d. Profitability Ratio

Profitability ratio mengukur kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan laba dengan menggunakan sumber-sumber yang

Terdapat beberapa cara untuk mengukur besar kecilnya profitabilitas,

yaitu :

1) π‘…π‘’π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘› π‘œπ‘› π‘Žπ‘ π‘ π‘’π‘‘π‘  (𝑅𝑂𝐴) =πΈπ‘Žπ‘Ÿπ‘›π‘–π‘›π‘” π‘Žπ‘“π‘‘π‘’π‘Ÿ π‘‘π‘Žπ‘₯𝑒𝑠

π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π‘Žπ‘ π‘ π‘’π‘‘π‘ 

ROA menunjukkan kemampuan perusahaan dengan

menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan

laba setelah pajak. Rasio ini pentig bagi pihak manajemen untuk

mengevaluasi efektivitas dan efisiensi manajemen dalam

mengelola seluruh aktiva perusahaan. Semakin besar ROA, berarti

semakin efisien penggunaan aktiva perusahaan.

2) π‘…π‘’π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘› 𝑂𝑛 πΈπ‘žπ‘’π‘–π‘‘π‘¦ (𝑅𝑂𝐸) =πΈπ‘Žπ‘Ÿπ‘›π‘–π‘›π‘” π‘Žπ‘“π‘‘π‘’π‘Ÿ π‘‘π‘Žπ‘₯𝑒𝑠

π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π‘’π‘žπ‘’π‘–π‘‘π‘¦

ROE menunjukkan kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan laba bersih setelah pajak dengan menggunakan

modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Rasio inipenting bagi

pemegang saham, untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi

pengelolaan modal sendiri yang dilakukan oleh pihak manajemen

perusahaan. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin efisien

penggunaan modal sendiri yang dilakukan pihak manajemen

perusahaan.

3) π‘ƒπ‘Ÿπ‘œπ‘“π‘–π‘‘ π‘€π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘–π‘› π‘…π‘Žπ‘‘π‘–π‘œ

Profit margin ratio mengukur kemampuan perusahaan

untuk menghasilkan laba dengan menggunakan penjualan yang

perusahaan semakin efisien daam menjalankan operasinya. Profit

margin ratio dibedakan menjadi :

a) 𝑁𝑒𝑑 π‘π‘Ÿπ‘œπ‘“π‘–π‘‘ π‘šπ‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘–π‘› (𝑁𝑃𝑀) =πΈπ‘Žπ‘Ÿπ‘›π‘–π‘›π‘” π‘Žπ‘“π‘‘π‘’π‘Ÿ π‘‘π‘Žπ‘’π‘₯𝑠

π‘†π‘Žπ‘™π‘’π‘ 

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan laba bersih dari penjualan yang dilakukan

perusahaan. Rasio ini mencerminkan efisiensi seluruh

bagian, yaitu produksi, personalia, pemasaran, dan keuangan

yang ada dalam perusahaan.

b) π‘‚π‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘–π‘›π‘” π‘π‘Ÿπ‘œπ‘“π‘–π‘‘ π‘šπ‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘–π‘› =πΈπ‘Žπ‘Ÿπ‘›π‘–π‘›π‘” π‘π‘’π‘“π‘œπ‘Ÿπ‘’ π‘–π‘›π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘ π‘‘ π‘Žπ‘›π‘‘ π‘‘π‘Žπ‘₯π‘’π‘ π‘ π‘Žπ‘™π‘’π‘ 

Rasio ini mengukur kemampuan untuk

menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak dengan

penjualan yang dicapai perusahaan. Rasio ini

menggambarkan efisiensi bagian produksi, personalia, serta

pemasaran dalam menghasilkan laba.

c) πΊπ‘Ÿπ‘œπ‘ π‘  π‘ƒπ‘Ÿπ‘œπ‘“π‘–π‘‘ π‘€π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘–π‘› (𝑂𝑃𝑀) =πΊπ‘Ÿπ‘œπ‘ π‘  π‘π‘Ÿπ‘œπ‘“π‘–π‘‘

π‘†π‘Žπ‘™π‘’π‘ 

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan laba kotor dengan penjualan yang dilakukan

perusahaan. Rasio ini menggambarkan efisiensi yang dicapai

bagian produksi.

4) π΅π‘Žπ‘ π‘–π‘ π‘’π‘Žπ‘Ÿπ‘›π‘–π‘›π‘” π‘π‘œπ‘€π‘’π‘Ÿ =πΈπ‘Žπ‘Ÿπ‘›π‘–π‘›π‘” π‘π‘’π‘“π‘œπ‘Ÿπ‘’ π‘–π‘›π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘ π‘‘ π‘Žπ‘›π‘‘ π‘‘π‘Žπ‘₯𝑒𝑠

π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ π‘Žπ‘ π‘ π‘’π‘‘π‘ 

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk

total aktiva yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi rasio ini

berarti semakin efektif dan efisien pengelolaan seluruh aktiva yang

dimiliki perusahaan untuk menghasilkan laba sebelum bunga dan

pajak.

e. Market Value Ratio

Rasio ini terikat dengan penilaian kinerja saham perusahaan yang telah

diperdagangkan di pasar modal (go public). Terdapat beberapa macam

rasio yang berhubungan dengan penilaian saham perusahaan yang telah

go pblic, yaitu :

1) π‘ƒπ‘Ÿπ‘–π‘π‘’ π‘’π‘Žπ‘Ÿπ‘›π‘–π‘›π‘” π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘–π‘œ =π‘€π‘Žπ‘Ÿπ‘˜π‘’π‘‘ π‘π‘Ÿπ‘–π‘π‘’ π‘π‘’π‘Ÿ π‘ β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘’

πΈπ‘Žπ‘Ÿπ‘›π‘–π‘›π‘” π‘π‘’π‘Ÿ π‘ β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘’

Rasio ini mengukur tentang bagaimana investor menilai

proyek pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, dan

tercermin pada harga saham yang bersedia dibayar oleh investor

untuk setiap rupiah laba yang diperoleh perusahaan. Semakin

tinggi rasio ini menunjukkan bahwa investor mempunyai harapan

yang baik tentang perkembangan perusahaan di masa yang akan

datang, sehingga untuk pendapatan per saham tertentu, investor

bersedia membayar dengan harga yang mahal.

2) 𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛𝑑 𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = 𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛𝑑 π‘π‘’π‘Ÿ π‘ β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘’

π‘€π‘Žπ‘Ÿπ‘˜π‘’π‘‘ π‘π‘Ÿπ‘–π‘π‘’ π‘π‘’π‘Ÿ π‘ β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘’

Rasio ini mengukur seberapa besar tingkat keuntungan

berupa dividen yang mampu dihasilkan dari investasi pada saham.

Semakin tinggi rasio ini berarti semakin besar dividen yang mampu

3) 𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛𝑑 π‘π‘Žπ‘¦π‘œπ‘’π‘‘ π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘–π‘œ = 𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛𝑑

πΈπ‘Žπ‘Ÿπ‘›π‘–π‘›π‘” π‘Žπ‘“π‘‘π‘’π‘Ÿ π‘‘π‘Žπ‘₯𝑒𝑠 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ 𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛𝑑 π‘π‘’π‘Ÿ π‘ β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘’ πΈπ‘Žπ‘Ÿπ‘›π‘–π‘›π‘” π‘π‘’π‘Ÿ π‘ β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘’

Rasio ini mengukur berapa besar bagian laba bersih seteah

pajak yang dibayarkan sebagai dividen kepada pemegang saham.

Semakin besar rasio ini berarti semakin sedikit bagian laba yang

ditahan untuk membelanjai investasi yang dilakukan perusahaan.

4) π‘€π‘Žπ‘Ÿπ‘˜π‘’π‘‘ π‘‘π‘œ π‘π‘œπ‘œπ‘˜ π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘–π‘œ (𝑀/𝐡) =π‘€π‘Žπ‘Ÿπ‘˜π‘’π‘‘ π‘π‘Ÿπ‘–π‘π‘’ π‘π‘’π‘Ÿ π‘ β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘’

π΅π‘œπ‘œπ‘˜ π‘£π‘Žπ‘™π‘’π‘’ π‘π‘’π‘Ÿ π‘ β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘’

Rasio ini mengukur penilaian pasar keuangan terhadap

manajemen dan organisasi perusahaan sebagai going concern. Nilai

buku saham mencerminkan nilai historis dari aktiva perusahaan.

Perusahaan yang dikelola dengan baik dan beroperasi secara efisien

dapat memiliki nilai pasar yang lebih tinggi daripada nilai buku

asetnya.

6. Struktur Hutang

Struktur hutang atau leverage merupakan suatu alat penting dalam

pengukuran efektivitas penggunaan utang perusahaan. Konsep leverage ini

penting bagi investor dalam membuat pertimbangan penilaian saham karena

para investor umumnya cenderung menghindari risiko (Prasetyorini, 2013)

dalam (Hery, 2017:12). Risiko yang timbul dalam penggunaan financial

leverage disebut dengan financial risk, yaitu risiko tambahan yang

dibebankan kepada pemegang saham sebagai hasil penggunaan utang oleh

perusahaan,. Semakin besar rasio leverage menunjukkan porsi penggunaan

utang dalam membiayai investasi pada aset semakin besar, yang berarti pula

Leverage keuangan (financial leverage) merupakan pembiayaan

sebagian aktiva perusahaan dengan menggunakan dana pinjaman (hutang)

dan bukannya dibiayai oleh modal saham. Jika ekuitas pemegang saham

meningkat dalam kaitannya dengan total kewajiban, maka batas pengaman

bagi kreditor juga meningkat. Dengan demikian, dari sudut pandang

Dokumen terkait