D
AFTAR
I
SI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GRAFIK iii
DAFTAR BOKS iv
BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2014 I-1
A. EKONOMI DUNIA I-1
B. EKONOMI INDONESIA I-10
MONETER, PERBANKAN, DAN PASAR MODAL I-10
PERDAGANGAN LUAR NEGERI I-14
NERACA PEMBAYARAN I-16
INVESTASI I-17
KEUANGAN NEGARA I-18
PERTUMBUHAN EKONOMI I-20
POSISI UTANG PEMERINTAH DAN UTANG LUAR NEGERI I-22
PENGANGGURAN TERBUKA DAN KEMISKINAN I-23
PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH DAN DISPARITAS
WILAYAH I-24
DISTRIBUSI PENDAPATAN I-26
INDIKATOR AKHIR TAHUN 2014 I-27
BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2015 II-1
A. EKONOMI DUNIA II-1
B. TANTANGAN POKOK II-6
C. LANGKAH YANG PERLU DITEMPUH II-7
D. PROSPEK EKONOMI TAHUN 2015 II-14
PERTUMBUHAN EKONOMI II-14
NERACA PEMBAYARAN II-16
MONETER II-17
D
AFTAR
T
ABEL
Halaman
Tabel I.1. Produk Domestik Bruto Berbagai Negara, Tahun 2004 – 2014 I-1 Tabel I.2. Pengangguran di Kawasan Eropah, Januari – November 2014 I-2 Tabel I.3. Produk Domestik Bruto Jepang, Tahun 2009 – III/2014 I-2
Tabel I.4. Ekonomi Cina, Tahun 2009 – 2014 I-3
Tabel I.5. Indikator Bulanan Ekonomi Cina I-4
Tabel I-6. Produk Domestik Bruto Amerika Serikat, Tahun 2009 – III/2014 I-4 Tabel I-7. Indikator Bulanan Ekonomi Amerika Serikat, Feb – Des 2014 I-5 Tabel I.8. Harga Komoditi Primer dan Harga Komoditi Ekspor Indonesia I-6 Tabel I.9. Perkembangan Harga Minyak Mentah dan Kronologi
Proyeksi Harga Minyak Mentah I-8
Tabel I.10. Nilai Tukar Mata Uang, Februari – Desember 2014 I-9
Tabel I.11. Cadangan Devisa, Februari – Desember 2014 I-10
Tabel I.12. Indeks Saham Global, Februari – Desember 2014 I-10 Tabel I.13. Perkembangan Inflasi, Maret – Desember 2014 I-12 Tabel I.14. Penyaluran Kredit dan Penghimpunan Dana Perbankan I-14 Tabel I.15. Perdagangan Luar Negeri, Januari – November 2014 I-15
Tabel I.16. Perdagangan Luar Negeri, Tahun 2003 – 2014 I-16
Tabel I.17. Ringkasan Neraca Pembayaran, Tahun 2010 – III/2014 I-17 Tabel I.18. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, 2005 – 2015 I-19
Tabel I.19. Pertumbuhan Ekonomi, Tahun 2014 – III/2014 I-21
Tabel I.20. Sumbangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Tahun 2004 – III/2014 I-21 Tabel I.21. Utang Pemerintah dan Utang Luar Negeri, Tahun 2004 – 2014 I-23 Tabel I.22. Kondisi Ketenagakerjaan, November 2005 – Agustus 2014 I-24 Tabel I.23. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Tahun 2004 – 2014/9 I-24 Tabel I.24. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Tahun 2006 – III/2014 I-25
Tabel I.25. Gini Ratio Provinsi, Tahun 2007 – 2013 I-27
Tabel I.26. Indikator Daya Beli dan Konsumsi Masyarakat, Februari – Desember 2014 I-27 Tabel I.27. Indikator Investasi, Februari – Desember 2014 I-28
Tabel II.1. Ekonomi Dunia, Tahun 2004 – 2015 II-1
Tabel II.2. Indeks Harga Nominal Komoditi (2010=100) II-3
Tabel II.3. Produksi, Konsumsi, dan Inventori Minyak Mentah Dunia II-4
Tabel II.4. Ease of Doing Busines, 2014 II-11
Tabel II.5. Jumlah Penduduk Miskin dan Tingkat Kemiskinan, 2010 – 2014 II-14 Tabel II.6. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto, Tahun 2010 – 2015 II-15
D
AFTAR
G
RAFIK
Halaman
Grafik I.1. Pengangguran Amerika Serikat, Januari 2013 – Desember 2014 I-5 Grafik I.2. Indeks Harga Energi dan Non-Energi, Triwulan I/2004 – IV/2014 I-6
Grafik I.3. Proses Pemisahan Kerogen pada Shale Oil I-7
Grafik I.4. Cadangan Minyak Mentah Dunia I-8
Grafik I.5. Nilai Tukar Rupiah Bulanan, Juli 2012 – Desember 2014 I-11 Grafik I.6. Nilai Tukar Rupiah Harian, 2 Januari 2014 – 20 Januari 2015 I-11 Grafik I.7. Pergerakan Nilai Tukar Rupiah, 2 Januari 2014 – 20 Januari 2015 I-11 Grafik I.8. Suku Bunga dan Inflasi, Januari 2013 – Januari 2015 I-13 Grafik I.9. Kredit Perbankan, Januari 2013 – November 2014 I-13 Grafik I.10. Rasio Investasi terhadap PDB, Triwulan I/2009 – III/2014 I-18 Grafik I.11. Rasio Investasi terhadap PDB, Tahun 2000 -2013 I-18 Grafik I.12. Realisasi Total Investasi (BKPM), Triwulan III/2011 – IV/2014 I-18 Grafik I.13. Realisasi Total Investasi (BKPM), Tahun 2008 – 2014 I-18
Grafik I.14. Gini Rasio, Tahun 2002 – 2013 I-26
Grafik I.15. Distribusi Pendapatan, Tahun 2002 – 2013 I-26
Grafik I.16. Distribusi Pendapatan, Maret 2004 I-26
Grafik I.17. Distribusi Pendapatan, Maret 2013 I-26
D
AFTAR
B
OKS
Halaman
Boks I.1. Penurunan Harga Minyak Mentah Dunia I-6
Boks I.2. Commodity Boom dan Ekonomi Indonesia I-22
Boks II.1. Quantitative Easing II-5
Boks II.2. Suku Bunga Dalam Negeri Terlalu Tinggi ? II-8
Boks II.3. Kebijakan Subsidi Tetap Bahan Bakar Minyak (BBM) II-9
Boks II.4. Credit Channel dan Pertumbuhan Ekonomi II-12
Boks II.5. Perubahan Tahun Dasar PDB II-15
B
AB
I
K
ONDISI
E
KONOMI
M
AKRO
T
AHUN
2014
A. EKONOMI DUNIA
Kondisi ekonomi global tahun 2004 dihadapkan pada pertumbuhan ekonomi dunia yang
masih melambat serta resiko dari rencana normalisasi kebijakan moneter AS yang meningkat.
Kecuali Amerika Serikat, hampir semua perekonomian baik kelompok negara maju
maupun kelompok negara berkembang melambat. Pertumbuhan ekonomi berbagai negara tahun 2004 – triwulan IV/2014 dapat dilihat pada Tabel I.1 berikut ini.
Pemulihan ekonomi Kawasan Eropah (Euro Area) lambat. Pada triwulan I, II, dan
III/2014, Kawasan Eropah tumbuh berturut-turut 1,0 persen, 0,8 persen, dan 0,8 persen (y-o-y), lebih baik dari tahun 2012 dan 2013 (tumbuh negatif).
Perekonomian Jerman terhindar dari resesi pada triwulan III/2014. Beberapa negara
Kawasan Eropah lainnya, termasuk Yunani, juga mengalami perbaikan ekonomi. Dalam keseluruhan tahun 2014, ekonomi Kawasan Eropah diperkirakan hanya tumbuh 0,8 persen (Poll of Forecaster,the Economist, Januari 2015).
Tabel I.1
PRODUK DOMESTIK BRUTO TAHUN 2004 - IV/2014 (% perubahan, y-o-y)
2014 Amerika Serikat
2,6 Australia
7,3 Korea Selatan
3,8 Singapura
2,7 Indonesia
5,6 Afrika Selatan
Pengangguran di Kawasan Eropah masih tetap besar dan merupakan tantangan besar
bagi peekonomian Kawasan Eropa. Pengangguran hanya turun dari 19,2 juta orang (12,0 persen) pada bulan Juni 2013 menjadi 18,4 juta orang (11,5 persen) pada bulan November 2014. Pengangguran di Yunani dan Spanyol masih tetap tinggi yaitu 25,7 persen dan 23,1 persen pada bulan September 2014 dan November 2014. Tingkat pengangguran di Kawasan Eropah dan beberapa negara di kawasan tersebut dapat dilihat pada Tabel I.2 berikut ini.
Perekonomian Jepang mengalami resesi yang dalam [pertumbuhan ekonomi (q-t-q) negatif
selama dua triwulan berturut-turut]. Pada triwulan II dan III/2014, ekonomi Jepang turun 6,7 persen dan 1,9 persen (q-t-q at annual rate). Dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya, ekonomi Jepang turun 0,3 persen dan 1,3 persen (y-o-y).
Kebijakan pemerintah Jepang yang diarahkan untuk mengatasi stagnasi dengan
mendorong pengeluaran pemerintah dan sekaligus melemahkan nilai tukar Yen pada awalnya mampu mendorong optimisme terhadap perbaikan ekonomi Jepang. Deflasi mulai berbalik sejak pertengahan tahun 2013.
Peningkatan pajak penjualan dari 5 persen menjadi 8 persen pada bulan April 2014,
yang ditujukan untuk mengurangi beban utang yang besar, memukul kembali konsumsi dan investasi Jepang; sementara sisi eksternal masih terjaga dengan baik. Ekonomi Jepang pada tahun 2014 diperkirakan hanya tumbuh 0,3 persen (Poll of
Forecaster, the Economist, Januari 2015). Perkembangan PDB Jepang tahun 2009 –
triwulan III/2014 dapat dilihat pada Tabel I.3 berikut ini.
Tabel I.3.
PRODUK DOMESTIK BRUTO JEPANG TAHUN 2009 - TRIWULAN III/2014 Persen Perubahan Terhadap Periode Sebelumnya (y-o-y)
2014:3 GDP (expenditure approach)
-2,8 Private Consumption
-3,0 Consumption of Households
-3,8 Excluding Imputed Rent
-12,4 Private Residential Investment
1,6 Private Non-Residential Investment
0,4 Government Consumption
1,9 Public Investment
7,3 GDP Growth (q-t-q, seasonally adjusted at annual rate)
-0,5 GDP Growth (q-t-q, seasonally adjusted)
Sumber: Cabinet Office, Government of Japan; 2nd Preliminary Tabel I.2
PENGANGGURAN DI KAWASAN EROPAH Januari 2014 - November 2014
2014 Kawasan Eropa (18)
11,5
Ekonomi Cina melambat. Pada triwulan IV/2014, pertumbuhan ekonomi Cina
melambat menjadi 7,3 persen (y-o-y). Dalam keseluruhan tahun 2014, ekonomi Cina tumbuh 7,4 persen, lebih rendah dari tahun 2013 (7,7 persen) dan target pemerintah Cina (7,5 persen). Perkembangan ekonomi Cina tahun 2009 – 2014 dapat dilihat pada Tabel I.4 berikut ini.
Hampir semua sisi penting perekonomian Cina melambat antara lain investasi,
konsumsi masyarakat, sektor industri, serta ekspor dan impor. Pertumbuhan M2 (Quasi Money) kurang dari 13 persen, di bawah peningkatan M2 periode pertumbuhan ekonomi tinggi (di atas 17 persen). Perlambatan yang berlanjut ini membentuk ekspektasi jangka menengah dan panjang akan berkurangnya dorongan pertumbuhan ekonomi Cina. Perkembangan indikator bulanan Cina dapat dilihat pada Tabel I.5 berikut.
Perekonomian negara industri baru Asia melambat. Pada tahun 2014 ekonomi Singapura
tumbuh 2,4 persen lebih rendah dari tahun sebelumnya. Ekonomi Korea Selatan dalam kecenderungan melambat. Demikian pula ekonomi Hong Kong diperkirakan tumbuh lebih rendah dari tahun sebelumnya. Ekonomi Taiwan diperkirakan sedikit lebih baik (lihat Tabel I.1).
Tabel I.4 EKONOMI CINA Tahun 2009 - Triwulan IV/2014
2014:4 PERTUMBUHAN PDB (%, y-o-y)
1,5
Sektor (%, y-t-d)
4,1 SUKU BUNGA ACUAN (%)
12,2 UANG KUASI, M2, (% perub, y-o-y)
PERDAGANGAN LUAR NEGERI CINA (USD Miliar)
647
NERACA PEMBAYARAN (USD Miliar)
72 Current Account Balance
153 Service Balance
-11 Income Balance
-8 Transfer Balance
-9 Cap and Fin Account Balance
0 Capital Account Balance
-9 Financial Account Balance
45 Direct Investment Balance
-25 Portfolio Investment Balance
-77 Other Investment Balance
3843 CADANGAN DEVISA (USD Miliar)
INVESTMENT (% perub, yoy)
15,8 Fixed Investment
11,6
PURCHASING MANAGER INDEX (Rata2 Bulanan)
50,4 Manufaktur
53,9 Non Manufaktur
CONFIDENCE Business (Index)
7,6 NILAI TAMBAH INDUSTRI (% perubahan, yoy)
Pemulihan ekonomi Amerika Serikat lebih kuat dari yang diperkirakan. Pada triwulan II
dan III/2014, ekonomi AS tumbuh 4,6 persen dan 5,0 persen (q-t-q at annual rate). Pada triwulan terakhir 2014, ekonomi AS masih menunjukkan pemulihan ekonomi yang kuat. Keyakinan konsumen, penjualan ritel, sektor konstruksi, dan produksi manufaktur menunjukkan kenaikan yang relatif tinggi.
Pada triwulan IV/2014, ekonomi AS tumbuh 2,4 persen (q-t-q at annual rate).
Dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya, ekonomi AS dalam triwulan II, III, dan IV/2014 tumbuh 2,6 persen, 2,7 persen, dan 2,5 persen (y-o-y). Dalam keseluruhan tahun 2014, ekonomi AS tumbuh 2,4 persen. Konsumsi masyarakat, investasi swasta, ekspor dan impor tumbuh cukup kuat. Investasi sektor perumahan sudah pulih sejak tahun 2012. Perkembangan PDB Amerika Serikat tahun 2009 – 2014 dapat dilihat pada Tabel I.6 berikut ini.
Tabel I.5
INDIKATOR BULANAN EKONOMI CINA Februari 2014 - Desember 2014
Des Kurs (Yuan/USD)
1,5 Inflasi (%, y-o-y)
3843 Cadangan Devisa (USD Mil)
50,1 PMI Manufaktur (Indeks)
54,1 PMI Non-Man (Indeks)
12,2 M2 (%perub, yoy)
15,7 Inv Fixed Assets (% perub)
10,5 Inv Real Estate (% perub)
11,9 Ritel Sales (% perub)
7,9 Indeks Produksi (% perub)
3,3 Penjualan Industri (% perub)
7,0 Profit Industri (% perub)
228 Ekspor (USD Miliar)
177 Impor (USD Miliar)
50,8 Neraca Perdagangan (USD Mil)
Sumber: Statistics China, Bank Sentral Cina, Bea dan Cukai Cina, Bloomberg. Februari mewakili bulan Januari dan Februari
Tabel I.6
PRODUK DOMESTIK BRUTO AMERIKA SERIKAT Persen Perubahan Terhadap Periode Sebelumnya (y-o-y)
2014:4 Gross Domestic Product (GDP)
2,8 Personal consumption expenditures
4,2 Gross private domestic investment
4,9 Fixed investment
5,5 Intellectual property products...
2,6 Net exports of goods and services
2,0 Gov't consumption and gross inv
0,2 GDP Growth (q-t-q, seasonally adjusted at annual rate)
0,7 GDP Growth (q-t-q, seasonally adjusted)
Pemulihan ekonomi AS yang kuat menurunkan tingkat pengangguran. Jumlah
pengangguran yang meningkat mencapai 15,1 juta orang (9,9 persen) pada tahun 2009 (karena krisis keuangan Lehman) dapat diturunkan menjadi 8,7 juta orang (5,6 persen) pada bulan Desember 2014. Perkembangan beberapa indikator pokok ekonomi AS terakhir dan pengangguran AS dapat dilihat pada Tabel I.7 dan Grafik I.1
Pertumbuhan ekonomi dunia yang lambat menurunkan harga komoditi. Pada bulan
Desember 2014, harga komoditi non-energi turun 7,5 persen (y-o-y). Dalam keseluruhan tahun 2014, indeks harga komoditi non-energi turun 4,6 persen. Harga komoditi turun sejak tahun 2012.
Pada tahun 2015, kelompok harga agricultural, fertilizer, serta metal dan mineral
masing-masing turun 3,4 persen, 11,6 persen, dan 6,6 persen. Dalam kelompok agricultural, hanya harga kelompok beverages yang meningkat.
Harga ekspor komoditi andalan Indonesia turun. Harga karet, minyak sawit,
batubara, timah, dan tembaga berturut-turut turun 20,2 persen, 14,3 persen, 17,1 persen, 6,4 persen. Penurunan juga terjadi pada komoditi beras. Harga beras Thailand (5 persen broken) tahun 2014 turun 16,4 persen. Perkembangan indeks harga komoditi primer dan harga beberapa komoditi ekspor andalan Indonesia tahun 2003 – 2014 dapat dilihat pada Tabel I.8 berikut ini.
Indeks harga komoditi non-energi tahun 2014 (97,0) belum merupakan tingkat
yang terendah. Pada tahun 2008 indeks harga komoditi non-energi sebesar 83,3 serta sebelum commodity boom (tahun 2004) sebesar 56,3. Siklus penurunan harga
8500 9300 10100 10900 11700 12500
# (0
00 or
ang
)
5,5 6,0 6,5 7,0 7,5 8,0
Per
sent
ase
(%
)
Jan'13 Apr Jul Okt Jan'14 Apr Jul Okt
# Pengangguran Persentase
PENGANGGURAN AMERIKA SERIKAT Januari 2013 - Desember 2014
Tabel I.7
INDIKATOR BULANAN EKONOMI AMERIKA SERIKAT Februari 2014 - Desember 2014
Des Nov Okt Sep Agt Jul Jun Mei Apr Mar Feb
5,6 5,7 5,8 5,9 6,1 6,2 6,1 6,3 6,3 6,6 6,7 Tingkat Pengangguran (%)
252 353 261 271 203 243 267 229 304 203 222 Non Farm Payroll (ribu)
0,8 1,3 1,7 1,7 1,7 2,0 2,1 2,1 2,0 1,5 1,1 Inflasi (%, y-o-y)
0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 Fed Funds Rate (%)
2,17 2,18 2,35 2,52 2,35 2,58 2,53 2,48 2,67 2,73 2,66 T Bond 10 Years Yield (%)
1,22 1,25 1,25 1,26 1,31 1,34 1,36 1,36 1,39 1,38 1,38 Kurs (Euro/USD)
1089 1043 1092 1028 963 1098 909 984 1063 950 928 Housing Start (ribu)
1032 1052 1092 1031 1003 1057 973 1005 1059 1000 1011 Buliding Permit (ribu)
3,2 5,1 4,1 4,3 5,0 3,7 4,3 4,3 4,0 2,7 1,5 Retail Sales (% perub, y-o-y)
93,6 88,8 86,9 84,6 81,8 81,8 82,5 81,9 84,1 80,0 81,6 Reuter/Michigan Index
55,5 58,7 59,0 56,6 57,9 57,1 55,3 56,4 54,9 53,7 53,2 PMI (Indeks)
4555 4538 4536 4503 4462 4450 4418 4371 4332 4273 4203 Balance Sheet the Feds (USD Miliar)
komoditi masih dapat berlanjut apabila pertumbuhan ekonomi dunia tetap lambat.
Indeks harga komoditi energi dan non energi triwulan I/2004 – IV/2014 dapat dilihat pada Grafik I.2 berikut ini.
Harga minyak mentah dunia turun sejak bulan September 2014. Pada bulan Desember
2014 harga Brent turun menjadi USD 62,3 per barel dan ICP menjadi USD 59,6 per barel. Penurunan harga minyak mentah dunia selain disebabkan oleh perubahan faktor fundamental, yaitu meningkatnya produksi minyak mentah terutama di AS dan melambatnya permintaan minyak mentah, juga disebabkan oleh ketidakpastian OPEC untuk menstabilkan harga minyak mentah dunia (lihat Boks I,1).
40
2004:1 2006:1 2008:1 2010:1 2012:1 2014:1
Energy Non-Energy
INDEKS HARGA: ENERGY DAN NON-ENERGY (Tahun 2010 = 100)
Tabel I.8
INDEKS HARGA KOMODITI PRIMER DAN TINGKAT HARGA KOMODITI EKSPOR INDONESIA Februari 2014 - Desember 2014
Des INDEKS HARGA KOMODITI PRIMER
78,4 Agricultural Raw Mat.
98,1 METAL AND MINERALS
86,3 PRECIOUS METAL
TINGKAT HARGA BEBERAPA KOMODITI EKSPOR INDONESIA
62,2 Coal, Australia (USD/MT)
13,7 Palm Oil, Malaysia (USD/MT)
59,6
Boks I.1
PENURUNAN HARGA MINYAK MENTAH DUNIA
Penurunan harga minyak mentah dunia dipengaruhi oleh perubahan fundamental pasar minyak mentah dunia, yaitu meningkatnya produksi minyak mentah terutama di AS dan melambatnya permintaan minyak mentah. Penurunan harga minyak mentah dunia juga didorong oleh ketidakpastian OPEC untuk menjaga stabilitas harga minyak mentah dunia.
Peningkatan produksi minyak mentah AS didorong oleh shale oil yaitu minyak mentah yang didapatkan dari memecahkan bebatuan yang kaya kandungan kerogen untuk menghasilkan berbagai jenis minyak, dari minyak tanah hingga minyak kualitas tinggi seperti untuk jet. Bebatuan yang mengandung kerogen tersebut terdapat di negara bagian western Colorado, eastern Utah, dan southtern Wyoming. Proses pemisahan kerogen dapat dilihat pada Grafik I.3 berikut ini (sumber: Institute fot Energy Research).
Grafik I.3
PROSES PEMISAHAN KEROGEN
Revolusi energi AS yang dimulai sejak tahun 2009 telah meningkatkan produksi minyak mentah AS. Dalam 5 tahun terakhir ini, total produksi minyak AS meningkat sebesar 5,8 juta barel per hari. Meskipun AS masih tetap sebagai net importer, kebutuhan impor minyak mentahnya menurun drastis, yaitu dari 10,9 juta barel/hari pada tahun 2008 menjadi hanya 4,2 juta barel/hari pada tahun 2015 (diolah dari EIA, US Dept. of Energy).
AS diperkirakan mempunyai cadangan shale oil sekitar 1 triliun barel atau 3,8 kali lipat dari cadangan terbukti minyak mentah Arab Saudi. Perbandingan cadangan shale oil AS dengan cadangan terbukti minyak mentah Arab Saudi dan negara-negara penghasil minyak mentah lainnya dapat dilihat pada Grafik I.4 berikut ini.
Dengan perlambatan ekonomi dunia terutama emerging economies yang banyak mengkonsumsi energi, pasar minyak mentah dunia menjadi berlimpah. Harga minyak mentah dunia mulai turun sejak September 2014. Pertemuan OPEC pada tanggal 27 November 2014 tidak mengambil langkah untuk menjaga stabilitas harga minyak, tapi lebih mempertahankan pangsa OPEC dalam pasar minyak mentah dunia yaitu sekitar 40 persen. Harga minyak mentah terus menurun hingga di bawah USD 50 per barel pada bulan Januari 2015.
mentah dunia dalam jangka pendek dapat dilihat dari biaya produksishale oil. Berbagai sumber menyatakan harga produksishale oil bervariasi dengan rata-rata sekitar USD 55 – 60 per barel.
Keputusan OPEC untuk tetap mempertahankan pangsa OPEC dalam pasar minyak mentah dunia (sekitar 40 persen) dapat dipandang sebagaitest case terhadap kelayakan produksishale oil
(biaya produksi minyak mentah Arab Saudi diperkirakan antara USD 10 – 20 per barel). Meski harga minyak mentah dunia yang rendah dapat mengurangi produksishale oil, naiknya kembali harga minyak mentah dunia akan mendorong lagi produksi shale oil. Menurut Rystad Energy, belanja modal perusahaan-perusahaan minyak raksasa turun 7 persen dibandingkan tahun 2013. Secara keseluruhan dalam satu atau dua tahun ini, keseimbangan baru harga minyak mentah dunia diperkirakan cukup jauh di bawah harga tahun 2014.
Grafik I.4
CADANGAN MINYAK MENTAH DUNIA
Proyeksi terakhir Energy Information Administration (EIA), US Dept. of Energy,
Januari 2015 memperkirakan harga minyak mentah Brent dan West Texas Intermediate (WTI) dalam keseluruhan tahun 2015 turun menjadi sebesar USD 57,6 per barel dan USD 54,6 per barel. Dalam tahun 2016, harga Brent dan WTI diperkirakan meningkat kembali menjadi masing-masing USD 75 dan USD 71 per barel. Perkembangan harga minyak mentah dan kronologi proyeksi harga minyak mentah dunia oleh EIA, US Dept. of Energy dapat dilihat pada Tabel I.9 berikut.
Tabel I.9
PERKEMBANGAN HARGA MINYAK MENTAH 2014 Realisasi Harga Minyak
Des Nov Okt Sep Agt Jul Jun Mei Apr Mar Feb Mentah (USD/barel)
59,3 75,8 84,4 93,2 96,4 102,9 105,2 101,9 102,1 100,6 100,7 WTI
60,5 76,7 86,6 97,0 101,9 105,8 108,0 105,6 104,7 104,2 104,9 Dubai
62,3 78,4 87,3 97,3 101,9 107,0 111,9 109,7 107,8 107,4 108,8 Brent
60,7 77,0 86,1 95,9 100,1 105,2 108,4 105,7 104,9 104,0 104,8 Rata2 (WTI, Dubai, Brent)
59,6 75,4 83,7 95,0 99,5 103,1 109,0 106,2 106,4 106,9 106,1 Minyak Mentah Indonesia
Sumber: Bank Dunia, Pertamina/ESDM
KRONOLOGI PROYEKSI HARGA MINYAK MENTAH
2015 2014
Jan Des Nov Okt Sep Agt Jul Jun Mei Apr Mar Proyeksi Bulan
Perkiraan Harga WTI (USD/barel)
93,3 93,8 95,0 97,7 98,3 100,5 101,0 96,9 96,6 95,6 95,3 Keseluruhan Thn 2014
54,6 62,8 77,8 94,6 94,7 96,1 95,2 90,9 90,9 89,8 89,8 Keseluruhan Thn 2015
71,0 Keseluruhan Thn 2016
Perkiraan Harga Brent (USD/barel)
99,0 99,5 101,0 104,4 106,0 108,1 109,6 107,8 106,3 104,9 104,9 Keseluruhan Thn 2014
57,6 68,1 83,4 101,7 103,0 105,0 104,9 101,9 101,9 100,9 100,9 Keseluruhan Thn 2015
75,0 Keseluruhan Thn 2016
Pemulihan ekonomi AS yang kuat mendorong diakhirinya kebijakan moneter
non-conventional dan suku bunga rendah. Menjelang pergantian Gubernur Bank Sentral AS
awal tahun 2014, sinyal untuk mengakhiri pembelian surat utang oleh The Feds disampaikan dengan jelas, mengacu pada tingkat pengangguran dan laju inflasi.
Pengurangan pembelian surat utang oleh The Feds yang berjumlah sebesar USD 85
miliar per bulan diakhiri pada bulan Oktober 2014. Meski dilakukan secara bertahap dan terukur, pengakhiran kebijakan non-conventional AS ini sempat memberi tekanan pada bursa saham, aliran modal, dan nilai tukar mata uang berbagai negara, termasuk rupiah pada pertengahan tahun 2014.
Kinerja ekonomi AS yang membaik menimbulkan spekulasi dipercepatnya
normalisasi kebijakan suku bunga pada bulan Desember 2014 yang pada gilirannya memberi tekanan kembali pada bursa saham, aliran modal, nilai tukar mata uang, dan cadangan devisa di berbagai negara.
Nilai tukar dolar AS menguat terhadap mata uang berbagai negara. Kurs rupiah pada
akhir tahun 2014 dibandingkan akhir tahun 2012 melemah 28,6 persen, disusul rupee India 15,1 persen, ringgit Malaysia 14,4 persen, dolar Singapura 8,2 persen. Perkembangan nilai tukar mata uang beberapa negara dapat dilihat pada Tabel I.10 berikut ini.
Cadangan devisa di banyak negara berkurang antara lain oleh sentimen daritapering
off quantitative easing dan rencana normalisasi kebijakan suku bunga AS serta jatuhnya harga minyak mentah dunia terutama pada negara pengekspor minyak mentah.
Dibandingkan akhir semester I/2014, jumlah cadangan devisa pada akhir tahun
2014 di Cina berkurang sebesar USD 150,2 miliar, Rusia sebesar USD 89,8 miliar, Singapura sebesar USD 21,2 miliar, Malaysia sebesar USD 15,9 miliar, dan Thailand sebesar USD 11,1 miliar. Perkembangan cadangan devisa terakhir di berbagai negara dapat dilihat pada Tabel I.11 berikut ini.
Tabel I.10
NILAI TUKAR MATA UANG (AKHIR PERIODE)
Des Nov Okt Sep Agt Jul Jun Mei Apr Mar Feb
119,7 118,6 112,3 109,7 104,1 102,8 101,3 102,3 102,4 103,2 101,9 Jepang (Y/USD)
1,56 1,56 1,60 1,62 1,66 1,69 1,70 1,67 1,69 1,66 1,67 UK (USD/GBP)
1,22 1,25 1,25 1,26 1,31 1,34 1,36 1,36 1,39 1,38 1,38 Uni Eropa (USD/Euro)
6,20 6,15 6,11 6,14 6,14 6,17 6,21 6,25 6,26 6,22 6,14 China (Yuan/USD)
63,3 62,0 61,4 61,8 60,5 60,6 60,1 59,2 60,2 59,9 61,9 India (Rupee/USD)
1091 1108 1069 1055 1014 1028 1009 1023 1031 1065 1074 Korea (Won/USD)
31,6 31,0 30,5 30,4 29,9 30,0 29,9 30,0 30,1 30,5 30,4 Taiwan (NTD/USD)
1,32 1,30 1,29 1,28 1,25 1,25 1,25 1,29 1,25 1,26 1,27 Singapura (SGD/USD)
7,76 7,45 7,76 7,77 7,75 7,75 7,75 7,75 7,75 7,76 7,76 Hong Kong (HKD/USD)
32,9 32,9 32,6 32,4 31,9 32,2 32,4 32,7 32,4 32,4 32,4 Thailand (Bath/USD)
3,50 3,38 3,29 3,28 3,15 3,20 3,21 3,23 3,27 3,26 3,28 Malaysia (Ringgit/USD)
44,7 44,9 44,9 45,0 43,6 43,5 43,6 43,8 44,6 44,8 44,7 Filipina (Peso/USD)
Bursa saham global dalam kecenderungan menguat dengan kebijakan suku bunga
rendah di negara industri maju. Fluktuasi indeks saham terjadi menjelang rencana
tapering off dan normalisasi kebijakan suku bunga AS disampaikan kepada publik.
Perkembangan indeks saham beberapa negara dapat dilihat pada Tabel I.12 berikut ini.
B. EKONOMI INDONESIA
MONETER, PERBANKAN, DAN PASAR MODAL
Stabilitas ekonomi dalam tahun 2014 mengalami tekanan. Ketidakseimbangan eksternal
di dalam negeri terutama meningkatnya defisit neraca transaksi berjalan, pengurangan stimulus moneter (tapering off quantitative easing) dan rencana normalisasi kebijakan suku bunga AS menekan nilai tukar rupiah. Kenaikan harga BBM danadministered price
lainnya kembali meningkatkan inflasi.
Nilai tukar rupiah terus melemah sejak pertengahan tahun 2013 oleh rencana
pengurangan stimulus moneter AS dan melemahnya keseimbangan eksternal Indonesia. Sejak pertengahan tahun 2013, rupiah menembus Rp 10.000,- per dolar AS. Pada bulan Desember 2014, rata-rata kurs rupiah sebesar Rp 12.438 per dolar AS, dan keseluruhan tahun 2014 sebesar Rp 11.877 per dolar AS, melemah 13,6 persen dari tahun sebelumnya. Perkembangan nilai tukar rupiah bulanan dan harian serta pergerakannya dapat dilihat pada Grafik I.5, Grafik I.6, dan Grafik I.7 berikut ini.
Tabel I.11
CADANGAN DEVISA (USD MILIAR) Februari 2014 - Desember 2014
Des Korea Selatan
419,0 Hong Kong
256,9
Sumber: Bank Sentral/Otoritas Moneter Negara Terkait
Tabel I.12
INDEKS HARGA SAHAM GLOBAL Februari 2014 - Desember 2014
Des New York (DJIA)
6566 London (FTSE 100)
17451 Tokyo (Nikkei)
23605 Hong Kong (Hangseng)
5227 Indonesia (BEI)
3365 Singapura (STI)
1769 Malaysia (KLSE)
Inflasi terkendali sampai Oktober 2014 dan meningkat dalam dua bulan terakhir tahun
2014 oleh kenaikan harga BBM dan administered price di dalam negeri serta oleh
pelemahan rupiah. Kenaikan harga BBM di dalam negeri yang dilakukan pada sekitar
pertengahan November 2014 dimaksudkan untuk merealokasikan subsidi BBM yang sangat besar pada kegiatan yang produktif terutama infrastruktur.
Dalam bulan November dan Desember 2014, inflasi meningkat menjadi 1,50 persen
dan 2,46 persen (m-t-m). Dalam keseluruhan tahun 2014, inflasi mencapai 8,4 persen (y-o-y). Dalam bulan Desember 2014, kelompok pengeluaran transportasi dan komunikasi; bahan makanan; makanan jadi, minuman, dan tembakau; serta perumahan menyumbang masing-masing 1,06 percentage point, 0,64 percentage point, 0,31 percentage point; dan 0,35 percentage point.
Menurut komponen, inflasi bulan Desember 2014 terutama disumbang oleh
kenaikan harga yang diatur pemerintah (1,22 percentage point), kenaikan harga yang bergejolak (0,64 percentage point), dan inflasi inti (0,60 percentage point). Inflasi rata-rata setahun pada bulan Desember 2014 mencapai 6,6 persen. Ringkasan perkembangan inflasi sampai Desember 2014 dapat dilihat pada Tabel I.13 berikut ini.
8000
9000
10000
11000
12000
13000
Rp/U
SD
Jul Jan'12 Jul Jan'13 Jul Jan'14 Jul
NILAI TUKAR RUPIAH (RATA2) Juli 2011 - Desember 2014
11200 11400 11600 11800 12000 12200 12400 12600 12800 13000
Kur
s (R
p/U
SD)
02-Jan-14 21-Feb-14 14-Apr-14 06-Jun-14 25-Jul-14 18-Sep-14 05-Nov-14 23-Dec-14
NILAI TUKAR RUPIAH HARIAN 2 Januari 2014 - 20 Januari 2015
-3 -2 -1 0 1 2
% pe
rub t
hd har
i se
belum
nya
02-Jan-14 20-Feb-14 10-Apr-14 03-Jun-14 21-Jul-14 11-Sep-14 28-Oct-14 12-Dec-14
Suku bunga acuan diarahkan untuk menjaga stabilitas ekonomi. Pengaruh kenaikan harga
BBM yang dilakukan pada bulan Juli 2013 dan pelemahan rupiah oleh pengurangan stimulus moneter AS (quantitative easing) yang dilakukan sejak awal tahun 2014 mendorong kebijakan suku bunga acuan untuk lebih menjaga stabilitas ekonomi.
Suku bunga acuan (BI rate) naik bertahap dari 5,75 persen pada bulan Mei 2013
menjadi 7,50 persen pada bulan November 2013. Pada bulan November 2014, BI rate dinaikkan 25 bps menjadi 7,75 persen untuk lebih menjaga stabilitas ekonomi dari dampak kenaikan harga BBM yang dilakukan sekitar pertengahan November 2014.
Kenaikan suku bunga acuan (200 bps) mendorong kenaikan suku bunga simpanan
dan pinjaman. Suku bunga deposito satu bulan naik 269 bps; sedangkan suku bunga kredit modal kerja naik 138 bps. Perkembangan suku bunga dan inflasi dapat dilihat pada Grafik I.8 berikut ini.
Tabel 1.13 PERKEMBANGAN INFLASI, % Maret 2014 - Desember 2014
2014 MENURUT KELOMPOK PENGELUARAN
BULANAN (M-T-M)
2,46 Bahan Makanan
0,31 Mknan Jd, Min., Tembakau
0,35 Pendidikan, Rekreasi, OR
1,06 Transpor Komunikasi
TAHUN KALENDER (Y-T-D)
8,36 Bahan Makanan
8,11 Mknan Jd, Min., Tembakau
7,36 Pendidikan, Rekreasi, OR
12,14 Transpor Komunikasi
TAHUNAN (Y-O-Y)
8,36 Bahan Makanan
8,11 Mknan Jd, Min., Tembakau
7,36 Pendidikan, Rekreasi, OR
12,14 Transpor Komunikasi
6,57 Rata-rata Setahun
MENURUT KOMPONEN BULANAN (M-T-M)
0,60 Harga Diatur Pemerintah
TAHUNAN (Y-O-Y)
4,93 Harga Diatur Pemerintah
Penyaluran kredit perbankan terus melemah sejak triwulan III/2013dengan melambatnya
pertumbuhan ekonomi dan relatif tingginya suku bunga di dalam negeri.
Kenaikan kredit perbankan melambat dari 23,4 persen (y-o-y) pada bulan
September 2013 menjadi 11,8 persen (y-o-y) pada bulan November 2014. Secara riil kenaikan kredit pertumbuhan kredit perbankan melambat dari 15,0 persen menjadi 5,5 persen pada periode yang sama. Perkembangan kredit perbankan dapat dilihat pada Grafik I.9 berikut ini.
Dari sisi penggunaan, perlambatan pada semua jenis kredit. Kredit investasi
melambat dari 34,4 persen (y-o-y) pada bulan September 2013 menjadi 13,2 persen (y-o-y) pada bulan Oktober 2014. Sedangkan kredit modal kerja dan konsumsi masing-masing melambat dari 22,1 persen dan 17,6 persen (y-o-y) menjadi 11,4 persen dan 11,1 persen pada periode yang sama.
Menurut sektor usaha, perlambatan juga terjadi pada hampir semua sektor produksi.
Penyaluran kredit pada sektor industri pengolahan, pertambangan, dan perdagangan melambat dari 29,3 persen, 22,9 persen, dan 35,4 persen (y-o-y) pada bulan September 2013 menjadi 14,5 persen, 6,1 persen, dan 13,9 persen (y-o-y) pada bulan November 2014.
Kesehatan dan kepercayaan terhadap perbankan tetap terjaga dalam ekonomi yang
melambat. CAR meningkat dari 18,0 persen pada bulan September 2013 menjadi 19,6 persen pada bulan Oktober 2014. Pelemahan terjadi pada non-performing loan (NPL) yang meningkat dari 1,9 persen (Rp 61,2 triliun) menjadi 2,3 persen (Rp 82,2 triliun) pada periode yang sama.
3 4 5 6 7 8 9 10
[pe
rse
n, %
]
Jan'13 Jul Jan'14 Jul Jan15
Depo (3 bln)
BI Rate
Inflasi
Penjaminan
FASBI
SUKU BUNGA DAN LAJU INFLASI Januari 2013 - Januari 2015
-40 -12 16 44 72 100
Tam
bahan (R
p Tr
iliun,
m-t
-m)
11,5 14,0 16,5 19,0 21,5 24,0
Per
tum
buhan (%
, y-o-y
)
Jan'13 Apr Jul Okt Jan'14 Apr Jul Okt
Tambahan (m-t-m) Pertumbuhan (y-o-y)
Dana yang dihimpun perbankan pada bulan November 2014 naik 13,4 persen
(y-o-y) dengan peningkatan terbesar pada simpanan berjangka 21,3 persen (y-o-(y-o-y), kemudian giro (7,8 persen, y-o-y) dan tabungan (7,1 persen, y-o-y). Penempatan dana masyarakat pada perbankan yang lebih pada instrumen jangka panjang menggambarkan berkurangnya kebutuhan masyarakat untuk pembiayaan jangka pendeknya. Penyaluran dan penghimpunan kredit oleh perbankan dapat dilihat pada Tabel I.14 berikut ini.
Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada akhir Desember
2014 mencapai 5.227 atau meningkat 22,3 persen dibandingkan akhir tahun sebelumnya. Kinerja bursa saham Indonesia tidak lepas dari perkembangan saham global yang meningkat dengan kebijakan moneter global yang sangat longgar selama ini.
PERDAGANGAN LUAR NEGERI
Penerimaan ekspor dalam 11 bulan pertama tahun 2014 mencapai USD 161,7 miliar,
turun 2,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2013. Penurunan disebabkan oleh berkurangnya penerimaan ekspor migas dan ekspor non-migas masing-masing sebesar 4,3 persen dan 2,0 persen.
Berkurangnya ekspor migas disebabkan oleh turunnya harga ekspor minyak mentah
Indonesia dan berkurangnya volume ekspor. Dalam 11 bulan pertama tahun 2014, rata-rata ICP mencapai USD 99,7 per barel, turun 5,7 persen (y-o-y) dan volume
Tabel 1.14
PENYALURAN KREDIT DAN PENGHIMPUNAN DANA PERBANKAN (Rp Triliun)
2014 KREDIT DISALURKAN
11,8 Modal Kerja
1033,2 LAPANGAN USAHA
215,4 Listrik, Gas, Air Brsh
150,4 Pengangkutan Kom
302,5 Keuangan, RE, Js Ush
127,5 BUKAN LAP USAHA
3063,9 DANA DIHIMPUN
13,4 Simp Berjangka
3308,6 Kredit Riil (% perub)
2,3
ekspor berkurang 3,8 persen (y-o-y). Sementara itu penurunan ekspor non-migas terutama disebabkan oleh berkurangnya ekspor hasil pertambangan yang turun 25,6 persen; sedangkan ekspor hasil pertanian dan industri tumbuh masing-masing 0,4 persen dan 4,4 persen (y-o-y).
Cina, Amerika Serikat, Jepang, dan India merupakan negara tujuan utama ekspor
non-migas. Dalam 11 bulan pertama tahun 2014, ekspor non-migas ke Cina, Jepang, dan India turun masing-masing 20,1 persen, 9,4 persen, dan 5,4 persen (y-o-y); adapun ekspor ke AS naik 4,3 persen (y-o-y) dengan menguatnya pemulihan ekonomi AS.
Pengeluaran impor dalam 11 bulan pertama tahun 2014 mencapai USD 163,7 miliar,
turun 4,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2013. Penurunan disebabkan oleh bekurangnya impor migas dan non-migas masing-masing sebesar 2,4 persen dan 5,0 persen (y-o-y)
Dari penggunaannya, dalam 11 bulan pertama tahun 2014 impor barang konsumsi,
bahan baku/penolong, dan modal turun berturut-turut 3,6 persen, 3,8 persen, dan 6,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (y-o-y)
Neraca perdagangan dalam 11 bulan pertama tahun 2014 mengalami defisit sebesar USD
2,1 miliar. Defisit terutama berasal dari neraca migas sebesar USD 12,1 miliar; sedangkan neraca nonmigas mencatat surplus sebesar USD 10,0 miliar. Neraca perdagangan dalam perkembangan bulanan dan tahunan dapat dilihat pada Tabel I.15 dan Tabel I.16 berikut ini.
Tabel I.15
PERDAGANGAN LUAR NEGERI (USD Miliar)
2014 NERACA PERDAGANGAN
-1,37 EKSPOR TOTAL
-14,6 Ekspor Migas
-23,9 Ekspor Nonmigas
-12,6 Ekspor Nonmigas
0,50 Pertanian
-1,6 Pertambangan (nonmigas)
-33,0 IMPOR TOTAL
-7,3 Impor Migas
-11,8 Impor Nonmigas
-5,7 IMPOR GOL. BARANG
1,03 Barang Konsumsi
-7,6 Bahan Baku
-5,3 Barang Modal
-15,6
VOLUME EKSPOR DAN IMPOR
46,0 Ekspor (Juta Ton)
-29,2 Triwulanan (y-o-y)
12,3 Impor (Juta Ton)
5,2 Triwulanan (y-o-y)
NERACA PEMBAYARAN
Neraca pembayaran dalam tiga triwulan pertama tahun 2014 membaik. Dalam tiga
triwulan pertama tahun 2014, defisit neraca transaksi berjalan turun menjadi USD 19,7 miliar, lebih rendah dari periode yang sama tahun 2013 (USD 24,8 miliar). Sebagai rasio terhadap PDB, defisit transaksi berjalan pada triwulan III/2014 berkurang menjadi 3,1 persen PDB.
Neraca barang dalam tiga triwulan pertama tahun 2014 mencatat surplus sebesar
USD 3,6 miliar, lebih baik dari periode yang sama tahun sebelumnya (defisit USD 0,1 miliar). Demikian juga defisit neraca jasa dalam tiga triwulan pertama tahun 2014 berkurang menjadi USD 7,7 miliar, lebih kecil dari periode yang sama tahun sebelumnya (defisit USD 9,0 miliar). Defisit pendapatan primer, yang antara lain merupakan pembayaran deviden dan pembayaran bunga utang luar negeri, dalam tiga triwulan pertama tahun 2014 meningkat menjadi USD 20,6 miliar, lebih besar dari periode yang sama tahun sebelumnya (defisit USD 19,9 miliar). Adapun surplus pendapatan sekunder, yang antara lain merupakan transfer personal Tenaga Kerja Indonesia, dalam tiga triwulan pertama tahun 2014 meningkat menjadi USD 3,8 miliar, lebih besar dari periode yang sama tahun sebelumnya (USD 2,9 miliar).
Surplus neraca transaksi finansial meningkat tinggi menjadi USD 35,0 miliar dari
USD 13,2 miliar dalam periode yang sama tahun 2013. Surplus neraca transaksi finansial dalam tiga triwulan pertama tahun 2014 terutama didorong oleh investasi portfolio yang meningkat menjadi USD 24,1 miliar, jauh lebih besar dari tiga triwulan pertama tahun 2013 (USD 9,1 miliar).
Adapun investasi langsung sedikit turun menjadi USD 11,9 miliar dari USD 12,1
miliar periode sebelumnya. Pada akhir Desember 2014, cadangan devisa mencapai USD 111,9 miliar atau cukup untuk membiayai sebesar 6,5 bulan impor termasuk pembayaran utang pemerintah.
Melambatnya penerimaan ekspor dan meningkatnya kewajiban pembayaran utang
luar negeri terutama swasta meningkatkan debt service ratio (DSR). DSR meningkat dari 20,7 persen pada tahun 2010 menjadi 41,5 persen pada tahun 2013, Dalam tiga triwulan pertama tahun 2014, DSR masih di atas 40 persen. Ringkasan neraca pembayaran tahun 2010 – triwulan III/2014 dapat dilihat pada Tabel I.17 berikut ini.
Tabel I.16
PERDAGANGAN LUAR NEGERI Tahun 2004 - 2014
2014 2013 2012 2011 2010 2009 2008 2007 2006 2005 2004
11(bln) 161,7 182,6 190,0 203,5 157,8 116,5 137,0 114,1 100,8 85,7 71,6 Total Ekspor
-2,4 -3,9 -6,6 29,0 35,4 -15,0 20,1 13,2 17,7 19,7 17,2 Kenaikan (%)
28,0 32,6 37,0 41,5 28,0 19,0 29,1 22,1 21,2 19,2 15,6 Ekspor Migas
133,7 149,9 153,0 162,0 129,7 97,5 107,9 92,0 79,6 66,4 55,9 Ekspor Nonmigas
163,7 186,6 191,7 177,4 135,7 96,8 129,2 74,5 61,1 57,7 46,5 Total Impor
-4,3 -2,6 8,0 30,8 40,1 -25,1 73,5 22,0 5,8 24,0 42,9 Kenaikan (%)
40,1 45,3 42,6 40,7 27,4 19,0 30,6 21,9 19,0 17,5 11,7 Impor Migas
123,7 141,4 149,1 136,7 108,3 77,8 98,6 52,5 42,1 40,2 34,8 Impor Nonmigas
-2,1 -4,1 -1,7 26,1 22,1 19,7 7,8 39,6 39,7 28,0 25,1 Neraca Perdagangan
-12,1 -12,6 -5,6 0,8 0,6 0,0 -1,4 0,2 2,2 1,8 3,9 Migas
10,0 8,6 3,9 25,3 21,5 19,6 9,2 39,5 37,5 26,2 21,1 Nonmigas
INVESTASI
Investasi masih melambat. Dalam tiga triwulan pertama tahun 2014, kenaikan investasi
berupa pembentukan modal tetap bruto dalam PDB melambat menjadi 5 persen (y-o-y) dan investasi langsung (FDI) hanya mencapai USD 11,9 miliar.
Berbagai indikator lainnya seperti impor barang modal serta bahan baku/penolong,
kredit investasi, penjualan semen, dan sebagainya menunjukkan peningkatan investasi yang masih lemah. Rasio investasi terhadap PDB menunjukkan kecenderungan turun sebagaimana dapat dilihat pada Grafik I.10 dan Grafik I.11 berikut ini.
Tabel I.17
RINGKASAN NERACA PEMBAYARAN TAHUN 2010 - III/2014 (USD Miliar)
2014 TRANSAKSI BERJALAN
1,6 BARANG DAGANGAN UMUM
43,3 BARANG LAINNYA
0,4 PENDAPATAN PRIMER
0,6 Penerimaan
-7,7 Pembayaran
1,2 PENDAPATAN SEKUNDER
2,3 Penerimaan
-1,1 Pembayaran
0,0 TRANSAKSI MODAL
13,7 TRANSAKSI FINANSIAL
-3,5 Kewajiban
5,4 INVESTASI LANGSUNG
-2,2 INVESTASI PORTFOLIO
1,3 DERIVATIF FINANSIAL
1,2 INVESTASI LAINNYA
-2,4 SELISIH PERHITUNGAN BERSIH
6,5 NERACA KESELURUHAN
MEMORANDUM Posisi Cadangan Devisa
6,3 Dalam Bulan Impor
-3,1 Transaksi Berjalan/PDB (%)
43,4
Peningkatan realisasi investasi yang dicatat oleh BKPM dalam keseluruhan tahun
2014 mencapai Rp 463,1 triliun, melambat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Perkembangan investasi yang dicatat BKPM dapat dilihat pada Grafik I.12 dan I.13 berikut ini.
KEUANGAN NEGARA
APBN 2015 disusun berdasarkan perkembangan berbagai asumsi pokok yang ketat pada
waktu itu diantaranya harga minyak mentah dunia yang masih tinggi triwulan III/2014 dan pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat. APBN 2015 disusun dalam kerangka
base line untuk memberi ruang yang cukup bagi pemerintah baru untuk melakukan perubahan program pembangunan yang akan dibiayainya. Perkembangan APBN tahun 2005 – 2015 dapat dilihat pada Tabel I.18 berikut ini.
Dalam upaya untuk menciptakan ruang fiskal yang memadai dan realoasi subsidi
BBM yang sangat besar (Rp 276,0 triliun) pada belanja yang produktif, termasuk infrastruktur, pada sekitar pertengahan bulan November 2014, harga BBM dinaikkan sebesar Rp 2.000,- per liter.
30 31 32 33 34 35
(pe
rse
n, %
)
2009:1 2010:1 2011:1 2012:1 2013:1 2014:1
30,530,7
31,1 32,1
31,131,4
32,5 33,0
31,0
31,431,6
33,7
31,4 32,3
32,7 34,2
31,2 31,9
31,0 32,5
30,8 31,5
30,9
RASIO INVESTASI TERHADAP PDB Triwulan I/2009 - III/2014
18 20 22 24 26 28 30 32 34
(pe
rse
n, %
)
2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012
21,8
19,719,419,5 22,4
23,624,1 24,9
27,7
31,132,031,9
32,7 31,7
RASIO INVESTASI TERHADAP PDB Tahun 2000 - 2013
47 62 77 92 107 122
Tot
al (R
p Tr
iliun)
10 15 20 25 30 35
Kenaik
an (%
, y-o-y
)
2011:3 2012:3 2013:3 2014:3
Total Kenaikan
REALISASI TOTAL INVESTASI (BKPM) Triwulan III/2011 - IV/2014
0 95 190 285 380 475
Tot
al (R
p Tr
iliun)
-20 -4 12 28 44 60
Kenaik
an (%
, y-o-y
)
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Total Kenaikan
Tabel I.18
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA 2005 - 2015 (Rp Triliun)
2015 PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH
1790,3 Pendapatan Negara
I. Penerimaan Pajak
1. Pajak Dalam Negeri
a. Pajak Penghasilan
i. 1. Migas
555,7 2. Non Migas
525,0 Pajak Lainnya
vi. Pajak Perdagangan Int'l
b. Bea Masuk
i. Pajak Ekspor
ii. Penerimaan Bukan Pajak
2. Penerimaan SDA
a. 1. Minyak Bumi
53,9 Non Migas
ii. Bagian Laba BUMN
b. PNBP Lainnya *)
c. BELANJA NEGARA
1392,4 Belanja Pemerintah Pusat
293,1 Belanja Pegawai
1. Belanja Barang
2. Belanja Modal
3. Pembayaran Bunga Utang
4. Utang Dalam Negeri
a. Utang Luar Negeri
b. Subsidi Energi
a. Subsidi Non Energi
b. Belanja Hibah
6. Belanja Sosial
7. Belanja Lainnya
8. Belanja Ke Daerah
II. Dana Perimbangan
1. Dana Bagi Hasil
a. Dana Alokasi Umum
b. Dana Alokasi Khusus
c. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 2. Dana Desa
3. Dana Ditahan
4. KESEIMBANGAN PRIMER
-245,9 Persentase thd PDB
245,9 PEMBIAYAAN DEFISIT
269,7 Dalam Negeri
I. Perbankan Dalam Negeri
1. Non Perbankan Dlm Negeri
2. SBN (neto)
o/w Pinjaman Luar Negeri (neto)
II. Penarikan Pinjaman LN (bruto)
1. Pinjaman Program
a. Pinjaman Proyek
b. Penerusan Pinjaman
c. SURPLUS/DEFISIT PEMBIAYAAN
ASUMSI/BESARAN EKONOMI MAKRO
5,8 Pertumbuhan Ekonomi (%)
4,4 Inflasi (%)
11900 Nilai Tukar Rupiah (Rp/USD)
6,0 Harga Minyak Mentah (USD/barel)
900 Lifting (ribu barel/hari)
PERTUMBUHAN EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi sampai triwulan III/2014 masih melambat. Sejak tahun 2012,
pertumbuhan ekonomi terus melambat. Pertumbuhan ekonomi melambat menjadi 5,8 persen pada tahun 2013 dan 5,1 persen dalam tiga triwulan pertama tahun 2014.
Dari sisi produksi, dalam tiga triwulan pertama tahun 2014, perlambatan hampir
terjadi pada semua sektor terutama pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, serta perdagangan, hotel, dan restoran yang masing-masing turun 0,1 persen serta melambat menjadi 4,9 persen dan 4,5 persen (y-o-y).
Dari sisi penggunaan, perlambatan ekonomi terutama disebabkan oleh turunnya
ekspor riil barang dan jasa. Ekspor riil barang dan jasa dalam tiga triwulan pertama tahun 2014 turun 0,6 persen. Konsumsi rumah tangga masih tumbuh tinggi (5,5 persen, y-o-y). Sedangkan investasi dan pengeluaran pemerintah tumbuh relatif rendah, yaitu masing-masing 5,0 persen dan 2,4 persen (y-o-y). Perkembangan PDB dari tahun 2005 sampai dengan triwulan III/2014 dapat dilihat pada Tabel I.19 berikut.
Dilihat dari sumbangannya, pertumbuhan ekonomi dalam tiga triwulan pertama
tahun 2014 didukung oleh permintaan dalam negeri dan luar negeri masing-masing sebesar 4,2 persen dan 0,9 persen.
Secara rinci, pertumbuhan ekonomi dalam tiga triwulan pertama tahun 2014
disumbang oleh konsumsi rumah tangga (3,0 persen), konsumsi pemerintah (0,2 persen), investasi (1,2 persen), perubahan stok (0,6 persen), diskrepansi statistik (-0,8 persen), ekspor barang dan jasa (-0,3 persen), serta impor barang dan jasa (1,2 persen). Sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi tahun 2005 sampai triwulan III/2014 dapat dilihat pada Tabel I.20 berikut.
Commodity boom yang terjadi sejak tahun 2004 hingga tahun 2012 (tidak termasuk
tahun 2009 karena krisis keuangan dan resesi global) berperan besar pada ekonomi Indonesia baik pada keseimbangan eksternal perekonomian, pertumbuhan ekonomi, maupun kemampuan negara untuk membiayai pembangunan.
Berakhirnya era commodity boom menuntut reformasi struktural yang mampu
Tabel I.19
PRODUK DOMESTIK BRUTO TAHUN 2004 - TRIWULAN III/2014 (persen perubahan, y-o-y)
2014
MENURUT SEKTOR USAHA
3,5 Pertambangan dan Penggalian
4,9 Industri Pengolahan
-1,1 Industri Non-Migas
6,4 Listrik, Gas, dan Air Bersih
6,5 Perdagangan, Hotel, Restoran
9,7 Pengangkutan dan Komunikasi
6,1 Keuangan, Real Estat, Jasa Usaha
5,3
MENURUT PENGELUARAN
5,5 Konsumsi Rumah Tangga
2,4 Konsumsi Pemerintah
5,0 PMTB (Investasi)
-0,6 Ekspor Barang dan Jasa
-3,2 Impor Barang dan Jasa
3,0 2,5 0,9 PDB (% perubahan, q-t-q)
PDB (Harga Berlaku)
9084
PDB Per Kapita
36,5
Sumber: Diolah dari BPS
Tabel I.20
SUMBANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2004 - TRIWULAN III/2014 (percentage point)
2014 SISI PENGELUARAN
3,0 Konsumsi Rumah Tangga
0,2 Pengeluaran Pemerintah
1,2 Pembentukan Modal Tetap Bruto
0,6 Perubahan Stok
-0,8 Diskrepansi Statsitik
-0,3 Ekspor Barang dan Jasa
1,2 Impor Barang dan Jasa
5,1 PERTUMBUHAN PDB
4,2 Permintaan Domestik
0,9 Permintaan Luar Negeri
5,1 PERTUMBUHAN PDB
SISI PRODUKSI
0,4 Pertambangan dan Penggalian
1,2 Industri Pengolahan
-0,0 - Industri Migas
1,3 - Industri Nonmigas
0,0 Listrik, Gas, dan Air Bersih
0,4 Perdagangan, Hotel, Restoran
1,0 Pengangkutan dan Komunikasi
0,6 Keuangan, Persewaan, Jasa Usaha
0,6 PERTUMBUHAN PDB
Boks I.2
COMMODITY BOOM DAN EKONOMI INDONESIA
Selama hampir sepuluh tahun terakhir (2004 – 2012), pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi (di luar krisis singkat keuangan dan resesi dunia tahun 2008 – 2009), berperan dalam meningkatkan ekonomi Indonesia.Commodity boom pada periode tersebut telah meningkatkan peranan ekspor dalam perekonomian. Melalui sisi eksternal, meningkatnya ekspor mampu menjaga surplus neraca transaksi berjalan. Sinyal harga yang tinggi selanjutnya memberi dorongan pada volume ekspor. Nilai ekspor nonmigas meningkat rata-rata 21,1 persen per tahun. Neraca perdagangan terus mengalami surlus hingga mencapai puncaknya pada tahun 2007 sebesar USD 39,6 miliar (lihat Tabel I.16). Cadangan devisa meningkat dari USD 36,2 miliar pada akhir tahun 2003 menjadi USD 112,8 miliar pada akhir tahun 2012.
Meningkatnya ekspor juga mendorong investasi, daya beli masyarakat, dan pada gilirannya meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ekspor riil barang dan jasa meningkat tinggi, rata-rata sebesar 12,4 persen per tahun dan investasi berupa PMTB meningkat rata-rata sebesar 9,5 persen per tahun. Ekspektasi terhadap pendapatan selanjutnya mendorong daya beli dan konsumsi rumah tangga. Selain pada tahun 2006 karena gejolak moneter di dalam negeri pada tahun 2005, konsumsi rumah tangga meningkat cukup tinggi. Perekonomian dalam periode tersebut (di luar tahun 2009) tumbuh rata-rata 6 persen per tahun. Posisi PDB Indonesia meningkat dari urutan 23 pada tahun 2003 menjadi urutan 16 sejak tahun 2011.
Penerimaan ekspor, termasuk komoditas, juga meningkatkan basis pajak semakin besar. Dengan reformasi pajak yang dilakukan pada tahun 2006/07, kemampuan keuangan negara meningkat tinggi. Penerimaan pajak tahun 2004 – 2013 meningkat rata-rata 16,1 persen per tahun.
Dengan kinerja ekonomi yang baik dan berbagai langkah kebijakan yang ditempuh, tingkat pengangguran dapat diturunkan dari 11,2 persen pada tahun 2005 menjadi 5,9 persen pada tahun 2014 dan tingkat kemiskinan dikurangi dari 17,7 persen pada tahun 2006 menjadi 11,0 persen pada tahun 2014.
Tuntutan Reformasi Struktural
Dengan berakhirnya era commodity boom, perekonomian Indonesia berpotensi kembali pada pertumbuhan ekonomi yang sedang (5 – 6 persen). Ketidakseimbangan eksternal akan membatasi kemampuan ekonomi untuk tumbuh lebih tinggi. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi (6 – 7 persen) dibutuhkan reformasi struktural yang pada intinya adalah melepaskan ketergantungan ekonomi pada komoditi.
POSISI UTANG PEMERINTAH DAN UTANG LUAR NEGERI
Posisi utang pemerintah pada bulan Desember 2014 tercatat sebesar Rp 2.605 triliun, terdiri dari pinjaman sebesar Rp 674 triliun dan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 1.931 triliun. Peranan pinjaman luar negeri dalam pembiayaan pembangunan terus berkurang dengan diprioritaskannya sumber pembiayaan terutama dari dalam negeri.
Rasio utang pemerintah terhadap PDB terjaga rendah, yaitu kurang dari 30 persen.
Posisi utang luar negeri pada bulan November 2014 mencapai USD 294,4 miliar, terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar USD 133,9 miliar dan utang swasta sebesar USD 160,5 miliar.
Utang luar negeri swasta melebihi utang luar negeri pemerintah sejak awal tahun
2013 dengan kecenderungan yang meningkat. Rasio utang luar negeri terhadap PDB meningkat dari 26,4 persen pada tahun 2011 menjadi 30,5 persen pada tahun 2013. Perkembangan utang pemerintah dan utang luar negeri dapat dilihat pada Tabel I.21 berikut ini.
PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN
Pengangguran terbuka menurun. Jumlah angkatan kerja pada bulan Agustus 2014
meningkat menjadi 121,9 juta orang atau bertambah 1,42 juta orang dari tahun 2013. Sementara itu lapangan kerja yang tercipta dalam periode yang sama sebanyak 1,87 juta. Dengan perkembangan ini, pengangguran terbuka berkurang sebanyak 170 ribu sehingga tingkat pengangguran terbuka menurun dari 6,2 persen pada bulan Agustus 2013 menjadi 5,9 persen pada bulan Agustus 2014.
Kemampuan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja tahun 2014 membaik
menjadi menjadi 356 ribu per 1 persen pertumbuhan ekonomi. Kondisi ketenagakerjaan sampai Agustus 2014 dapat dilihat pada Tabel I.22 berikut ini.
Tabel I.21
UTANG PEMERINTAH DAN SWASTA Tahun 2004 - 2014
2014 UTANG PEMERINTAH
674 Rp Triliun Pinjaman Rp Triliun Surat Berharga
2605 Rp Triliun TOTAL UTANG PEMERINTAH
26,3 Persentase terhadap PDB
UTANG LUAR NEGERI
132,9 USD Miliar UTANG LUAR NEGERI PEMERINTAH
132,9 USD Miliar PEMERINTAH USD Miliar Pemerintah Pusat
7,5 USD Miliar Otoritas Moneter
132,9 USD Miliar MENURUT JENIS PINJAMAN
76,4 USD Miliar Komersial USD Miliar Non Komersial
51,0 USD Miliar - ODA USD Miliar - Non ODA USD Miliar UTANG LUAR NEGERI SWASTA
30,6 USD Miliar Bank USD Miliar Non Bank
25,1 USD Miliar BUMN USD Miliar Swasta Nasional USD Miliar Swasta Asing USD Miliar Swasta Campuran USD Miliar Menurut Sektor Ekonomi
7,9 USD Miliar - Pertanian dalam arti luas USD Miliar - Pertambangan dan Penggalian
32,5 USD Miliar - Industri Pengolahan
18,6 USD Miliar - Listrik, Gas, dan Air Bersih USD Miliar - Bangunan USD Miliar - Perdagangan, Hotel, & Restoran
10,7 USD Miliar - Pengangkutan dan Komunikasi
17,2 USD Miliar - Keuangan, Sewa, Js Perusahaan
1,2 USD Miliar - Jasa-Jasa USD Miliar - Lainnya USD Miliar TOTAL UTANG LUAR NEGERI
30,5 Persentase terhadap PDB
Tingkat kemiskinan September 2014 turun menjadi 11,0 persen. Kenaikan harga BBM
bulan Juli 2013 meningkatkan jumlah penduduk miskin dari 28,1 juta orang pada bulan Maret 2013 menjadi 28,3 juta orang pada bulan Maret 2014. Adapun tingkat kemiskinannya turun dari 11,4 persen menjadi 11,3 persen pada periode yang sama.
Berdasarkan hasil Susenas September 2014, jumlah penduduk miskin pada bulan
September 2014 turun menjadi 27,7 juta orang (11,0 persen) atau berkurang 824 ribu orang dibandingkan periode yang sama tahun 2013. Kemiskinan hasil Susenas Maret 2014 dan September 2014 didasarkan garis kemiskinan sebesar Rp 302,7 ribu/kapita/bulan dan Rp 312,3 ribu/kapita/bulan.
Dengan demikian dalam lima tahun terakhir jumlah penduduk miskin dapat
dikurangi sebesar 4,8 juta orang dan tingkat kemiskinan dapat diturunkan sebesar 3,1 percentage point menjadi 11,0 persen. Jumlah penduduk miskin dan tingkat kemiskinan tahun 2004 – 2014 dapat dilihat pada Tabel I.23 berikut ini.
Tabel I.22 KONDISI KETENAGAKERJAAN November 2005 - Agustus 2014
Agt 2014 Agt 2013 Agt 2012 Agt 2011 Agt 2010 Agt 2009 Agt 2008 Agt 2007 Agt 2006 Nov 2005
121,9 Angkatan Kerja (juta org)
114,6 Bekerja Tidak Penuh (juta org)
9,7 Tingkat Pengangguran Terbuka (%)
31,2 Underemployment Rate (%)
114,6 Kesempatan Kerja (juta orang)
39,0 Industri Pengolahan
7,3 Perdagangan, Hotel, Restoran
5,1 Pengangkutan, Telekomunikasi
3,0 Jasa Kemasyarakatan
1,7 Lainnya *)
355,7 Lap Kerja/1% Pertumb PDB (ribu org)
Sumber: Diolah dari BPS. *) Mencakup sektor pertambangan dan penggalian serta sektor listrik, gas, dan air
Tabel I.23
JUMLAH DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN Tahun 2004 - 2014/9
Persentase (%) Jumlah (juta orang)
PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH DAN DISPARITAS WILAYAH
Pertumbuhan ekonomi wilayah masih digerakkan oleh wilayah Jawa-Bali untuk Kawasan
Barat Indonesia dan Sulawesi untuk Kawasan Timur Indonesia. Kedua wilayah tersebut tumbuh di atas PDB nasional.
Wilayah Sumatera tumbuh sedikit di bawah PDB Nasional; wilayah Kalimantan dan
Nusatenggara tumbuh cukup jauh di bawah PDB Nasional; sedangkan wilayah Papua sangat fluktuatif sesuai dengan karakteristik wilayah yang ekstraktif. Pertumbuhan ekonomi wilayah dapat dilihat pada Tabel I.24 berikut ini.
Kesenjangan wilayah masih lebar. Dalam hampir 30 tahun terakhir, kesenjangan wilayah
baik antara Jawa – Luar Jawa maupun Kawasan Barat Indonesia – Kawasan Timur Indonesia masih lebar.
Dalam tahun 1985 peranan Jawa – Luar Jawa sebesar 54,4 persen - 45,6 persen dan
pada tahun 2012 peranannya masing-masing sebesar 59,2 persen - 40,8 persen. Sementara itu peranan KBI – KTI tidak mengalami perubahan dalam 12 tahun terakhir, yaitu sekitar 83 persen – 17 persen.
Tabel I.24
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB), 2006 - III/2014 (persen perubahan, y-o-y)
2014 Nanggroe Aceh Darussalam
5,5 Sumatera Utara
6,0 Sumatera Barat
2,5 Sumatera Selatan
5,9 Bangka Belitung
6,3 Kepulauan Riau
5,7 DKI Jakarta
5,7 Jawa Barat
5,2 Jawa Tengah
5,0 DI Yogyakarta
5,9 Jawa Timur
6,2 Kalimantan Barat
5,9 Kalimantan Tengah
4,8 Kalimantan Selatan
2,0 Kalimantan Timur
6,6 Sulawesi Utara
7,4 Sulawesi Tengah
7,4 Sulawesi Selatan
5,7 Sulawesi Tenggara
8,9 Sulawesi Barat
6,1 NST, MALUKU, PAPUA
2,9 Nusa Tenggara Barat
5,0 Nusa Tenggara Timur
8,0 Maluku Utara
7,9 Papua Barat
8,2
DISTRIBUSI PENDAPATAN
Ketimpangan pendapatan meningkat dalam 10 tahun terakhir namun belum pada taraf
yang mengkuatirkan. Gini rasio meningkat dari 0,32 pada tahun 2004 menjadi 0,41 pada tahun 2011 hingga 2013. Dalam periode 2004 – 2013, penguasaaan 20 persen penduduk berpendapatan tertinggi meningkat dari 42,1 persen menjadi 49,0 persen; sedangkan 40 persen penduduk berpendapatan terendah menurun dari 20,8 persen menjadi 16,9 persen.
Penurunan juga terjadi pada penduduk berpendapatan menengah. Perkembangan
distribusi pendapatan tahun 2002 – 2013 dapat dilihat pada Grafik I.14, Grafik I.15, Grafik I.16, dan Grafik I.17.
Angka Gini ratio sebesar 0,41 belum pada taraf yang mengkuatirkan. Dibandingkan
dengan Cina, Amerika Serikat, dan Malaysia, Gini ratio Indonesia tidak terlalu buruk. Dari perbandingan internasional, ketimpangan pendapatan paling tinggi dapat ditemukan di kawasan Afrika (0,6 – 0,7) dan paling rendah di kawasan Eropah (0,2 – 0,3) terkait dengan sistem ekonomi yang dianutnya.
Meski demikian, angka Gini ratio pada negara berkembang, termasuk Indonesia,
berpotensi di bawah tingkat yang sebenarnya (underestimate) karena pengukurannya yang didekati oleh konsumsi masyarakat. Berbagai riset mengindikasikan Gini rasio yang diukur dari konsumsi underestimate dari pendapatannya sekitar 6 – 8 persen. Ketimpangan pendapatan ini perlu mendapat perhatian yang serius bagi keberlanjutyan pembangunan mendatang. Perkembangan distribusi pendapatan provinsi dapat dilihat pada Tabel I.25 berikut ini.
0,31 0,32 0,33 0,34 0,35 0,36 0,37 0,38 0,39 0,4 0,41 0,42
Rasio
2002 2004 2006 2008 2010 2012
0,33 0,32 0,32
0,36
0,33 0,36
0,35 0,37
0,38
0,41 0,41 0,41
G I N I R A S I O Tahun 2002 - 2013
15 20 25 30 35 40 45 50
[%,
pe
rse
n]
2002 2004 2006 2008 2010 2012
40% Pnddk Y(Terendah) 40% Pnddk Y(Menengah) 20% Pnddk Y(Tertinggi)
DISTRIBUSI PENDAPATAN Tahun 2002 - 2013
40% Penduduk Y(Terendah) (20,80%) 40% Penduduk Y(Menengah) (37,13%)
20% Penduduk Y(Tertinggi) (42,07%)
DISTRIBUSI PENDAPATAN Tahun 2004 (Maret)
40% Penduduk Y(Terendah) (16,87%) 40% Penduduk Y(Menengah) (34,09%) 20% Penduduk Y(Tertinggi) (49,04%)
INDIKATOR AKHIR TAHUN 2014
Pada triwulan IV/2014, perekonomian diperkirakan masih melambat. Peningkatan daya
beli masyarakat dan investasi masih melambat; sedangkan sisi eksternal tidak mengalami perbaikan yang berarti. Dalam triwulan IV/2014, PDB diperkirakan tumbuh lebih lambat dari triwulan III/2014 (y-o-y).
Daya beli dan dan keyakinan konsumsi masyarakat melambat sampai akhir tahun
2014. Dalam triwulan IV/2014, penjualan ritel melambat menjadi 11,6 persen (y-o-y), penjualan motor turun 6,2 persen (y-o-(y-o-y), dan penjualan mobil turun 14,2 persen (y-o-y). Keyakinan konsumen melambat menjadi 5,0 persen (survei Bank Indonesia) dan 4,6 persen (survei Danareksa Research Institute) (y-o-y). Kredit perbankan dan impor barang juga menunjukkan perlambatan konsumsi masyarakat. Indikator daya beli dan konsumsi masyarakat dapat dilihat pada Tabel I.26 berikut ini.
Tabel I.25 GINI RATIO Tahun 2007 - 2013
2013 Kepulauan Riau
0,37 Bangka Belitung
0,41 DKI Jakarta
0,43 Jawa Barat
0,37 Maluku Utara 0,39 Jawa Tengah
0,44 DI Yogyakarta
0,43 Papua Barat
0,36 Jawa Timur
0,41
Sumber: Diolah dari BPS
Tabel I.26
BEBERAPA INDIKATOR DAYA BELI DAN KONSUMSI MASYARAKAT (persen perubahan, y-o-y, Februari - Desember 2014)
Des Keyakinan Konsumen (BI)
5,0 11,3
1,3 0,4
Triwulanan (Rata2)
-1,6 Keyakinan Konsumen (DRI)
4,7 14,9
3,9 -1,7
Triwulanan (Rata2)
5,4 5,6
5,6 Konsumsi Rumah Tangga *)
4,3 Penjualan Ritel Riil **)
11,6 Kredit Konsumsi
17,3 Kredit Properti
10,8 Pembiayaan Konsumen
-7,6 Impor Barang Konsumsi
-5,5 Penjualan Sepeda Motor
-6,2 Penjualan Mobil
-14,2 Nilai Tukar Petani (Indeks)
Kenaikan investasi dan produksi manufaktur diperkirakan stagnan dan melambat.
Penjualan semen pada triwulan IV/2014 hanya meningkat 2,6 persen (y-o-y). Purchasing Manager Index (PMI) kurang dari 50 pada triwulan IV/2014, mengindikasikan kontraksi di sektor manufaktur. Sisi kredit perbankan dan impor barang juga mengindikasikan masih rendahnya pemulihan investasi dan melambatnya sektor manufaktur. Beberapa indikator investasi dapat dilihat pada Tabel I.27 berikut ini.
Dalam triwulan IV/2014, pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih lambat dari
triwulan III/2014. Dalam keseluruhan tahun 2014, PDB diperkirakan tumbuh 5,0 persen (tahun dasar 2000).
Tabel I.27
BEBERAPA INDIKATOR INVESTASI (persen perubahan, y-o-y, Februari - Desember 2014)
Des Nov Okt Sep Agt Jul Jun Mei Apr Mar Feb
4,0 5,2
6,0 PMTB *)
30,9 31,5
30,8 Rasio Investasi (% PDB) *)
Realisasi Investasi BKPM *)
14,3 19,3
16,4 14,6
Total
22,3 24,2
15,3 25,9
PMDN
10,5 16,9
16,8 9,8
PMA
5,4 3,7
2,8 FDI (USD Miliar) *)
1,5 3,6 2,8 3,6 34,7 -25,1 5,1 6,5 -0,6 8,1 2,5 Vol. Penjualan Semen
2,6 0,9
3,8 3,4
Triwulanan *)
13,2 14,4 15,3 17,0 18,5 21,8 33,9 34,8 33,6 34,3 Kredit Investasi
11,4 12,3 12,6 13,8 16,2 17,0 13,0 15,6 16,4 17,1 Kredit Modal Kerja
26,9 26,2 17,7 17,1 20,0 17,9 18,8 24,6 25,4 24,2 Kredit Bangunan
-15,6 2,2 -6,0 19,9 -29,1 -2,2 -16,4 0,6 -11,4 -8,9 Impor Barang Modal
-8,0 -6,2
-6,5 Triwulanan *)
-5,3 -3,2 1,1 11,1 -14,9 1,7 -9,4 -2,2 -2,2 -10,0 Impor Bhn Baku/Penolong
-2,0 -3,4
-5,8 Triwulanan *)
MEMORANDUM
Indeks Prod. Ind Besar & Sedang
-2,2 0,2 6,3 2,6 -2,6 0,0 2,5 0,4 0,2 -0,6 Kenaikan (m-t-m)
7,8 8,4 9,8 6,0 1,5 6,1 3,8 2,7 3,7 3,8 Kenaikan (y-o-y)
6,2 4,2
3,5 Kenaikan (y-o-y) *)
47,6 48,0 49,2 50,7 49,5 52,7 52,7 52,4 51,1 50,1 50,5 PMI (HSBC)
48,3 51,0
52,1 50,5
Triwulanan (Rata2)
78,3 78,2
77,0 75,5
Kapasitas Produksi *)
81,4 78,3
75,9 79,5
Pertanian
77,9 83,0
76,9 70,8
Pertambangan
77,0 74,7
77,4 74,2
Industri
76,7 76,8
77,7 77,7
Listrik, Gas, Air Bersih
B
AB
II
P
ROSPEK
E
KONOMI
T
AHUN
2015
A. EKONOMI DUNIA
Gambaran menyeluruh ekonomi dunia tahun 2015 terakhir diberikan oleh IMF,World
Economic Outlook, Update Januari 2015. Secara ringkas, outlook ekonomi dunia tahun
2015 akan dipengaruhi 4 faktor penting, yaitu menurunnya harga minyak mentah dunia, melebarnya kemampuan ekonomi untuk tumbuh antara Amerika dengan negara-negara di luar Amerika, menguatnya nilai tukar dolar AS dan melemahnya mata uang lainnya termasuk negara pengekspor komoditi, serta meningkatnya volatilitas keuangan global antara lain oleh kenaikan suku bunga dan resiko makro lainnya.
Harga minyak mentah dunia yang rendah tahun 2015 akan mendorong
perekonomian dunia. Meski demikian dorongan ini diperkirakan tidak mampu menutup berbagai faktor negatif yang menekan pertumbuhan ekonomi dunia antara lain melemahnya investasi sejalan dengan menurunnya ekspektasi pertumbuhan baik di negara maju maupun negara berkembang.
Ekonomi dunia tahun 2015 diperkirakan hanya tumbuh 3,5 persen, lebih rendah
0,3 persen dari perkiraan sebelumnya (3,8 persen). Meskipun lebih baik dibandingkan tahun 2014 (3,3 persen), tingkat pertumbuhan tahun 2015 ini di bawahlong term trend pertumbuhan global (4 persen). Dengan tingkat pertumbuhan ini, harga komoditi, termasuk komoditi nonmigas, diperkirakan masih turun.
Pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih rendah dari perkiraan sebelumnya ini
didasarkan pada evaluasi terakhir terhadap ekonomi Cina, Rusia, Kawasan Eropa, dan Jepang yang melemah serta negara pengekspor minyak mentah dengan jatuhnya harga minyak mentah dunia.
Ekonomi AS merupakan satu-satunya negara maju yang prospeknya lebih baik dari
yang diperkirakan sebelumnya. Ekonomi AS pada tahun 2015 diperkirakan tumbuh 3,6 persen. Sementara itu Kawasan Eropa dan Jepang hanya tumbuh masing-masing 1,2 persen dan 0,8 persen. Perekonomian kawasan Asia diperkirakan tumbuh lebih rendah (6,4 persen) dengan ekonomi Cina yang diperkirakan melambat menjadi 6,8 persen.
Dalam upaya mendorong perekonomian, pada bulan Januari 2015, Bank Sentral
Pertumbuhan ekonomi Cina dalam jangka menengah diperkirakan terus melambat.
Utang yang mencapai 250 persen PDB atau 100 persen PDB lebih tinggi sejak tahun 2008 membatasi Cina untuk melakukan ekspansi. Meski suku bunga acuan diturunkan, kebijakan ekonomi Cina tetap ketat untuk mendinginkan sektor properti dan memperlambat penambahan utang baru. Suku bunga pinjaman tetap tinggi dengan meningkatnya resiko usaha di Cina. Keinginan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dapat menimbulkan resiko krisis keuangan yang tidak saja berdampak pada ekonomi Cina, tapi juga pada ekonomi dunia. Gambaran ekonomi dunia tahun 2004 – 2015 dapat dilihat pada Tabel II.1.
Outlook yang diberikan IMF ini mempunyai kemungkinan lebih baik dan lebih
buruk. Kemungkinan lebih baik (upside risk) dapat terjadi apabila terdapat dorongan ekonomi yang lebih kuat dari harga minyak mentah dunia yang rendah meskipun keberlangsungan dari peningkatan produksi minyak mentah dunia belum dapat dipastikan.
Adapun kemungkinan lebih buruk (downside risk) dapat terjadi apabila terdapat
perubahan sentimen yang luar biasa pada stabilitas keuangan dunia khususnya
emerging economies terkait dengan perubahan harga komoditi serta resiko stagnasi dan deflasi di Eropa dan Jepang yang pada gilirannya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia.
Bank Dunia dalam outlook terbarunya juga memperkirakan gambaran ekonomi
dunia yang sama. Ekonomi dunia tahun 2015 diperkirakan tumbuh lebih baik, yaitu
Negara Berkembang
4,9 VOLUME PERDAGANGAN
Impor Negara Berkembang
Ekspor Negara Berkembang
HARGA KOMODITI Minyak Mentah (USD/brl)
54,6
HARGA KONSUMEN
1,0 Negara Berkembang
3,0 persen, namun lebih rendah dari perkiraan sebelumnya (3,4 persen). Sama dengan IMF, perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2015 yang dikeluarkan oleh Bank Dunia ini mempunyai downside risk terkait dengan kemungkinan memburuknya perdagangan dunia, volatilitas keuangan global, tekanan pada negara-negara penghasil minyak, serta stagflasi dan deflasi yang berkelanjutan di Eropa dan Jepang.
Volume perdagangan dunia pada tahun 2015 diperkirakan meningkat dengan harga
komoditi yang masih menurun. Pertumbuhan ekonomi dunia yang sedikit membaik akan
mendorong volume perdagangan barang dan jasa sekitar 3,8 persen. Sementara itu harga komoditi non-energi diperkirakan turun cukup besar yaitu sekitar 9,3 persen, lebih dari dua kali lipat penurunan pada tahun 2014 (4,0 persen) [lihat Tabel II.1]. Meski lebih kecil, estimasi Bank Dunia juga memperkirakan harga komoditi non-energi tahun 2015 turun dan relatif stabil pada tahun 2016. Indeks harga nominal komoditi dapat dilihat pada Tabel II.2 berikut ini.
45 67 899: ;
9< =7>?@5AB5CD EF <5 8GD ED= F HFI;J KJLKJJM
Harga minyak mentah dunia tahun 2015 diperkirakan masih rendah. Dengan
meningkatnya produksi minyak mentah AS, melambatnya permintaan global, dan keputusan OPEC untuk tetap mempertahankan pangsa pasar OPEC, harga minyak mentah Brent terus turun hingga di bawah USD 55/barel dan WTI turun di bawah USD 50/barel pada awal tahun 2015,
Estimasi EIA, US Dept. of Energy terakhir (Januari 2015) memperkirakan harga
minyak mentah Brent dan WTI dalam keseluruhan tahun 2015 masing-masing sebesar USD 54,6 per barel dan USD 57,6 per barel. Dalam keseluruhan tahun 2016, harga Brent dan WTI diperkirakan meningkat masing-masing menjadi USD 75 dan USD 71 per barel.
Sementara itu IMF memperkirakan harga minyak mentah rata-rata (Brent, Dubai,