• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

6. Larangan Berjudi

Menjadi anggota masyarakat harus pandai-pandai memilih teman, bukan berarti angkuh atau sombong. Disamping itu kita harus mampu untuk diterima dalam lingkungan yang baik. Sedangkan lingkungan yang baik tentu saja tidak akan menerima orang lain dengan begitu mudah, namun mereka juga memilih orang-orang yang bertingkah laku baik yang diterima menjadi anggotanya. Dengan demikian jelaslah bahwa kita sebagai anggota masyarakat harus menunjukkan tingkah laku,

commit to user

tutur kata yang baik. Dalam bertingkah laku hendaknya menunjukkan tingkah laku yang sopan, dalam berbicara janganlah menjelek-jelekan orang lain sehingga mengakibatkan orang lain sakit hati dan marah. Apabila kita tidak melakukan hal-hal yang demikian kita akan disenangi oleh orang lain dan diterima sebagai anggota dari masyarakat yang baik. Sebaliknya apabila seseorang selalu melakukan perbuatan yang tidak terpuji, misalnya main (judi), minum (mabuk), medok (berzina), maling (mencuri), dan sebagainya yang pada intinya mengakibatnya keresahan masyarakat sekitarnya sebagai akibat orang tersebut akan dibenci oleh masyarakat bahkan diasingkan.

Ajaran di dalam SM, ada pula yang berbentuk larangan untuk berjudi. Dalam Ensiklopedi Indonesia judi diartikan sebagai suatu kegiatan pertaruhan untuk memperoleh keuntungan dari hasil suatu pertandingan, permainan atau kejadian yang hasilnya tidak dapat diduga sebelumnya. Judi adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai, dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak atau belum pasti hasilnya.

SM adalah salah satu naskah lama yang melarang keras perjudian dilakukan oleh manusia (masyarakat) selain dapat mendatangkan dosa dapat juga merusak moral para pemainnya. Di dalam KUHP pasal 30 ayat 3 mengartikan judi sebagai tiap-tiap permainan yang mendasarkan pengharapan untuk menang, pada umumnya bergantung kepada untung-untungan saja, dan juga kalau harapan itu jadi bertambah

commit to user

besar karena kepintaran dan kebiasaan permainan. Termasuk juga permainan judi adalah pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain, yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau bermain itu. Demikian juga segala permainan lain-lainnya.

Hendaknya tidak bergaul dengan seorang penjudi, karena didalam SM dijelaskan bahwasanya apabila seseorang yang pada awalnya bertingkah laku baik sekalipun apabila bergaul dengan penjudi dikhawatirkan terpengaruh untuk ikut berjudi. Penjudi diibaratkan seperti menggali lubang, lama-kelamaan harta benda yang dimilikinya akan habis dengan sendirinya. Diumpamakan pula seperti menyendok jenang bekatul, diibaratkan menyendok dipilih yang dingin terlebih dahulu dari yang dibagian tepi kebagian tengah, lama-lama akan habis kesemuannya. Berjudi membuat seseorang buta akan segala-galanya, bahkan sampai tidak ingat apa- apa termasuk keluarga yang dimiliki bahkan harga dirinya sendiri, bahkan apabila telah mendarah daging berjudi dapat merusak kehidupan bermasyarakat. Demikian pula taruhan dalam berjudi, sebagai taruhan pada awalnya mengambil harta pribadi (keluarga) setelah keluarga waspada, menjalar ke harta-harta yang lainnya, lama kelamaan semakin berani, hingga pada akhirnya hanya karena untuk menyediakan taruhan saja, sampai-sampai apabila sudah tidak memiliki harta benda lagi, akhirnya menjadi pencuri, perampok, penyamun, dan penjambret, seperti yang dikutip pada Pupuh II bait 22 sampai 25 sebagai berikut :

Kutipan :

Kakanca kakancuhira/ kamomor yogyane brindhil/ bebotoh sasta seredan/ kaping tri kasengsem ringgit/ luwange nguni-uni/ lir nyuru jenang bekatul/

commit to user

saking pinggir manengah/ ingkang asrep den ubengi/ toging ngendhon ngengehan telas sadaya//

Terjemahan :

Berteman dengan orang yang suka berjudi, akan terbawa dan terpengaruh judi pula, serta pendadu tergila pada tandek, seperti menggali lubang, lama-lama habis hartanya, bagaikan menyenduk jenang bekatul dipilih yang dingin dari tepi kemudian ke tengah, lama-lama habis semuanya.

Kutipan :

Bebotoh judi mangkana/ met darbeking kang sudarmi/ cinolong lamun tan angsal/mrambat kulawarga neki/ warga wus mrayitnani/ narajang mring tangganipun/ saya wuwuh jajahan/ wuwuh gendhing wuwuh wani/ wuwuh akal wuwuh keh kang nunggal karsa//

Terjemahan :

Demikian pula taruhan dalam berjudi diambil milik ayahnya, jika tidak diperbolehkan kemudian dicuri, menjalar pada milik tetangganya, bila tetangga telah waspada, sehingga tidak dapat diambil, kemudian mengambil milik yang lainnya lagi. Semakin bertambah dan teman sehaluan pun semakin banyak. Kutipan :

Temah ngecu (m)begal ngampak/ memet nyebrot nayap ngutil/ saking nora bisa nyegah/ botohan lan seredneki/ myang blanja marang ringgit/ semune owel yen mutung/ yekti iku marganya/ poma aja anglakoni/ yen nglakoni pacangan dadi prantean//

Terjemahan :

Hal itu karena tak dapat menahan berjudi dan bercandu, serta membayar tandak, kemudian merampok, membegal dan mencuri serta menjambret, mencopet. Tindakan semacam itu jangan dilakukan. Jika dijalankan maka akan menjadi orang hukuman.

Dalam urusan halal dan haram agama Islam mengatakan judi adalah setiap permainan yang mengandung untung atau rugi bagi pelakunya, dengan demikian dalam berjudi terdapat tiga unsur : adanya harta atau materi yang dipertaruhkan, ada

commit to user

suatu permainan yang digunakan yang menentukan baik pihak yang menang dan yang kalah, dan yang terakhir adalah pihak yang menang mengambil harta (sebagian atau seluruhnya atau kelipatan) yang menjadi taruhan (murahanah) sedang pihak yang kalah akan kehilangan hartanya.

Unsur-unsur yang berbeda juga dijelaskan di dalam Pasal 303 ayat (3) secara detil dijelaskan, bahwa di dalam berjudi terdapat tiga unsur agar suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai judi. Pertama adalah permainan atau perlombaan itu sendiri. Jadi dilakukan semata-mata untuk bersenang-senang atau kesibukan untuk mengisi waktu senggang guna menghibur hati jadi bersifat rekreatif, namun di sini para pelaku tidak harus terlibat dalam permainan. Kedua adalah untung-untungan, artinya untuk memenangkan permainan atau perlombaan ini lebih banyak digantungkan kepada unsur spekulatif atau kebetulan atau untung-untungan, atau faktor kemenangan yang diperolah dikarenakan kebiasaan atau kepintaran pemain yang sudah sangat terbiasa atau terlatih. Ketiga yaitu ada taruhan, dalam permainan atau perlombaan ini ada taruhan yang dipasang oleh pihak pemain atau bandar baik dalam bentuk uang ataupun harta benda lainnya. Bahkan terkadang istripun bias dijadikan taruhan. Akibat adanya taruhan maka tentu saja ada pihak yang diuntungkan dan ada yang dirugikan. Unsur ini merupakan unsur yang paling utama untuk menentukan apakah sebuah perbuatan dapat disebut sebagai judi atau bukan judi.

Dalam bertingkah laku orang hendaknya tidak sembarangan, harus terlebih dahulu memikirkan akibat baik maupun buruknya dikemudian hari. Apabila sekiranya dari kata-kata yang dikeluarkan dan perbuatan yang dilakukan tidak

commit to user

mengena dihati masyarakat hendaknya jangan dilakukan. Misalnya, pada malam hari pada saat seluruh warga masyarakat sedang tidur, bukannya menjaga ketentraman warga tetapi malahan berjudi dan mabuk-mabukan, berjudi merupakan salah satu bentuk sampah masyarakat yang harus dibersihkan, walaupun pada saat sekarang berjudi masih menjadi salah satu hobby masyarakat, terutama mereka yang menjadi pengangguran.

Dokumen terkait