• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Lansia

Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. Usia lanjut merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari (Notoatmodjo, 2007).

Lansia merupakan dua kesatuan fakta sosial dan biologi. Sebagai suatu fakta sosial, lansia merupakan suatu proses penarikan diri seseorang dari berbagai status dalam suatu struktur masyarakat. Secara fisik pertambahan usia dapat berarti semakin melemahnya manusia secara fisik dan kesehatan (Prayitno, 2000).

Menurut Undang Undang RI No 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 19 ayat 1 bahwa manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial. Perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan (Khoiriyah, 2011).

Inkontinensi urine merupakan masalah kesehatan yang cukup sering dijumpai pada orang berusia lanjut, khususnya perempuan. Inkontinensia urine sering kali tidak dilaporkan oleh pasien atau keluarganya, antara lain karena menganggap bahwa masalah tersebut merupakan masalah yang memalukan atau tabu untuk diceritakan dan juga karena ketidaktahuan mengenai masalah inkontinensia urine dan menganggap bahwa kondisi tersebut merupakan sesuatu yang wajar terjadi pada orang usia lanjut serta tidak perlu diobati. Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak terkendali atau terjadi di luar keinginan (Sudoyono dkk., 2006).

2.2.1 Klasifikasi Lansia

Menurut Maryam (2008), lima klasifikasi pada lansia antara lain:

1. Pra lansia

Seseorang yang berusia 45-59 tahun.

2. Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3. Lansia resiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

4. Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang masih dapat menghasilkan barang atau jasa.

5. Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Nugroho (2000), lanjut usia meliputi:

1. Usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59 tahun. 2. Usia lanjut (eldery) antara 60-74 tahun.

3. Usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun. 4. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.

2.2.2 Tugas Perkembangan Lanjut Usia

Seiring tahap kehidupan, lansia memiliki tugas perkembangan khusus. Menurut Potter dan Perry (2005), tujuh kategori utama tugas perkembangan lansia meliputi:

a. Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan

Lansia harus menyesuaikan dengan perubahan fisik seiring terjadinya penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi. Hal ini tidak dikaitkan dengan penyakit, tetapi hal ini adalah normal.

b. Menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan

Lansia umumnya pensiun dari pekerjaan purna waktu, dan oleh karena itu mungkin perlu untuk meyesuaikan dan membuat perubahan karena hilangnya peran bekerja.

c. Menyesuaikan terhadap kematian pasangan

Mayoritas lansia dihadapkan pada kematian pasangan, teman, dan kadang anaknya. Kehilangan ini sering sulit diselesaikan, apalagi bagi lansia yang menggantungkan hidupnya dari seseorang yang meninggalkannya dan sangat berarti bagi dirinya.

d. Menerima diri sendiri sebagai individu lansia

Beberapa lansia menemukan kesulitan untuk menerima diri sendiri selama penuaan. Mereka dapat memperlihatkan ketidakmampuannya sebagai koping dengan menyangkal penurunan fungsi, meminta cucunya untuk tidak

memanggil mereka “nenek” atau menolak meminta bantuan dalam tugas yang

menempatkan keamanan mereka pada resiko yang besar.

e. Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup

Lansia dapat mengubah rencana kehidupannya. Misalnya kerusakan fisik dapat mengharuskan pindah ke rumah yang lebih kecil dan untuk seorang diri.

f. Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa

Lansia sering memerlukan penetapan hubungan kembali dengan anak-anaknya yang telah dewasa.

g. Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup

Lansia harus belajar menerima akivitas dan minat baru untuk mempertahankan kualitas hidupnya. Seseorang yang sebelumnya aktif secara sosial sepanjang hidupnya mungkin merasa relatif mudah untuk bertemu orang baru dan mendapat minat baru. Akan tetapi, seseorang yang introvert dengan sosialisasi terbatas, mungkin menemui kesulitan bertemu orang baru selama pensiun.

2.2.3 Masalah Fisik yang Sering Ditemukan pada Lansia

Menurut Azizah (2011), masalah fisik yang sering ditemukan pada lansia adalah:

a. Mudah Jatuh

Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat kejadian yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring atau terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka.

b. Mudah Lelah

Disebabkan oleh:

a) faktor psikologis (perasaan bosan, keletihan atau perasaan depresi) b) gangguan organis

c) pengaruh obat-obatan.

c. Berat Badan Menurun

Disebabkan oleh:

a) Pada umumnya nafsu makan menurun karena kurang gairah hidup atau kelesuan

b) Adanya penyakit kronis

c) Gangguan pada saluran pencernaan sehingga penyerapan makanan terganggu.

d. Sukar Menahan Buang Air Besar

Disebabkan oleh:

a) Obat-obat pencahar perut b) Keadaan diare

c) Kelainan pada usus besar

e. Gangguan pada Ketajaman Penglihatan

Disebabkan oleh: a) Presbiop

b) Kelainan lensa mata (refleksi lensa mata kurang) c) Kekeruhan pada lensa (katarak)

d) Tekanan dalam mata yang meninggi (glaukoma)

2.2.4 Penyakit yang Sering Dijumpai pada Lansia

Menurut Azizah (2011), dikemukakan adanya empat penyakit yang sangat erat hubungannya dengan proses menua yakni:

a. gangguan sirkulasi darah, seperti : hipertensi, kelainan pembuluh darah, gangguan pembuluh darah di otak (koroner) dan ginjal.

b. gangguan metabolisme hormonal, seperti: diabetes mellitus, klimakterium, dan ketidakseimbangan tiroid.

c. gangguan pada persendian, seperti osteoartitis, gout arthritis, atau penyakit kolagen lainnya.

d. berbagai macam neoplasma.

2.2.5 Identifikasi Candida albicans

a. Makroskopik

Identifikasi secara makroskopik disini berfungsi untuk melihat morfologi dari Candida albicans. Prosedur yang digunakan untuk penilaian makroskopik Candida albicans melalui proses penumbuhan jamur pada media. Jamur candida

umumnya tumbuh dalam suhu kamar (25oC-30oC) dan suhu 37°C pada agar Sabouraud glukosa dengan atau tanpa

antibiotika untuk menekan pertumbuhan bakteri, biasanya digunakan kloramfenikol. Dalam 24-48 jam terbentuk koloni bulat, basah, mengkilat seperti koloni bakteri, berukuran sebesar kepala jarum pentul. Satu sampai dua hari kemudian, koloni lebih besar,putih kekuningan. Pada sediaan langsung dari Candida albicans ditemukan klamidospora. Mula-mula permukaan koloni halus, licin, lama kelamaan berkeriput dan berbau ragi. Candida albicans membentuk germ-tube seperti kecambah bila diinkubasi 2 jam dengan serum pada suhu 37°C dan membentuk klamidospora bila ditanam pada beberapa media khusus misalnya medium agar tepung jagung (Ramali dan Werdani, 2001).

b. Mikroskopik

Setelah penilaian secara makroskopik, identifikasi dilanjutkan secara mikroskopik. Koloni yang tumbuh pada media, dibuat sediaan, membersihkan obyek glass dengan alcohol 70%, diatas obyek glass ditetesi dengan KOH 10% atau dapat diwarnai dengan pewarnaan Gram kemudian ditutup dengan over glass, dan selanjutnya dilihat di bawah mikroskop, yang dapat dilihat adalah sel-sel ragi, blastospora dan hifa semu (pseudohifa) berbentuk oval, bulat, lonjong atau bulat lonjong dengan sel anakan, dan berbentuk filament, berkembang biak dengan memperbanyak diri dengan spora yang tumbuh dari tunas disebut blastospora (Koes Irianto, 2003).

c. Prosedur persiapan sampel urine

2) Membersihkan labia dengan air bersih.

3) Keluarkan urine, aliran urine yang pertama dibuang. Aliran urine selanjutnya ditampung dalam wadah steril yang disediakan.

Dokumen terkait