• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2 Pengembangan Desain Pembelajaran Tematik Terpadu 1 Pengertian Desain Pembelajaran

2.2.3 Langkah-langkah Mendesain Pembelajaran

Berikut ini merupakan model desain instruksional menurut Atwi Suparman (2014:131),

2.2.3.1Tahap pertama

Tahap pertama dalam model MPI adalah tahap

mengidentifikasi yang terdiri dari tiga langkah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan menulis

tujuan instrusional umum

Tujuan dari kegiatan pertama tersebut, yaitu mengidentifikasi adanya kesenjangan antara kinerja pegawai saat ini dan kinerja yang diharapkan. Bila kesenjangan itu penting dan serius karena berpengaruh besar terhadap kinerja organisasi tempatnya kerja, maka dikateorikan sebagai masalah.

Di antara berbagai masalah yang teridentifikasi, dipisahkan menjadi dua kelompok menurut factor penyebabnya. Masalah yang disebabkan rendahnya pengetahuan, ketrampilan dan sikap perilaku dan masalah yang factor penyebabnya diluar itu, misalnya kekurangan sarana prasarana, dana, sistem dan prosedur kerja dalam manajemen, dan lain-lain.

Ada tiga kelompok orang yang dapat dijadikan sumber informasi dalam mengidentifiksi kebutuhan instruksional, yaitu:

a. Peserta didik

b. Masyarakat, termasuk orang tua dan pihal lan yang akan menggunakan lulusan, seperti pengelola pendidikan tingkat selanjutnya dan pemerintah

c. Pendidik, termasuk pengejar dan pengelola program pendidikan yang tentu mempunyai pengalaman dan referensi yang cukup tentang

bentuk program instruksional yang sesuai bagi peserta didik dan pengguna lulusan.

Harles dalam Suparman (2014: 135) melukiskan ketiga pihak tersebut dalam bentuk segitiga sebagai berikut.

Peserta Didik/Lulusan Pendidik/

Penyelenggara

Masyarakat yang akan Pengguna lulusan dilayani

Masuk

Gambar 2.3 Tiga Kelompok Orang Sebagai Sumber Informasi Dalam Mengidentifikasi Kebutuhan Instruksional

Sumber: Suparan (2014)

Berikut ini adalah langkah-langkah mengidentifikasi kebutuhan instruksional:

a. Menentukan kesenjangan penampilan peserta didik disebabkan kekurangan pendidikan dan pelatihan pada masa lalu

b. Mengidentifikasi bentuk kegiatan instruksional yang paling tepat

c. Menentukan populasi sasaran yang dapat mengikuti kegiatan instruksional tersebut untuk mengetahui jumlah peserta didik yang potensial karena menghadapi masalah yang sama.

2. Melakukan analisis instruksional

Melakukan analisis instruksional, yaitu kegiatan menjabarkan atau memecahkan kompetensi umum

menjadi subkompetensi, kompetensi dasar atau kompetensi khusus yang lebih kecil atau spesifik serta mengidentifikasi hubungan antara kompetensi khusus satu dan kompetensi khusus yang lain. Berikut ini langkah-langkah praktis yang digunakan dalam melakukan analisis instruksional, yaitu:

1. Menuliskan prilaku umum yang ditulis dalam TPU untuk mata pelajaran yang sedang dikembangkan. 2. Menuliskan setiap subkompetensi yang merupakan

bagian dari kompetensi. Jumlah subkompetensi untuk setiap kompetensi umum berkisar antara 5-10 buah, bila sangat dibutuhkan dapat ditambah.

3. Menyusun subkompetensi kedalam daftar urutan yang logis dari kompetensi umum. Subkompetensi yang terdekat hubungannya dengan kompetensi umum diteruskan mundur sampai prilaku yang sangat jauh dari prilaku umum.

4. Menambahkan subkompetensi atau kalau perlu dikurangi.

5. Setiap subkompetensi ditulis dalam lembar kartu/ kertas ukuran 3×5 cm.

6. Kemudian kartu disusun dengan menempatkannya dalam struktur hirarkis, prosedural, atau dikelompokkan menurut kedudukan masing-masing terhadap kartu lain.

7. Bila perlu ditambah dengan subkompetensi lain atau dikurangi sesuai kedudukan masing-masing.

8. Letak subkompetensi digambarkan dalam bentuk kotak-kotak di atas kertas lebar sesuai dengan letak kartu yang telah disusun. Hubungkan kotak-kotak yang telah digambar dengan garis-garis vertikal dan

horisontal untuk menyatakan hirarkis, prosedural dan pengelompokkan.

9. Meneliti kemungkinan hubungan kompetensi umum yang satu dengan yang lain atau subkompetensi yang berada di bawah kompetensi umum yang berbeda. 10.Memberi nomer urut pada setiap subkompetensi

dimulai dari yang terjauh hingga yang terdekat dari kompetensi umum. Penomeran ini menunjukkan subkompetensi yang terstruktur herarkis harus dilakukan dari bawah ke atas. Sedangkan pemberian nomer urut subkompetensi yang terstruktur prosedural dapat berlainan dari urutannya dari yang lebih sederhana ke yang lebih kompleks. Pemberian nomer urut subkompetensi yang terstruktur pengelompokan dilakukan dengan cara yang sama dengan struktur prosedural.

11.Mengkonsultasikan bagan yang telah dibuat dengan teman sejawat untuk mendapatkan masukan antara lain tentang:

a. Lengkap tidaknya subkompetensi sebagai penjabarandari setiap kompetensi umum. b. Logis tidaknya urutan subkompetensi menuju

kompetensi umum.

c. Struktur hubungan subkompetensi tersebut. (Hierarkis, prosedural, pengelompokan atau kombinasi).

3. Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik

Mengidentifikasi perilaku awal siswa/peserta didik adalah bertujuan untuk menentukan garis batas antara perilaku yang tidak perlu diajarkan dan perilaku yang harus diajarkan kepada peserta didik. Perilaku yang

akan diajarkan ini kemudian dirumuskan dalam bentuk tujuan instruksional khusus atau TIK. Perilaku awal merupakan salah satu variabel dari pengajaran. Variabel ini didefenisikan sebagai aspek-aspek atau kualitas perseorangan peserta didik. Aspek ini bisa berupa bakat, minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berfikir yang telah dimiliki peserta didik. Suparman (2014) menyatakan dua hal tentang perilaku peserta didik: Pertama, populasi sasaran atau peserta didik kegiatan instruksional dan kedua adalah berhubungan dengan kompetensi, kemampuan atau pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang telah dikuasai peserta didik sehingga mereka dapat mengikuti pembelajaran. Untuk melakukan kegiatan identifikasi perilaku awal peserta didik, maka kita harus mengetahui sumber yang dapat memberikan informasi kepada pendesain instruksional yang antara lain adalah:

1. Siswa, mahasiswa dan yang lainnya

2. Orang yang mengetahui kondisi seperti guru dan atasannya.

3. Pengelola program pendidikan yang biasa mengajarkan mata pelajaran.

Berawal dari informasi-informasi tersebut, maka tingkat kemampuan populasi sasaran dalam perilaku- perilaku khusus yang diperoleh dari analisis instruksional itu perlu diidentifikasi agar pengembangan instruksional dapat menentukan mana perilaku khusus yang sudah dikuasai peserta didik untuk diajarkan. Dengan demikian pengembangan instruksional dapat pula menentukan titik berangkat yang sesuai bagi peserta didik. Perumusan populasi ini biasanya diterapkan oleh lembaga pendidikan yang

menyelenggarakan program pendidikan. Tetapi seorang pengembang instruksional masih perlu mencari informasi lebih jauh tentang kemampuan populasi sasaran yang dimaksud dalam menguasai setiap perilaku khusus yang telah dirumuskan dalam analisis instruksional.

Suparman (2014: 203) mengemukakan perilaku dan karakteristik awal peserta didik yang relevan dengan proses pembelajaran yang akan dilakukan yaitu:

1. Latar belakang pendidikan dan pengalaman sebelumnya mengandung kompetensi yang telah dikuasainya.

2. Motivasi belajar yang mengandung pengertian dorongan dan semngat serta ingin tahu yang dimiliki untuk mempelajari bahan pembelajaran tersebut, akan memudahkannya dalam proses pembelajaran.

3. Aksesnya terhadap sumber belajar yang relevan dengan materi yang sedang dipelajari.

4. Kebiasaan belajar melalui pembelajaran tatap muka atau mandiri. Bila terbiasa belajar mandiri, maka dapat diharapkan peserta didik akan menggunakan waktu belajar yang lebih panjang.

5. Domisili tempat tinggal yang diukur dengan jarak tempuh ke pusat kegiatan belajar atau lembaga penyelenggara pendidikan.

6. Aksesnya terhadap saluran komunikasi dan media pembelajaran untuk digunakan dalam pembelajaran seperti telepon, computer, buku, atau media tercetak.

7. Kebiasaan dan disiplin dalam mengatur waktu belajar secara teratur akan lebih mudah mempercepat penyelesaian tugas-tugas.

8. Kebiasaan belajar secara sistematik akan sangat kondusif untuk menguasai bahan pembelajaran lebih cepat dan lebih baik.

9. Kebiasaan belajar sambil berfikir untuk menerapkan hasilnya dalam kehidupan atau pekerjaannya merupakan hal yang sangat baik untuk memelihara motivasi belajar sepanjang proses pembelajaran.

2.2.3.2Tahap kedua

Tahap kedua adalah tahap mengembangkan yang terdiri dari empat langkah sebagai berikut:

1. Menulis tujuan instruksional khusus

Tujuan Instruksional Khusus (TIK) terjemahan dari

specific instructional objective. Literature asing menyebutkan pula sebagai objective atau enabling objective untuk membedakannya dari general instructional objective, goal, atau terminal objective,

yang berarti tujuan instructional umum (TIU) atau tujuan instruktional akhir. TIK dirumuskan dalam bentuk kata kerja yang dapat dilihat oleh mata

(observable). TIK merupakan satu-satunya dasar untuk menyusun kisi-kisi tes, karena itu TIK harus mengandung unsur-unsur yang dapat memberikan petunjuk kepada penyusun tes agar dapat mengembangkan tes yang benar-benar dapat mengukur perilaku yang terdapat di dalamnya.

Unsur-unsur dalam TIK dikenal dengan ABCD yang berasal dari kata sebagai berikut: A = Audience, B

= Behavior, C = Condition, dan D = Degree. Audience

adalah siswa yang akan belajar, behavior adalah perilaku spesifik yang akan dimunculkan oleh siswa setelah selesai proses belajarnya dalam pelajaran tersebut, condition adalah kondisi atau batasan yang dikenakan kepada siswa atau alat yang digunakan siswa pada saat di tes (bukan pada saat belajar), dan degree

adalah tingkat keberhasilah siswa dalam mencapai perilaku tersebut.

2. Menyusun alat penilaian hasil belajar

Tes acuan patokan dimaksudkan untuk mengukur tingkat penguasaan setiap siswa terhadap perilaku yang tercantum dalam TIK. Adapun langkah-langkah dalam menyusun tes acuan patokan adalah sebagai berikut: a) menentukan tujuan tes; b) membuat table spesifikasi untuk setiap tes yaitu daftar perilaku, bobot perilaku, persentase jenis tes, dan jumlah butir tes; c) menulis butir tes; d) merakit tes; e) menulis petunjuk; f) menulis kunci jawaban; g) mengujicobakan tes; h) menganalisis hasil ujicoba; i) merevisi tes.

3. Menyusun strategi instruksional

Strategi instruksional dalam menyampaikan materi atau isi pelajaran harus secara sistematis, sehingga kemampuan yang diharapkan dapat dikuasi oleh siswa secara efektif dan efisien. Dalam strategi instruksional terkadung empat pengertian sebagai berikut: a) urutan kegiatan instruksional, yaitu urutan kegiatan guru dalam menyampaikan isi pelajaran kepada siswa; b) metode instruksional, yaitu cara guru mengorganisasikan materi pelajaran dan siswa agar terjadi proses belajar secara efektif dan efisien; c) media instruksional, yaitu peralatan dan bajan

instruksional yang digunakan guru dan siswa dalam kegiatan instruksional; dan d) waktu yang digunakan dalam menyelesaikan setiap langkah dalam kegiatan instruksional.

4. Mengembangkan bahan instruksional

Pemilihan format media dalam pembelajaran virtual kadang-kadang tidak sesuai dalam pratek, walaupun secara teori telah dilakukan dengan benar. Untuk itu diperlukan kompromi untuk mendapatkan produk pembelajaran yang sesuai dengan lingkungan belajar.

Tahapan yang akan dicapai dalam mengembangkan bahan instruksional adalah sebagai berikut: a) menjelaskan faktor yang mungkin menyebabkan perbaikan dalam pemilihan media dan sistem penyampaian agar sesuai dengan kegiatan instruksional; b) menjelaskan dan menyebutkan paket dalam komponen instruksional; c) menjelaskan peran desainer dalam pengembangan materi dan penyampaian kegiatan instruksional; d) menjelaskan prosedur untuk mengembangkan bahan instruksional yang sesuai dengan strategi instruksional; e) membuat bahan instruksional berdasarkan strategi instruksional.

2.2.3.3Tahap ketiga

Mengevaluasi dan merevisi yang terdiri dari satu langkah yaitu menyusun desain dan melaksanakan evaluasi formatif yang termasuk di dalamnya kegiatan merevisi bahan instruksional.

Evaluasi formatif bertujuan untuk menentukan apa yang harus ditingkatkan atau direvisi agar produk lebih efektif dan lebih efisien. Selain itu, evaluasi formatif sebagai proses mnyediakan dan menggunakan informasi untuk dijadikan dasar

pengambilan keputusan dalam rangka meningkatkan kualitas produk atau program instruksional. Tahapan evaluasi formatif adalah sebagai berikut: a) review oleh ahli bidang studi di luar tim pengembangan instruksional; b) evaluasi satu-satu (one-to- one evaluation); c) evaluasi kelompok kecil; dan d) ujicoba lapangan.

Dalam bentuk bagan, keempat langkah evaluasi formatif dan revisi itu dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.4 Tahapan evaluasi formatif Sumber: Atwi Suparman (2014)

Dokumen terkait