2.1 Definisi Perencaanan Tata Letak Fasilitas Pabrik
Perancangan tata letak fasilitas pada suatu proses produksi merupakan kunci utama dalam meningkatkan produktifitas pabrik. Tata letak fasilitas adalah pengaturan penempatan sekelompok mesin dalam sebuah lantai produksi atau area pabrik yang paling efektif sehingga dapat menghemat jarak material handling sebesar 20% -50%. Perancangan dapat digunakan untuk mengurangi biaya material handling dan jarak perpindahan material (Yan, 2017).
Tata letak fasilitas pabrik merupakan suatu hal penting dalam dunia industri. Perencanaan tata letak fasilitas merupakan kombinasi antara seni (art) dan teknik rekayasa (engineering). Tata letak pabrik adalah rancangan fasilitas, menganalisis tata letak, membentuk konsep, serta mewujudkan sistem pembuatan barang atau jasa. Rancangan ini digambarakan sebagai rancangan lantai, dalam satu susunan fasilitas fisik (perlengkapan, tanah, gedung dan sarana lain) agar dapat mengoptimalkan hubungan antara petugas pelaksana, aliran barang, aliran informasi dan tata cara yang diperlukan untuk mecapai tujuan secara ekonomis dan aman, selain itu tata letak fasilitas merupakan tata cara pengaturan fasilitas-fasilitas pabrik guna menunjang kelancaran proses produksi (Choir, dkk, 2018).
Perencanaan tata letak fasilitas merupakan suatu kegiatan yang menganalisis membentuk konsep merancang, dan mewujudkan sistem bagi pembuatan barang atau jasa. Perancangan ini berupa perancangan lantai yang berhubungan dengan susunan fasilitas fisik sepeprti perlengkapan, tanah, bangunan, dan sarana lain yang bertujuan untuk mengoptimumkan hubungan antara operator, aliran barang, aliran informasi, dan tata cara yang diperluakan untuk mencapai tujuan usaha secara efisien, ekonomis, dan aman. Berikut adalah tujuan utama dari tata letak (Nabilah, dkk, 2019):
1. Memudahkan proses manufaktur 2. Meminimumkan pemindahan barang
3. Memelihara keluwesan tata letak dan proses operasi
15 4. Memelihara perputaran baranng setegah jadi yang tinggi
5. Meunurunkan penanaman modal dan peralatan 6. Penghematan dalam pemakaian ruang bangunan 7. Meningkatkan kesangkilan pemakaian tenaga kerja
8. Memberikan kemudahan, keselamatan, dan kenyamanan pada pegawai dalam kerja.
Prinsip dasar penyusunan atau perencanaan pengaturan tata letak fasilitas pabrik adalah sebagai berikut (Asdi, dkk, 2019):
1. Integrasi secara total,
Prinsip ini menyatakan bahwa tata letak fasilitas pabrik dilakukan secara terintegrasi dari semua faktor yang mempengaruhi proses produksi menjadi satu unit organisasi yang besar.
2. Jarak perpindahan bahan paling minimum,
Waktu perpindahan bahan dari satu proses ke proses lainnya dalam suatu industri dapat dihemat dengan cara mengurangi jarak perpindahan tersebut seminimum mungkin.
3. Memperlancar aliran kerja,
Sebagai kelengkapan dari prinsip jarak perpindahan bahan seminimum mungkin, prinsip memperlancar aliran kerja diusahakan untuk menghindari adanya gerakan aliran balik (backtracking), gerakan memotong (cross movement), kemacetan (congestion). Dengan kata lain, material diusahakan bergerak terus tanpa adanya interupsi atau gangguan jadwal kerja.
4. Kepuasan dan keselamatan kerja,
tata letak yang baik apabila pada akhirnya mampu memberikan keselamatan dan keamanan dari orang yang bekerja di dalamnya.
5. Fleksibilitas,
Tata letak atau layout yang baik dapat juga mengantisipasi perubahan-perubahan dalam bidang teknologi, komunikasi maupun kebutuhan konsumen. Fleksibilitas untuk diadakan penyesuaian atau pengaturan kembali (relayout) maupun layout yang baru dapat dibuat dengan cepat dan murah.
16 Pola dasar umum tata letak diantaranya adalah sebagai berikut (Asdi, dkk, 2019):
1. Tata Letak Fungsional
Tata letak Fungsional adalah pengelompokan mesin-mesin dan personalia dalam melakukan pekerjaan yang seragam maupun sejenis.
2. Tata Letak Produk
Tata Letak produk atau tata letak sesuai garis, bermakna bahwa kebutuhan-kebutuhan proses pembuatan produk mendominasi dalam menentukan layout mesin dan peralatan lainnya.
3. Tata Letak Kelompok
Tata Letak Kelompok (group layout) memisah-misahkan daerah-daerah serta kelompok-kelompok mesin untuk pembuatan komponen-komponen yang membutuhkan pemrosesan yang sama.
4. Tata Letak Posisi Tetap
Tata Letak posisi tetap (fixed position layout) sering dipakai untuk produk-produk besar serta kompleks, layout ini merupakan ketentuan fasilitas produksi untuk kegiatan pembuatan produk dengan letak produk tidak berpindah-pindah.
Jenis proses produksi didalam sistem operasional dikenal ada 4 jenis produksi yaitu (Nabilah, dkk, 2019):
1. Proses produksi secara terputus-putus (Intermittent process),
Proses produksi terputus-putus merupakan kegiatan operasional yang mempergunakan peralatan produksi yang disusun dan diatur sedemikian rupa, yang dapat dimanfaatkan untuk secara fleksibel (multipurpose) untuk menghasikan berbagai produk atau jasa.
2. Proses produksi secara terus-menerus (Continous Process)
Proses produksi terus-menerus merupakan proses produksi yang mempergunakan peralatan produksi yang disusun dan diatur dengan memperhatikan susunan urutan-urutan atau routing dalam menghasikan produk atau jasa, serta arus bahan didalam proses telah terstandarisir.
3. Proses produksi secara berulang-ulang (Repetitive process),
17 Proses produksi secara berulang-ulang adalah proses produksi dimana terdapat penggabungkan fungsi intermittent process dengan continuous process.
4. Proses produksi jenis masa (Mass Customization),
Proses produksi bentuk campuran yaitu proses produksi yang menggabungkan; fungsi Intermittent Process, fungsi Continuous process, dan fungsi repetitive process dengan menggunakan beberapa komponen bahan, serta teknik jadwal produksi yang mengutamakan kecepatan dari pelayanan.
2.2 Peta Kerja
Peta-peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas, (biasanya kerja produksi). Lewat peta-peta kerja ini kita bisa melihat semua langkah atau kejadian yang dialami oleh suatu benda kerja dari mulai masuk ke pabrik (berbentuk bahan baku) kemudian menggambarkan semua langkah yang dialaminya, seperti transportasi, operasimesin, pemerikasaan dan perakitan sampai akhirnya menjadi produk jadi, baik produk lengkap atau merupakan bagian dari produk lengkap (Elizabeth, dkk, 2020).
Menurut catatan sejarah, peta-peta kerja yang ada sekarang ini dikembangkan oleh Gilberth. Pada saat itu, untuk membuat suatu peta kerja, Gilberth mengusulkan 40 buah lambang yang bisa dipakai. Pada tahun berikutnya jumlah lambang tersebut disederhanakan sehingga hanya tinggal 4 macam saja.
Namun pada tahun 1947 American Society of Mechanical Engineers (ASME) membuat standar lambang-lambang yang terdiri atas 5 macam lambang yang merupakan modifikasi dari yang telah dikembangkan sebelumnya oleh Gilberth.
Lambang-lambang tersebut dapat diuraikan sebagai berikut (Baihaqi, dkk, 2019):
1. Operasi diberi simbol lingkaran.
Suatu kegiatan operasi terjadi apabila benda kerja mengalami perubahan sifat baik fisik maupun kimiawi, mengambil informasi, dan memberikan informasi mengenai suatu keadaan.
2. Pemeriksaan/inspeksi diberi simbol persegi.
18 kegiatan pemeriksaan dapat terjadi apabila benda kerja dan peralatan dilakukan pemeriksaan dari segi kualitas ataupun kuantitasnya.
3. Transportasi dilambangkan dengan anak panah.
aktivitas transportasi berlangsung yaitu apabila mesin produksi, pekerja ataupun objek lainnya mengalami perpindahan tempat yang bukan bagian dari kegiatan produksi contohnya memindahkan produk dengan kereta dorong, mengangkut produk dengan katrol, serta memindahkan alat kerja dari mesin bubut ke mesin press.
4. Kegiatan Gabungan dilambangkan dengan lingkaran dengan persegi.
Aktivitas ini berlangsung pada kegiatan produksi dengan pengecekkan yang dilaksanakan pada satu waktu.
5. Menunggu (delay) dilambangkan dengan D
Proses menunggu berlangsung apabila alat kerja, pekerja ataupun objek lainnya tidak terjadi aktivitas apapun dan tidak beroperas sementara yang berarti objek sedang ditinggalkan dalam beberapa waktu tanpa pencatatan hingga dilaksanakan kembali contohnya objek yang menunggu diproses atau dicek, peti menunggu dibongkar, contoh lainnya bahan menunggu dipindahkan ke tempat lain.
6. Penyimpanan (storage) dilambangkan dengan merge.
Proses penyimpanan berlangsung apabila produk disimpan dalam jangka waktu yang lama.
2.2.1 Operation Process Chart (OPC)
Peta Proses Operasi atau yang dikenal juga dengan Operation Process Chart (OPC) merupakan suatu alat yang menggambarkan tahapan-tahapan proses yang dialami oleh suatu produk secara berurutan. OPC juga memberikan informasi mengenai waktu yang diperlukan, inspeksi, material yang digunakan, serta alat atau mesin yang digunakan (Teguh, 2019). Tujuan dari OPC yaitu menggambarkan seperti apa suatu industri menyusun seluruh aliran kegiatan pembuatan produk secara bertahap kemudian setiap tahapan tidak terlewatkan.
Data yang diperlukan dalam OPC yaitu waktu proses, material yang diproses serta
19 mesin (Islaha dan Cahyana, 2017). OPC umumnya memiliki beberapa keuntungan, antara lain (Teguh, 2019):
1. Mengetahui kebutuhan akan mesin dan anggarannya,
2. Memperkirakan kebutuhan akan bahan baku melalui perhitungan efisiensi di tiap operasi,
3. Membantu menentukan tata letak pabrik, 4. Membantu perbaikan cara kerja
2.2.2 Assembly Precess Chart
Assembly Process Chart merupakan gambran grafis yang menunjukkan urutan-urutan aliran komponen dan rakitan suatu produk (Tjaja, 2017):. Contoh assembly chart dapat dilihat sebagai berikut
Gambar 2.1 Assembly Chart (Sumber: Siswiyanti dan Rustono, 2018)
2.2.3 Routing Sheet
Production Routing berguna untuk menghitung jumlah mesin yang dibutuhkan dan untuk menghitung jumlah part yang harus dipersiapkan dalam usaha memperoleh sejumlah produk jadi yang diinginkan. Routing Sheet adalah
20 tabulasi langkah-langkah yang harus dilakukan dalam memproduksi komponen-komponen tertentu. Routing Production memberikan informasi seperti jumlah demand schedule, demand expected, jumlah mesin yang dibutuhkan dari proses produksi (Setiawan, dkk, 2019).
No
Operasi
Deskri-psi
Nama Mesin/
Perala-tan
Produk si Mesin/
Jam
%Scrap Bahan
yang diminta
Bahan yang disiap
kan
Efesien -si Mesin
Kebutuhan Mesin
Teoritis Aktual
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Gambar 2.2 Kepala Tabel Routing Sheet (Sumber: Setiabudi, dkk, 2018) 2.2.4 Multi Product Process Chart (MPPC)
MPPC (Multi Product Process Chart) adalah suatu diagram yang menunjukkan urutan untuk masing-masing komponen yang akan diproduksi. Peta MPPC juga dapat berguna sebagai gambaran umum yang berkaitan dengan langkah-langkah pengerjaan dari setiap produk yang ada pada waktu proses tertentu sehingga diperoleh informasi tentang kesamaan proses dari setiap produk dengan yang lainya. Berdasarkan MPPC juga dapat diketahui aliran balik (back tracking) dan pola aliran yang tidak sesuai dengan urutan proses (Setiawan, dkk, 2019).
2.3 Perencanaan Kebutuhan Bahan, Mesin, dan Operator
Adapun perencanaan kebutuhan bahan, mesin, dan peralatan serta operator adalah sebagai berikut :
2.3.1 Perencanaan Kebutuhan Bahan
Perencanaan kebutuhan bahan baku adalah suatu sistem perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan beberapa tahap proses/fase. Bahan baku merupakan unsur produksi yang sangat penting. Selain itu persediaan bahan baku tidak boleh berlebih dan berkurang. Karena, dengan persediaan bahan baku yang berlebih menimbulkan biaya produksi yang besar
21 sehingga mengurangi laba perusahaan dan sebaliknya persediaan bahan baku yang kurang akan menghambat proses produksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran proses produksi adalah perencanaan dan pengendalian persediaan dan pengadaan bahan. Kelancaran kegiatan produksi dan operasi sangat ditentukan dan kelancaran tersedianya bahan yang dibutuhkan, bagi produksi dan operasi tersebut. Selain itu faktor penting yang mempengaruhi kelancaran proses produksi adalah pengendalian mutu, terjaminnya hasil atau keluaran dari proses produksi menentukan keberhasilan dan pengoperasian sistem produksi dan operasi (Yani, 2017).
Penentuan scrap biasa ditetapkan secara presentas. Cara lain menentukan faktor scrap adalah berdasarkan pertimbangan kualitas. Penentuannya dilakukan berdasarkan target prouk yang diizinkan cacat sebagai konsekuensi metode kerja yang belum sempurna, mesin atau peralatan yang kurang efisien ataupun operator yang kurang terampil. Penghitunagn kebutuhan bahan dengan memerhitungkan jumlah keluaran yang direncanakan dan faktor scrap (Hadiguna, 2008).
Berikut ini adalah rumus untuk mencari %scrap :
%scrap =
Dimensi Awal-Dimensi AkhirDimensi Awal
×
100%...(2.1) Unit per bahan dasar merupakan dimensi bahan dasar dibagi dengan dimensi bahan jadi. Sedangkan jumlah input yang akan dihasilkan tergantung dan target produksi yang akan dihasilkan per waktu.
Output
=
Target Produksi/ mingguBanyaknya jam kerja / minggu
...(2.2) Target produksi ini sama dengan jumlah output yang akan dihasilkan pada akhir produksi sehingga menghasilkan output per waktu. Untuk menghitung jumlah input dapat digunakan rumus sebagai berikut:
…(2.3) Untuk menghitung kebutuhan bahan untuk masing-masing komponen dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
Input =
)
% 1
( Scrap Output
22 Kebutuhan Bahan = Input x Jumlah Item
Unit per Bahan Dasar ….(2.4) 2.3.2 Perencanaan Kebutuhan Mesin
Jumlah mesin yang dibutuhkan tergantung pada rencana produksi, target produksi yang telah ditentukan, kapasitas produksi, dan waktu produksi yang dibutuhkan, kebutuhan mesin sangat erat sekali hubungannya dengan kebutuhan material setiap kelompok yang sudah ditentukan. Kebutuhan mesin ini ditentukan oleh berapa lama waktunya proses setiap masing- masing stasiun kerja. Maka total stasiun kerja itu yang dimasukkan terhadap jumlah kebutuhan mesin aktual (Oktariningrum, 2019).
Dalam menentuan jumlah mesin yang diperlukan, terdapat data-data yang mesti dipahami terlebih dahulu (Wignjosoebroto, 2009), ialah :
1. Volume kegiatan yang dicapai.
2. Perkiraan scrap pada tiap proses pembuatan produk.
3. Waktu kerja standar dalam proses pembuatan produk yang berlangsung.
4. Berikutnya dalam menentukan jumlah mesin (termasuk jumlah operator) yang dibutuhkan dalam pembuatan produk, rumus yang baiasanya dipakai (Wignjosoebroto, 2009), yaitu
N = D E P
60
T
…(2.5) Dimana :
P = Jumlah produk yang dibuat oleh tiap-tiap mesin per periode waktu kerja (unit produk/tahun).
T = Total waktu pengerjaan yang diperlukan dalam proses pembuatan produk yang diperoleh dari hasil time study ataupun perhitungan secara teoritis (menit/unit produk).
D = Total waktu aktivitas yang tersedia.
E = Aspek efisiensi kerja mesin karena adanya set up, breakdown, repair ataupun hal-hal lain yang menghasilkan idle. Harga umunya diambil berkisar antara 0,8-0,9.
23 N = Jumlah mesin maupun operator yang diperlukan dalam aktivitas
pembuatan produk.
Untuk menentukan kebutuhan dari masing-masing mesin di setiap tahapan, proses, terlebih dahulu menetapkan tingkat efisiensi dan jumlah yang dikerjakan untuk masing-masing proses (Wignjosoebroto, 2009).
E=1-
DT+ STD ...(2.6) Dimana :
DT = Down Time (jam)
ST = Set Up Time untuk proses pengerjaan per periode (jam)
Pada dasarnya, efisiensi dari masing-masing tahapan proses ini akan tergantung pada faktor-faktor (Wignjosoebroto, 2009) :
1. Macam atau tipe mesin produksi yang dipakai.
2. Bagaimana caranya mesin atau produksi tersebut dioperasikan.
3. Kebijakan yang diambil untuk aktivitas perawatan.
2.3.3 Perencanaan Kebutuhan Operator
Ketersediaan tenaga kerja atau operator dengan tingkat keterampilan yang memadai dalam jumlah yang tepat merupakan salah satu kunci penting keberhasilan dalam mencapai pemenuhan permintaan. Dengan sumber daya manusia yang baik yang dimiliki oleh perusahaan tersebut akan berdampak pada lebih baiknya kualitas produksi yang dihasilkan (Umam, dkk, 2018).
Jumlah Operator = Jumlah Mesin aktual x Jumlah Operator per Mesin.(2.7)
2.4 Perencanaan Gudang
Gudang adalah tempat penyimpanan material yang diperlukan dalam proses pembuatan produk, material tersebut nantinya terus ada dalam penyimpanan sampai siap diproses pada waktu pesanan ataupun order konsumen yang telah ditentukan. Kegiatan yang biasanya dilaksanakan berkaitan dengan penyimpanan material dalam gudang, yaitu Receiving, Prepacking, Put-away,
24 Storage, Order picking, Packaging, Sortation, accumulation, Packing and Shipping (Husaeni, ddk., 2020)
Ada beberapa fungsi pokok dari gudang diantaranya adalaha sebagai berikut (Husaeni, ddk., 2020):
1. Receiving, meliputi aktivitas menerima semua produk serta menyediakan jaminan bahwa kualitas dan kuantitas produk sesuai dengan yang dibeli.
2. Prepackaging, meliputi aktivitas yang dilakukan jika produk yang diterima dalam partai besar dari supplier dan sesudah itu dibungkus satu demi satu atau dikombinasikan dengan produk yang lain.
3. Putaway, meliputi tindakan menyimpan produk dalam tempat penyimpanan.
4. Storage, meliputi aktivitas penahanan secara fisik produk sebelum diproses.
5. Order picking merupakan proses memindahkan item-item dari tempat penyimpanan untuk diproses sesuai dengan permintaan.
6. Packaging and/or pricing, merupakan langkah pilihan yang dapat dilakukan setelah proses pengambilan.
7. Sortation, melakukan pengklasifikasian kedalam permintaan - permintaan individu.
8. Untizing and shipping, meliputi aktivitas pengecekan, pengemasan, menyiapkan dokumen pengiriman, penimbangan pengiriman, mengumpulkan order dan pemuatan.
9. Cross-docking, merupakan aktivitas menerima kemudian langsung dikirim 10. Replenishing, merupakan aktivitas pengambilan dari tempat penyimpanan
cadangan.
Kemudian dalam Husaeni, ddk., (2020) gudang juga menjadi menjadi 7 jenis diantaranya yaitu:
1. Raw material and component warehouses, adalah tempat penyimpanan bahan baku utama serta bahan baku penunjang.
2. Work in-process warehouses, adalah tempat penyimpanan produk yang masih belum berakhir diproses.
3. Finished goods warehouses, adalah tempat untuk penyimpanan produk jadi.
25 4. Distribution warehouses and distribution centers, adalah tempat penyimpanan yang menghimpun beberapa macam produk dari satu industri ataupun banyak industri, dalam menyelesaikan permintaan konsumen.
5. Fulfillment warehouses and fulfillment centers, adalah tempat yang menerima, meletakkan serta mengirim order kecil dari konsumen individu.
6. Warehouses, adalah gudang yang mempunyai fungsi dalam memperpendek jarak transportasi supaya bisa menangani permintaan mendadak dari konsumen.
7. Value-added service warehouses, adalah gudang yang mempunyai sarana packaging, pemberian label, pemberian penanda, pemberian harga serta proses lainnya
Kemudian untuk mencari luas area gudang maka dapat digunakan perhitungan sebagai berikut (Nanda dan Indiyanto, 2017)
1. Kebutuhan Ruang (Space Requirement/S)
Data kebutuhan ruang dilakukan untuk mengetahui jumlah slot dan luas lantai yang diperlukan untuk masing-masing produk yang akan disimpan di gudang.
Rumus yang dipakai adalah:
Kebutuhan Ruang (S) : stok =
Jumlah Produk
Banyak Lapisan Produk ….(2.8) 2. Penentuan luas area penyimpanan Untuk menghemat pemakaian area dan
juga untuk mempermudah dalam penyusunan produk ke area penyimpanan juga untuk menghemat pemanfaatan ruang. Jadi area yang dibutuhkan untuk penyimpanan adalah
Luas Area Penyimpanan = Panjang Produk x Lebar Produk …..(2.9)
2.5 Perencanaan Sumber Daya Manusia, Stasiun Kerja Mandiri, dan Kebutuhan Ruang
Adapun beberapa penjelasan mengenai perencanaan SDM, SKM, dan kebutuhan ruang yaitu sebagai berikut:
2.5.1 Perencanaan Sumber Daya Manusia
26 Perencanaan sumber daya manusia dakam Hasibuan (2003) dikutip oleh Kelejan, dkk (2018) didefinisikan sebagai proses meramalkan sumber daya manusia dari suatu organisasi untuk waktu yang akan datang, agar langkah-langkah dapat diambil untuk menjamin bahwa kebutuhan ini dapat dipenuhi Kemudian Menurut Stone (1982) dikutip oleh Kelejan, dkk (2018) Perencanaan sumber daya manusia memiliki beberapa tujuan pokok, yaitu
1. Membantu menentukan tujuan organisasi, termasuk perencanaan pencatatan kesempatan kerja yang sama pada karyawan dan tujuan tindakan afirmatif 2. Melihat pengaruh program dan kebijakan alternatif SDM dan menyarankan
pelaksanaan alternatif yang paling menunjang kepada keefektifan organisasi 3. Perencanaan dengan segala variasinya ditujukan utntuk membantu mencapai
tujuan organisasi.perencanaan dapat menimbulkan resiko atau ketidakpastian suatu tindakan
2.5.2 Perencanaan Stasiun Kerja Mandiri
Stasiun kerja mandiri mempunyai sistem sendiri yang sama dengan pabrik dimana terdapat tempat penerimaan, proses pembuatan produk, serta pengiriman.
Pengaturan stasiun kerja mandiri yang efektif dan pemakaian luas lantai yang optimum serta cocok dengan pola aliran material dapat memudahkan proses pengerjaan produk secara total. Langkah-langkah yang biasanya digunakan untuk merancang stasiun kerja mandiri yaitu (Buku Ajar Perancangan Tata Letak Fasilitas, 2009)
1. Tentukan aliran bahan dalam stasiun kerja kemudian sesuaikan dengan aktivitas pada lintasan pabrik ataupun divisi.
2. Tentukan arah aliran yang direncanakan, sesuai dengan aliran bahan saat melewati tempat kerja, misalnya dari kiri ke kanan ataupun dari depan berbalik.
3. Tentukan alat ataupun aktivitas yang nantinya mengisi tempat kerja, misalnya mesin, meja, serta tempat sementara material.
4. Buatlah sketsa awal alat kerja utama pada stasiun kerja di posisi terdekat yang diinginkan
27 Luas lantai yang diperlukan pada sistem kerja dipengaruhi oleh
1. Lantai mesin dan peralatan 2. Lantai Kerja Operator
3. Lantai penumpukkan produk hampir jadi (WIP)
Tidak hanya ketiga aspek diatas, dibituhkan tambahan kelonggaran (allowance). kemudian butuh pertimbangan terhadap aspek ergonomis dan time motion study.
2.5.3 Perencanaan Kebutuhan Ruang
Stasiun kerja yang dihasilkan berikutnya dikonversikan dalam kebutuhan luas lantai. Dalam desain stasiun kerja, wajib dipastikan bahwa sistem kerja telah baku. Komponen wajib dilihat dalam perencanaan kebutuhan luas lantai yaitu luasan mesin, luasan ruang gerak operator, luasan tempat bahan yang diproses serta kelonggaran (allowance) yang bertujuan membantu kelancaran proses pembuatan produk. Penentuan luas ruangan yang dibutuhkan dalam kegiatan pembuatan produk sangatlah tergantung dengan setiap lantai kerja (work station) yang tersedia. Secara total lantai yang diperlukan dalam lantai proses pembuatan produk ini adalah jumlah total dari setiap stasiun kerja yang tersedia. Disini sesuatu kelonggaran nantinya diberikan sebagai pemenuhan keperluan jalan lintasan (aisles) baik yang digunakan sebagai lintasan utama ataupun lintasan yang menghubungkan antara divisi yang satu dengan divisi yang lain (Bahan Ajar Perancangan Tata Letak Fasilitas, 2009)
Prosedur keputusan dalam memenuhi kebutuhan ruang yang sesuai pada divisi pembuatan produk yaitu diawali dari desain stasiun kerja. Dari setiap layout stasiun kerja, yang terdiri dari dimensi panjang dan lebar sehingga didapat dimensi setiap luasnya (Bahan Ajar Perancangan Tata Letak Fasilitas, 2009).
Dalam perencanaan luas lantai produksi yang menjadi pokok permasalahannya adalah luas area penumpukan, total luas area dan total luas lantai. Adapun perhitungan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :
Luas dimensi produk = (P x L Tumpukan Awal) + (P x L T. Akhir) …(2.10) Total Luas area = Area mesin + Area operator + Area tumpukkan ...(2.11)
28 Total luas lantai = Luas area x Kelonggaran 150% x Jumlah Mesin …(2.12)
Total lantai yang dibutuhkan dikali kelonggaran (allowance) sebesar 150%
dari total luas yang diperlukan. Manajemen yang memberikan allowance layout yang lebih, bisa dikalikan 200%, bahkan hingga 300%. Allowance digunakan sebagai jalan, work in process serta beberapa ruang ataupun celah kecil yang dibutuhkan (Bahan Ajar Perancangan Tata Letak Fasilitas, 2009).
2.6 Material Handling
Meyers dan Stephens (2005) material handling dapat didefenisikan secara luas sebagai semua penanganan material dalam lingkungan manufaktur. Secara lebih lengkap, material handling dapat didefinisikan sebagai fungsi untuk menyediakan 9R yaitu material dalam jumlah yang tepat (right amount), untuk material yang tepat (right material), dalam kondisi yang tepat (right condition), pada tempat yang tepat (right place), pada waktu yang tepat (right time), dalam posisi yang benar (right position), dalam urutan yang benar (right sequence), dengan biaya yang pantas (right cost) dan dengan menggunakan alat dan metode yang benar (right methods) yang meminimalkan biaya produksi (Kumaat, dkk., 2017)
Sistem material handling yang tepat akan mengarahkan pada pengurangan waktu proses yang akan berdampak pada pengurangan biaya penanganan material dan biaya penyimpanan. Susunan tata letak fasilitas produksi yang tersedia akan menentukan sistem material handling yang akan digunakan dalam perusahaan.
Maka dari diperlukan pemilihan tata letak fasilitas yang tepat berdasarkan jumlah fasilitas yang tersedia.
Proses Material Handling atau Penanganan Bahan sangat penting karena semua bahan dan produk harus ditangani dengan baik sehingga dapat mencapai tujuannya dengan aman dan juga untuk menjaga kondisi dan kualitas bahan-bahan yang ditangani tersebut. Sebagai suatu proses, Material Handling atau Penanganan Bahan menggabungkan berbagai peralatan manual, semi-otomatis ataupun otomatis dengan sistemsistem yang dapat mendukung kelancaran fungsi rantai pasokan (supply chain) dan logistic (Kurniawan dan Pramesti, 2019).
29 Berikut ini adalah tujuan dari dilakukan material handling (Kurniawan dan Pramesti, 2019)
1. Meminimalkan biaya-biaya material handling.
2. Meminimalkan kendala serta penundaan dengan menyiapkan bahan yang dibutuhkan pada waktu yang sesuai serta jumlah yang tepat juga.
3. Melakukan peningkatan kapasitas produktif dari sarana pembuatan produk dengan pemanfaatan kapasitas yang efesien juga produktif.
4. Melakukan penjagaan keamanan dalam kegiatan material/bahan dengan pembaharuan sistem kerja.
5. Melakukan pencegahan objek rusak pada material ataupun bahan yang ditangani. Kemudian kurangi biaya-biaya yang berkaitan dengan Persediaan (Inventory)
Ada beberapa sistem pengukuran jarak yang digunakan dalam material handling. Beberapa jenis sistem pengukuran jarak antar departemen ini digunakan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik perusahaan yang menggunakannya.
Beberapa sistem pengukuran jarak yang dapat digunakan adalah sebagai berikut (Muslim dan Ilmaniati, 2018):
1. Jarak Euclidean
Jarak euclidean merupakan jarak yang diukur lurus antara pusat fasilitas satu dengan pusat fasilitas lainnya. Sistem pengukuran dengan jarak euclidean sering digunakan karena lebih mudah dimengerti dan mudah digunakan.
2. Jarak Rectilinear
Jarak rectilinear sering juga disebut dengan Jarak Manhattan, merupakan jarak yang diukur mengikuti jalur tegak lurus. Disebut dengan Jarak Manhattan, mengingatkan jalanjalan di kota Manhattan yang membentuk garis-garis paralel dan saling tegak lurus antara satu jalan dengan jalan lainnya
Adapun rumus yang dapat digunakan untuk menghitung Jarak tempuh dalam material handling yaitu
Frekuensi Pemindahan
=
Satuan yang DipindahkanKapasitas Angkut ...(2.13)
30 Jarak Tempuh = Frekuensi × Jarak Perpindahan …(2.14) Kemudian, untuk menyelesaikan perhitungan material handling maka dapat digunakan persamaan berikut (Saputra, dkk., 2017)
Kebutuhan Material Handling
=
Kapasitas ....(2.15) Beban Dalam penerapannya terdapat 20 prinsip dalam material handling diantaranya yaitu (Kurniawan dan Pramesti, 2019)1. Prinsip Perencanaan (Planning Principle): Seluruh aktivitas Penindakan harus direncanakan.
2. Prinsip Sistem (Systems Principle): Mengintegrasikan beberapa kegiatan (penerimaan, penyimpanan, pembuatan produk, inspeksi, pengepakan, pergudangan, pasokan serta transportasi) yang efesien ke dalam desain sistem yang terintegrasi.
3. Prinsip pemanfaatan ruang (Gap Utilisation Principle): Menuju pemanfaatan yang efesien dari seluruh ruang yang ada.
4. Prinsip Muatan Unit (Unit Load Principle): untuk menaikkan tingkat kuantitas, dimensi serta berat beban yang ditangani.
5. Prinsip Gravitasi (Gravity Principle): Menekan pemakaian prinsip gravitasi dalam pergerakan produk.
6. Prinsip aliran material (Material flow principle): Merancang urutan pembuatan produk serta pengaturan alat pendukung untuk memaksimalkan aliran material.
7. Prinsip Penyederhanaan (Simplification principle): Menekan penyederhanaan sistem kerja serta proses dengan menghapus gerakan yang tidak dibutuhkan.
8. Prinsip Keselamatan (Safety Principle): Menekan penyediaan perlengkapan kegiatan yang tepat untuk peraturan serta regulasi keselamatan.
9. Prinsip mekanisasi (Mechanization Principle): yaitu memakai perlengkapan untuk kegiatan material mekanis ataupun otomatis dalam menaikkan tingkat efisiensi.
10. Prinsip Standardisasi (Standardization Principle): Menekan standarisasi pelaksanaan sistem kerja serta alat kegiatan.
31 11. Prinsip Fleksibilitas (Flexibility principle): pemakaian sistem kerja serta alat
kegiatan yang bias melaksanakan beberapai tugas serta aplikasi.
12. Prinsip pemilihan alat kegiatan (Equipment selection Principle): Melihat seluruh aspek material, langkah dan serta sistem kerja yang digunakan
13. Prinsip Bobot Berat (Dead weight Principle): Meminimalkan rasio bobot berat supaya dapat diangkut pada alat yang bergerak.
14. Prinsip gerak (Motion Principle): alat kegiatan yang dirancang untuk fungsi memindahkan material wajib diawasi supaya tidak terhambat bergerak.
15. Prinsip waktu menganggur (Idle time Principle): Meminimalkan waktu menganggur /waktu tidak produktif baik pada alat kegiatan Material Handling ataupun tenaga manusia.
16. Prinsip perawatan (Maintenance Principle): Menyusun rencana perawatan preventif ataupun maintenence terjadwal dari seluruh alat kegiatan penanganan.
17. Prinsip keabadian (Obsolescence Principle): Menukar sistem kerja atau alat kegaiatan yang usang jika telah ditemukan sistem kerja atau alat kegaiatan yang lebih efektif untuk peningkatan kegiatan.
18. Prinsip kapasitas (Capacity Principle): Memakai alat kegaiatan dalam memenuhi kapasitas maksimal.
19. Prinsip kontrol (Control Principle): memakai alat kegaiatan material dalam menaikkan tingkat pengontrolan kegiatan, pengontrolan inventaris serta kegiatan lain.
20. Prinsip kinerja (Performance Principle): Memakai efisiensi kinerja dalam ongkos per unit yang ditangani sesuai kriteria utama
Sistem material handling yang tepat akan mengarahkan pada pengurangan waktu proses yang akan berdampak pada pengurangan biaya penanganan material dan biaya penyimpanan. Susunan tata letak fasilitas produksi yang tersedia akan menentukan sistem material handling yang akan digunakan dalam perusahaan.
Maka dari diperlukan pemilihan tata letak fasilitas yang tepat berdasarkan jumlah fasilitas yang tersedia (Kumar dan Rajesh, 2020).