• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Laporan Hasil Penelitian

Nama Dina

Usia 29 tahun

Asal kota Sokaraja

Pendidikan SD

Status Menikah

Tempat tinggal Kost Awal bekerja Tahun 2003

Jumlah anak Dua (empat tahun dan sebelas bulan)

Sebagai seorang ibu dari dua putranya, Dina lebih menyukai tinggal di rumah dan mengurus kedua anaknya. Namun, kebutuhan hidup rumah tangganya

tidak tercukupi hanya dengan gaji dari suami. Maka, dia memutuskan untuk bekerja. Sebelum bekerja di salon F, pernah bekerja di salon yang mengkhusukan potong rambut dan rias pengantin. Melalui perincian lebih lanjut, pernyataan-pernyataan yang dikemukakan subjek mampu mencerminkan kebutuhan fisiologis sampai dengan aktualisasi diri. Adapun hasil wawancara yang dilakukan dengan Dina dapat dideskripsikan, sebagai berikut:

Tabel 4.1.

Rekapitulasi Hasil Wawancara dengan Subyek 1

Kebutuhan Kutipan Wawancara Analisis

Kebutuhan Fisiologis

Aku penginnya tidak melakukan jasa plus-plus, tapi karena pendapatan dari salon minim, .. ya terpaksa pekerjaan itu kulakukan. Sing penting aku ra sampe kekurangan mbayar kebutuhan bulananku ………....……… (W.I/No.26) Mungkin karena lingkungan. Waktu itu niatku Cuma mau manis-manis aja sama tamu. Kok mereka (teman-teman) bisa dapat tamu banyak. Waktu itu aku penginnya nggak ingin terjun di situ………...……. (W.I/No.12) Mendapatkan uang Mendapatkan Pelanggan banyak Kebutuhan akan keselamatan

Aslinya aku takut lho mas ….. Soale kan ngga tau kebersihan tamu itu gimana. Tapi kadang karena dah terlanjur, aku cuma berpikiran dengan pake pengaman, resiko ketularan penyakit bisa diatasi ………....……… (W.I/No.14) Takut penyakit karena ketidakjelasan kebersihan pelanggan Kebutuhan akan memiliki & cinta

Dulu aku sampe pernah selingkuh. Tapi tiap hari aku terus kepikiran resikonya. Setelah tak timbang-timbang, akhirnya nggak tak terusin …………. (W.I/No.31)

Selingkuh sebagai bentuk rasa memiliki & cinta

Paling kalau pergi bareng-bareng itu kalau misalnya ee.. sesama kapsternya ada yang syukuran. Ada apa tuh baru bareng ……….………. (W.I/No.40)

Kebersamaan sebagai bentuk rasa memiliki & cinta

Kebutuhan akan

penghargaan

Aku kerja di sini kan karena aku punya kemampuan kerja di salon, seperti motong, creambath atau facial ... Jadi nggak bener

Membutuhkan penghargaan atas skill yang

kalo dikatakan aku kerja di sini semata-mata untuk melayani plus-plus. Malah kalo bisa gak usah pakelah layanan kayak gitu….……… (W.I/No.15)

dimiliki

Kebutuhan akan aktualisasi diri

Saya punya rencana pengin buka salon sendiri. Terutama di bidang rias. Ya pokoknya nelatenin yang seperti itu aja. Mungkin seandainya saya udah punya modal, penginnya saya buka sendiri………. (W.I/No.57)

Membutuhkan penyaluran atas potensi dan skill yang dimiliki

Tabel di atas memberikan gambaran kebutuhan psikologis dari Dina dalam menjalani profesinya sebagai salah satu kapster di salon plus. Berikut ini disajikan analisis atas tabel di atas dengan mengacu pada konsep teori hirarki Abraham Maslow.

a. Kebutuhan Fisiologis

Berdasarkan tinjauan kebutuhan fisiologis, Dina cenderung menyatakan bahwa motivasi kerjanya di salon plus lebih didasari oleh kebutuhan mendapatkan uang guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini tercermin dari pernyataannya yang menyebutkan bahwa dalam menjalani pekerjaan sebagai pelacur, motivasi utamanya adalah menambah penghasilan yang diterimanya dari salon yang cenderung minim sehingga dapat menutupi kebutuhannya selama satu bulan, seperti pada kutipan:

W.I/No.26 … Aku penginnya tidak melakukan jasa plus-plus, tapi karena pendapatan dari salon minim, .. ya terpaksa pekerjaan itu kulakukan. Sing penting aku ra sampe kekurangan mbayar kebutuhan bulananku.

Kebutuhan fisiologis Dina yang utama adalah materi yang didorong oleh minimnya jumlah penghasilan rutin yang didapatkan dari profesinya sebagai

keinginannya untuk mendapatkan satu situasi dimana dia dapat bekerja secara normal dan memenuhi kebutuhan sehari-harinya tanpa melayani pijat plus.

Hal tersebut terungkap dari pengakuannya bahwa dalam menjalani profesinya, pada awalnya Dina tidak memiliki niatan untuk terjun sebagai pelacur. Pengalaman dia sebelumnya yang bekerja sebagai tukang potong rambut serta perias manten di salon lain selama lima tahun menegaskan bahwa Dina memiliki kompetensi yang memadai sebagai kapster. Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa pilihan profesi kapster yang diambil oleh Dina pada dasarnya merupakan aktualisasi potensi skillnya di bidang kapster, bukan semata-mata karena ingin berprofesi sebagai pelacur.

Namun, minimnya penghasilan sebagai kapster telah membawa Dina pada situasi yang sulit. Terlebih lagi, Dina berasal dari keluarga yang memiliki latar belakang ekonomi lemah. Gambaran akan minimnya penghasilan sebagai kapster murni terungkap dari pernyataannya yang menyebutkan bahwa penghasilan yang diterimanya sebagai kapster senantiasa habis untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa ada kesempatan untuk menabung. Berangkat dari kondisi tersebut, Dina melihat salah satu peluang untuk meningkatkan penghasilannya dari salon tersebut adalah dengan menawarkan jasa layanan plus.

Situasi lingkungan kerja juga dikatakan telah turut berperan dalam mendorongnya untuk mendapatkan pelanggan dengan cara-cara sebagaimana layaknya yang dilakukan oleh pelacur, seperti pada kutipan:

W.I/No.12 ….. Mungkin karena lingkungan. Waktu itu niatku Cuma mau manis- manis aja sama tamu. Kok mereka (teman-teman)

bisa dapat tamu banyak. Waktu itu aku penginnya nggak ingin terjun di situ.

.

Pernyataan Dina di atas menegaskan bahwa faktor lingkungan merupakan salah satu penyebab dia menjalani profesi ganda sebagai kapster sekaligus pelacur. Di satu sisi dia dihadapkan pada adanya kebutuhan mendapatkan materi yang memadai, namun di sisi lain realita iklim kerja di salon plus tersebut telah membentuk pola pikirnya untuk mendapatkan banyak pelanggan dengan berbagai cara, termasuk cara yang lazim digunakan oleh pelacur.

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa faktor kebutuhan akan materi menjadi pendorong utama bagi Dina dalam menjalani profesi gandanya sebagai kapster sekaligus merangkap sebagai pelacur. Hal tersebut juga menunjukkan motivasi terbesarnya bekerja di salon plus bukan untuk mendapatkan kepuasan sebagai pelacur melainkan mendapatkan materi.

b. Kebutuhan akan Keselamatan

Hasil wawancara menunjukkan bahwa Dina termasuk orang yang cenderung memperhatikan keselamatan dirinya dalam bekerja. Tuntutan akan materi yang memadai tidak selalu menuntunnya pada tindakan pelacuran sebagaimana layaknya dilakukan oleh pelacur. Dalam hal ini Dina termasuk cukup selektif karena terlihat dari seringnya menolak untuk melakukan hubungan seks dengan pengunjung. Jika ada yang meminta, terlebih dulu dia akan menawarkan kepada temannya. Dalam beberapa kesempatan, Dina berinisiatif memberikan harga yang tinggi dengan harapan tamu akan menolaknya. Hal ini dilakukan dengan alasan khawatir bila tertular penyakit

kelamin karena dalam benaknya, tidak semua tamu memiliki latar belakang kesehatan yang baik.

Namun demikian Dina juga tidak menyangkal jika sesekali dia juga menjajakan diri sebagai pelacur, sebagaimana disebutkan pada pernyataan berikut:

W.I/No.14 …. Aslinya aku takut lho mas ….. Soale kan ngga tau kebersihan tamu itu gimana. Tapi kadang karena dah terlanjur, aku cuma berpikiran dengan pake pengaman, resiko ketularan penyakit bisa diatasi.

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa meskipun Dina memberikan layanan plus kepada tamunya, Dina tetap mengedepankan kehati-hatian. Dalam konteks ini, pemikirannya hanya sebatas cukup dengan menggunakan pengaman untuk mengurangi resiko tertular penyakit kelamin.

Dalam perspektif lain, kebutuhan Dina akan keselamatan juga diarahkan pada keselamatan dari penilaian negatif orang lain akan profesi gandanya sebagai kaspter sekaligus pelacur. Dalam konteks ini, Dina mencoba untuk mengurangi resiko atas keselamatannya tersebut, Dina melakukan beberapa upaya seperti bersikap acuh terhadap penilaian tetangga akan pekerjaan yang dijalani dalam upaya untuk menjaga martabatnya. Dina juga berupaya untuk merahasiakan pijat plus dari suami. Selain itu, pada saat bulan puasa, pakaian yang dikenakan lebih tertutup serta salon tutup lebih awal. Cara ini dilakukan untuk menghindari razia yang umum terjadi.

c. Kebutuhan akan Memiliki dan Cinta

Berdasarkan tinjauan kebutuhan akan memiliki dan cinta, Dina cenderung menyatakan bahwa gairah kerjanya di salon plus juga didorong oleh

adanya kebutuhan akan rasa memiliki dan rasa cinta kasih. Dalam konteks ini, kebutuhan akan rasa memiliki dan rasa cinta kasih dapat diperoleh dari keakraban hubungan di antara sesama karyawan salon maupun dari intensitas hubungan yang terjalin antara karyawan salon dengan tamunya.

Intensitas hubungan antara karyawan salon dengan tamunya biasanya berawal dari keakraban yang dimulai sejak pertama kali kenalan di salon. Dalam upaya untuk mendapatkan banyak pengunjung, biasanya para karyawan salon mencoba bersikap manis kepada setiap tamu dan biasanya mendapatkan respon yang positif dari para tamu. Dari situ pulalah biasanya layanan pijat plus berawal.

Demikian juga halnya dengan Dina yang berusaha membangun pola interaksi yang penuh keakraban dengan tamunya dengan cara bersikap terbuka kepada tamu, mengobrol seputar pekerjaan, keluarga hingga masalah pribadi. Bahkan terkadang keakraban tersebut berlanjut di luar salon, baik yang diwujudkan dengan melakukan kencan maupun sebatas intensif berkomunikasi melalui telepon dan sms.

Bahkan intensitas hubungan yang semakin tinggi terkadang membawa Dina pada perselingkuhan. Perselingkuhan tersebut ada yang sempat terjalin beberapa waktu. Namun mengingat status Dina sebagai wanita bersuani, pada akhirnya hubungan tersebut tidak dapat dilanjutkan lagi. Hal ini dinyatakan Dina, seperti pada kutipan:

W.I/No.31 …... Dulu aku sampe pernah selingkuh. Tapi tiap hari aku terus kepikiran resikonya. Setelah tak timbang-timbang, akhirnya nggak tak terusin.

Tema pembicaraan dengan teman kapster dan pemilik salon juga sama yang dibicarakan dengan pengunjung. Dina sendiri mengakui bahwa mereka sudah layaknya keluarga. Hal ini bisa terjadi salah satunya karena jam kerja mereka bersama mencapai sebelas jam. Kekeluargaan yang terjalin terlihat dalam acara syukuran yang diadakan salah satu dari mereka. Kunjungan bersama dan menikmati liburan juga hal lainnya. Mereka pernah pergi berlibur ke Tawangmangu, seperti pada kutipan:

W.I/No.40 …. Paling kalau pergi bareng-bareng itu kalau misalnya ee.. sesama kapsternya ada yang syukuran. Ada apa tuh baru bareng.

Gambaran di atas menunjukkan bahwa bagi Dina, suasana keluargaan yang didapatkannya dari teman kerja di salon maupun dari tamu atau pelanggan salon merupakan hal penting yang menentukan gairahnya dalam bekerja. Kebutuhan ini di satu sisi telah menciptakan kondisi interaksi yang sangat intensif dengan tamu dan selanjutnya tidak jarang berimbas pada terciptanya pelayanan sebagai pelacur.

Adapun bentuk aktualisasi diri Dina sebagai seorang ibu, Dina membeli kebutuhan susu anaknya serta membayar pengasuh anak dari gajinya.

d. Kebutuhan akan Penghargaan

Berdasarkan tinjauan kebutuhan akan penghargaan, Dina menyatakan bahwa sebagai manusia biasa, dia juga memiliki keinginan untuk mendapatkan penghargaan baik dalam kapasitasnya sebagai karyawan salon maupun dalam kapasitasnya sebagai pribadi. Kebutuhan akan penghargaan ini dapat diperoleh dari pengakuan dari majikan serta teman kerja akan kemampuan yang

dimilikinya dan biasanya berimbas pada tanggung jawab pekerjaan yang diembannya.

Dalam konteks profesi sampingan sebagai pelacur, perasaan ingin dihargai tersebut menjadi hal yang menghambat intensitas dirinya terjun menjalani profesi sampingannya. Berbekal kemampuan di bidang salon yang dimilikinya, Dina cenderung lebih memilih melayani tamu sesuai dengan kompetensinya di bidang salon daripada memberikan layanan lebih sebagai pelacur. Hal ini terbukti dari pernyataannya:

W.I/No.15 …. Aku kerja di sini kan karena aku punya kemampuan kerja di salon, seperti motong, creambath atau facial ... Jadi nggak bener kalo dikatakan aku kerja di sini semata-mata untuk melayani plus-plus. Malah kalo bisa gak usah pakelah layanan kayak gitu….

Pernyataan tersebut menekankan relevansi kemampuan yang dimilikinya dengan jenis pekerjaan yang sebenarnya hendak digeluti di salon. Di sini dijelaskan bahwa layanan plus-plus bukanlah hal utama yang hendak diprioritaskan dalam profesinya sebagai kapster. Oleh karena itu, Dina merasa lebih senang bila mendapat pengunjung yang hanya datang untuk sekedar pijat. Jenis pengunjung yang tak disukainya adalah mereka yang sewaktu dipijat memegang-megang tubuhnya.

Gambaran di atas menunjukkan bahwa Dina lebih mengedepankan pengakuan orang atas kemampuan utamanya di bidang salon daripada pelayanan sebagai pelacur yang terkadang dilakukannya. Hal ini berarti bahwa Dina menganggap sangat penting terhadap kebutuhan untuk dihargai secara wajar sesuai dengan profesinya.

e. Kebutuhan akan Aktualisasi Diri

Dina memiliki harapan untuk suatu saat dapat berusaha secara mandiri. Oleh sebab itu dalam pemikirannya, dengan bekerja di salon Dina dapat mengumpulkan modal untuk usaha secara bertahap, seperti pada pernyataan:

W.I/No.57 …. Saya punya rencana pengin buka salon sendiri. Terutama di bidang rias. Ya pokoknya nelatenin yang seperti itu aja. Mungkin seandainya saya udah punya modal, penginnya saya buka sendiri.

Pernyataan di atas menggambarkan harapan Dina dalam bekerja di salon adalah untuk mengembangkan potensi dirinya agar bermanfaat bagi keluarganya, terutama anaknya. Selain itu, Dina juga memiliki obsesi untuk suatu saat dapat mengaktualisasikan potensi dirinya dengan membuka usaha mandiri di bidang salon. Baginya, profesi sebagai kapster di salon merupakan rintisan awal bagi tercapainya obsesi tersebut.

2. Subyek II

Nama Wulan

Usia 29 tahun

Asal kota Magelang

Pendidikan SMP

Status Janda

Tempat tinggal Kost Awal bekerja Tahun 2006

Status pernikahan Wulan adalah nikah siri dan telah bercerai. Namun meskipun masih mendapatkan nafkah dari mantan suami, Wulan perlu bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Apalagi setelah mempunyai seorang anak.

Tabel 4.2.

Rekapitulasi Hasil Wawancara dengan Subyek 2

Kebutuhan Kutipan Wawancara Analisis

Kebutuhan Fisiologis

Kan buat cari tambahan, mbantu-mbantu suami. Misalpun ada kerjaan lain ya kerja lain. Karena sekarang susah cari kerjaan ya.. untuk cari tambahan ya.. mungkin sementara kerja di salon dulu ……….. (W.II/No.55) Ya karena gimana ya.. ya karena ya.. karena di salon tuh lebih enak. Maksudnya lebih enak kan nyantai. Kita kalau ada tamu dikerjain, kalau ngga ada tamu kita cuman duduk-duduk. Gitu. Saya tuh lebih asyik, badan lebih terawat, ngga terlalu cape ………. (W.II/No.50) Mendapatkan uang Mendapatkan kenyamanan dalam bekerja Kebutuhan akan keselamatan

Ya selama ini sih aku merasa aman-aman aja karena aku kerja di tempat yang bener, yaitu salon. Kan orang pada tahu salon itu tempat apaan..?………. (W.II/No.53)

Mendapatkan status kerja yang jelas Kebutuhan akan memiliki & cinta

Ya udah apa ya… deket banget lah, seperti kakak adik, seperti keluarga, sepeti kakak beradik ……… (W.II/No.28) Kebersamaan sebagai bentuk penyaluran rasa memiliki & cinta Kebutuhan akan penghargaan

Tapi kalau murah kan ya menyangkut harga diri kita. Jadi ya.. jadi.. wajar-wajar. Sejajar gitu lho ……… (W.II/No.9)

Membutuhkan penghargaan atas palayanan yang diberikan Kebutuhan akan aktualisasi diri

Ya kadang pengin nabung. Ya cuman itu. Buat nanti sewaktu-waktu perlu uang ………. (W.II/No.58)

Ingin memiliki tabungan untuk kebutuhan mendadak.

Tabel di atas memberikan gambaran kebutuhan psikologis dari Wulan dalam menjalani profesinya sebagai salah satu kapster di salon plus. Berikut ini disajikan analisis atas tabel di atas dengan mengacu pada konsep teori hirarki Abraham Maslow.

a. Kebutuhan Fisiologis

Berdasarkan tinjauan kebutuhan fisiologis, Wulan cenderung menyatakan bahwa motivasi kerjanya di salon plus lebih didasari oleh kebutuhan mendapatkan uang guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Meskipun diakuinya bahwa dia masih mendapatkan nafkah dari mantan suaminya, Wulan merasa perlu mencari penghasilan tambahan, sebagaimana dinyatakan:

(W.II/No.55) ….. Kan buat cari tambahan, mbantu-mbantu suami. Misalpun ada kerjaan lain ya kerja lain. Karena sekarang susah cari kerjaan ya.. untuk cari tambahan ya.. mungkin sementara kerja di salon dulu.

Sebagai seorang istri yang telah bercerai dengan suaminya tetapi masih mendapatkan nafkah materiil, keinginan Wulan untuk bekerja di salon menunjukkan adanya hasrat Wulan untuk mendapatkan materi lebih.

Selain itu, kebutuhan fisiologis lainnya yang dapat diungkapkan adalah adanya keinginan Wulan untuk bekerja dalam situasi yang nyaman dari tekanan pekerjaan. Hal ini nampak dari pernyataannya sebagai berikut:

W.II/No.50 … Ya karena gimana ya.. ya karena ya.. karena di salon tuh lebih enak. Maksudnya lebih enak kan nyantai. Kita kalau ada tamu dikerjain, kalau ngga ada tamu kita cuman duduk-duduk. Gitu. Saya tuh lebih asyik, badan lebih terawat, ngga terlalu cape.

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa bagi Wulan, keinginannya untuk mendapatkan materi lebih sebanding dengan hasratnya untuk

mendapatkan pekerjaan yang dapat dijalani dengan relatif santai tanpa ada tekanan yang berat. Bagi Wulan, suasana kerja di salon menawarkan kedua hal tersebut, yaitu kecukupan materi serta kenyamanan bekerja.

Dalam konteks fisiologis ini, terlihat bahwa bagi Wulan salon merupakan alternatif tempat kerja yang dapat memenuhi kebutuhannya, utamanya yang berkenaan dengan kecukupan materi serta kenyamanan bekerja. Profesi sambilan sebagai pelacur yang dijalaninya bisa jadi memang memberikan tambahan materi yang tidak kecil, sehingga dapat memberikan dorongan yang lebih besar lagi untuk bertahan dan menekuni profesinya saat ini. Jika dikaitkan dengan kenyamanan dalam bekerja, profesi pelacur mungkin bisa juga dianggap memberikan kenyamanan tersendiri bagi Wulan.

b. Kebutuhan akan Keselamatan

Berdasarkan tinjauan kebutuhan akan keselamatan, Wulan cenderung menyatakan bahwa motivasi kerjanya di salon plus lebih didasari oleh pemahamannya bahwa dirinya merasa aman dengan bekerja di salon. Hal ini bisa dipahami mengingat status salon sebagai sebuah tempat usaha yang legal baik secara sosial maupun hukum. Artinya, Wulan berpendapat jika bekerja di salon, aktivitas layanan plus yang kadang diberikan kepada sebagian tamu relatif dapat ditutupi dan tidak terkena sanksi sosial secara langsung. Dalam hal ini, keamanan ataupun keselamatan tersebut lebih diarahkan pada tinjauan normatif sosiologis, yaitu menyangkut penilaian dari keluarga dan masyarakat. Sebagaimana dikatakannya:

W.II/No.53 … Ya selama ini sih aku merasa aman-aman aja karena aku kerja di tempat yang bener, yaitu salon. Kan orang pada tahu salon itu tempat apaan..?

Keluarga sebenarnya tidak akan memperbolehkan bila mengetahui di salon tersebut memberikan pijat plus. Begitu juga suaminya akan melarang. Kepada suami, Wulan berusaha meyakinkan bahwa tidak semua pengunjung meminta pijat plus dan dia cukup mendapat uang meski tidak melakukannya, seperti yang nampak pada pernyataan sebagai berikut:

W.II/No.46 … Karena yang masuk salon kan ngga semua harus kayak gitu. Kan engga. Kalau kita niatnya kerja gini-gini kita kan juga dapet duit soale kan yang punya salon ngga meng mengharuskan kerja kayak gitu. Terus suami ya.. terpaksa boleh ngga boleh, akhirnya memperbolehkan. Kebutuhan akan keselamatan yang terkait dengan keterampilan mendapatkan nafkah terungkap dalam pernyataannya sebagai berikut:

W.II/No.55 … Kan buat cari tambahan, mbantu-mbantu suami. Misalpun ada kerjaan lain ya kerja lain. Karena sekarang susah cari kerjaan ya.. untuk cari tambahan ya.. mungkin sementara kerja di salon dulu.

Meskipun mendapat nafkah dari mantan suami, namun Wulan memilih untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Wulan memilih bekerja di salon karena merasa sulit menemukan pekerjaan di tempat lain.

c. Kebutuhan akan Memiliki dan Cinta

Berdasarkan tinjauan kebutuhan akan memiliki dan cinta, Wulan merasa memperoleh rasa memiliki dan cinta dan kasih sayang dengan bekerja di salon. Kebutuhan akan memiliki dan cinta dengan pelanggan nampak dari pembicaraan sewaktu pijat berlangsung. Tema yang dibicarakan seputar

keluarga dan pekerjaan. Wulan merasa lebih nyaman dengan pelanggan dibanding dengan pengunjung baru, seperti pada pernyataan:

W.II/No.15 … Kalau udah langganan kita enak. Mau ngapa-ngapain kan kita udah saling kenal. He eh kan? Jadi kan ngobrol. Apa yang diobrolin.. apa yang itu kita kan udah.. udah.. itu ya.. sreg kayae. Udah itu kayak.. udah akrab gitu lho.

Kedekatan Wulan dengan pelanggan juga terjalin di luar jam kerja dalam bentuk sms. Tapi, sms yang dibalas yang berkaitan dengan permasalahan pribadi yang dihadapi pelanggan. Dia menolak ajakan keluar dari pelanggan, seperti pada pernyataan:

W.II/No.18 … Lha makane aku nek sekedar curhat lewat sms apa ya tek balesi karena kita berteman. Tapi kalau melebihi.. kalau kita keluar main, karena kita yang ngga penting-penting.. ya aku ngga bisa, ngga mau.

Wulan merasa dekat dengan teman-teman kapster dan pemilik salon. Tema yang dibicarakan seputar keluarga masing-masing. Meskipun pemilik hanya beberapa jam di salon tapi Wulan tetap merasa dekat. Sedangkan pada teman-temannya dianggap selayaknya keluarga, seperti pada pernyataan:

W.II/No.28 … Ya udah apa ya… deket banget lah, seperti kakak adik, seperti keluarga, sepeti kakak beradik.

Berdasarkan tinjauan kebutuhan akan aktualisasi diri, Wulan menyiratkan keinginannya untuk berharga dan bermanfaat bagi keluarganya. Kebutuhan aktualisasi diri Wulan dengan bekerja sebagai kapster saat ini adalah membelikan susu untuk anaknya. Sedangkan di masa mendatang untuk bisa menyekolahkan anak. Selain itu, dia belum memiliki kebutuhan lain. Keinginan Wulan ini didukung juga dengan sikapnya yang begitu memperdulikan anaknya, seperti pada pernyataan:

Dokumen terkait