Dengan tantangan di luar dan dalam negeri yang dihadapi pada tahun 2015, secara makro, kebijakan moneter perlu tetap dilaksanakan denganprudent untuk menjaga stabilitas rupiah dan harga, kebijakan fiskal diarahkan untuk memanfaatkan semaksimal mungkin ruang fiskal yang didapatkan dari turunnya harga minyak mentah dunia, dan kebijakan sektor riil diarahkan untuk mengurangi berbagai kendala yang menghambat bagi peningkatan daya saing dan investasi. Secara rinci, langkah pokok yang perlu ditempuh sebagai berikut.
Pertama, menjaga stabilitas ekonomi terutama nilai tukar rupiah dan harga barang dan
jasa. Situasi ekonomi global perlu dicermati dengan seksama terutama yang terkait dengan pergerakan harga komoditi dan rencana kenaikan suku bunga AS dengan
berbagai transmisinya antara lain pada nilai tukar, aliran modal, bursa saham, dan transmisi penting lainnya.
Pemantauan juga perlu diarahkan pada berbagai potensi krisis yang dapat terjadi di
berbagai kawasan yang dapat memicu pergerakan arus modal serta menimbulkan efek menjalar (contagious effect).
Menjaga kepercayaan terhadap rupiah dengan intervensi yang tepat. Selanjutnya
apabila situasi menuntut, suku bunga perlu disesuaikan guna meningkatkan kepercayaan terhadap rupiah dengan mempertimbangkan trajectory inflasi, penguatan dolar AS, dan kebijakan suku bunga acuan berbagai negara pada umumnya. Ke depan, upaya untuk mewujudkan suku bunga rendah perlu didahului dengan pencapaian tingkat inflasi yang rendah dan persisten [lihat Boks II.2].
Boks II.2
SUKU BUNGA DALAM NEGERI TERLALU TINGGI ?
Beberapa kalangan mempertanyakan bahwa suku bunga di dalam negeri terlalu tinggi. Suku bunga acuan (BI rate) Indonesia saat ini sebesar 7,75 persen, lebih tinggi dibandingkan negara tetangga (Malaysia, 3,00 persen, Thailand 2,25 persen, dan Filipina, 4,00 persen).
Suku bunga lebih berfungsi sebagai instrumen untuk menciptakan stabilitas rupiah dan stabilitas harga di dalam negeri daripada sebagai target yang harus dicapai. Kepercayaan terhadap rupiah dapat dijaga apabila nilai tukar riil dari waktu ke waktu bernilai positif. Fisher memberi formula bahwa suku bunga riil yang merupakan pengurangan antara suku bunga nominal dan ekspektasi inflasi perlu bernilai positif
r = i – E() > 0
dimana r adalah suku bunga riil, i suku bunga nominal, dan E() ekspektasi inflasi.
Pertanyaannya berapa besar suku bunga riil? Studi menyatakan bahwa suku bunga riil di AS bahkan sekitar 2 – 3 persen. Estimasi yang kami lakukan menunjukkan bahwa suku bunga riil di Indonesia minimal perlu dijaga sebesar 1- 2 persen. Tingkat suku bunga riil ini berkorelasi positif dengan nilai tukar rupiah yang stabil.
Bagaimana kebijakan suku bunga negara-negara lain? Umumnya negara-negara menjalankan kebijakan suku bunga riil positif. Perbedaaannya terletak pada besaran suku bunga riil. Bank Sentral Cina mempertahankan suku bunga riil acuan sebesar 3 – 5 persen, Reserve Bank of Australia sebesar 2 – 4 persen, dan Brasil bahkan lebih tinggi lagi yaitu sekitar 4 – 6 persen. Dari formula Fisher tersebut, upaya untuk menekan suku bunga harus didahului dengan langkah untuk mempercepat pencapaian inflasi yang rendah. Ekspektasi terhadap inflasi akan rendah apabila dalam waktu yang lama, masyarakat yakin apabila stabilitas harga barang dan jasa terjaga dengan inflasi yang rendah.
Stabilitas harga barang dan jasa perlu ditingkatkan dengan menjaga pasokan barang
dan jasa secara memadai. Koordinasi dalam menyesuaikan harga barang dan jasa yang diatur pemerintah (administered prices) perlu ditingkatkan agar dampaknya
terhadap kenaikan harga barang dan jasa tidak menumpuk dan mengakibatkan kenaikan harga yang berlebihan.
Kecermatan dalam menyesuaikanadministered price perlu ditingkatkan agar perilaku
harga yang kaku (sulit untuk turun) dapat dihindari. Kebijakan subsidi tetap BBM membutuhkan tindak lanjut untuk mengurangi resiko negatif dari penerapan kebijakan ini terutama yang terkait dengan rigiditas harga (lihat Boks II.3).
Boks II.3.
KEBIJAKAN SUBSIDI TETAP BAHAN BAKAR MINYAK (BBM)
Sejak awal Januari 2015 diberlakukan kebijakan subsidi tetap BBM yaitu sebesar Rp 1000 per liter. Dengan kebijakan ini harga BBM di dalam negeri akan mengikuti pergerakan harga minyak mentah dunia. Dibandingkan dengan kebijakan sebelumnya, kebijakan subsidi tetap BBM ini mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut.
Kelebihan. Pertama, kebijakan ini mampu meredam membengkaknya subsidi BBM serta menjadikan besarnya subsidi BBM lebih pasti (predictable). Subsidi BBM dalam RAPBN-P Tahun 2015 berkurang drastis menjadi Rp 82 triliun. Secara ringkas subsidi BBM hanya ditentukan oleh volume BBM subsidi dikalikan dengan subsidi tetap BBM. Kedua, dengan subsidi yang lebih kecil danpredictable, postur APBN akan lebih pasti dan lebih baik.
Kekurangan. Pertama, perilaku harga di Indonesia bersifat kaku (rigid). Dengan karakteristik harga yang kaku, setiap kenaikan harga minyak mentah dunia akan ditransmisikan secara langsung kepada perekonomian dan masyarakat; sedangkan penurunan harga minyak mentah dunia tidak diikuti dengan penurunan harga barang dan jasa secara proporsional. Daya beli masyarakat, terutama masyarakat kurang mampu lebih terpengaruh oleh kenaikan harga barang dan jasa. Kedua, dengan ekspektasi inflasi yang tinggi, proses pembentukan harga di dalam negeri cenderung akan berlebihan (overshoot). Ketiga, berbagai kebijakan dituntut lebih reaktif terhadap fluktuasi harga barang dan jasa, termasuk kebijakan suku bunga. Secara keseluruhan, kebijakan subsidi tetap ini sebenarnya lebih sesuai diterapkan pada negara yang sudah mencapai tingkat inflasi rendah. Dengan tingkat inflasi yang terjangkar rendah, fluktuasi harga hanya bergerak dalam rentang yang tipis padalong-term trend inflasinya.
Dengan harga minyak mentah dunia yang diperkirakan akan naik pada tahun 2016, beberapa langkah penting perlu ditempuh. Pertama, mempercepat pencapaian target inflasi rendah
(inflation targeting). Kedua, membenahi struktur pasar yang monopolistik terutama untuk komoditas bahan pokok yang mengakibatkan harga kaku. Ketiga, meningkatkan koordinasi kebijakanadministered prices mengingat karakteristiknya sebagai prime movers harga barang dan jasa. Keempat, membangun kebijakan pengamanan yang tepat termasukcontingency funds pada APBN untuk penurunan tingkat kemiskinan apabila harga minyak mentah dunia meningkat sangat tinggi. Kelima, menerapkan kebijakan besaran subsidi tetap apabila unsur pertama sampai ketiga tidak terpenuhi. Berbeda dengan kebijakan subsidi tetap, kebijakan besaran subsidi tetap ditentukan berdasarkan nilai total subsidi BBM yang harus dijaga untuk kemudian harga BBM dalam negeri disesuaikan. Kebijakan ini akan meredam sebagian transmisi harga minyak mentah dunia kepada perekonomian dan masyarakat.
Kedua, melakukan perubahan APBN 2015 untuk mempertajam belanja negara.Secara makro, penyesuaian APBN 2015 dilakukan dengan berubahnya secara drastis beberapa asumsi pokok yang mendasari penyusunan APBN 2015, antara lain harga minyak mentah Indonesia, produksi minyak mentah di dalam negeri, dan nilai tukar rupiah. Asumsi harga minyak mentah Indonesia diturunkan dari USD 105 per barel menjadi USD 70 per barel, kurs rupiah dari Rp 11900 per USD menjadi Rp 12200 per USD, dan lifting minyak dari 900 ribu barel per hari menjadi 849 ribu barel per hari.
Perubahan APBN 2015 juga diperlukan untuk membiayai program prioritas
pemerintahan baru. Dengan perkiraan harga minyak mentah dalam keseluruhan tahun 2015 yang turun serta penerapan skema subsidi tetap BBM, perubahan APBN akan memberi ruang fiskal yang memadai dan kemampuan realokasi belanja negara secara lebih baik dan tepat sasaran.
Ruang fiskal diperoleh salah satunya dari turunnya subsidi BBM. Dalam RAPBN-P
2015 belanja subsidi berkurang sebesar Rp 182,0 triliun yang digunakan terutama untuk menambah anggaran prioritas sebesar Rp 155,2 triliun antara lain infrastruktur pendukung pertumbuhan ekonomi sebesar Rp 49,8 triliun, pemenuhan kewajiban dasar sebesar Rp 20,8 triliun, pengurangan kesenjangan sebesar Rp 43,5 triliun, infrastruktur konektivitas sebesar Rp 12,9 triliun, transfer ke daerah sebesar Rp 20,5 triliun, dan program prioritas lainnya sebesar Rp 7,7 triliun.
Anggaran infrastruktur pendukung pertumbuhan akan dialokasikan untuk program
kedaulatan pangan sebesar Rp 25,8 triliun, energi dan kelistrikan sebesar Rp 5 triliun, kemaritiman sebesar Rp 15,3 triliun, pariwisata dan ekonomi kreatif sebesar Rp 2,1 triliun, serta industri sebesar Rp 1,6 triliun.
Secara keseluruhan manfaat dari ruang fiskal dan realokasi ini bagi perekonomian akan
ditentukan oleh penyerapan anggaran secara tepat sasaran. Untuk itu proses pengadaan barang dan jasa perlu dimajukan dan waktu pelelangan perlu dipersingkat. Perlu diupayakan agar pelaksanaan proyek pembangunan harus sudah bisa dimulai pada setiap awal Maret.
Ketiga, memperbaiki iklim investasi. Sejak tahun 2013, kenaikan investasi di Indonesia cenderung melambat. Selain disebabkan oleh berkurangnya arus investasi ke emerging economies, daya tarik investasi Indonesia masih relatif rendah.
Dalam tahun 2014, Indonesia masih menempati urutan ke 114 dari 188 negara dalam
Ease of Doing Business. Meski meningkat dari urutan 120 pada tahun 2013, peringkat
Indonesia masih jauh di bawah rata-rata negara ASEAN. DalamEase of Doing Business 2015, Singapura menempati urutan 1, Malaysia urutan 18, Thailand urutan 26, dan Filipina urutan 95. Ease of Doing Business tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel II.4 berikut.
Salah satu faktor yang masih menempatkan Indonesia masih dalam urutan yang rendah
adalah starting a business oleh rumitnya prosedur perijinan untuk memulai usaha di Indonesia.
Dalam upaya untuk menyederhanakan prosedur perijinan mulai 26 Januari 2015
diterapkan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Dengan sistem ini semua perizinan kementerian dan lembaga akan diurus oleh BKPM. Kementerian dan lembaga terkait
akan menempatkan liason officer di BKPM untuk mengurus penyatuan proses perijinan sekitar 600 bidang usaha. Pada bulan-bulan berikutnya direncanakan penyatuan proses perijinan pada daerah-daerah yang memiliki investasi besar.
Koordinasi dengan pemerintah daerah akan dilakukan melalui BKPMD. Proses
perijinan akan dilakukan secara parallel sehingga waktu perijinan yang sebelumnya lebih dari 100 hari dapat dikurangi secara signifikan.
i j k lmnn op
Keempat, meningkatkan daya saing ekspor dan diversifikasi pasar ekspor. Peningkatan daya saing perlu dilakukan untuk mengimbangi perlambatan ekonomi dunia terutama negara- negara di luar Amerika Serikat. Daya saing ditingkatkan dengan mengurangi berbagai kendala yang menghambat arus barang dan jasa, termasuk peraturan-peraturan daerah yang menghambat, dan prosedur kepabeanan. Diversifikasi pasar komoditi ekspor diperluas dengan mencari pasar baru termasuk di Asia, Amerika Latin, dan Afrika.
qrs ts u v wxty z { | } ~ 6 7 8 9 10 Singapore 1 6 2 11 24 17 3 5 1 1 19 New Zealand 2 1 13 48 2 1 1 22 27 9 28 Hong Kong 3 8 1 13 96 23 2 4 2 6 25 Denmark 4 25 5 14 8 23 17 12 7 34 9 Korea, Rep. 5 17 12 1 79 36 21 25 3 4 5 Norway 6 22 27 25 5 61 12 15 24 8 8 United States 7 46 41 61 29 2 25 47 16 41 4 United 8 45 17 70 68 17 4 16 15 36 13 Finland 9 27 33 33 38 36 76 21 14 17 1 China * 90 128 179 124 37 71 132 120 98 35 53 Serbia 91 66 186 84 72 52 32 165 96 96 48 Paraguay 92 126 43 51 60 71 166 111 150 90 106 San Marino 93 132 112 6 111 180 110 34 59 33 111 Malta 94 136 109 114 83 171 51 26 43 107 86 Philippines 95 161 124 16 108 104 154 127 65 124 50 Ukraine 96 76 70 185 59 17 109 108 154 43 142 Bahamas, The 97 95 92 50 179 131 141 31 63 125 60 Dominica 97 63 43 53 149 131 87 94 88 148 121 Sri Lanka 99 104 60 100 131 89 51 158 69 165 72 St. Lucia 100 72 39 23 132 151 141 69 122 145 100 Egypt, Arab 112 73 142 106 84 71 135 149 99 152 126 Palau 113 111 66 98 21 71 183 132 105 127 167 Indonesia * 114 155 153 78 117 71 43 160 62 172 75 Ecuador 115 165 59 120 80 89 117 138 114 88 151 Maldives 116 50 24 108 169 116 135 134 132 91 135 Jordan 117 86 126 44 107 185 154 45 54 114 145 Belize 118 148 69 54 120 160 169 61 91 170 71 Nicaragua 119 120 134 95 134 89 172 164 74 70 110 Brazil * 120 167 174 19 138 89 35 177 123 118 55 Myanmar 177 189 130 121 151 171 178 116 103 185 160 Congo, Rep. 178 170 102 170 168 104 146 182 181 151 117 Guinea- 179 176 165 180 160 131 122 150 119 169 189 Haiti 180 188 132 94 175 171 187 142 142 89 189 South Sudan 186 178 167 179 180 171 173 98 187 94 189 Central 187 187 145 186 150 131 135 185 186 182 152 Libya 188 144 189 65 189 185 188 157 139 126 189 Eritrea 189 183 189 113 176 185 166 174 172 68 189 1: Starting a Business, 2: Dealing with Construction, 3: Getting Electricity,
4: Registering Property, 5: Getting Credit, 6: Protecting Investors, 7: Paying Taxes 8: Trading Borders, 9: Enforcing Contracts, 10: Resolving Insolvency
Sumber: Bank Dunia
Persiapan yang cepat dan matang juga perlu dilakukan untuk memasuki Masyarakat
Ekonomi ASEAN akhir tahun 2015 (MEA 2015) baik dalam memanfaatkan peluang yang tersedia bagi pasar yang semakin luas maupun dalam melindungi pasar domestik.
Kelima, meningkatkan penyaluran kredit perbankan. Penyaluran kredit perbankan
ditingkatkan dengan mendorong intermediasi perbankan dengan tekanan pada kegiatan investasi dan produksi. Dengan kebijakan suku bunga yang tetap diarahkan untuk memulihkan dan menjaga stabilitas ekonomi, dorongan permintaan kredit perlu didukung oleh perbaikan iklim investasi secara signifikan.
Pertumbuhan kredit perbankan perlu diupayakan meningkat menjadi sekitar 18 – 20
persen pada tahun 2015. Peranan perbankan, meskipun kegiatan ekonomi tidak sepenuhnya dibiayai oleh perbankan, tetap besar. Hubungan credit channel dengan pertumbuhan ekonomi dapat dilihat pada Boks II.4.
Boks II.4.
CREDIT CHANNEL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi lebih didekati dengan kredit yang disalurkannya kepada masyarakat dengan berkurangnya hubungan antara uang beredar dan pertumbuhan ekonomi. Data tahun 2000 hingga 2013 menunjukkan pola yang sejalan antara pertumbuhan riil kredit perbankan dengan pertumbuhan ekonomi. Demikian juga kenaikan investasi (PMTB) mempunyai pola yang sejalan dengan kenaikan riil kredit investasi dan kredit modal kerja. Hubungan antara perubahan kredit riil dengan pertumbuhan ekonomi serta perubahan kredit riil modal kerja dengan PMTB dapat dilihat pada Gratik II.3 dan Grafik II.4 berikut ini.
Regresi sangat sederhana dari pertumbuhan PDB sebagai fungsi dari pertumbuhan kredit riil dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut,y/y = + c/c +, dimanay/y danc/c
masing-masing menyatakan pertumbuhan PDB dan kenaikan kredit riil. Dengan perkiraan pertumbuhan PDB pada tahun 2015 meningkat menjadi 5,5 persen dan laju inflasi sekitar 5 persen, kredit perbankan yang sejalan dengan pertumbuhan PDB 5,5 persen perlu meningkat menjadi sekitar 18 – 20 persen. Sampai dengan bulan November 2014, kenaikan kredit perbankan melambat menjadi 11,8 persen (y-o-y).
% pe rubahan, y-o-y ) 3 3,8 4,6 5,4 6,2 7 PDB (% pe rubahan, y-o-y ) 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 Kredit Riil PDB
KREDIT RIIL PERBANKAN DAN PDB Tahun 2000 - 2013 0 3 6 9 12 15 PM TB (% pe rubahan) 0 6 12 18 24 30 Per tum b K redit Mdl K rj R iil (% ,y-o-y ) 2007:1 2009:1 2011:1 2013:1 PMTB Kredit Mdl Kerja Riil
KREDIT MODAL KERJA RIIL DAN PMTB Triwulan I/2007 - III/2014
Keenam, memperkuat fundamental ekonomi Indonesia. Dengan semakin besar dan seringnya ketidakstabilan moneter dan keuangan global, perhatian perlu diberikan pada penguatan fundamental ekonomi Indonesia, termasuk ketahanan sektor keuangan.
Menyelesaikan RUU Jaring Pengaman Sektor Keuangan agar tersedia payung
hukum yang kuat apabila terjadi krisis keuangan yang membahayakan ketahanan ekonomi nasional dan membutuhkan penanganan yang cepat.
Mengendalikan utang luar negeri swasta dengan mengharuskan lindung nilai secara
luas bagi pembayaran utang luar negeri. Disamping itu perlu diciptakan sistem insentif dan dis-insentif bagi swasta agar pinjaman luar negeri oleh swasta lebih diarahkan untuk perolehan devisa (ekspor) daripada pasar dalam negeri. Urgensi pengendalian utang luar negeri cukup besar dengan kecenderungan meningkatnya
debt service ratio (DSR) yang pada tahun 2012 dan 2013 mencapai 35,6 persen dan
41,5 persen (lihat Tabel I.17) serta meningkatnya resiko nilai tukar mata uang dan gejolak keuangan global.
Ketujuh, mendorong daerah-daerah yang merupakan kantong pengangguran dan kemiskinan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan mengurangi jumlah penduduk miskin baik melalui kebijakan pusat maupun daerah.
Sebagian besar pengangguran dan penduduk miskin berada di Jawa. Pada Sakernas
Agustus 2014, sekitar 63,4 persen pengangguran terbuka berada di Jawa (termasuk DKI Jakarta Raya, DI Yogyakarta, dan Banten) dengan pengangguran terbuka terbesar di Jawa Barat (24,5 persen atau hampir seperempat dari total pengangguran terbuka). Di luar Jawa, pengangguran terbuka yang cukup besar menumpuk di Sumatera Utara (sekitar 391 ribu orang).
Kegiatan pembangunan yang dibiayai oleh ruang fiskal dan realokasi RAPBN-P Tahun
2015 diarahkan untuk memperluas lapangan kerja disamping lapangan kerja yang diciptakan oleh sektor swasta.
Sebagian besar penduduk miskin juga berada di Jawa. Dari Susenas September 2014,
tingkat kemiskinan di Jawa sekitar 54,6 persen disusul di Sumatera sekitar 21,9 persen dari total penduduk miskin di Indonesia. Dengan tingkat kemiskinan yang menurun, program pengentasan kemiskinan akan kurang efektif apabila bersifat umum.
Perlu dirancang program kemiskinan yang lebih fokus, berbasis spasial dan karakteristik
kemiskinan setempat, serta melibatkan daerah dalam penanganannya. Selanjutnya data kemiskinan rumah tangga miskin perlu diperbarui secara berkala agar program yang dirancang lebih mengarah dan tepat sasaran. Jumlah penduduk miskin dan tingkat kemiskinan pada semua provinsi dapat dilihat pada Tabel II.5 berikut ini.