Kajian Kenaikan Muka Air Laut di Pelabuhan Perikanan Pantai Sadeng
Yogyakarta berdasarkan Data Multi Satelit Altimetri
The Study of Sea Level Rise on Coastal Fishing Port Sadeng Yogyakarta
based on Multi Satellite Altimetry Data
Isna Uswatun Khasanah1*), Leni Sophia Heliani2, dan Abdul Basith2
1Dosen Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Padang (ITP), Padang 2Dosen Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
*)E-mail: ikhasanah31@gmail.com
ABSTRAK - Pantai Sadeng atau biasa dikenal Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng merupakan satu-satunya
pelabuhan perikanan yang berada di Yogyakarta. Kajian kenaikan muka air laut atau sea level rise (SLR) di PPP sadeng menjadi penting untuk dilakukan. PPP sadeng dilewati lintasan satelit altimetry dan terdapat stasiun pasut milik Badan Informasi Geospasial (BIG). Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan kajian dan evaluasi nilai SLR serta perbandingan pola permukaan laut dari data satelit altimetri dan pasut. Satelit altimetri yang digunakan adalah Topex/Poseidon, Jason-1 dan Jason-2, karena ketiga satelit tersebut mempunyai visi yang sama. Data multi satelit altimetry diambil dari tahun 1995 s.d 2014. Data multi satelit altimetri yang digunakan adalah data grid yang luasannya berbentuk lingkaran dengan radius 5 km dari titik cycle acuan. Data tersebut dikoreksi dari kesalahan outlier, geofisik (post-processing) dan direferensikan terhadap EGM96. Data pasut yang digunakan adalah data pasut dari Badan Informasi Geospasial (BIG) yang telah terkoreksi. Identifikasi perubahan muka air laut dilakukan dengan analisis regresi linier. Hasil penelitian menunjukan jarak posisi data permukaan dari satelit altimetri dan stasiun pasut adalah 36,78 km. Nilai rata-rata kenaikan muka air laut dari data multi satelit altimetri adalah 3,68 mm/tahun, sedangkan dari data pasut adalah 3,04 mm/tahun. Perbedaan nilai SLR dapat disebabkan karena posisi relatif kedua data yang berbeda, selain itu dapat mengindikasikan adanya pergerakan tanah secara vertikal. Nilai korelasi pola permukaan laut dari kedua data adalah 0,49. Kedua data tersebut berkorelasi positif, hal tersebut menunjukan ketika pola permukaan laut dari data satelit altimetri naik atau turun maka data pasut pun menunjukan peristiwa yang sama.
Kata kunci: Kenaikan Muka Air Laut, Multi Satelit Altimetri, Data Pasut
ABSTRACT - Sadeng or commonly known as Sadeng Beach Fishing Port (Pelabuhan Perikanan Pantai -PPP) is the
only fishing ports in Yogyakarta. Study of sea level rise (SLR) in PPP Sadeng be important to do. At the PPP Sadeng is crossed track altimetry satellite and there is a tide station. Therefore, study and evaluation of the sea level rise value and comparison pattern of sea level from altimetry satellite and tide gauge data is done. Satellite altimetry is used Topex / Poseidon, Jason-1 and Jason-2, because that satellites have the same vision. Multi-satellite altimetry data taken from 1994 until 2014, then that data are gridded with radius 5 km from reference point cycle. Multi-satellite altimetry data are corrected from outliers data using global test and geophysical error using post-processing, then referenced in EGM96. The tide gauges data taken from Badan Informasi Geospasial (BIG) which has been corrected. Identification of changes in sea level rise is done by linear regression analysis. The results from this research show that distance positioning from satellite altimetry data and tidal station is 36.78 km. Mean sea level rise value from multi-satellite altimetry data is 3.68 mm / year and 3.04 mm / year from tide gauges data. The difference sea level rise value from two data related to relative position, otherwise can indicate the land vertical movement. The correlation value of sea surface pattern from multi-satellite altimetry and tide gauges data is 0.49. The correlation value is positive, it mean that when sea level pattern of altimetry satellite data increased or decreased, the sea level from tidal data is also showing the same events.
Keywords: Sea Level Rise, Multi Satellite Altimetry, Tide Gauges Data
1. PENDAHULUAN
Kenaikan muka air laut atau biasa disebut Sea level rise (SLR) merupakan salah satu permasalahan penting yang dihadapi oleh negara-negara pantai atau negara kepulauan di dunia. Fenomena alam ini perlu diperhitungkan dalam semua kegiatan pengelolaan wilayah pesisir. Salah satunya di Pantai Sadeng atau biasa
dikenal Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng. PPP Sadeng merupakan satu-satunya pelabuhan perikanan yang berada di Yogyakarta. Kajian kenaikan muka air laut atau sea level rise (SLR) di PPP sadeng menjadi penting untuk dilakukan.
Kajian kenaikan muka air laut menjadi topik hangat yang dibahas dalam beberapa kurun waktu terakhir. Secara global, kenaikan muka air laut di dunia kurang lebih 3.38 mm/tahun (http://www.aviso.altimetry.fr/). Beberapa peneliti juga mengkaji tentang perubahan muka laut di Indonesia. Perairan laut Indonesia sejak tahun 1993 s.d 2011 mengalami kenaikan dengan rata-rata 4 mm/tahun (Fenoglio-Marc dkk 2012). Pada kenyataannya, kenaikan muka air laut bervariasi seiring waktu dan posisi.
Perkembangan teknologi akuisisi data semakin meningkat dan maju. Saat ini, data permukaan laut dapat diperoleh dalam periode panjang. Salah satu teknologi yang dapat menyajikan data permukaan laut periode panjang adalah satelit altimetri. Satelit altimetri didesain dengan tiga misi utama yaitu mengamati sirkulasi lautan global, mengamati volume es di kutub dan mengamati perubahan tinggi muka laut global (Abidin 2007). Mengingat kegunaan dan kontribusi yang sangat signifikan dari data satelit altimetri dalam studi kelautan, maka satelit altimetri dirancang untuk memiliki misi yang berkelanjutan. Salah satu misi satelit altimetri yang berkelanjutan adalah satelit Topex/Poseidon yang diluncurkan pada tahun 1992 kemudian dilanjutkan dengan satelit Jason-1 yang diluncurkan tahun 2002 dan satelit Jason-2 yang diluncurkan tahun 2008 sampai sekarang. Ketiga satelit altimetri tersebut memiliki misi yang sama yaitu pemantauan dinamika air laut. Oleh karena itu, pada penelitian ini menggunakan ketiga satelit tersebut yang selanjutnya disebut dengan multi satelit altimetri.
Permasalahan muncul ketika berhadapan dengan data periode panjang, termasuk data satelit altimetri. Kesalahan pada data multi satelit altimetri antara lain data yang masuk daratan, data kosong, data outlier, referensi data multi satelit yang berbeda, dan kesalahan karena faktor geofisik. Oleh karena itu, perlu dilakukan penanganan khusus terhadap satelit altimetri seperti post-processing. Selain itu, untuk mengetahui kenaikan muka air laut di perairan PPP Sadeng berdasarkan data multi satelit altimetri maka menggunakan data satelit altimetri yang telah dikelompokan dan letaknya dekat dengan posisi stasiun pasut.
Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi kenaikan muka air laut dari data multi satelit altimetry yang terletak paling dekat dengan posisi stasiun pasut. Selanjutnya diidentifikasi jarak antara posisi data satelit altimetri dan stasiun pasut Sadeng serta mengetahui hubungan pola permukaan laut dari data satelit dan data pasut.
2. METODE
2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah perairan disekitar Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng, dengan posisi pengambilan data multisatelit altimetry terletak pada rata-rata lintang -8.335 dan Bujur 111.097 dan posisi stasiun pasut sadeng adalah -8.19 LS dan 110.80 BT. Area penelitian ditunjukkan padaGambar 1.
Keterangan:
: lintasan track/pass satelit altimetri
2.2. Data
Data yang digunakan untuk kajian kenaikan muka air laut meliputi:
2.2.1. Data Multi Satelit Altimetri
Data satelit altimetri yang digunakan adalah data tinggi muka laut atau biasa disebut Sea Surface
Height (SSH) yaitu ketinggian muka air laut diatas elipsoid. Satelit altimetri yang digunakan meliputi satelit
Topex/Poseidon, Jason-1, Jason-2. Data SSH diperoleh dari data Geophisical Data Record (GDR) setiap
cycle dengan nomor track/pass yang melewati perairan PPP Sadeng adalah nomor 127. Data masing-masing
satelit dapat diunduh secara gratis melalui situs resmi sebagai berikut:
1) Topex/Poseidon : ftp://podaac-ftp.jpl.nasa.gov/allData/topex/L2/mgdrb
2) Jason-1 : ftp://podaac-ftp.jpl.nasa.gov/allData/jason1/L2/gdr_netcdf_c/
3) Jason-2 : ftp://data.nodc.noaa.gov/pub/data.nodc/jason2/gdr/gdr/
Data SSH multi satelit altimetri kemudian direferensikan terhadap geoid. Geoid yang dipakai adalah Model Geopotensial Global (MGG) EGM 96. Data EGM96 digunakan untuk menghitung nilai undulasi
geoid di wilayah penelitian. Data dapat diunduh melalui situs
http://earth-info.nga.mil/GandG/wgs84/gravitymod/egm96/binary/binarygeoid.html. Data SSH yang telah direferensikan terhadap Geoid selanjutnya disebut dengan Sea Level Anomaly (SLA).
2.2.2. Data Pasut
Data pasang surut stasiun pasut Sadeng diperoleh dari Badan Informasi Geografis. Perekaman kondisi muka laut (pasut) di stasiun pasut Sadeng secara otomatis dimulai tahun 2001, sehingga data pasut Sadeng yang tersedia di BIG adalah tahun 2001 s.d 2014. Data pasut digunakan sebagai ceking data satelit altimetri.
2.3. Pengolahan Data
Secara umum, tahapan pelaksanaan penelitian dapat dilihat padaGambar 2. Berdasarkan Gambar 2,
dapat dijelaskan sebagai berikut:
2.3.1. Pengolahan data multi satelit altimetri
Data multi satelit altimetri yang di download adalah data format Biner. Oleh karena itu, perlu diekstrak dan dikonversi menjadi format ASCII. Data yang diekstrak adalah data Sea Surface Height (SSH) atau data ketinggian muka air laut. Software yang digunakan untuk ekstrak data SSH adalah BRAT v3.1. Proses ekstraksi SSH dilakukan dengan post-processing untuk menghilangkan kesalahan geofisik. Persamaan yang digunakan untuk mengekstrak SSH yang terkoreksi ditunjukkan pada Persamaan (1) (Seeber, 2003).
(1) Dimana,
(2) Dalam hal ini:
ρcor : jarak satelit terhadap muka air lat terkoreksi
Δhdry : koreksi troposfer kering
Δhwet : koreksi troposfer basah
Δhiono : koreksi ionosfer
Δhssb : koreksi sea-state- bias
Δhinv_bar : koreksi inverse barometer
Δhocean_tide : koreksi pasang surut laut
Δhearth_tide : koreksi pasang surut Bumi
Data SSH terkoreksi geofisik kemudian dicek dan dikoreksi dari data yang masuk daratan dan data kosong. Selanjutnya data SSH terkoreksi dikurangkan dengan nilai undulasi EGM96 untuk menghasilkan nilai SLA. Data yang telah terkoreksi kemudian diplot untuk mengetahui kondisi data. Apabila masih mengandung data outlier (data yang menyimpang dari kebanyakan data), apabila ada maka harus dibuang. Proses koreksi outlier dapat dilakukan dengan mengelompokkan data SLA setiap track terhadap titik cycle acuan. Cycle acuan adalah cycle yang memiliki jumlah perekaman titik terbanyak (Basith, 2001). Data SSH dikelompokan dengan luasan berbentuk lingkaran diameter 5 km dan titik acuan sebagai pusat lingkaran. Panjang diameter 5 km dipilih karena jarak antara titik-titik footprint dalam satu pass/track kurang lebih 5 km. Seharusnya footprint SLA kembali ke posisi yang sama, namun footprint SLA tidak kembali pada posisi yang sama persis karena adanya gangguan–gangguan ketika proses akuisisi data. Selanjutnya, melakukan uji global data pada setiap data SLA yang telah dikelompokkan sesuai cycle acuan. Tingkat kepercayaan data yang digunakan adalah 99% atau 3 sigma.
Gambar 2. Diagram alir pelaksanaan penelitian 2.3.2. Identifikasi kenaikan muka air laut
Kenaikan muka air laut diidentifikasi menggunakan metode regresi linier untuk mengetahui kecenderungan serta tingkat kenaikan tinggi muka air laut berdasarkan data satelit altimeti. Persamaan
matematis regresi linier ditunjukkan pada Persamaan (3) ( Nawari 2010 dan Ebdon 1985 dalam Putra 2013 dan Bapennas 2010).
(3) Dimana,
y : tinggi muka air laut
x : waktu dalam bulan
a : nilai offset
b : tingkat kenaikan (slope, trend)
Nilai a dan b merupakan konstanta regresi linier. Konstanta a biasanya disebut dengan intersep. Intersep yaitu jarak titik asal atau titik acuan dengan titik potong garis regresi dengan sumbu Y. konstanta b dinamakan slope, yang menunjukkan kemiringan atau kecondongan garis regresi terhadap sumbu X. Nilai kontanta regresi dapat dihitung menggunakan Persamaan (4) dan (5) (Nawari 2010 dan Ebdon 1985 dalam Putra 2013).
(4) (5) Dalam hal ini:
X : rata-rata variabel x
Y : rata-rata variabel y
2.3.3. Perbandingan pola permukaan laut dari data multi satelit altimetri dan data pasut
Perbandingan pola permukaan laut dari data satelit altimetri dan pasang surut diidentifikasi berdasarkan uji korelasi. Hal ini dilakukan untuk melihat pola perubahan naik turunnya muka air laut antara satelit altimetri dan pasut. Korelasi menyatakan derajat hubungan antara dua variabel tanpa meperhatikan variabel mana yang menjadi peubah. Rumus korelasi ditunjukkan pada Persamaan (6) (Nurgiyantoro dkk 2009 dan Sudijono 2012 dalam Putra 2013).
(6) Dalam hal ini:
: hubungan variabel x dengan variabel y x : nilai variabel x (nilai SLA altimetri)
y : nilai variabel y (nilai MSL pasut)
n : jumlah data
Nilai korelasi berkisar antara -1 < rxy< +1. Jika r = 0, artinya tidak ada hubungan antara kedua variabel.
Jika rxy= -1, maka hubungan antar data sangat kuat dan bersifat tidak searah, yaitu apabila variabel 1 naik,
maka variable 2 turun, dan sebaliknya. Jika rxy = +1 maka hubungan antar data sangat kuat dan bersifat
searah.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang dibahas pada paper ini meliputi posisi data satelit altmetri dibandingkan dengan
posisi data pasut, pola permukaan laut dan kenaikan muka air laut di Perlabuhan perikana pantai
Sadeng.
Posisi data satelit altimetri yang digunakan untuk identifikasi kenaikan muka air laut di perairan Pantai Sadeng adalah posisi terdekat hasil pengelompokan data SSH Satelit altimetri terhadap titik cycle acuan, dimana luasan data berbentuk lingkaran dengan diameter 5 km. Posisi data satelit altimetri yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3. Jarak antara posisi stasiun pasut dan kelompok data multi satelit altimetri
kurang lebih 36.78 km.
Gambar 3. Visualisasi posisi data satelit altimetri dan data pasut stasiun pasut Sadeng
Keterangan :
: kelompok data satelit altimetri : Posisi stasiun pasut
3.2. Pola Permukaan Laut Perairan Sadeng
Berdasarkan data multi satelit altimetri yang telah terkoreksi, maka dibuatlah grafik pola permukaan laut di PPP Sadeng. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui pola naik turunnya muka air laut yang dapat di rekam dari data multi satelit altimetri. Selanjutnya, dibandingkan dengan pola permukaan laut dari data pasut
di stasiun pasut Sadeng.Gambar 4 menunjukan perbandingan pola permukaan laut perairan Pantai Sadeng
Gambar 4. Perbandingan pola permukaan laut perairan Sadeng berdasarkan data pasut (baris 1) dan multi
satelit altimetri (baris 2), shifting antara data pasut dan data multi satelit altimetri (baris 3)
Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa secara umum pola permukaan laut PPP Sadeng dari data
pasut maupun multi satelit altimetri adalah sama, seperti contoh pola muka air laut yang ditandai dengan lingkaran merah. Nilai korelasi antara kedua data permukaan laut satelit altimetri dan data pasut adalah 0.49. Nilai korelasi antara dua data adalah positif. Hal ini menunjukan bahwa ketika pola permukaan laut dari data pasut mengalami kenaikan, maka pola permukaan laut dari data satelit altimetri juga naik. Hanya saja periode terjadinya kenaikan atau penurunan muka air laut tersebut berbeda. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan fase gelombang, dimana posisi data permukaan laut dari satelit altimetri adalah di laut dalam, sedangkan posisi data permukaan laut dari stasiun pasut adalah di perairan dangkal.
3.3. Kenaikan Muka Air Laut Perairan Sadeng
Nilai kenaikan muka air laut Perairan Sadeng dihitung berdasarkan analisis regresi linear dari data permukaan laut multi satelit altimetri. Grafik dari data permukaan laut multi satelit altimetri dapat dilihat padaGambar 5.
Gambar 5. Visualisasi data permukaan laut perairan Sadeng berdasarkan data multi satelit altimetri
Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa persamaan trend linier dari grafik SLA satelit altimetri
adalah y= 1.83083 + 0.00016 x. Perubahan muka air laut di perairan Sadeng dari tahun 1995 s.d 2014 adalah 73.728 mm dengan rata kenaikan muka air laut pertahun adalah 3.68 mm/tahun. Selanjutnya nilai rata-rata kenaikan muka air laut dari data satelit altimetri dibandingkan dengan hasil hitungan dari data pasut. Grafik pengeplotan nilai MSL stasiun pasut Sadeng dapat dilihat padaGambar 6. Nilai perubahan kenaikan
muka air laut perairan Sadeng berdasarkan data pasut tahun 2001 s.d 2014 adalah 39.554 mm atau 3.04 mm/tahun. Selisih rata-rata nilai kenaikan muka air laut pertahun di perairan Sadeng antara data multi satelit
altimetri dan pasut adalah 0.64 mm/tahun. Hal ini dapat disebabkan karena periode data dan posisi kedua data permukaan laut yang digunakan tidak sama.
Gambar 6. Visualisasi data permukaan laut perairan Sadeng berdasarkan data pasut Stasiun Pasut Sadeng
Secara umum, nilai rata-rata kenaikan muka air laut di perairan pantai Sadeng dari data multi satelit altimetry dan data pasut lebih kecil daripada nilai kenaikan muka air laut di perairan Indonesia yaitu 4 mm/tahun (Fenoglio-Marc dkk 2012). Akan tetapi, rata-rata nilai kenaikan muka air lautnya lebih besar jika dibandingkan dengan kenaikan muka air laut global. Dimana per tanggal 11 Juni 2016 nilai rata-rata kenaikan muka air laut global adalah 3.38 mm/tahun (http://www.aviso.altimetry.fr/).
Beberapa faktor yang mempengaruhi kenaikan muka air laut diantaranya adalah pergerakan lempeng, penurunan muka tanah dan gempa (Senjyu dkk 1999; Fenoglio-Marc dkk 2012; Marcos dkk 2012). Senjyu dkk (1999) mengatakan peristiwa land subsidence (penurunan tanah) menyebabkan pemompaan secara berlebih air tanah. Kenaikan muka laut di perairan Pulau Jawa diduga dipengaruhi oleh pergerakan lempeng karena wilayah Indonesia terletak pada seismik aktif selain itu dipengaruhi juga oleh penurunan tanah. Demikian juga fenomena kenaikan muka air laut di perairan Sadeng diduga dipengaruhi oleh pergerakan tanah. Fenoglio-Marc dkk (2012) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dari data GPS tahun 2007 s.d 2009 ditemukan pergerakan vertikal di Sadeng dengan nilai rata-rata 3,6 dan simpangan baku +/-0,6 mm/tahun.
4. KESIMPULAN
Nilai rata-rata kenaikan muka air laut di perairan Pantai Sadeng berdasarkan data multi satelit altimetri dari tahun 1995 s.d 2014 adalah 3.68 mm/tahun. Sedangkan dari data pasut di stasiun pasut Sadeng nilai rata-rata kenaikan muka air lautnya adalah 3.04 mm/tahun. Pola perubahan naik turunnya muka air laut di perairan Pantai Sadeng dari data multi satelit altimetri dan pasut menunjukan pola yang sama dengan nilai korelasi 0.49.
5. UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada web penyedia data satelit altimetri aviso + dan podaac-ftp.jpl.nasa.gov dan Badan Informasi Geospasial sebagai Badan pengelola dan penyedia data pasut.
6. DAFTAR PUSTAKA
Abidin, A., (2007), MODUL-9:SATELIT ALTIMETRI. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Bapennas., (2010), Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap – ICCSR Basis Saintifik: Analisis dan Proyeksi Kenaikan Muka Air Laut dan Cuaca Ekstrim. Indonesia.
Fenoglio-Marc, L., Schone, T., Illigner, J., Becker, M., Manurung, P., dan Khafid., (2012). Sea Level Change and Vertical Motion from Satellite Altimetry, Tide Gauge and GPS in the Indonesian Region. Marine Geodesy, 137 – 150.
Marcos, M., Tsimplis, M. N., dan Calafat. F. M., (2012). InterAnnual and Decadal Sea Level Variations in the North -Western Pacific Marginal Sea. Progress in Oceanography, 105 (2012), 4-21.
Putra, I.W.K.E. (2013). Evaluasi Hasil Post-Processing Data satelit Altimetri Envisat sebagai Data Prediksi ancaman Peningkatan Muka Air Laut untuk Pemetaan Genangan Wilayah Pesisir. (Magister Teknik Master Thesis), Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Seeber, G., (2003), SATELLITE GEODESY, Hubert & Co. GmbH & Co. Kg.
Senjyu, T., Matsuyama, M., dan Matsubara, N., (1999). Inter-annual and Decadal Sea-Level Variations along the Japanese Coast, Progress in Oceanography,55, halaman: 619 – 633.