• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV LANGKAH - LANGKAH UNTUK MENCEGAH

B. Langkah Non Yuridis

Langkah untuk dapat mengurangi praktek trafficking ini para perempuan dan anak harus mendapatkan akses pendidikan, kesehatan dan perlindungan agar perempuan benar-benar memiliki kesetaraan gender, kekuatan dan rasa percaya diri dalam menyongsong masa depan. Tidak sedikit perempuan di Indonesia meskipun pintar tetapi tidak mendapatkan akses pelayanan pendidikan yang pada akhirnya mereka tidak mampu untuk melanjutkan sekolah bahkan mereka dijual untuk medapatkan keuntungan dibidang ekonomi.

Berdasarkan Standart Operational Procedure Yayasan Pusaka Indonesia dalam mengenai penanganan terhadap anak dan perempuan korban kekerasan dan korban perdagangan yaitu :130

129 Ibid., h. 329

1. Penjangkauan Korban, yaitu : kegiatan yang dilakukan oleh lembaga dalam mencari dan menemukan anak dan perempuan sebagai korban kekerasan dan perdagangan orang.

2. Identifikasi anak korban kekerasan & perdagangan, yaitu proses yang dilakukan untuk mengetahui apakah seorang anak atau perempuan yang ditemukan adalah benar merupakan korban kekerasan atau perdagangan orang. Identifikasi ditujukan untuk mengetahui apakah seseorang itu pendatang ilegal atau migran yang diseludupkan.

3. Sistem rujukan, yaitu dilakukan karena pertimbangan beberapa faktor antara lain :

a. Kebutuhan pelayanan konprehensif kepada korban b. Keterbatasan layanan pada tiap lembaga / Institusi.

c. Keterbatasan wewenang pada setiap profesi (misal : polisi merujuk korban yang membutuhkan pemulihan kepada dokter).

d. Pentingnya tetap menjaga kenyamanan korban.

4. Rehabilitasi, yaitu agar anak dan perempuan korban tindak pidana perdagangan orang kembali pulih, baik secara fisik, medis, psikis.

5. Reintegrasi, yaitu penyatuan kembali saksi dan atau korban tindak pidana perdagangan orang dengan keluarga, keluarga pengganti, atau masyarakat yang dapat memberikan perlindungan.

130 Elsabet Juniarty dkk, Standart Operational Procedure Penanganan Kasus Yayasan Pusaka Indonesia,(Medan : Pusaka Indonesia, tt) hal. 4

Langkah kebijakan yang diambil untuk dapat mengurangi praktek trafficking menurut cabodia womens crisis centre yaitu : 131

1. Langkah pencegahan, merupakan sebuah upaya untuk mencegah agar anak dan perempuan tidak diperdagangkan dengan melalui peningkatan kesadaran tentang hak-haknya, bahaya eksploitasi seksual maupun trik yang digunakan pelaku perdagangan anak dan perempuan. Adapun strategi yang bisa digunakan di antaranya :

a. kesadaran multi media bagi masyarakat umum,

b. Pencegahan dalam sekolah khususnya integrasi ke dalam kurikulum hak anak, pendidikan seks dan eksploitasi seks,

c. Peningkatan kesadaran dan sensitivitas bagi staf pemerintah dan staf professional lainnya,

d. Mobilitas komunitas untuk mengembangkan system pemonitoran melalui daerah,

e. Peningkatan kesadaran melalui program pendidikan informal dan pustaka keliling. Strategi tersebut dapat berlaku efektif jika dilakukan dengan kerja sama semua pihak diantaranya pihak sekolah untuk pembinaan, pihak ulama atau tokoh masyarakat untuk pembinaan di lingkungan rumahnya.

2. Langkah perlindungan, yakni sebagai upaya untuk memberikan perlindungan kepada korban dengan cara peningkatan jaringan hukum, langkah tersebut berjalan efektif jika berbagai bentuk jaminan dan mekanisme hukum berlaku.

Strategi yang bisa digunakan adalah sebagai berikut:

a. peninjauan berbagai peraturan dan pengembangan hukum baru tentang perlindungan anak dan perempuan,

b. peninjauan dan penguatan mekanisme implementasi legalisasi tentang perlindungan anak dan perempuan,

c. pelatihan bagi staf pemerintah tentang mekanisme implementasi yang baik,

d. melakukan pendidikan kepada masyarakat tentang perlindungan hukum dan mekanisme implementasi berbagai produk hukum,

e. pendirian unit-unit perlindungan khusus,

f. peningkatan kerjasama regional dan internasional untuk menangani masalah perdagangan orang,

g. pengembangan standart khusus mengenai penyebaran pornografi dan video serta majalah seks di tempat umum.

131 Dian Novita, Trafficking Prespektif Hukum Pidana, (Bandung : Universitas Padjajaran, tt), hal. 305

3. Langkah rehabilitasi/pemulihan. Langkah ini untuk menangani korban pasca penyelamatan dari kejahatan trafficking, terutama korban yang mengalami dampak psikologi yang buruk diantaranya trauma psikologi, rasa takut dan cemas berkepanjangan,rasa percaya diri yang rendah, rasa bersalah. Strategi yang dipilih adalah pembentukan crisis centre layanan dukungan bagi korban yang diselamatkan, pemonitoran dan perencanaan layanan serta pendidikan nonformal dan pelatihan keahlian serta pendidikan alternatif.

4. Langkah reintegratif, yaitu suatu upaya penerimaan korban di tengah-tengah keluarganya, masyarakatnya dan lingkungannya. Ada dua tujuan program reintegratif yaitu untuk memfasilitasireintegratif korban dan untuk mengembangkan alternative permukiman bagi korban yang tidak bisa / tidak ingin kembali ke keluarga.

Sementara itu berdasarkan hasil wawancara penulis dengan bapak Jhoni Iskandar salah seorang pengacara yang aktif dan peduli terhadap perlindungan perempuan dan anak (di Lembaga Perlindungan Anak) Medan mengatakan bahwa ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam menanggulangi tindak pidana perdagangan orang, yaitu:132

1. Upaya Preventif (Pencegahan)

Upaya preventif atau upaya pencegahan yaitu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana perdagangan orang.

Penanggulangan tindak pidana perdagangan orang secara preventif antara lain :

a. Pemberian penyuluhan atau himbauan kepada masyarakat untuk saling menghargai, melindungi hak dan harga diri khususnya perempuan dan anak ;

132 Wawancara dengan Bapak Jhoni Iskandar di Medan, pada Tanggal 2 Juli 2013 pukul 14.00 Wib.

b. Meningkatkan kewaspadaan dalam masyarakat untuk menghindari terjadinya tindak pidana perdagangan orang yang dimulai dari keluarga untuk lebih memperhatikan anggota keluarga masing-masing khususnya anggota keluarga yang perempuan baik anak-anak maupun sudah dewasa.

c. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang langkah-langkah praktis dalam pengamanan diri dalam pergaulan di lingkungan masyarakat untuk mengantisipasi terjadinya tindak pidana khususnya tindak pidana perdagangan orang.

d. Memberikan himbauan kepada masyarakat untuk segera melapor ke pihak yang berwajib apabila terjadi tindak pidana perdagangan orang baik yang menimpa keluarganya maupun orang lain.

2. Upaya Represif (Penindakan)

a. Bagi korban yang mengalami depresi atau trauma, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) melakukan berbagai macam pendekatan, bahkan tak jarang LPA pun meminta bantuan atau bekerjasama dengan instansi terkait seperti Dinas Sosial (Dinsos), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Woman Crisis Center (WCC), dan lain-lain untuk melakukan upaya pendekatan

kepada korban agar bisa lepas dari trauma/depresi yang dialaminya.

b. Bagi korban yang takut melapor, dilakukan berbagai penyuluhan kepada masyarakat mengenai dampak-dampak yang timbul terhadap korban perdagangan orang di masa yang akan datang apabila peristiwa yang menimpa dirinya tidak segera dilaporkan kepada LPA atau pihak kepolisian.

c. Bagi korban, diberi pengertian untuk bersedia dan bersikap kooperatif agar memandang bahwa perdagangan orang bukan hanya aib semata namun merupakan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

d. Bagi kurangnya peran masyarakat di sekitar lingkungan korban, pihak LPA lebih meningkatkan koordinasi dengan dinas sosial dan lembaga-lembaga sosial di masyarakat. Selain itu, memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang kewajiban segera melapor kepada pihak yang berwajib apabila masyarakat mendengar, melihat, atau mengetahui adanya/terjadinya tindak pidana perdagangan orang.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Sanksi pidana terhadap pelaku tindakan perdagangan orang telah diatur dalam UU No. 21 tahun 2007 tentang pemberantasan perdagangan orang.

Batas maksimum dan batas minimum memberi keleluasaan kepada hakim untuk menjatuhkan pidana bagi pelaku tindakan perdagangan orang.

Terjadinya disparitas penjatuhan pidana pada dasarnya dimulai dari sanksi yang terdapat dalam UU No. 21 tahun 2007 tentang pemberantasan perdagangan orang yang mana membuka peluang karena adanya batas minimum dan maksimum pemberian hukuman, sehingga hakim bebas bergerak untuk mendapatkan pidana yang menurutnya tepat.

2. Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindakan perdagangan orang berdasarkan beberapa putusan di Indonesia didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan, pertama Dakwaan jaksa penuntut umum, kedua keterangan saksi, ketiga keterangan terdakwa, keempat Barang-barang bukti dan kelima berdasarkan Pasal-pasal dalam Perundang-Undangan.

3. Langkah-langkah hukum untuk mencegah perdagangan orang :

a. Langkah pencegahan yakni sebuah upaya untuk mencegah perdagangan orang melalui peningkatan kesadaran tentang hak-hak, bahaya eksploitasi seksual maupun trik yang digunakan pelaku perdagangan.

b. Langkah perlindungan, yakni memberikan perlindungan kepada korban dengan cara peningkatan jaringan hukum, langkah tersebut berjalan efektif jika berbagai bentuk jaminan dan mekanisme hukum berlaku.

c. Langkah rehabilitasi/pemulihan yakni menangani korban pasca penyelamatan dari kejahatan trafficking, terutama korban yang mengalami dampak psikologi yang buruk diantaranya trauma psikologi, rasa takut dan cemas berkepanjangan,rasa percaya diri yang rendah, rasa bersalah.

d. Langkah reintegratif yaitu upaya penerimaan korban di tengah-tengah keluarganya, masyarakatnya dan lingkungannya.

B. Saran

Berdasarkan Kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :

1. Kepada Pemerintah supaya memperhatikan kelemahan dan kekurangan Peraturan mengenai perdagangan orang dengan merevisi Peraturan perundang

–undangan tentang perdagangan orang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam masyarakat yang berdimensi keadilan.

2. Diharapkan kepada seluruh aparat penegak hukum khususnya Hakim di Indonesia agar menjatuhkan vonis hukuman maksimal terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang, sebab kejahatan tersebut bukanlah kejahatan tindak pidana biasa, akan tetapi kejahatan yang terorganisir yang telah melanggar kodratnya manusia.

3. Diharapkan kepada orang tua untuk melakukan pencegahan dengan memberikan pengawasan yang ketat baik dalam lingkungan keluarga maupun dilingkungan sosial terhadap pergaulan yang dapat menjerumuskan kepada tindak pidana perdagangan orang.

DAFTAR PUSTAKA A. BUKU-BUKU

Adi, Rianto. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta : Granit, 2004.

Amiruddin, Asikin, Zaenal. Pengantar Metode Penelitian Hukum ,Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006.

Anwar, Yesmil. Adang. Pembaharuan Hukum Pidana, Jakarta : Grasido, 2008.

Apeldoorn, L.J.Van Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita,1996.

Ashofa, Burhan. Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, 2001.

Atmasasmita, Romli. Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, Bandung : Mandar Maju, 1995.

---, Romli. Strategi Pembinaan Pelanggar Hukum Dalam Konteks Penegakan Hukum Di Indonesia, Bandung: Alumni, 1982.

Bariah, Chairul. Aturan-Aturan Hukum Trafiking ( Perempuan dan Anak), USU Press, 2005.

Bemmelen, Van. Hukum Pidana 1 Hukum Pidana Material Bagian Umum, Bandung : Binacipta,1987.

Darmodiharjo, Darji. Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2006.

Dikdik. M. Arief Mansur, Urgensi Perlidungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Realita Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007.

Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia Jakarta: Sinar Grafika.

2010.

Hamzah, Andi. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Jakarta: Pradnya Paramita, 1993.

---,---. Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rinneka Cipta, 1994.

---,---. Rahayu, Siti. Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan Di Indonesia, Jakarta : Akademika Pressindo, 1983.

---,---. Waluyo, Bambang. Delik-Delik terhadap Penyelenggaraan Peradilan (Conterm of Court), Jakarta: Sinar Grafika, 1988.

Hamdan, M. Politik Hukum Pidana, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997.

Hanitijo, Ronny, Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Jakarta:

Ghalia Indonesia, 1994.

Kartanegara, Satochid. Kumpulan Catatan Kuliah Hukum Pidana II, Bandung : 1954-1955.

Kementerian Kordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Penghapusan Perdagangan Orang di Indonesia, Jakarta, 2005.

Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gremedia Pustaka Utama, 1999.

Koeswadji, Perkembangan Macam-macam Pidana Dalam Rangka Pembangunan Hukum Pidana, Cetakan I, Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1995.

L, Herbert, Packer. The Limits of The Criminal Sanction, Stanford California University Press, 1967.

Mahmud, Peter, Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Prenada Media Group, 2005.

Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Jakarta : Bina Aksara, 1980.

Muladi. Nawawi, Barda. Teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni, 1992.

---. Nawawi Arif, Barda. Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung:

Alumni, 1998.

Muhammad, Rusli. Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.

---.---. Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006..

Mulyadi, Lilik. Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan Permasalahannya, Bandung: Alumni, 2007.

Mulyadi, Mahmud. CRIMINAL POLICY (Pendekatan Integral Penal Policy Dan Non Penal Policy Dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan), Medan : Pustaka Bangsa Press, 2008.

Novita, Dian. Trafficking Prespektif Hukum Pidana, Bandung : Universitas Padjajaran, tt.

Sahetapy, J.E. Ancaman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan Berencana, Bandung:

Alumni,1979.

Sahetapy, J.E. Kausa Kejahatan, Pusat Studi Kriminologi Fakultas Hukum Unair : 1979.

Saleh, Roeslan. Stelsel Pidana Indonesia, Jakarta : Aksara Baru, 1983.

Soedjono, Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 1995.

Soekanto, Soejono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986.

---,---. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.

---,---. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Indonesia, 1984.

Soesilo, R. KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor : Politea, tt.

Solly, M. Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994.

Subekti. Tjitro Soedibia, R. Kamus Hukum , Jakarta:Pradya Paramita, 1976.

Subekti. Tjitrosoedibio. Kamus Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita, 1980.

Sutiyoso, Bambang. Metode Penemuan Hukum Upaya Mewujudkan Hukum yang Pasti dan Berkeadilan, Yogyakarta: UII Press, 2007.

Utrecht, E. Hukum Pidana I, Jakarta:Universitas Jakarta, 1958.

Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum dalam Praktek, Jakarta : Sinar Grafika, 2010.

Wati Nainggolan, Agustina. Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba, Medan : USU, 2009.

Yahya Harahap, M. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP.Jakarta:

Sinar Grafika, 2000.

Yentriyani, Andi. Politik Perdagangan Perempuan, Yogyakarta: Galang Press, 2004.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafficking) Perempuan dan Anak.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara nomor 6 tahun 2004, tentang Penghapusan Perdagangan (Traficking) Perempuan dan Anak.

Peraturan Menteri Luar Negeri nomor 4 tahun 2008 tentang pelayanan warga pada perwakilan Republik Indonesia diluar negeri

Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Orang.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Dokumen terkait