• Tidak ada hasil yang ditemukan

6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik Terpadu 2.1.1 Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik Terpadu 2.1.1 Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

6 2.1Hakikat Pembelajaran Tematik Terpadu

2.1.1 Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi terbaru, “tematik” diartikan sebagai “berkenaan dengan tema”; dan “tema” sendiri berarti “pokok pikiran; dasar cerita (yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar mengarang, mengubah sajak, dan sebagainya).

Sedangkan menurut Hendro Darmawan (dalam Prastowo : 2013, 122) tematik diartikan sebagai “mengenai tema; yang pokok; mengenai lagu pokok”. Sedangkan terpadu berarti “sudah padu (disatukan, dilebur menjadi satu, dan sebagainya)”.

Dari uraian tersebut, istilah “tematik” dan “terpadu”, meskipun tampak berbeda tetapi memiliki orientasi yang sama pada proses penyatuan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran tematik adalah salah satu model pembelajara terpadu yang di dasarkan pada tema-tema tertentu yang kontekstual dengan dunia anak.

Pembelajaran tematik terpadu berbeda dari pembelajaran berbasis unit pelajaran. Salah satu perbedaanya terletak pada peran guru. Dalam pembelajaran tematik terpadu, guru berperan sebagai fasilitator dan motivator dalam mendorong siswa untuk bersama-sama memilih dan mengembangkan tema berdasarkan minat dan pengetahuan yang dimiliki.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik

terpadu menekankan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Siwa aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan pemberdayaan dalam memcahkan masalah, sehingga hal ini menumbuhkan kreativitas sesuai dengan potensi dan kecenderungan mereka yang berbeda satu dengan

(2)

Menurut Mamat (dalam prastowo : 2013, 126) dalam pembelajaran tematik terpadu, belajar tidak semata-mata mendorong siswa untuk mengetahui (learning to know), tetapi belajar juga untuk melakukan

(learning to do), untuk menjadi (learning to be), dan untuk hidup bersama (learning to live together). Model pembelajaran tematik terpadu juga lebih mengutamakan kegiatan pembelajaran siswa, yaitu melalui belajar yang menyenangkan (joyful learning) tanpa tekanan dan ketakutan, tetapi tetap bermakna bagi siswa.

2.1.2 Prinsip Pembelajaran Tematik Terpadu

Menurut Trianto (dalam Prastowo: 2013, 133) prinsip-prinsip pembelajaran tematik terpadu dapat diklasifikasifikasikan sebagai berikut:

a. Prinsip Penggalian Tema

Prinsip penggalian merupakan prinsip utama (fokus) dalam pembelajaran tematik terpadu. Artinya tema-tema yang saling tumpang-tindih dan ada keterkaitan menjadi target utama dalam pembelajaran. Dengan demikian, dalam penggalian tema hendaklah memerhatikan beberapa persyaratan, antara lain:

1. Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan untuk memadukan banyak mata pelajaran. 2. Tema harus bermakna, maksudnya ialah tema yang dipilih

untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya.

3. Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan

psikologis anak.

4. Tema dikembangkan harus mewadahi sebagian besar minat anak.

5. Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan

(3)

6. Tema yang dpilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku serta harapan masyarakat (asas relevansi).

7. Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.

b. Prinsip Pengelolaaan Pembelajaran

Pengelolaan pembelajaran dapat optimal apabila guru mampu menempatkan dirinya dalam keseluruhan proses. Artinya, guru harus mampu menempatkan diri sebagai fasilitator dan mediator

dalam proses pembelajaran. Menurut Prabowo dalam Trianto (2011: 155), bahwa dalam pengelolaan pembelajaran hendaklah guru berlaku sebagai berikut:

1. Guru hendaknya jangan menjadi single actor yang

mendominasi pembicaraan dalam proses pembelajaran.

2. Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam detiap tugas yang menuntut adanya kerjasama kelompok.

3. Guru perlu mengakomodasikan terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam perencanaan.

c. Prinsip Evaluasi

Evaluasi pada dasarnya menjadi fokus dalam setiap kegiatan. Bagaimana suatu kerja dapat diketahui hasilnya apabila tidak dilakukan evaluasi. Maka dalam melaksanakan evaluasi di pembelajaran tematik, maka dibutuhkan beberapa langkah positif,

antara lain:

(4)

2. Guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan yang akan dicapai.

d. Prinsip Reaksi

Dampak pengiring (nurturant effect) yang penting bagi perilaku secara sdar belum tersentuh oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar. Karena itu, guru dituntut agar mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai

secara tuntas tujuan-tujuan pembelajaran. Guru harus bereaksi terhadap aksi siswa dalam semua peristiwa serta tidak mengarahkan aspek yang sempit tetapi ke sebuah kesatuan yang utuh dan bermakna.

2.1.3 Karakteristik Pembelajaran Tematik Terpadu

Menurut Majid & Rochman (2014: 111), sebagai model pembelajaran sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:

a. Berpusat pada siswa

Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.

b. Memberikan pengalaman langsung

Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa diharapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebgai

(5)

c. Pemisah mata pelajaran tidak begitu jelas

Dalam pembelajaran tematik pemisah antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.

d. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran

Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara

utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalamkehidupan sehari-hari.

e. Bersifat fleksibel

Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel), di mana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari suatu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada. f. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan

2.1.4 Rambu-rambu Pembelajaran Tematik Terpadu

Menurut Majid & Rochman (2014: 112), rambu-rambu pembelajaran tematik adalah sebagai berikut:

a. Tidak semua mata pelajaran harus disatukan.

b. Dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas semester.

c. Kompetensi dasar yang tidak dapat dipadukan, tidak harus dipadukan.

(6)

e. Kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap diajarkan baik melalui tema lain maupun disajikan secara tersendiri.

f. Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, serta pemahaman nilai-nilai moral.

g. Tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan kerakteristik siswa, lingkungan dan daerah setempat.

2.1.5 Tahapan Pembelajaran Tematik Terpadu a) Rasional

Keberhasilan pembelajaran tematik integratif sangat ditentukan oleh seberapa jauh pembelajaran terpadu direncanakan dan dikemas sesuai dengan kondisi peserta didik: minat, bakat,

kebutuhan, dan kemampuan. Karena topik dan konsep yang ada adalam silbaus sudah ditata atas pertimbangan ini, guru cukup mengkaji topik/konsep dalam satu tema pemersatu, kemudian memilih tema yang aktual dan dalam wilayah pengalaman siswa.

Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik, perlu dilakukan beberapa hal yang meliputi tahap perencanaan yang mencakup kegiatan pemetaan kompetensi dasar, pengembangan jaringan tema, pengembangan silabus, dan penyususnan rencana pelaksanaan pembelajaran.

b) Pemetaan Kompetensi Dasar

Kegiatan pemetaan ini dilaukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh semua standar kompetensi, kompetensi

dasar dan indikator dari berbagai mata pelajaran yang dipadukan dalam tema yang dipilih.

Dalam melakukan pemetaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sebagai berikut:

(7)

dengan mengidentifikasi komptensi dasar dari beberapa mata pelajaran yang dipadukan. Setelah itu melakukan penetapan tema pemersatu.

2) Menetapkan terlebih dahulu tema-tema pengikat keterpaduan dilanjutkan dengan mengidentifikasi kompetensi dasar dari beberapa mata pelajaran yang cocok dengan tema yang ada. c) Menentukan Tema

Menurut Forganty & Hesty dalam (Majid: 2014: 99), pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran yang

pengembangannya dimulai dengan menetukan topik tertentu sebagai tema atau topik sentral. Setelah tema ditetapkan, selanjutnya tema itu dijadikan dasar untuk menentukan dasar sub – sub tema dari bidang studi lain yang terkait.

Menurut Depdiknas dalam Majid (2014: 99), tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan. Selanjutnya menurut Kunandar dalam Majid (2014: 99), tema merupakan alat atau wadah untuk mengedepankan berbagai konsep kepada anak didik secara utuh.

1) Cara penentuan tema

Penentuan tema dapat dilakukan oleh guru melalui tema konseptual yang umum tetapi produktif, dapat pula ditetapkan dengan mengasosiasi antara guru dengan siswa, atau dengan cara berdiskusi sesama siswa. Menurut Alwasilah dalam Majid (2014: 100), menyebutkan bahwa tema dapat diambil dari konsep atau pokok bahasan yang ada di sekitar lingkungan

(8)

Gambar 2.1 Ilustrasi Dalam Penentuan Tema Sumber: Majid (2014)

Pengembangan Tema

Berikut ini beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam menentukan tema yang akan dijadikan payung, yaitu:

a) Bersifat “fertil”, artinya tema tersebut memiliki

kemungkinan keterkaitan yang kaya dengan konsep lain. Tema bersifat “fertil” ini biasanya berupa pola atau siklus. b) Tema sebaiknya dikenal oleh siswa atau bersifat familier,

sehingga siswa dapat dengan mudah menemukan kebermaknaan dari hubungan antar – konsepnya.

c) Tema memungkinkan untuk dilakukannya eksplorasi dari objek atau kejadian nyata dan dekat dengan lingkungan keseharian siswa sehingga pengembangan pengetahuan dana keterampilan dapat dilakukan. Selain itu juga, tema yang diambil dari dunia nyata memungkinkan siswa melakukan penerapan konsep serta memperoleh pengalaman nyata.

Setelah tema tersebut disepakati, dikembangkan sub – sub tema dengan memperhatikan kaitannya dengan bidang – bidang setudi. Menurut BSNP dalam Majid (2014: 101), setelah ditemukan tema yang berfungsi sebagai pemersatu atau payung

antar bidang studi yang dipadukan, dilakukan pemetaan dengan membagi habis semua kompetensi dasar dan indikator

Lingkungan Luar sekolah

Lingkungan Sekolah

Lingkungan Rumah

(9)

berdasarkan hasil analisis terhadap kompetensi dasar yang telah dilakukan sebelumnya. Kemudian dibuat diagram kaitan (jaringan) antara tema dengan kompetensi dasar dan indikator dari setiap mata pelajaran. Jaringan tema ini selanjutnya dijabarkan dalam satuan pembelajaran yang memuat aktivitas belajar siswa.

Dalam menetukan tema yang bermakna, kita harus memperhatikan dan mempertimbangkan pemikiran konseptual, pengembangan keterampilan dan sikap, sumber belajar, hasil

belajar yang terukur dan terbukti, kesinambungan tema, kebutuhan siswa, keseimbangan pemilihan tema, serta aksi nyata, antara lain:

a) Pemikiran konseptual, tema yang baik tidak hanya

memberikan fakta-fakta kepada siswa. Tema yang baik bisa mengajak siswa untuk menggunakan keterampilan berpikir yang lebih tinggi.

b) Pengembangan keterampilan dan sikap, apakah tema yang sudah disepakati bisa mengembangkan keterampilan siswa. c) Kesinambungan tema. Kath Murdock (1998) dalam

bukunya Classroom Connection-Strategies for Integrated Learning menjelaskan bahwa tema yang baik bisa mengakomodasi pengetahuan awal yang dimiliki siswa sebelum belajar tentang sesuatu yang baru.

d) Materi Belajar Utama dan Tambahan. Materi dan sumber pembelajaran tematik biasa kita bagi menjadi dua sumber

dan materi, yaitu utama dan tambahan.

(10)

f) Kebutuhan Siswa. Dalam memilih tema, guru perlu memperhatikan kebutuhan siswa apakah tema yang kita pilih bisa menjawab kebutuhan siswa.

g) Keseimbangan Pemilihan Tema. Pembelajaran yang cocok dengan pembelajaran terpadu adalah pembelajaran tematik. Dalam satu tahun pembelajaran biasanya siswa bisa mempelajari 5-6 tema. Para guru hendaknya bisa memilih tema yang bisa mengakomodasi mata pelajaran bahasa, ilmu sosial, lingkungan, kesehatan, dan sains saja, tetapi

tema-tema lain bervariasi.

h) Aksi Nyata. Pembelajaran tematik hendaknya tidak hanya mengembangkan pengetahuan dan sikap siswa, tetapi juga bisa membimbing siswa untuk melakukan aksi yang

bermanfaat.

2) Prinsip Penentuan Tema

Dalam menetapkan tema perlu memperhatikan beberapa prinsip yaitu:

a) Memperhatikan lingkungan yang terdekat dengan siswa b) Dari mana yang termudah menuju yang sulit

c) Dari yang sederhana menuju ke yang kompleks d) Dari yang konkret menuju ke yang abstrak

e) Tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berpikir pada diri siswa

f) Ruang lingkup tema disesuaikan dengan usia dan perkembangan siswa, termasuk minat, kebutuhan, dan

kemampuannya. 3) Daftar Tema

Tema-tema pada kelas 3 SD meliputi:(1)Perkembangbiakan hewan dan tumbuhan, (2) Perkembangan teknologi, (3)

(11)

tradisional, (6) Indahnya persahabatan, (7) Energi dan perubahannya, (8) Bumi dan alam semesta.

d) Analisis SKL, KI, KD dan indikator

(12)

Tabel 2.1 Analisis SKL, KI dan KD

Tema : Perkembangbiakan Hewan dan Tumbuhan Kelas : 3 Sekolah Dasar

Subtema : Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan

Aspek Kognitif Aspek Standar

Kompetensi Lulusan

(13)
(14)
(15)

Keteram-e) Keterhubungan tema kedalam Kompetensi Dasar dan indikator Pemetaan keterhubungan tema dengan KD dan indikatr dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi tema-tema yang digunakan sebagai pengikat keterpaduan berbagai mata pelajaran.

2. Memetakan semua mata pelajaran yang diajarkan di kelas. Karena pembelajaran tematik aalah keterpaduan berbagai mata pelajaran yang diikat dengan tema, dalam pemetaan tema harus dimulai dengan pemetaan mata pelajaran yang diajarka dikelas. 3. Mengidentifikasi Kompetensi Dasar setiap mata pelajaran yang

diajarkan

4. Menjabarkan Kompetensi Dasar ke dalam indikator 5. Menganalisis keterhubungan tema-tema dengan KD dan

indikator dari semua mata pelajaran yang diajarkan. Berikut ini adalah tabel analisis keterhubungan tema-tema dengan KD dan indikator kelas 3 Sekolah Dasar

Tabel 2.2 Pemetaan Keterhubungan KD dan indikator ke dalam tema

Mata Pelajaran Kompetensi Dasar Indikator

(16)

ciri, kebutuhan kali, atau hasil bagi dua bilangan cacah

Menyelesaikan soal pembagian.

f) Menetapkan Jaringan Tema KD/Indikator

(17)

Gambar 2.2 Jaringan Tema Perkembangbiakan Hewan dan Tumbuhan

g) Penyusunan Silbus 1. Pengertian Silabus

Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indicator pencapaian kompetensi, untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar. Silabus disusun berdasarkan Standar Isi, yang didalamnya berisikan Identitas Mata Pelajaran, Standar Kompetensi (SK) dan

Kompetensi Dasar (KD), Materi Pokok/Pembelajaran, Kegiatan Perkembangbiakan Hewan dan

Tumbuhan

Sub tema 4 Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan Bahasa Indonesia

1. Menuliskan cara perkembang-biakan tumbuhan

2. Menyusun laporan cara merawat tumbuhan

SBdP

1. Mengidentifikasi cara membuat karya kolase hasil rancangan sendiri.

Matematika

1. Menyelesaikan soal pembagian.

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

(18)

Pembelajaran, Indikator, Penilaian, Alokasi Waktu, dan Sumber

Belajar.

2. Prinsip Pengembangan Silabus a. Ilmiah

Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.

b. Relevan

Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.

c. Sistematis

Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam pencapaian kompetensi.

d. Konsisten

Ada hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara

kompetensi dasar, indicator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian.

e. Memadai

Cakupan indicator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan

pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.

f. Aktual dan Kontekstual

Cakupan indicator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan system penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.

g. Fleksibel

(19)

yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat. Sementara

itu, materi ajar ditentukan berdasarkan dan atau memperhatikan kultur daerah masing-masing. Hal ini dimaksudkan agar kehidupan peserta didik tidak tercabut dari lingkungannya.

h. Menyeluruh

Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).

3. Pengembangan Silabus

Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru mata pelajaran secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah (MGMPS) atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), di bawah koor dinasi dan supervise Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Provinsi.

a. Sekolah dan Komite Sekolah

Pengembangan silabus adalah sekolah bersama komite

sekolah. Untuk menghasilkan silabus yang bermutu, sekolah bersama komite sekolah dapat meminta bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LPMP, dan lembaga terkait seperti Balitbang Depdiknas.

b. Kelompok Sekolah

Apabila guru kelas atau guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru kelas atau guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan di pergunakan oleh sekolah tersebut.

c. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)

(20)

sesuatu hal belum dapat melaksanakan penyusunan silabus.

Kelompok sekolah ini juga dapat meminta bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LMPM, dan lembaga terkait seperti Balitbang Depdiknas dalam menyusun silabus.

d. Dinas Pendidikan

Dinas pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para gur berpengalaman di bidangnya masing-masing. Dalam pengembangan silabus ini, sekolah, kelompok kerja guru, atau dinas pendidikan dapat meminta bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LMPM, atau unit utama terkait yang ada di Departemen Pendidikan Nasional.

4. Langkah-langkah Pengembangan Silabus a. Mengisi Identitas Silabus

Identitas terdiri dari nama sekolah, mata pelajaran, kelas, dan semester. Identitas silabus ditulis di atas matriks silabus.

b. Menuliskan Kompetensi Inti

Kompetensi inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu,

gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan dalam aspek sikap, pengetahuan, dan ketrampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan

soft skills.

(21)

1), sikap sosial (kompetensi 2), pengetahuan (kompetensi

3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi 4). c. Menuliskan Kompetensi Dasar

Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan dari Kompetensi Inti. KD adalah konten atau kompetensi yang terdiri atas sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang bersumber pada kompetensi inti yang harus dikuasai peserta didik. Kompetensi tersebut dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran/tema.

Sebelum menentukan atau memilih Kompetensi Dasar, penyusun terlebih dahulu mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Urutan berdasarkan hierarkis konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan Kompetensi Dasar.

2) Keterkaitan antar Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam mata pelajaran, dan 3) Keterkaitan Standar Kompetensi dan Kompetensi

Dasar antarmata pelajaran.

d. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran

Dalam mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran harus dipertimbangkan:

1) Potensi peserta didik

2) Relevansi materi pokok dengan KI dan KD 3) Tingkat perkembangan fisik, intelektual,

emosional, sosial, dan spiritual peserta didik 4) Kebermanfaatan bagi peserta didik

5) Struktur keilmuan

(22)

7) Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan

tuntutan lingkungan 8) Alokasi waktu

Selain itu juga harus diperhatikan hal-hal berikut ini.

1) Kesahihan (validity): materi memang benar-benar teruji kebenaran dan kesahihannya.

2) Tingkat kepentingan (significance): materi yang diajarkan memang benar-benar diperlukan oleh siswa.

3) Kebermanfaatan (utility): materi tersebut memberikan dasar-dasar pengetahuan dan ketrampilan pada jenjang berikutnya

4) Layak dipelajari (learnability): materi layak dipelajari baik dari aspek tingkat kesulitan maupun aspek pemanfaatan bahan ajar dan kondisi setempat.

5) Menarik minat (interest): materinya menarik

minat siswa dan memotivasinya untuk mempelajari lebih lanjut.

e. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan

fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Kegiatan pembelajaran dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Berikut ini adalah kriteria dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran antara lain:

(23)

melaksanakan proses pembelajaran secara

professional sesuai dengan tuntutan kurikulum. 2) Kegiatan pembelajaran disusun berdasarkan atas

satu tuntutan kompetensi dasar secara utuh. 3) Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian

kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar. 4) Kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa

(student-centered). Guru harus selalu berpikir kegiatan apa yang bisa dilakukan agar siswa memiliki kompetensi yang telah ditetapkan. 5) Materi kegiatan pembelajaran dapat berupa

pengetahuan sikap (termasuk karakter yang sesuai), dan ketrampilan yang sesuai dengan KD. 6) Perumusan kegiatan pembelajaran harus jelas

memuat materi yang harus dikuasai untuk mencapai Kompetensi Dasar.

7) Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep mata pelajaran. 8) Pembelajaran bersifat spiral (terjadi

pengulangan-pengulangan pembelajaran materi tertentu). 9) Rumusan pernyataan dalam Kegiatan

Pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan kegiatan pembelajaran siswa, yaitu kegiatan dan objek belajar.

Pemilihan kegiatan pembelajaran mempertimbangkan kal-hal sebagai berikut:

(24)

2) Mencerminkan ciri khas dalam pengembangan

kemampuan mata pelajaran/tema

3) Disesuaikan dengan kemampuan siswa, sumber belajar dan sarana yang tersedia

4) Bervariasi dengan mengombinasikan kegiatan individu/peroangan, berpasangan, kelompok, dan klasikal, dan

5) Memperhatikan pelayanan terhadap perbedaan individual siswa seperti: bakat, minat, kemampuan, latar belakang keluarga, sosial-ekonomi, dan budaya, serta masalah khusus yang dihadapi siswa yang bersangkutan.

f. Merumuskan Indikator

Indikator merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur mencakup ranah atau dimensi pengetahuan (kognitif), ketrampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif). Ranah kognitif meliputi

pemahaman dan pengembangan ketrampilan intelektual, dengan tingkatan: ingatan, pemahaman, penerapan/aplikasi, analisis, evaluasi dan kreasi. Indikator kognitif dapat dipilah menjadi indikator produk dan proses. Ranah psikomotorik berhubungan dengan gerakan sengaja yang dikendalikan

(25)

Dalam penentuan indikator diperlukan kriteria-kriteria

berikut ini.

1) Setiap KD dikembangkan menjadi beberapa indicator (lebih dari dua).

2) Indikator menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur dan/atau diobservasi.

3) Tingkatan kata kerja dalam indikator lebih rendah atau setara dengan kata kerja dalam KD maupun SK.

4) Prinsip pengembangan indikator sesuai dengan kepentingan (Urgensi), kesinambungan (Kontinuitas), kesesuaian (Relevansi) dan Kontekstual.

5) Keseluruhan indikator dalam satu KD merupakan tanda-tanda, perilaku, dan lain-lain untuk pencapaian kompetensi yang merupakan kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak

secara konsisten.

6) Sesuai tingkat perkembangan berpikir siswa. 7) Berkaitan dengan Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar.

8) Memperhatikan aspek manfaat dalam kehidupan

sehari-hari (life skills).

9) Harus dapat menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa secara utuh (kognitif, afektif, dan psikomotor).

10)Memperhatikan sumber-sumber belajar yang relevan.

11)Dapat diukur/dapat dikuantifikasikan/dapat diamati.

(26)

g. Penilaian

Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan proses dan hasil belajar siswa yang harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan untuk menentukan tingkat keberhasilan pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator yang telah ditetapkan mencakup tiga ranah (kognitif, psikomotor, dan afektif). Perkembangan karakter peserta didik dapat dilihat pada saat melakukan penilaian ranah afektif. Di dalam kegiatan penilaian ini terdapat tiga komponen penting, yang meliputi: a) teknik penilaian b) bentuk instrument dan c) contoh instrument.

1) Teknik Penilaian

Teknik penilaian adalah cara-cara yang ditempuh untuk memperoleh informasi mengenai proses dan produk

yang dihasilkann pembelajaran yang dilakukan peserta didik. Ada beberapa teknik yang dilakukan dalam rangka penilaian ini, yang secara garis besar dapat dikategorikan sebagai teknik tes dan teknik non-tes. Penggunaan tes dan non-tes dalam bentuk tulisan

maupun lisan, pengamatan kinerja, sikap, penilaian hasil karya berupa proyek atau produk, pengguaan portofolio, dan penilaian diri.

Dalam melaksanakan penilain, penyusun silabus perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini.

(27)

b) Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian

indikator.

c) Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan siswa setelah siswa mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.

d) Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisasi untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kualitas siswa.

e) Hasil penilaian dinalisis untuk menentukan tindak lanjut. Pada bagian indikator yang belum tuntas perlu dilakukan kegiatan remedial.

f) Penilaian dilakukan untuk menyeimbangkan

berbagai aspek pembelajaran: kognitif, afektif, dan psikomotor dengan menggunakan berbagai model penilaian, baik formal maupun nonformal secara berkesinambungan.

g) Penilaian merupakan suatu proses pengumpulan dan

penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa dengan menerapkan prinsip berkelanjutan, bukti-bukti otentik, akurat, dan konsisten sebagai akuntabilitas publik.

(28)

i) Penilaian berorientasi pada Standar Kompetensi,

Kompetensi Dasar dan Indikator. Dengan demikian, hasilnya akan memberikan gambaran mengenai perkembangan pencapaian kompetensi.

j) Penilaian dilakukan secara berkelanjutan (direncanakan dan dilakukan terus menerus) guna mendapatkan gambaran yang utuh mengenai perkembangan penguasaan kompetensi siswa, baik sebagai efek langsung maupun efek pengiring dari proses pembelajaran.

k) Sistem penilaian harus disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran yang ditempuh dalam proses pembelajaran.

2) Bentuk Instrumen

Bentuk instrument yang dipilih harus sesuai dengan teknik penilaiannya. Berikut ini disajikan ragam teknik penilaian beserta bentuk instrumen yang didapat.

Tabel 2.3 Teknik Penilaian Beserta Bentuk Instrumen Teknik Bentuk Instrumen

Tes Tulis Tes isian

 Tes uraian  Tes pilihan ganda  Tes menjodohkan  Dan lain-lain Tes Lisan Daftar pertanyaan Unjuk Kerja  Tes identifikasi

 Tes simulasi

 Uji petik kerja produk  Uji petik prosedur

 Uji petik prosedur dan produk

Penugasan Tugas proyek

1. Tugas rumah Observasi Lembar observasi

Wawancara Pedoman wawancara

Portofolio Dokumen pekerjaan, karya, dan/atau prestasi siswa

(29)

3) Contoh Instrumen

Setelah dibuat bentuk instrumennya, selanjutnya dibuat contohnya. Contoh instrumen dapat dituliskan di dalam kolom matriks silabus yang tersedia. Namun, apabila dipandang hal itu menyulitkan karena kolom yang tersedia tidak mencukupi, selanjutnya contoh instrumen penilaian diletakkan di dalam lampiran.

h. Menentukan Alokasi Waktu

Alokasi waktu adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk ketercapaian suatu Kompetensi Dasar tertentu dengan memperhatikan:

1. Minggu efektif per semester

2. Alokasi waktu mata pelajaran per minggu 3. Jumlah kompetensi per semester

Alokasi waktu yang dicamtumkan di silabus merupakan perkiraan waktu rata-rata untuk menguasai kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam.

i. Menentukan Sumber Belajar

Menurut Modul PLPG dalam Majid (2014), sumber belajar merupakan segala sesuatu yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran yang dapat berupa: buku teks, media cetak, media elektronik, narasumber, lingkungan alam sekitar, dan

sebagainya.

h) Penyusunan Rencana Pembelajaran 1) Pengertian RPP

(30)

Khusus untuk RPP tematik, pengertian satu KD asalah satu

KD untuk setiap mata pelajaran. Maksudnya, dalam penyusun RPP Tematik, guru harus mengembangkan tema berdasarkan satu KD yang terdapat dalam setiap mata pelajaran yang di anggap relevan.

2) Prinsip-prinsip Pengembangan RPP

Berbagai prinsip dalam mengembangkan atau menyusun RPP dapat dijelaskan sebagai berikut.

a) Memperhatikan perbedaan individu peserta didik.

RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.

b) Mendorong partisipasi aktif peserta didik.

Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada

peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar. c) Mengembangkan budaya membaca dan menulis.

Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran membca, pemahaman beragam bacaan, dan

berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.

d) Memberikan umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remidial.

e) Keterkaitan dan keterpaduan.

(31)

pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran,

lintas aspek belajar, dan keragaman budaya. f) Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi.

RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan ssituasi dan kondisi. 3) Komponen dan Langkah-Langkah Pengembangan RPP

a) Mencantumkan identitas

Identiras meliputi: Sekolah, Kelas/Semester, Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indokator, Alokasi Waktu. b) Mencantumkan Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran memuat penguasaaan kompetensi yang bersifat operasional yang ditargetkan/dicapai dalam RPP. Tujuan pembelajaran dirumuskan dengan mengacu pada rumusan yang terdapat dalam indikator, dalam bentuk pernytaan yang operasional. Dengan demikian, jumlah rumusan tujuan pembelajaran dapat sama atau lebih banyak

daripada indikator.

c) Mencantumkan Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran adalah materi yang digunkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal yang harus diketahui adalah bahwa materi dlama RPP merupakan pengembangan

dari matri pokok yang terapat dalam silabus. Oleh karena itu, materi pembelajaran dalma RPP harus dikembangkan secara terinci bahkan jika perlu guru dapat mengembangkannya menjadi Buku Siswa.

d) Mencantumkan Model/Metode Pembelajaran

(32)

jenis materi yang akan diajarkan kepada peserta didik.

Ingatlah, tidak ada satu metode pun yang dapat digunakan untuk mengajarkan semua materi.

e) Mencantumkan Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran. Untuk mencapai satu kompetensi dasar harus dicantumkan langkah-langkah kegiatan setiap pertemuan. Pada dasarnya, langkah-langkah kegiatan memuat pendahuluan/kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup, dan masing-masing disertai alokasi waktu yang dibtuuhkan. Akan tetapi, dimungkinkan dalam seluruh rangkaian kegiatan, sesuai dengan karakteristik model yang dipilih, menggunakan sintaks yang sesuai dengan modelnya. Selain itu, apabila kegiatan disiapkan untuk lebih dari satu kali pertemuan, hendaknya diperjelas pertemuan ke-1 dan pertemuan ke-2 atau seterusnya.

f) Mencantumkan Media/Alat/Bahan/Sumber Belajar.

Pemilihan sumber belajar mengacu pada perumusan yang

terdapat dalam silabus. Jika memungkinkan, dalam satu perencanaan disiapkan media, alat/bahan, dan sumber belajar. Apabila ketiga aspek ini dipenuhi, penyusun harus mengeksplitkan secara jelas: a) media, b) alat/bahan, dan c) sumber belajar yang digunakan. Oleh karena itu, guru harus

memahami secara benar pengertian media, alat, bahan, dan sumber belajar.

g) Mencantumkan Penilaian

(33)

kunci jawaban/rambu-rambu jawaban dan pedoman

penskorannya.

2.1.6 Pelaksanaan Pembelajaran Tematik

Secara procedural langkah-langkah kegiatan yang ditempuh diterapkan ke dalam tiga langkah sebafai berikut.

a) Kegiatan awal/pembuka (opening)

Tujuan dari kegiatan membuka pelajaran adalah untuk menarik perhatian siswa, yang dapat dilakukan dengan cara seperti meyakinkan siswa bahwa materi atau pengalaman belajar yang akan dilakukan berguna untuk dirinya, melakukan hal-hal yang dianggap aneh bagi siswa, melakukan interaksi yang menyenangkan. Selain itu kegiatan pembuka juga dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa, yang dapat dilakukan dengan cara seperti membangun suasana akrab sehingga siswa merasa dekat, misalnya menyapa dan berkomunikasi secara kekeluargaan, menimbulkan rasa ingin tahu, misalnya mengajak

siswa untuk mempelajari suatu kasus yang sedang hangat dibicarakan, mengaitkan materi atau pengalaman belajar yang akan dilakukan dengan kebutuhan siswa. Menurut Sanjaya dalam Majid (2014), kegiatan pembuka juga bertujuan memberikan acuan atau rambu-rambu tentang pembelajaran yang akan dilakukan, yang

dapat dilakukan dengan cara seperti mengemukakan tujuan yang akan dicapai serta tugas-tugas yang harus dilakukan dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan.

b) Kegiatan inti

(34)

pembahasan tema, guru dalam penyajiannya hendaknya lebih

berperan sebagai fasilitator. Selain itu guru harus pula mampu berperan sebagai model pembelajaran yang baik bagi siswa. Artinya guru secara aktif dalam kegiatan belajar berkolaborasi dan berdiskusi dengan siswa dalam mempelajari tema atau subtema yang sedang dipelajari. Peran inilah yang disebutkan oleh Nasution (2004:4) dalam Majid (2014) sebagai suatu aktivitas mengorganisasi dan mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak segingga menjadi proses belajar.

Dengan demikian pada langkah kegiatan inti guru menggunakan strategi pembelajaran dengan upaya menciptakan lingkungan belajar sedemikian rupa agar siswa aktif mempelajari permasalahan berkenaan dengan tema atau subtema. Pembelajaran dalam hal ini dilakukan melalui berbagai kegiatan agar siswa mengalami, mengerjakan, memahami, atau disebut dengan belajar melalui proses (Wijaya, dkk: 1988: 188) dalam Majid (2014). Untuk itu maka selama proses pembelajaran siswa mengamati

obyek nyata berupa benda nyata atau lingkungan sekitar, melaporkan hasil pengamatan, melakukan permainan, berdialog, bercerita, mengarang, membaca sumber-sumber bacaan, bertanya dan menjawab pertanyaan, serta bermain peran. Selama proses pembelajaran hendaknya guru selalu memberikan umpan agar anak

berusaha mencari jawaban dari permasalahan yang dipelajari. Umpan dapat diberkan guru melalui pertanyaan-pertanyaan menantang yang membangkitkan anak untuk berpikir dan mencari solusi melalui kegiatan belajar.

c) Kegiatan akhir

(35)

keberhasilan guru dalam pelaksanaan proses pembeljaran. Cara

yang dapat dilakukan dalam menutup pembelajaran adalah meninjau kembali dan mengadakan evaluasi pada akhir pembelajaran. Dalam kegiatan meninjau kembali dapat dilakukan dengan merangkum inti pembelajaran atau membuat ringkasan. Dalam kegiatan evaluasi guru dapat menggunakan bentuk-bentuk mendemonstrasikan ketrampilan, mengaplikasikan ide-ide baru pada situasi lain, mengekspresikan pendapat siswa sendiri atau mengerjakan soal-soal tertulis (Hadisubroto dan Herawati: 1998: 517) dalam Majid (2014).

Berkaitan dalam evaluasi Vogt (2001:7) dalam Majid (2014) menyebutkan bahwa assessment dapat dilakukan secara kolaboratif dan sportif antara siswa dan guru. Assessment dapat dilakukan secara formal dan informal. Formal assessment dapat berupa tes khusus seperti membaca, menulis dan penggunaan bahasa, sedangkan informal assessment berkaitan dengan kemajuan siswa yang dapat dilakukan melalui catatan anekdot, observasi, diskusi

kelompok, refleksi dan diskusi kelompok belajar. Self assesmen

bagi siswa akan membantu untuk dapat mengukur kemajuan diri. Mereka juga dapat mengetahui apa yang telah mereka pelajari. Caranya dapat menggunakan checklist, refleksi tertulis, atau jurnal.

2.1.7 Manfaat, Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Tematik Terpadu

Menurut Majid dan Rochman (2014: 113) manfaat penerapan pembelajaran tematik terpadu dalam proses pembelajaran sebagai berikut:

(36)

Prosedur-prosedur kerja keseharian, memastikan bahwa semua jadwal dapat

diprediksi, dan menjamin peserta didik merasa aman selama berada di kelas maupun di luar kelas. Keterampilan hidup dikenali, diskusi dan dipraktikkan oleh peserta didik dengan interaksi yang tepat dan dengan perasaan yang menyenangkan dalam komunitas ruang kelas.

b. Menggunakan kelompok untuk bekerja sama, berkolaborasi, belajar berkelompok, dan memecahkan konflik, sehingga mendorong peserta didik untuk memecahkan masalah sosial dengan saling menghargai.

c. Mengoptimasi lingkungan belajar sebagai kunci dalam menciptakan kelas yang ramah otak (brain friendly classroom).

Aktivitas belajar melibatkan subjek belajar secara langsung, mengoptimalkan semua sumber belajar, dan memberi peluang peserta didik untuk mengeksplorasi materi secara lebih luas.

d. Peserta didik secara cepat dan tepat waktu mampu memproses informasi. Proses itu tidak hanya menyentuh dimensi kuantitas,

namun juga kualitas dalam mengeksplorasi konsep-konsep baru dan membantu peserta didik siap mengembangkan pengetahuan. e. Proses pembelajaran di kelas memungkinkan peserta didik berada

dalam format ramah otak.

f. Materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru dapat

diaplikasijan langsung oleh peserta didik dalam konteks kehidupannya sehari-hari.

g. Peserta didik yang relatif mengalami keterlambatan untuk menuntaskan program belajar memungkinkan mengejar ketertinggalannya, dengan dibantu oleh guru melalui pemberian bimbingan khusus dan penerapan prinsip belajar tuntas.

(37)

Pembelajaran tematik terpadu dalam kenyataan memiliki beberapa

kelebihan. Menurut Depdikbud dalam Trianto (2011: 159), pembelajaran tematik memiliki kelebihan sebagai berikut:

a. Pengalaman dan kagiatan belajar anak relevan dengan tingkat perkembangannya.

b. Kegiatan yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan anak. c. Kegiatan belajar bermakna bagi anak, sehingga hasilnya dapat

bertahan lama.

d. Keterampilan berpikir anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu.

e. Kegiatan belajar mengajar bersifat pragmatis sesuai lingkungan anak.

f. Keterampilan sosial anak berkembang dalam proses permbelajaran terpadu.

Selain kelebihan yang dimiliki, pembelajaran tematik terpadu juga memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:

a. Keterbatasan pada aspek guru

Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, ketrampilan metodologis yang andal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas serta mengembangkan materi.

b. Keterbatasan pada aspek siswa

Siswa dituntut untuk menekankan adanya kemampuan analisis

(mengurai), asosiatif (menghubung-hubungkan), eksploratif (menemukan), dan eleboratif (menghubungkan).

c. Keterbatasan pada aspek sarana dan sumber pembelajaran

(38)

d. Keterbatasan pada aspek kurikulum

Kurikulum harus luwes dan berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman siswa bukan pada pencapaian target materinya.

e. Keterbatasan pada aspek penilaian

Memerlukan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar siswa dari beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan.

f. Keterbatasan pada aspek suasana pembelajaran

Pada saat megajarkan sebuah tema, guru berkecenderungan menekankan atau mengutamakan substansi gabungan tersebut sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar belakang pendidikan guru tersebut.

2.2 Pengembangan Desain Pembelajaran Tematik Terpadu 2.2.1 Pengertian Desain Pembelajaran

Hokanson, Brad dan Gibbon dalam Suparman (2014: 88)

mengatakan bahwa istilah desain berasal dari bahasa Latin designare

yang mengandung arti menandai, menunjukkan, menjelaskan, merancang. Sedangkan menurut Herbert Simon dalam Sanjaya (2009: 65) mengartikan desain sebagai proses pemecahan masalah.

Dalam konteks pembelajaran, desain instruksional dapat diartikan

sebagai proses yang sistematis untuk memecahkan persoalan pembelajaran melalui proses perencanaan bahan-bahan pembelajaran beserta aktivitas yang harus dilakukan, perencanaan sumber-sumber pembelajaran yang dapat digunakan serta perencanaan evaluasi keberhasilan.

(39)

Gentry dalam Sanjaya (2009) menjelaskan bahwa desaian

pembelajaran berkenaan dengan proses menentukan tujuan pembelajaran, strategi dan teknik untuk mencapai tujuan serta merancang media yang dapat digunakan untuk efektivitas pencapaian tujuan. Selanjutnya ia menguraikan, penerapan suatu desain pembelajaran memerlukan dukungan dari lembaga yang akan menerapkan, pengelolaan kegiatan, serta pelaksanaan yang intensif berdasarkan analisis kebutuhan.

Pendapat lain tentang desain pembelajaran menurut Suparman (2014) adalah upaya perencanaan kearah terwujudnya pelaksanaan kegiatan instruksional berkualitas, efektif, dan efisien dalam memfasilitasi proses belajar dan meningkatkan kinerja peserta didik.

Dari beberapa pengertian diatas, maka desain instruksional adalah proses pembelajaran yang dapat dilakukan siswa untuk mempelajari suatu materi pembelajaran yang didalamnya mencakup rumusan tujuan yang harus dicapai atau hasil belajar yang diharapkan, rumusan strategi yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan termasuk metode,

teknik dan media yang dapat dimanfaatkan serta teknik evaluasi untuk mengukur atau menentukan keberhasilan ketercapaian tujuan.

2.2.2 Kriteria Desain Pembelajaran

Menurut Sanjaya (2009)desain pembelajaran yang baik harus

memiliki beberapa kriteria diantaranya: a. Berorientasi pada siswa

(40)

1) Kemampuan dasar

Dalam menentukan tujuan pembelajaran yang harus dicapai disesuaikan dengan kemampuan yang telah atau harus dimiliki terlebih dahulu oleh setiap siswa. Sehingga, desain pembelajaran dirancang sesuai dengan potensi dan kompetensi yang telah dimiliki oleh siswa. Dengan kata lain desain pembelajaran tidak dirancang semata-mata oleh kemauan dan kehendak guru.

2) Gaya belajar

DePorter dalam Sanjaya (2009: 68) membagi gaya belajar siswa ke dalam tiga tipe, yakni tipe auditif, tipe visual, dan tipe kinestetis. Sebagai contoh, siswa yang bertipe auditif akan dapat menangkap informasi lebih banyak melalui pendengaran, dengan demikian desain pembelajaran dirancang agar siswa lebih banyak mendengar melalui berbagai media yang dapat didengar seperti radio atau tape recorder.

b. Berpijak pada pendekatan sistem

Sistem adalah suatu kesatuan komponen yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan. Pendekatan sistem dalam desain pembelajaran merupakan pendekatan ideal yang dapat digunakan dalam mendesain pembelajaran karena melalui

pendekatan sistem dari awal sudah diantisipasi berbagai kendala yang mungkin dapat menghambat pencapaian tujuan. c. Teruji secara empiris

(41)

2.2.3 Langkah-langkah Mendesain Pembelajaran

Berikut ini merupakan model desain instruksional menurut Atwi Suparman (2014:131),

2.2.3.1Tahap pertama

Tahap pertama dalam model MPI adalah tahap

mengidentifikasi yang terdiri dari tiga langkah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan menulis

tujuan instrusional umum

Tujuan dari kegiatan pertama tersebut, yaitu mengidentifikasi adanya kesenjangan antara kinerja pegawai saat ini dan kinerja yang diharapkan. Bila kesenjangan itu penting dan serius karena berpengaruh besar terhadap kinerja organisasi tempatnya kerja, maka dikateorikan sebagai masalah.

Di antara berbagai masalah yang teridentifikasi, dipisahkan menjadi dua kelompok menurut factor penyebabnya. Masalah yang disebabkan rendahnya

pengetahuan, ketrampilan dan sikap perilaku dan masalah yang factor penyebabnya diluar itu, misalnya kekurangan sarana prasarana, dana, sistem dan prosedur kerja dalam manajemen, dan lain-lain.

Ada tiga kelompok orang yang dapat dijadikan

sumber informasi dalam mengidentifiksi kebutuhan instruksional, yaitu:

a. Peserta didik

b. Masyarakat, termasuk orang tua dan pihal lan yang akan menggunakan lulusan, seperti pengelola pendidikan tingkat selanjutnya dan pemerintah

(42)

bentuk program instruksional yang sesuai bagi

peserta didik dan pengguna lulusan.

Harles dalam Suparman (2014: 135) melukiskan ketiga pihak tersebut dalam bentuk segitiga sebagai berikut.

Peserta Didik/Lulusan Pendidik/

Penyelenggara

Masyarakat yang akan Pengguna lulusan dilayani

Masuk

Gambar 2.3 Tiga Kelompok Orang Sebagai Sumber Informasi Dalam Mengidentifikasi Kebutuhan Instruksional

Sumber: Suparan (2014)

Berikut ini adalah langkah-langkah mengidentifikasi kebutuhan instruksional:

a. Menentukan kesenjangan penampilan peserta didik disebabkan kekurangan pendidikan dan pelatihan

pada masa lalu

b. Mengidentifikasi bentuk kegiatan instruksional yang paling tepat

c. Menentukan populasi sasaran yang dapat mengikuti kegiatan instruksional tersebut untuk mengetahui jumlah peserta didik yang potensial karena menghadapi masalah yang sama.

2. Melakukan analisis instruksional

(43)

menjadi subkompetensi, kompetensi dasar atau

kompetensi khusus yang lebih kecil atau spesifik serta mengidentifikasi hubungan antara kompetensi khusus satu dan kompetensi khusus yang lain. Berikut ini langkah-langkah praktis yang digunakan dalam melakukan analisis instruksional, yaitu:

1. Menuliskan prilaku umum yang ditulis dalam TPU untuk mata pelajaran yang sedang dikembangkan. 2. Menuliskan setiap subkompetensi yang merupakan

bagian dari kompetensi. Jumlah subkompetensi untuk setiap kompetensi umum berkisar antara 5-10 buah, bila sangat dibutuhkan dapat ditambah.

3. Menyusun subkompetensi kedalam daftar urutan yang logis dari kompetensi umum. Subkompetensi yang terdekat hubungannya dengan kompetensi umum diteruskan mundur sampai prilaku yang sangat jauh dari prilaku umum.

4. Menambahkan subkompetensi atau kalau perlu dikurangi.

5. Setiap subkompetensi ditulis dalam lembar kartu/

kertas ukuran 3×5 cm.

6. Kemudian kartu disusun dengan menempatkannya dalam struktur hirarkis, prosedural, atau dikelompokkan menurut kedudukan masing-masing terhadap kartu lain.

7. Bila perlu ditambah dengan subkompetensi lain atau dikurangi sesuai kedudukan masing-masing.

(44)

horisontal untuk menyatakan hirarkis, prosedural

dan pengelompokkan.

9. Meneliti kemungkinan hubungan kompetensi umum yang satu dengan yang lain atau subkompetensi yang berada di bawah kompetensi umum yang berbeda. 10.Memberi nomer urut pada setiap subkompetensi

dimulai dari yang terjauh hingga yang terdekat dari kompetensi umum. Penomeran ini menunjukkan subkompetensi yang terstruktur herarkis harus dilakukan dari bawah ke atas. Sedangkan pemberian nomer urut subkompetensi yang terstruktur prosedural dapat berlainan dari urutannya dari yang lebih sederhana ke yang lebih kompleks. Pemberian nomer urut subkompetensi yang terstruktur pengelompokan dilakukan dengan cara yang sama dengan struktur prosedural.

11.Mengkonsultasikan bagan yang telah dibuat dengan

teman sejawat untuk mendapatkan masukan antara lain tentang:

a. Lengkap tidaknya subkompetensi sebagai penjabarandari setiap kompetensi umum. b. Logis tidaknya urutan subkompetensi menuju

kompetensi umum.

c. Struktur hubungan subkompetensi tersebut. (Hierarkis, prosedural, pengelompokan atau kombinasi).

3. Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik

(45)

akan diajarkan ini kemudian dirumuskan dalam bentuk

tujuan instruksional khusus atau TIK. Perilaku awal merupakan salah satu variabel dari pengajaran. Variabel ini didefenisikan sebagai aspek-aspek atau kualitas perseorangan peserta didik. Aspek ini bisa berupa bakat, minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berfikir yang telah dimiliki peserta didik. Suparman (2014) menyatakan dua hal tentang perilaku peserta didik: Pertama, populasi sasaran atau peserta didik kegiatan instruksional dan kedua adalah berhubungan dengan kompetensi, kemampuan atau pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang telah dikuasai peserta didik sehingga mereka dapat mengikuti pembelajaran. Untuk melakukan kegiatan identifikasi perilaku awal peserta didik, maka kita harus mengetahui sumber yang dapat memberikan informasi kepada pendesain instruksional yang antara lain adalah:

1. Siswa, mahasiswa dan yang lainnya

2. Orang yang mengetahui kondisi seperti guru dan atasannya.

3. Pengelola program pendidikan yang biasa mengajarkan mata pelajaran.

(46)

menyelenggarakan program pendidikan. Tetapi seorang

pengembang instruksional masih perlu mencari informasi lebih jauh tentang kemampuan populasi sasaran yang dimaksud dalam menguasai setiap perilaku khusus yang telah dirumuskan dalam analisis instruksional.

Suparman (2014: 203) mengemukakan perilaku dan karakteristik awal peserta didik yang relevan dengan proses pembelajaran yang akan dilakukan yaitu:

1. Latar belakang pendidikan dan pengalaman sebelumnya mengandung kompetensi yang telah dikuasainya.

2. Motivasi belajar yang mengandung pengertian dorongan dan semngat serta ingin tahu yang dimiliki untuk mempelajari bahan pembelajaran tersebut, akan memudahkannya dalam proses pembelajaran.

3. Aksesnya terhadap sumber belajar yang relevan dengan materi yang sedang dipelajari.

4. Kebiasaan belajar melalui pembelajaran tatap muka atau mandiri. Bila terbiasa belajar mandiri, maka dapat diharapkan peserta didik

akan menggunakan waktu belajar yang lebih panjang.

5. Domisili tempat tinggal yang diukur dengan jarak tempuh ke pusat kegiatan belajar atau lembaga penyelenggara pendidikan.

(47)

7. Kebiasaan dan disiplin dalam mengatur waktu

belajar secara teratur akan lebih mudah mempercepat penyelesaian tugas-tugas.

8. Kebiasaan belajar secara sistematik akan sangat kondusif untuk menguasai bahan pembelajaran lebih cepat dan lebih baik.

9. Kebiasaan belajar sambil berfikir untuk menerapkan hasilnya dalam kehidupan atau pekerjaannya merupakan hal yang sangat baik untuk memelihara motivasi belajar sepanjang proses pembelajaran.

2.2.3.2Tahap kedua

Tahap kedua adalah tahap mengembangkan yang terdiri dari empat langkah sebagai berikut:

1. Menulis tujuan instruksional khusus

Tujuan Instruksional Khusus (TIK) terjemahan dari

specific instructional objective. Literature asing menyebutkan pula sebagai objective atau enabling objective untuk membedakannya dari general instructional objective, goal, atau terminal objective,

yang berarti tujuan instructional umum (TIU) atau

tujuan instruktional akhir. TIK dirumuskan dalam bentuk kata kerja yang dapat dilihat oleh mata

(observable). TIK merupakan satu-satunya dasar untuk menyusun kisi-kisi tes, karena itu TIK harus mengandung unsur-unsur yang dapat memberikan petunjuk kepada penyusun tes agar dapat mengembangkan tes yang benar-benar dapat mengukur perilaku yang terdapat di dalamnya.

(48)

= Behavior, C = Condition, dan D = Degree. Audience

adalah siswa yang akan belajar, behavior adalah perilaku spesifik yang akan dimunculkan oleh siswa setelah selesai proses belajarnya dalam pelajaran tersebut, condition adalah kondisi atau batasan yang dikenakan kepada siswa atau alat yang digunakan siswa pada saat di tes (bukan pada saat belajar), dan degree

adalah tingkat keberhasilah siswa dalam mencapai perilaku tersebut.

2. Menyusun alat penilaian hasil belajar

Tes acuan patokan dimaksudkan untuk mengukur tingkat penguasaan setiap siswa terhadap perilaku yang tercantum dalam TIK. Adapun langkah-langkah dalam menyusun tes acuan patokan adalah sebagai berikut: a) menentukan tujuan tes; b) membuat table spesifikasi untuk setiap tes yaitu daftar perilaku, bobot perilaku, persentase jenis tes, dan jumlah butir tes; c) menulis

butir tes; d) merakit tes; e) menulis petunjuk; f) menulis kunci jawaban; g) mengujicobakan tes; h) menganalisis hasil ujicoba; i) merevisi tes.

3. Menyusun strategi instruksional

Strategi instruksional dalam menyampaikan materi

(49)

instruksional yang digunakan guru dan siswa dalam

kegiatan instruksional; dan d) waktu yang digunakan dalam menyelesaikan setiap langkah dalam kegiatan instruksional.

4. Mengembangkan bahan instruksional

Pemilihan format media dalam pembelajaran virtual kadang-kadang tidak sesuai dalam pratek, walaupun secara teori telah dilakukan dengan benar. Untuk itu diperlukan kompromi untuk mendapatkan produk pembelajaran yang sesuai dengan lingkungan belajar.

Tahapan yang akan dicapai dalam mengembangkan bahan instruksional adalah sebagai berikut: a) menjelaskan faktor yang mungkin menyebabkan perbaikan dalam pemilihan media dan sistem penyampaian agar sesuai dengan kegiatan instruksional; b) menjelaskan dan menyebutkan paket dalam komponen instruksional; c) menjelaskan peran

desainer dalam pengembangan materi dan penyampaian kegiatan instruksional; d) menjelaskan prosedur untuk mengembangkan bahan instruksional yang sesuai dengan strategi instruksional; e) membuat bahan instruksional berdasarkan strategi instruksional.

2.2.3.3Tahap ketiga

Mengevaluasi dan merevisi yang terdiri dari satu langkah yaitu menyusun desain dan melaksanakan evaluasi formatif yang termasuk di dalamnya kegiatan merevisi bahan instruksional.

(50)

pengambilan keputusan dalam rangka meningkatkan kualitas

produk atau program instruksional. Tahapan evaluasi formatif adalah sebagai berikut: a) review oleh ahli bidang studi di luar tim pengembangan instruksional; b) evaluasi satu-satu (one-to-one evaluation); c) evaluasi kelompok kecil; dan d) ujicoba lapangan.

Dalam bentuk bagan, keempat langkah evaluasi formatif dan revisi itu dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.4 Tahapan evaluasi formatif

Sumber: Atwi Suparman (2014)

2.3 Kebutuhan Belajar siswa

2.3.1 Kecenderungan Perilaku Anak Sekolah Dasar

Dalam menentukan isi atau materi pelajaran tematik yang

diberikan kepada siswa harus di sesuaikan dengan kebutuhan belajar siswa usia sekolah dasar. Tujuannya adalah agar tingkat keluasan dan kedalamannya diharapkan dapat terjadi perubahan perilaku siswa menuju kedewasaan, baik fisik, mental atau intelektual, moral, maupun sosisal.

Menurut Piaget dalam Prastowo (2013: 175) perkembangan kognitif terdiri dari fase sensorimotor, praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal.

Anak pada usia sekolah dasar (7-11 tahun) berada pada tahapan operasional-konkret. Kecenderungan perilakunya antara lain:

(51)

satu-a. Anak mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu

aspek ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak.

b. Anak mulai berpikir secara operasional.

c. Anak mampu menggunakan cara berpikir operasional untuk menglasifikasikan benda-benda.

d. Anak dapat memahami konsep substansi, seperti panjang, lebar, luas, tinggi, rendah, ringan, dan berat. Mereka sedang membangun sebuah diri batin yang subjektif dan sebuah dunia luar yang objektif

2.3.2 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Dalam tahap perkembangannya, terdapat tiga karakteristik yang menonjol saat anak sekolah dasar belajar, yaitu konkret, integrative, dan hierarkis, seperti yang dijelaskan dalam gambar berikut.

Gambar 2.5 Karakteristik Belajar Anak Usia Sekolah Dasar (7-12 tahun)

Sumber: Prastowo (2013)

Oleh Rusman (2010), dijelaskan secara lebih detail menjadi berikut ini.

a. Konkret maksudnya proses belajar yang konkret ditekankan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar yang dapat dioptimalkan untuk pencapaian proses dan hasil pembelajaran yang berkualitas bagi anak usia SD/MI. Penggunaan lingkungan akan

Karakteristik Belajar SD/MI

(52)

membuat proses dan hasil belajar lebih bermakna dan bernilai,

karena siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, factual, bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan. b. Integrated maksudnya memandang sesuatu yang dipelajari sebagai

satu kesatuan yang utuh dan terpadu.

c. Hierarkis maksudnya berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal sederhana ke hal-hal-hal-hal yang lebih kompleks.

Menurut Ayuningsih, karakteristik perkembangan siswa pada kelas satu, dua, dan tiga sekolah dasar biasanya mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Selain itu, mereka telah dapat menunjukkan keakuannya tentang jenis kelamin, mulai berkompetisi dengan teman sebaya, mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri. Dari sisi emosi, anak pada usia 6-8 tahun telah mampu mengekspresikan reaksi terhadap orang lain. Untuk perkembangan kecerdasannya mereka mampu melakukan seriasi, mengelompokkan objek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya

perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat, serta berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu.

2.3.3 Strategi Pengajaran Untuk Anak Sekolah Dasar

Menurut Piaget ada beberapa hal yang dapat diterapkan untuk

pendidikan anak SD.

a. Pergunakan Pendekatan Konstruktivisme

Dalam hal ini, Piaget menekankan bahwa anak-anak akan belajar lebih baik jika mereka aktif dan mencari solusi sendiri.

b. Berikan Fasilitas Mereka Untuk Belajar

(53)

c. Pergunakan Penilaian Terus-menerus

Makna yang disusun oleh siswa tidak dapat diukur dengan tes standar penilaian matematis dan bahasa. Pertemuan individual dimana siswa mendiskusikan strategi pemikiran mereka, digunakan sebagai alat untuk mengevaluasikan kemajuan mereka.

d. Tingkatkan Kompetensi Intelektual Siswa

Pembelajaran harus berjalan secara alamiah. Anak tidak boleh didesak dan ditekan untuk berprestasi terlalu banyak di awal perkembangan sebelum mereka siap.

e. Jadikan Ruang Kelas Menjadi Ruang Eksplorasi dan Penemuan Untuk menciptakan makna pada diri siswa, harus terjadi semacam mencocokkan bayangan yang dilihat siswa dengan memori jangka panjangnya.

2.4 Model Pembelajaran Kooperatif

2.4.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Menurut Roger dalam Huda (2011), pembelajaran kooperatif

merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang didalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran

anggota-anggota yang lain.

Jhonson dan Jhonson menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif berarti bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan menurut Slavin pembelajaran kooperatif adalah metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran.

(54)

kelompok-kelompok kecil yang saling bekerja sama untuk mencapai tujuan yang

diharapkan.

Sadker dan Sadker (1997) dalam Huda (2011: 66) menjabarkan beberapa manfaat pembelajaran kooperatif. Menurut mereka, selain meningkatkan keterampilan kognitif dan afektif siswa, pembelajaran kooperatif juga memberikan manfaat-manfaat besar lain seperti berikut ini:

1. Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur kooperatif akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi; hal ini khususnya bagi siswa-siswa SD untuk mata pelajaran matematika.

2. Siswa yang berprestasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki sikap dan harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk belajar.

3. Dengan pembelajaran kooperatif, siswa menjadi lebih peduli pada teman-temannya, dan diantara mereka akan terbangun rasa ketergantungan yang positif (interpedensi

positif) untuk proses belajar mereka nanti.

4. Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang berbeda.

2.4.2 Metode Pembelajaran Kooperatif Model Team Games Tournament

(TGT)

(55)

melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung

unsur permainan dan reinforcement. Aktifitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model Team Games Tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan sikap tanggung jawab, kejujuran, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar. TGT memiliki ciri menggabungkan aktivitas pembelajaran dan permainan. Menurut Slavin model TGT ini terdiri dari 5 langkah yaitu: Tahap penyajian kelas, belajar dalam kelompok, permainan, pertandingan, dan penghargaan kelompok.

TGT menggunakan turnamen perbaikan akademik, dalam turnamen itu siswa bertanding mewakili timnya dengan anggota tim lain yang setara kinerja akademiknya. Pada model ini siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan point untuk skor tim mereka (Trianto: 2011: 83).

A. Langkah-langkah Pembelajaran TGT

Secara runtut implementasinya, TGT terdiri dari 4 komponen

utama, antara lain: (1) Presentasi guru; (2) Kelompok Belajar; (3) Turnamen; dan (4) Pengenalan Kelompok.

a) Guru menyiapkan: 1. Kartu soal

2. Lembar Kerja Siswa

3. Alat/Bahan

b) Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 3-5 orang).

c) Guru mengarahkan aturan permainannya B. Aturan (Skenario) Permainan

Gambar

Gambar 2.1 Ilustrasi Dalam Penentuan Tema
Tabel 2.1 Analisis SKL, KI dan KD
Tabel 2.2 Pemetaan Keterhubungan KD dan indikator ke dalam tema
Gambar 2.2 Jaringan Tema Perkembangbiakan Hewan dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

PPL dilaksanakan dalam rangka membekali para calon guru sekolah dasar tentang kondisi fisik sekolah, siswa, dan administrasi di sekolah dasar secara nyata, serta

Berdasarkan tabel penelitian di atas, pada umumnya responden menjawab tidak setuju, maka penulis dapat mengambil kesimpulkan bahwa layanan koleksi digital karya

Selain itu, untuk mengetahui kenaikan muka air laut di perairan PPP Sadeng berdasarkan data multi satelit altimetri maka menggunakan data satelit altimetri yang telah dikelompokan

Konflik minangka samubarang kang dramatik, munjer marang kedadeyan ing antarane loro kekuwatan kang padha lan nuwuhake aksi lan aksi walesan (Wellek & Werren,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat formulasi teh herbal yang memiliki aktivitas antioksidan yang kuat dan disukai dari campuran buah pare dan kulit buah

Alhamdulillahirobbil’ alamin puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat,rahmat dan hidayah-Nya yang senatiasa dilimpahkan kepada penulis, sehingga bisa menyelesaikan sampai

Dari uraian latar belakang kurangnya pemanfaatan sistem informasi yang sudah ada di bidang kesehatan dan masih adanya bayi yang tidak mendapatkan imunisasi dasar

Transformator merupakan suatu alat listrik statis yang dapat memindahkan dan mengubah energi listrik bolak-balik (arus dan tegangan) dari satu atau lebih rangkaian listrik