• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

II.2 Landasan Teori

Pengertian Bank menurut Pasal 1 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah:

“Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/ atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

12 menunjukkan hasil bahwa tidak ada perubahan kinerja keuangan antara periode sebelum dan setelah merger dilakukan.

Khanna dan Palepu dalam Mutamimah (2009), strategi merger dan akuisisi merupakan strategi bisnis yang banyak dipilih oleh perusahaan agar tetap unggul dalam persaingan. Motivasi perusahaan melakukan merger dan akuisisi adalah untuk melakukan sinergi dan meningkatkan nilai tambah (value added) bagi seluruh pemegang saham. Oleh sebab itu keputusan merger dan akuisisi suatu perusahaan juga akan mendapat sorotan dari para pelaku pasar.

Adanya aktivitas merger dan akuisisi yang diharapkan dapat meningkatkan kesehatan perusahaan, memberikan sinyal bagi investor untuk menanamkan sahamnya pada perusahaan tersebut dengan harapan investor dapat memperoleh keuntungan yang diinginkan. Reaksi pasar modal terhadap kandungan informasi dalam suatu peristiwa dapat diukur dengan menggunakan return sebagai nilai perubahan harga atau dengan menggunakan abnormal return yang merupakan selisih antara return aktual dengan return yang diekspektasikan oleh investor (Hartono, 2010).

Wibowo dan Pakereng (2001) dalam Sutrisno dan Sumarsih (2004), menemukan bahwa perusahaan pengakuisisi memperoleh abnormal return yang negatif di seputar pengumuman merger dan akuisisi dapat menunjukkan adanya transfer informasi antar perusahaan dalam sektor industri manufaktur. Retno (2002) dalam Sutrisno dan Sumarsih (2004) juga melakukan penelitian dampak jangka panjang pemegang saham pengakuisisi dan membandingkan kemakmuran yang diperoleh antara akuisisi internal dan akuisisi eksternal selama periode 1997

11 sebelum meupun sesudah merger, begitu juga BOPO tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah merger. Untuk likuiditas tidak ada perbedaan yang signifikan baik sebelum maupun sesudah merger.

Payamta dan Setiawan (2004) melakukan penelitian mengenai pengaruh keputusan merger dan akuisisi terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan rasio keuangan dan harga saham sebelum dan sesudah merger dan akuisisi di sekitar peristiwa terjadi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dua tahun sebelum dan sesudah peristiwa merger dan akuisisi tidak terjadi perbedaan kinerja yang signifikan, baik dari segi rasio keuangan maupun harga saham. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2008) yang menggunakan rasio-rasio likuiditas (current ratio), profitabilitas (ROI), aktivitas (TAR) dan solvabilitas (debt to equity ratio) menyatakan bahwa rasio CR dan TAR mengalami peningkatan yang signifikan pada periode setelah akuisisi. Sedangkan Hadiningsih (2007), yang meneliti mengenai dampak jangka panjang merger dan akuisisi terhadap kinerja keuangan perusahaan pengakuisisi dan perusahaan diakuisisi di BEJ melalui rasio-rasio keuangan yang terdiri atas likuiditas, profitabilitas, leverage, aktivitas dan return saham, menemukan bahwa secara umum merger dan akuisisi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan pengakuisisi dan perusahaan diakuisisi.

Kusumaningsih (2010) dalam penelitiannya juga menggunakan analisis CAMEL dengan variabel-variabel yang digunakan adalah CAR, PPAP, ROA, BOPO, NIM, LDR dan Cash Ratio. Dengan PD BPR BKK sebagai sampelnya

10 dapat dilihat dari pendapat Smith (1996) yang memfokuskan pada penekanan biaya over head dan overlapping kantor cabang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk menilai kinerja merger sebuah bank tidak dapat dilepaskan dari CAMEL.

Pengukuran kinerja dengan menggunakan metode CAMEL ini juga telah digunakan oleh beberapa penelitian terdahulu lainnya seperti: Payamta dan Machfoed (1999) menggunakan variabel CAR untuk mengukur capital, asset diukur dengan RORA, manajemen diukur dengan Net Profit Margin, rentabilitas diukur dengan menggunakan ROA, ROE dan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Kemudian likuiditas diukur dengan menggunakan rasio kewajiban bersih (call money) terhadap aktiva lancar dan rasio kredit terhadap dana yang diterima. Zainuddin dan Hartono (1998); Nasser dan Aryati (2000) juga menggunakan model analisis CAMEL untuk memprediksi kegagalan keuangan (financial distress). Kemudian Wardiah (2001) dalam Suwardi (2008) memberikan gambaran kinerja bank pemerintah yang melakukan merger. Penilaian kinerja perbankan diukur berdasarkan aspek-aspek CAMEL yang meliputi aspek Capital, Asset Quality, Management, Earnings dan Liquidity. Hasil penelitian CAR sesudah merger menunjukkan perbaikan Asset Quality sesudah merger lebih baik dari sebelumnya ini menunjukkan merger mampu mengoptimalkan aktiva yang dimiliki. Sedangkan aspek manajemen diproksi dengan Net Interest Margin ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah merger, karena fungsi intermediasi belum pulih. Dari sisi Earning yang diukur dengan ROA juga tidak ada perbedaan yang signifikan

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Pustaka

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang juga membahas tentang merger. Rose (1991) dalam Suprabowo (2001), mengungkapkan bahwa premium atau nilai lebih pembayaran atas akuisisi atau merger dipengaruhi oleh tingkat laba (earning) dan nilai buku. Sementara itu Hunter dan Wall (1989) dalam Suprabowo (2001) menyatakan keputusan merger bank dimotivasi oleh keinginan untuk diversifikasi laba, dan potensi pertumbuhan laba, dan untuk mencapai tingkat skala ekonomis, efisiensi, ROS lebih tinggi, tingkat pertumbuhan perolehan dana, dan total aset. Selanjutnya Smith (1996) dalam Kusmargiani (2006) menyatakan bahwa merger bank dimaksudkan untuk mengurangi biaya tenaga kerja, biaya over head, dan mengkombinasikan antara efisiensi yang telah dicapai oleh partner merger, dan mengurangi jumlah cabang yang tingkat operasionalnya overlapping antara satu cabang dengan cabang lain.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, maka dalam merger bank perlu diperhatikan beberapa unsur yang dianggap sebagai variabel penting antara lain, yaitu: unsur modal (capital), unsur aset, laba, likuiditas dan efisiensi. Oleh karena itu dalam menilai kinerja keberhasilan suatu merger tidak lepas dari faktor capital, assets, management, earnings, dan liquidity, atau disebut dengan CAMEL. Untuk memproksikan kinerja manajemen, dapat digunakan aspek efisiensi, karena semakin baik kinerja manajemen maka semakin tinggi efisiensi bank. Hal ini

8 3) Untuk mengetahui reaksi pasar modal terhadap pengumuman merger yang dicerminkan dengan abnormal return yang diterima oleh pemegang saham Bank Lippo dan Bank Niaga yang kemudian setelah merger menjadi Bank CIMB Niaga.

I.4 Manfaat Penelitian

1) Penelitian ini dapat dijadikan sebagai gambaran atas keberhasilan merger Bank CIMB Niaga, yang disertakan dengan deskripsi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan tersebut.

2) Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan rujukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya dan menambah pengetahuan akan penelitian-penelitian mengenai merger, khususnya pada perbankan Indonesia.

7 dalam Kusmargiani (2006) diketahui bahwa dari 57 kasus merger dan akuisisi selama tahun 1990-1997, 10 kasus diantaranya merupakan merger dan akuisisi perusahaan perbankan. Payamta dan Nursholihah (2001) dalam penelitiannya yang diukur dengan rasio CAMEL, tidak terdapat perbedaan tingkat kinerja bank sebelum dan sesudah merger.

Bank CIMB Niaga yang sebelumnya adalah Bank Niaga dan Bank Lippo melakukan merger demi memenuhi kebijakan Bank Indonesia mengenai kepemilikan tunggal di Indonesia, dimana pemegang saham mayoritas memilih jalan merger demi kepentingan seluruh stakeholder. Sehingga dapat diajukan rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana perkembangan kinerja Bank CIMB Niaga setelah merger. Apakah terdapat peningkatan kemakmuran yang diperoleh mantan pemegang saham bank legacy dan adakah reaksi pasar terhadap informasi merger tersebut.

I.3 Tujuan Penelitian

1) Untuk mengetahui perkembangan kinerja Bank CIMB Niaga. Sebelum dan sesudah melakukan proses merger selama kurang lebih 5 tahun. Dalam penelitian ini digunakan data dua tahun sebelum merger atau tahun 2006 dan 2007 dan dua tahun sesudah merger atau tahun 2009 dan 2010. Dengan harapan dapat dilihat perkembangan atas keberhasilan merger Bank CIMB Niaga ini.

2) Untuk menilai keberhasilan merger yang dilihat dari peningkatan nilai ekuitas yang dinikmati oleh para pemegang saham.

6 dan akuisisi yang dilakukan, dapat dilihat dari kinerja perusahaan setelah melakukan merger dan akuisisi terutama kinerja keuangan baik bagi perusahaan pengakuisisi maupun perusahaan diakuisisi. Dasar logika dari pengukuran berdasarkan akuntansi adalah bahwa jika skala bertambah besar ditambah dengan sinergi yang dihasilkan dari gabungan aktivitas-aktivitas yang simultan, maka laba perusahaan juga semakin meningkat. Sehingga kinerja perusahaan pasca merger dan akuisisi seharusnya semakin baik dibandingkan dengan sebelum merger dan akuisisi (Wangi, 2010).

Berdasarkan penelitian sebelumnya, penelitian ini berfokus pada pengaruh merger dan akuisisi dengan membandingkan kinerja keuangan, nilai perusahaan yang diukur dengan harga saham dan jumlah saham yang diperdagangkan juga abnormal return untuk melihat reaksi pasar sebelum dan sesudah merger. Kinerja keuangan diukur dengan menggunakan rasio CAMEL. Oleh karena itu peneliti mengambil judul “Kinerja Keuangan dan Kinerja Pasar PT. Bank CIMB NiagaTbk. : Analisis Sebelum dan Sesudah Merger”.

I.2 Rumusan Masalah Penelitian

Keputusan merger dan akuisisi juga diambil oleh perusahaan-perusahaan perbankan di Indonesia. Dari 101 bank yang merger dan akuisisi, 71 bank dilikuidasi dan hanya 30 bank yang masih beroperasi itupun tidak berlangsung lama. Sebab, mereka hanya mampu bertahan hingga tahun 1998. Sebanyak 18 bank dibekukan dan dilikuidasi. Selebihnya 12 bank, masih beroperasi hingga tahun 2001 (InfoBank 2001). Penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno (1998)

5 Sebagai bukti ketaatan terhadap peraturan yang berlaku, tanggal 1 November 2008 menjadi hari efektif pertama setelah merger bagi PT. Bank Niaga Tbk. (selanjutnya Bank Niaga) dan PT. Bank Lippo Tbk. (selanjutnya Bank Lippo) yang telah bergabung menjadi PT. Bank CIMB Niaga Tbk. (selanjutnya Bank CIMB Niaga), merger ini sudah disetujui oleh Bank Indonesia pada tanggal 15 Oktober 2008. Penggabungan kedua bank tersebut merupakan opsi terbaik bagi seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) yang diambil oleh pemegang saham dalam rangka mematuhi kebijakan BI khususnya mengenai Kebijakan Kepemilikan Tunggal atau Single Presence Policy (SPP). Hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa yang dilaksanakan pada tanggal 18 Juli 2008, pemegang saham kedua bank menyetujui rencana penggabungan atau merger (Merger Report CIMB Niaga, 2009).

Beberapa bulan sebelum merger dilaksanakan tepatnya pada tanggal 28 Mei 2008, nama Bank Niaga berubah menjadi Bank CIMB Niaga sesuai dengan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa. Bergabungnya Bank Lippo ke dalam Bank CIMB Niaga merupakan sebuah lompatan besar di sektor perbankan Asia Tenggara. Penggabungan ini juga menjadikan Bank CIMB Niaga sebagai bank terbesar ke-5 sari sisi aset, pendanaan, kredit dan luasnya jaringan cabang.

Perubahan-perubahan yang terjadi setelah melakukan merger dan akuisisi biasanya akan tampak pada kinerja perusahaan dan penampilan finansialnya. Pasca merger dan akuisisi, kondisi dan posisi keuangan perusahaan mengalami perubahan. Hal ini tercermin dalam laporan keuangan perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi. Untuk menilai bagaimana keberhasilan merger

4 perbankan yang kuat pula. Salah satu yang dapat dicapai untuk menciptakan struktur perbankan yang kuat adalah melalui penataan struktur kepemilikan bank yaitu salah satunya kebijakan Kepemilikan Tunggal (Single Presence Policy) pada Perbankan Indonesia. Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia No. 14/24/PBI/2012.

Single Presence Policy yaitu kebijakan yang mengharuskan pemilik mayoritas bank memiliki kepemilikan tunggal pada bank-bank yang beroperasi di Indonesia. Implikasinya, tidak boleh ada pemegang saham yang sama memiliki beberapa bank di Indonesia (Puspitawati, 2010). Sedangkan tujuan dari penerapan kebijakan ini adalah melahirkan bank-bank yang kuat, kokoh dan besar yang diharapkan dapat bersaing di tingkat internasional juga tidak ada monopoli di dalamnya serta menekan penguasaan asing pada perbankan Indonesia (Bank Indonesia, 2010).

Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/16/2006 tentang Kepemilikan Tunggal pada perbankan nasional, Bank Indonesia (BI) pada pertengahan 2006 memberikan tiga opsi bagi para pemegang saham pengendali (mayoritas) yang memiliki lebih dari satu bank, yaitu:

1) Mengurangi kepemilikan di bank lain sehingga hanya menjadi satu pemegang saham pengendali (mayoritas) pada satu bank.

2) Melakukan merger atau konsolidasi dari bank-bank yang dimiliki saham mayoritasnya.

3) Membentuk perusahaan induk di bidang perbankan (bank holding company) di Indonesia.

3 berdampak terhadap perubahan struktur kepemilikan bank dari sebelumnya milik swasta / publik menjadi milik negara / pemerintah karena adanya program rekapitalisasi ke sejumlah bank (bank rekap) melalui penyertaan modal pemerintah dan meningkatnya jumlah lembar saham bank-bank publik dari semula paling besar kurang lima miliar lembar saham sebelum rekapitalisasi, kemudian membengkak hingga menjadi ratusan miliar lembar saham. Pembengkakan jumlah lembar saham pasca rekapitalisasi tersebut secara otomatis membuat nilai buku per lembar saham turun drastis dan harga saham perbankan juga menyesuaikan diri mengalami penurunan dari level sekitar Rp 1.000 menjadi relatif rendah hingga di bawah Rp 50 per lembar saham sebagai akibat terjadinya ketimpangan (gap) yang sangat lebar antara harga saham maupun jumlah lembar sahamnya. Untuk saham bank yang memiliki harga relatif rendah jelas mengalami kesulitan untuk bergerak naik maupun turun kendati bank tersebut telah mengalami peningkatan kinerja secara substansial, sebaliknya bank yang memiliki harga saham tinggi telah terbaca oleh investor sudah amat tinggi, meskipun sebenarnya dari aspek valuasi (valuation) masih cukup bagus (Susiyanto, 2004) dalam (Hamzah, 2006).

Krisis yang terjadi di industri perbankan ini membuat pemerintah khawatir dengan bank-bank yang masih beroperasi, khususnya bank swasta. Karena jika salah satu dari bank yang ada mengalami kasus yang mengharuskannya dilikuidasi, maka akan berdampak pada bank-bank lain. Untuk mengantisipasi dinamika perkembangan perekonomian regional dan global, industri perbankan perlu meningkatkan ketahanan dan daya saing yang memerlukan struktur

2 dengan cara penggabungan (merger) dan rekapitalisasi melalui penerbitan obligasi pemerintah untuk menambah modal bank (Samosir, 2003).

Menurut Lyroudi (2006) dalam Kusumaningsih (2010), strategi eksternal dengan merger dan akuisisi lebih cepat menunjukkan peningkatan dibanding strategi internal. Hal ini dianggap sesuai dengan tuntutan persaingan yang mengharuskan perusahaan untuk menghasilkan peningkatan dengan cepat. Perusahaan melakukan merger sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan juga sebagai cara bertahan dalam kompetisi. Hitt (2002) menambahkan alasan perusahaan lebih memilih merger dan akuisisi karena dengan strategi tersebut, tujuan perusahaan akan cepat tercapai dibandingkan jika perusahaan memulai usahanya dari awal. Nilai perusahaan juga akan meningkat setelah melakukan merger dan akuisisi dibanding jika perusahaan dijual secara terpisah. Manfaat lain dari merger dan akuisisi adalah adanya peningkatan kemampuan manajerial, transfer teknologi dan efisiensi biaya.

Sedangkan untuk mengukur kinerja perusahaan, Helfert (2000) mengemukakan bahwa yang berkepentingan dalam mengukur kinerja perusahaan adalah investor, manajemen, pemerintah dan masyarakat luas. Kinerja bank dapat diketahui dari tingkat kesehatan bank. Tingkat kesehatan bank yang diukur dari beberapa aspek, yaitu: capital, assets, management, earnings, dan liquidity, atau disebut dengan CAMEL yang menggunakan rasio keuangan, dimaksudkan sebagai tolak ukur bagi pihak-pihak yang berkepentingan tersebut.

Di Indonesia, dampak krisis perbankan yang terjadi tidak hanya mengakibatkan rasio keuangan perbankan menjadi memburuk, namun juga

1 BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Jumlah bank umum di Indonesia pada Oktober 1988 tercatat 111 bank. Jumlah ini terus bertambah setelah dikeluarkannya paket deregulasi 27 Oktober 1988 (Pakto 88), menjadi 240 bank pada tahun 1994-1995. Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pada tahun 1996 meningkat menjadi 9.310 BPR, dari 8.041 BPR pada tahun 1988. Kemudian pada tahun 1997, karena adanya krisis moneter, Pemerintah dan Bank Indonesia mencoba untuk menanggulangi krisis tersebut dengan melakukan rekapitalisasi perbankan yang menelan dana lebih dari Rp 400 triliun terhadap 27 bank dan mengambilalih kepemilikan 7 bank lainnya.

Tabel I.1

Perkembangan Jumlah Bank (1998-2011)

Jumlah 1998 2000 2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Bank

Umum* 208 151 141 133 131 130 130 124 121 122 120

Kantor 7.661 7.113 7.001 7.835 8.236 9.110 9.680 10.868 12.837 13.837 14.797 Sumber : Statistik Perbankan Indonesia berbagai tahun, Bank Indonesia (diolah)

*) termasuk bank persero, bank umum swasta nasional devisa, dan bank asing

Pemerintah melakukan tindakan untuk membekukan kegiatan operasi perbankan khususnya bank swasta disebabkan pinjaman luar negeri yang diperoleh membengkak lebih dari tiga kali lipat akibat nilai tukar rupiah terhadap dollar naik secara drastis dan penyaluran kredit diberikan kepada industri terkait yang memiliki hubungan kepemilikan dengan bank tersebut yang berakhir dengan macet, sedangkan untuk bank pemerintah (BUMN) dilakukan restrukturisasi

xv DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Laporan Keuangan Bank CIMB Niaga Tahun 2006, 2007

Dan 2008 ... 83

Lampiran II : Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasian Bank CIMB Niaga Tahun 2006, 2007 dan 2008 ... 93

Lampiran III : Laporan Keuangan Bank CIMB Niaga Tahun 2009, 2010 dan 2011 ... 98

Lampiran IV : Catatan Laporan Keuangan Konsolidasian Bank CIMB NiagaTahun 2009, 2010, dan 2011 ... 108

Lampiran V : Laporan Keuangan Bank Lippo Tahun 2006 dan 2007 ... 111

Lampiran VI : Data Return Saham Bank Lippo... 125

xiv DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 : Kerangka Pikir Evaluasi Merger . ... 32 Gambar IV.1 : Trend Perkembangan Kinerja Keuangan Bank CIMB

Niaga ... 47 Gambar IV.2 : Trend Perubahan Abnormal Return Bank Legacy Pada

Periode Sebelum dan Sesudah BI Approval ... 72 Gambar IV.3 : Trend Perubahan Abnormal Return Bank Legacy Pada

Periode Sebelum Merger dan Bank CIMB Niaga Pada

xiii

Tabel IV.17 : Abnormal Return Bank Lippo Sebelum BI Approval ... 64

Tabel IV.18 : Abnormal Return Bank Lippo Sesudah BI Approval ... 65

Tabel IV.19 : Abnormal Return Bank Niaga Sebelum BI Approval ... 66

Tabel IV.20 : Abnormal Return Bank Niaga Sesudah BI Approval ... 67

Tabel IV.21 : Abnormal Return Bank Lippo Sebelum Merger ... 68

Tabel IV.22 : Abnormal Return Bank Niaga Sebelum Merger ... 69

xii DAFTAR TABEL

Tabel I.1 : Perkembangan Jumlah Bank (1998-2011)………. ... 1

Tabel II.1 : Penilaian Kesehatan Bank Dengan Menggunakan Metode CAMEL ... 24

Tabel IV.1 : Kinerja Keuangan Bank Lippo dan Bank Niaga Sebelum Merger ... 43

Tabel IV.2 : Rerata Kinerja Keuangan Bank Lippo dan Bank Niaga Sebelum Merger ... 44

Tabel IV.3 : Kinerja Keuangan Bank CIMB Niaga Sesudah Merger ... 45

Tabel IV.4 : Kinerja Keuangan Bank CIMB Niaga Sebelum dan Sesudah Merger ... 46

Tabel IV.5 : Perkembangan Kinerja Keuangan Bank CIMB Niaga Sebelum dan Sesudah Merger ... 47

Tabel IV.6 : Nilai Ekuitas Bank Legacy Saat BI Approval ... 49

Tabel IV.7 : Nilai Ekuitas Bank Legacy Setelah Konversi Pada Saat Merger (1 November 2008) ... 50

Tabel IV.8 : Nilai Ekuitas Bank CIMB Niaga Pada Saat Merger ... 51

Tabel IV.9 : Data Saham Bank Niaga Setelah BI Approval ... 54

Tabel IV.10 : Data Saham Bank Lippo Setelah BI Approval ... 54

Tabel IV.11 : Nilai Ekuitas Bank Legacy Sebelum Merger (H-1 Legal Day 1) ... 55

Tabel IV.12 : Nilai Ekuitas Bank Legacy Setelah Konversi Pada Saat Merger (1 November 2008) ... 55

Tabel IV.13 : Nilai Ekuitas Bank CIMB Niaga Setelah Merger ... 57

Tabel IV.14 : Data Saham Bank CIMB Niaga Setelah Merger ... 59

Tabel IV.15 : Perbandingan Nilai Ekuitas Bank CIMB Niaga Pada Saat BI Approval, H-1 LD1 dan Setelah Konversi ... 61

Tabel IV.16 : Nilai Ekuitas Bank CIMB Niaga Pada Empat Tahun Setelah Merger ... 62

xi

II.2.10 Kesehatan Bank ... 23

II.2.11 Sinergi ... 26

II.2.12 Abnormal Return ... 27

II.3 Kerangka Pikir Penelitian ... 31

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN III.1 Data dan Sumber Data ... 34

III.2 Sampel ... 34

III.3 Metode Pengumpulan Data ... 34

III.4 Definisi Operasional ... 35

III.4.1 Perkembangan Kinerja ... 35

III.4.2 Sinergi ... 38

III.4.3 Analisis Reaksi Pasar ... 39

III.5 Teknik Analisis ... 40

III.5.1 Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan ... 41

III.5.2 Analisis Sinergi ... 41

III.5.3 Analisis Reaksi Pasar ... 42

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan ... 43

IV.2 Analisis Sinergi ... 47

IV.3 Analisis Reaksi Pasar ... 63

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan ... 74 V.1.1 Kinerja Keuangan ... 74 V.1.2 Sinergi ... 76 V.1.3 Reaksi Pasar ... 76 V.2 Keterbatasan Penelitian ... 77 V.3 Saran ... 77 DAFTAR PUSTAKA ... 79 LAMPIRAN ... 83

x DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

HALAMAN PERNYATAAN STANDAR PENULISAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

INTISARI ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I : PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Rumusan Masalah ... 6

I.3 Tujuan Penelitian ... 7

I.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka ... 9

II.2 Landasan Teori ... 13

II.2.1 Bank ... 13

II.2.2 Dana Bank... 14

II.2.3 Modal Bank ... 15

II.2.4 Rentabilitas Bank ... 16

II.2.5 Likuiditas Bank ... 17

II.2.6 Teori Merger ... 18

II.2.7 Tujuan Merger ... 20

II.2.8 Tujuan Merger Perbankan ... 21

ix ABSTRACT

This study was conducted to determine differences in financial performance and market performance before and after the merger. Object of this study is PT.Bank CIMB Niaga Tbk. which mergered in 2008. To determine differences in financial performance, CAMEL analysis was conducted and synergy analysis to measure the success of the merger. Whereas for market performance market reaction analysis was conducted. All analysis are presented in the table.

From this study it was found that only the variables ROA and ROE declined quite sharply. This is because of the merger expense, whereas for other variables there were no differences. For the synergy analysis and market reaction analysis was performed on two points, while BI approval and when merger occured. The result is a negative synergy generated when BI approval and turned into positive at the time of merger. The market also has begun to react since then BI approval up to 10 days after merger made, looked of the abnormal returns were obtained.

Keywords: merger, CAMEL, synergy, abnormal return, banking, single presence policy

Dokumen terkait