• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai-Nilai Budi Pekerti Di Dalam Serat Margawirya Karya Rmh. Jayadiningrat I ( Sebuah Tinjauan Bentuk, Fungsi, dan Makna )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Nilai-Nilai Budi Pekerti Di Dalam Serat Margawirya Karya Rmh. Jayadiningrat I ( Sebuah Tinjauan Bentuk, Fungsi, dan Makna )"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

NILAI-NILAI BUDI PEKERTI DI DALAM SERAT

MARGAWIRYA KARYA RMH. JAYADININGRAT I

( Sebuah Tinjauan Bentuk, Fungsi, dan Makna )

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Oleh :

NONIEK WIHARNIY C0107036

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

(3)
(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Noniek Wiharniy

NIM : C0107036

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul ”Nilai-nilai Budi Pekerti Di Dalam Serat Margawirya Karya RMH. Jayadiningrat I (Sebuah

Tinjauan Bentuk, Fungsi, dan Makna )” adalah benar-benar karya sendiri bukan

plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya dalam

skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya

bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang

diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Desember 2011

(5)

commit to user

MOTTO

”Kemarin adalah sejarah. Hari ini adalah anugerah. Kenanglah hari kemarin,

jangan sia-siakan hari ini, untuk hari esok yang lebih baik”

(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Almarhum ayahandaku tercinta, ibundaku

tercinta, dan keluarga besarku.

(7)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji Syukur ke-Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan rahmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul

“Nilai-nilai Budi Pekerti di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I

(Sebuah Tinjauan Bentuk, Makna,dan Fungsi )”. Skripsi ini disusun untuk

memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Segala hambatan dalam penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan dengan

baik berkat bimbingan, petunjuk serta bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu,

penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada:

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni

Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Supardjo, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas

Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

berkenan memberikan izin penulisan skripsi ini.

3. Dra. Dyah Padmaningsih, M. Hum., selaku Sekretaris Jurusan Sastra

Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberikan semangat

untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4. Dra. Sundari, M.Hum , selaku pembimbing I dengan ketegasannya telah

memberikan bimbingan, saran, dan nasihat demi terwujudnya skripsi ini.

5. Drs. Christiana D.W, M.Hum sebagai Pembimbing II atas ketelitian dan

(8)

commit to user

viii

6. Drs. Yohanes Suwanto, M.Hum, selaku Pembimbing Akademik yang terus

memberikan semangat dan masukan kepada penulis.

7. Bapak Ibu Dosen beserta staf Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya.

8. Kepada perpustakaan UNS, FSSR dan Reksa Pustaka Istana

Mangkunegaran, terimakasih atas pelayanannya selama penulis

membutuhkan referensi.

9. Ibundaku, kakak-kakakku tersayang, beserta keluargaku yang telah

membantu doa di dalam penyelesaian skripsi ini.

10.Muhammad Fahrur Rozi (Beck Donal), terima kasih untuk segenap rasa

ketulusan, dan kesabaran di dalam menemani, serta memberi semangat,

dukungan, dan doa sehingga aku bisa menyelesaikan skripsi ini.

11.Teman-teman penari yang tergabung di Sanggar Tari Soerya Soemirat

Istana Mangkunegaran dan Tim Besar Matah Ati, terima kasih atas

segenap suka duka yang kalian berikan di setiap langkahku, terimakasih

untuk dukungan moril dan semangatnya dan semoga kalian semua sukses.

12.Teman-teman Sastra Daerah angkatan 2007 terima kasih atas bantuan serta

dukungannya dan semoga sukses.

13.Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini,

semoga mendapat karunia dari Tuhan.

Semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis menjadikan

pahala dan mendapat balasan dari Allah SWT. Dalam penulisan skripsi ini,

(9)

commit to user

mengharap kritik dan saran guna menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap

semoga skripsi ini bermanfaat bagi diri penulis dan orang lain.

Surakarta, Desember 2011

(10)

commit to user

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..………... I

HALAMAN PERSETUJUAN………. ii

HALAMAN PENGESAHAN…………..……… iii

HALAMAN PERNYATAAN………. iv

HALAMAN MOTTO……….. v

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. vi

KATA PENGANTAR……….. vii

DAFTAR ISI……… x

DAFTAR SINGKATAN………. xiii

ABSTRAK……….……….. xvi

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang………... 1

B. Rumusan Masalah………... 7

C. Tujuan Penelitian………. 8

D. Manfaat Penelitian………... 9

1. Manfaat Teoritis……… 9

2. Manfaat Praktis……….. 9

BAB II LANDASAN TEORI……….. 11

A. Pengertian Tembang Macapat……….. 11

B. Pengertian Puisi……… 13

(11)
(12)

commit to user

3. Ajaran Orang Tua Dalam Mendidik Anak………

4. Ajaran Tidak Menjadi Dukun………...

5. Ajaran Menerima Tamu………..

6. Larangan Berjudi………

7. Larangan Mengadu Domba………

8. Ajaran Menjadikan Negara Makmur………..

C. Relevansi Ajaran Serat Margawirya Dengan Kehidupan

(13)

commit to user

B. Saran………... 116

DAFTAR PUSTAKA………... 118

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR SINGKATAN

BGRay : Bendara Gusti Raden Ayu

FSSR : Fakultas Sastra dan Seni Rupa

PB : Pakoe Boewana

RMH : Raden Mas Harya

SM : Serat Margawirya

UNS : Universitas Sebelas Maret

YME : Yang Maha Esa

(15)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Naskah Serat Margawirya

(16)

commit to user

xvi

ABSTRAK

Noniek Wiharniy. C0107036. 2011. Nilai-nilai Budi Pekerti Di Dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I (Sebuah Tinjauan Bentuk, Makna,dan Fungsi ). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah struktur yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I yang merupakan tembang macapat? (2) Ajaran apa sajakah yang terkandung di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I? (3) Bagaimanakah relevansi nilai-nilai budi pekerti yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I dengan kehidupan masyarakat pada masa sekarang ?

Tujuannya penelitian ini yaitu untuk: (1) Mendeskripsikan struktur yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I yang merupakan tembang macapat (2) Menemukan ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I (3) Mendeskripsikan relevansi nilai-nilai budi pekerti yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I dengan kehidupan masyarakat pada masa sekarang.

Penelitian ini mengambil lokasi terbagi dua tempat yaitu, (1) lokasi asli SM terletak di Perpustakaan Reksa Pustaka Istana Mangkunegaran Surakarta, (2) lokasi hasil penelitian dalam bentuk transiliterasi SM di Perputakaan Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian sastra. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka atau library research, yaitu pnelitian yang data dan informasinya ada di dalam perpustakaan. Salah satunya adalah Bentuk penelitian yaitu penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian dibedakan menjadi dua, (1) data yang bersumber dari naskah asli SM, (2) data yang bersumber dari hasil penelitian yang bersumber dari skripsi yang dikaji secara filologis pada tahun 1986 oleh Faiz. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik content analysis (teknik kajian isi), library research ( teknik kepustakaan).

(17)

commit to user

Ajaran menerima tamu, bersikap yang baik dalam bertamu dan menerima tamu yang baik adalah cerminan dari pribadi seseorang, (6) Larangan berjudi, perbuatan haram yang sangat dilarang oleh agama dan sangat meresahkan anggota masyarakat sehingga harus dihindari, (7) Larangan mengadu domba, sumber dari segala macam perpecahan di dalam masyarakat , dengan persatuan dan kesatuan adu domba dapat dihilangkan, (8) Ajaran menjadikan menjadikan negara makmur, terdapat empat aspek penting yang wajib dimiliki oleh suatu negara yaitu prajurit sebagai pelindung negara, petani sebagai sumber makan bagi negara, pedagang berfungsi sebagai pakaian bagi negara, dan pendeta pemberi berkat bagi negara.

(18)

commit to user Jawi ingkang anggadhahi kaèndahan wontên panyeratanipun ? (2) Piwucal punapa kèmawon ingkang wontên ing salabêting Sêrat Margawirya anggitan RMH. Jayadiningrat I? (3) Kados pundi sambung rapêting nilai-nilai budi pêkêrti ing Sêrat Margawirya anggitan RMH. Jayadiningrat I kaliyan panggêsanging pabrayan ing jaman sapunika ?.

Ancasing panalitèn punika, (1) Ngandharaken gêgambaran kaèndahaan-kaèndahan panulisan wontên salêbêting Sêrat Margawirya karya RMH. Jayadingrat I. (2) Hanjlèntrèhakên piwucal-piwucal ing salebêting Sêrat Margawirya anggitan RMH. Jayadiningrat I. (3) Ngandharaken gêgambaran sambung rapêting nilai-nilai budi pêkêrti ingkang wontên ing Serat Margawirya anggitan RMH. Jayadiningrat I kaliyan panggêsangging pabrayan jaman sapunika.

Panalitèn punika mêndhêt woten ing (1) Perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunêgaran Surakarta, ingkang nyimpên naskah ingkang asli, (2) Panggenan panalitèn ingkang awujud sulih aksara kasimpen wontên ing kapustakan Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Pawiyatan Luhur Sebelas Maret Surakarta.

Panalitèn punika awujud panalitèn sastra. Jenising panalitèn mawi panalitèn pustaka utawi library research inggih punika panalitèn ingkang data lan informasinipun wontên ing kapustakan. Wujud panalitèn inggih punika deskriptif kwalitatif. Sumber data ing panalitèn punika dipunbedaaken dados kalih, (1) Data ingkang asumbêr saking naskah asli utawi babon Sêrat Margawirya, (2) Data ingkang asumbêr saking woh panalitèn ingkang asumbêr saking skripsi ingkang sampun dipunteliti dêning Faiz kanthi panalitèn Filologis taun 1986. Tata cara nglêmpakakên data ngginakakên tèknik content analysis (teknik kajian isi), lan teknik library research ( teknik kepustakaan).

Dudutan wontên ing panalitèn punika : struktur utawi rancangan Serat Margawirya inggih punika (1) Lapis Swantên, (2) Lapis Arti ingkang inggih punika wontên dasanama, têmbung garba, têmbung wancahan, pêpindhan, citra pangrungu, citra handulu, allegori, candrasêngkala, kata ganti petunjuk, (3) Lapis norma inggih punika objek, papan, lan paraga, (4) Lapis Donya, (5) Lapis Metafisis.

(19)

commit to user

kabêrkahan, (3) Piwulang tiyang sêpuh dhumatêng para putra, dados patuladan ingkang saè kagêm para putra punika dados gêgadhanggan sabên tiyang sêpuh, kadosta wuwur, sêmbur, nandur lan pitutur, (4) Piwulang botên dados dhukun, tindak tanduk ingkang damêl dosa ingkang gêdhê ambêkta kasêngsaran lan kêdah dipunsingkiri dêning sabên tiyang, (5) Piwulang nampi tamu, polah tingkah nalika mêrtamu lan nampi tamu ingkang saè atêgês punika kaca brênggalaning pribadi priyantun, (6) Piwulang botên kêparêng (pêpacuk) main, punika tindak tanduk haram ingkang dados pêpacuking agami lan sagêd nggègèraken pabrayan agung satêmah kêdah dipun singkiri, (7) Piwulang botên kêparêng pradul utawi adu domba, sumbêr saking sadaya ingkang nyêbabakên padudon ing pabrayan, kanthi gêsang rukun adu domba sagêd dipunicali, (8) Piwulang dadosakên negari makmur, wontên sêkawan inggih punika prajurit minangka pangayom nêgari, pêtani minangka sumbêr têtêdhan kagêm nêgari, bakul minangka rasukaning nêgari, pêndhèta minangka maringi bêrkat kagêm nêgari.

(20)

commit to user

xx

ABSTRACT

Noniek Wiharniy. C0107036. 2011. Budi values Pekerti Margawirya

Inside Fiber RMH works. Jayadiningrat . Thesis:Regional Literature

Department of Literature and Fine Arts Faculty of the Sebelas Maret University Surakarta.

Problems discussed in this study were (1) How the structure of the fibers contained in the work Margawirya RMH. Jayadiningrat I which is a song macapat? (2) what are the teachings contained in the fibers Margawirya RMH works. Jayadiningrat I? (3) What is the relevance of character values contained in the fibers Margawirya RMH works. Jayadiningrat I with people's lives today?

The aim of this study are to: (1) Describe the structure of the fibers contained in the work Margawirya RMH. Jayadiningrat I which is a song macapat (2) Find the teachings contained in the fibers Margawirya RMH works. Jayadiningrat I (3) Describe the relevance of character values contained in the fibers Margawirya RMH works. Jayadiningrat I with community life in the present.

This study took locations divided into two places, namely, (1) The original location is located in the Library of BC Mutual Mangkunegaran Surakarta Palace Library, (2) the location of the research results in the form transiliterasi Perputakaan BC in the Faculty of Literature and Fine Arts Sebelas Maret University Surakarta.

This study is a kind of literary research. This type of research is a research library or library research, namely pnelitian the data and information in the library. One of them is a form of qualitative research is descriptive research. Source of data in the study divided into two, (1) data sourced from original manuscript SM, (2) data derived from research results derived from the philological thesis examined in 1986 by Faiz. Data collection techniques using content analysis techniques (engineering studies content), library research (literary technique).

(21)

commit to user

in a visit and receive a good guest is a reflection of one's personal, (6) Prohibition of gambling, unlawful act which is prohibited by religious and community members are very disturbing and should be avoided, (7) Prohibition of pitting, the source of all sorts of divisions within society, with the unity and integrity of pitting can be removed, (8) Doctrine make make the country prosperous, there are four important aspects that must be owned by a nation state as the protector of warriors, farmers as a source of food for the country, serves as a clothing merchant for the country, and the priest giving a blessing to the country.

(22)

NILAI-NILAI BUDI PEKERTI DI DALAM SERAT Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah struktur yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I yang merupakan tembang macapat? (2) Ajaran apa sajakah yang terkandung di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I? (3) Bagaimanakah relevansi nilai-nilai budi pekerti yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I dengan kehidupan masyarakat pada masa sekarang ?Tujuannya penelitian ini yaitu untuk: (1) Mendeskripsikan struktur yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I yang merupakan tembang macapat (2) Menemukan ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I (3) Mendeskripsikan relevansi nilai-nilai budi pekerti yang terdapat di dalam Serat Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I dengan kehidupan masyarakat pada masa sekarang.Penelitian ini mengambil lokasi terbagi dua tempat yaitu, (1) lokasi asli SM terletak di Perpustakaan Reksa Pustaka Istana Mangkunegaran Surakarta, (2) lokasi hasil penelitian dalam bentuk transiliterasi SM di Perputakaan Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.Penelitian ini merupakan jenis penelitian sastra. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka atau

1

Mahasiswa jurusan sasda daerah dengan NIM C0107036

2

Dosen pembibing I

3

Dosen pembibing II

(23)
(24)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia dikenal mempunyai peradaban yang cukup tinggi,

terbukti dengan kekayaan dan keanekaragaman khasanah budaya. Dalam waktu

yang cukup lama, berkembang dan terpelihara pada setiap generasi hingga saat ini

atau bahkan mungkin sampai waktu yang tidak bisa dibatasi. Rekaman budaya

Indonesia dapat dilihat dari berbagai peninggalan, baik yang berupa bangunan

fisik (candi, bangunan kuna, prasasti), karya seni (naskah), maupun norma-norma

konvensional yang hidup di masyarakat. Semua itu menunjukan identitas diri dan

ciri khas kepribadian bangsa Indonesia yang bernilai luhur.

Dari berbagai peninggalan tersebut, naskahlah yang merupakan wacana

terlengkap dan memuat hampir seluruh segi kehidupan serta mencerminkan situasi

sosial budaya pada saat naskah diciptakan. Di dalamnya terkandung informasi

yang sangat dibutuhkan di kehidupan dahulu hingga sekarang dan digunakan

sebagai sarana refleksi masa mendatang.

Naskah adalah salah satu peninggalan budaya nenek moyang yang

menyimpan berbagai segi kehidupan. Naskah adalah semua bahan tulisan tangan

yang menyimpan bebagai ungkapan pikiran, perasaan, hasil budaya masa lampau.

Naskah mencakup banyak hal, antara lain : naskah-naskah nusantara mengemban

isi yang sangat kaya. Kekayaan itu ditunjukan oleh aneka aspek kehidupan yang

dikemukakan, misalnya masalah politik, sosial, ekonimi, agama, kebudayaan,

(25)

bahasa, sastra dan moral. Apabila dilihat dari sifat pengungkapannya dapat

dikatakan bahwa kebanyakan isinya mengacu pada sifat-sifat historis, didaktis,

dan religius.

Naskah memuat banyak segi kehidupan, nilai dan manfaat naskah juga

sangat menguntungkan bagi masyarakat untuk dilestarikan dan menghidupkan

kembali nilai budaya lama yang telah berkembang dan terpelihara di masa lalu.

Nilai-nilai strategis tulisan lama atau kesusastraan lama dapat dijadikan sarana

menjembatani informasi ide, budaya, dan nilai peradaban lainnya dari satu kurun

waktu ke kurun waktu berikutnya. Dengan banyaknya warisan budaya bangsa,

naskah merupakan dokumen yang paling menarik di bandingkan dengan

puing-puing bangunan peninggalan bersejarah dan warisan budaya lainnya.

Kesusastraan lama bermanfaat untuk mengungkapkan kejadian-kejadian

penting yang terjadi pada masyarakat lampau sebagai pelaku-pelaku sejarah

mengetahui sikap, alam pikiran, dan perasaan masyarakat lampau. Hal ini dapat

membantu sumber-sumber sejarah budaya, pembanding perkembangan bahasa,

teknologi, agama, dan sifat-sifat asli masyarakat baik sebelum atau sesudah

adanya pengaruh dari luar. Kebanyakan naskah mengandung informasi yang

berkaitan dengan berbagai hal seperti hukum, adat istiadat, filsafat, ekonomi,

moral, obat-obatan, kehidupan beragama, kehidupan sosial, menurut Jauss, karya

sastra lama merupakan produk masa lampau yang memiliki relevansi dengan

masa sekarang dalam arti ada nilai-nilai tertentu untuk orang yang membacanya

(26)

commit to user

(sinkronis). Melalui pemahaman sinkronis dan dikronis itu makna sebuah karya

sastra dapat diwujudkan secara koheren.

Sejarah sastra akan dapat diketahui dan dibandingkan karya-karya sastra

sejak keberadaannya sampai pada perkembanagn yang terakhir. Pembandingan

tersebut dapat mencakup aspek ciri, idealisme, aliran, gejala yang ada, pengaruh

yang melatar belakangi, gaya, bentuk pengungkapan, dan sebagainya. Dengan

demikian, akan lebih memudahkan seseorang yang akan melakukan

penganalisisan terhadap karya sastra.

Pengkajian terhadap naskah lama mempunyai nilai yang amat penting,

karena naskah merupakan dokumen peninggalan yang dapat memberikan

gambaran mengenai peradaban dan sejarah perkembangan masyarakat. Di dalam

naskah terdapat unsur sastra. Kehadiran sastra di tengah peradaban manusia tidak

dapat ditolak, bahkan kehadiran tersebut diterima sebagai salah satu realitas sosial

budaya. Sastra sampai saat ini dinilai sebagai karya seni yang memiliki budi,

imajinasi, dan emosi serta dianggap sebagai suatu karya kreatif yang

dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual disamping konsumsi emosi. Sastra

terlahir sebagai akibat dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan kesejatian

dirinya, realitas masyarakat yang menjadi bagian dari keberadaannya yang

berlangsung sepanjang hari dan sepanjang jaman, sehingga ia mampu dinikmati

dan memberi kepuasan bagi khalayak pembaca ( Atar Semi 1993 : 1).

Jan van Luxemburg menyatakan bahwa sastra (litterature) dengan

(27)

berakar dari masa pra sejarah dalam wujud sastra lisan dan berbentuk-bentuk

mitos.

Penciptaan karya sastra dengan penurunannya melewati rentangan waktu

panjang untuk sampai pada generasi berikutnya, sehingga menyebabkan

kesukaran dalam mempelajarinya. Upaya mengetahui, mempelajari, dan

memahami naskah diperlukan pengungkapan isi baik yang tersurat maupun yang

tersirat. Naskah sebagai peninggalan masa lampau hanya akan bermanfaat jika apa

yang terkandung di dalamnya dapat terungkap sebagai warisan nenek moyang,

bukanlah perhiasan yang dapat dibanggakan dan dipertotonkan saja, naskah baru

berharga apabila masih dapat dibaca dan dipahami isinya.

Naskah-naskah yang terdapat di pulau Jawa berdasarkan isinya menurut

Girardet dapat digolongkan menjadi beberapa golongan :

1. Kronik, legenda dan mite yang didalamnya terdapat naskah-naskah, babad,

pakem, panji, pustaka raja, dan silsilah.

2. Agama, filsafat, dan etika di dalamnya termasuk naskah-naskah yang

mengandung Hindhuisme, Kejawen, Islam, ramalan, dan sastra wulang.

3. Peristiwa Keraton, hukum risalah, peraturan-peraturan.

4. Buku teks dan penuntun kamus ensiklopedi tentang linguistik, obat-obatan,

pertanian, antropologi, geografi, dan perdagangan (Girardet dalam

Hendrosaputro, 1996 : 30).

(28)

commit to user

dari judulnya, kata marga berarti jalan dan wirya berarti keberanian, kebaikan

atau kebahagiaan, merangkum maksud bahwa SM mengetengahkan ajaran-ajaran

hidup menuju kehidupan yang bahagia atau ajaran kebajikan.

SM merupakan karya sastra dalam bentuk tembang. SM kini tersimpan di

dua tempat, (1) Perpustakaan Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran Surakarta

dengan nomor katalog A.41 dengan tebal naskah 42 halaman, sebagai naskah asli,

(2) Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa dalam bentuk transiliterasi dan

telah dikaji oleh Faiz secara Filologis yang menghasilkan deskripsi naskah, kritik

teks dan terjemahan. Kandungan di dalamnya adalah ajaran moral yang antara lain

sebagai berikut Pupuh Dhandhanggula memuat ajaran dalam memilih

pekerjaan, ajaran di dalam mengabdi, tata cara menghadap pimpinan/atasan

(raja), ajaran tata cara memberi kepercayaan kepada orang lain, dan larangan

berjudi dan mabuk-mabukan. Pupuh Sinom memuat tenthang ajaran

menghadap pimpinan atau atasan (raja), ajaran mengenai beberapa hal yang

harus diperhatikan oleh negara, larangan berjudi dan mabuk-mabukan, larangan

tergoda oleh uang dan wanita, dan larangan mengadu domba. Pupuh Megatruh

memuat tentang ajaran dalam memberi nasihat, ajaran menerima tamu yang

baik, ajaran mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam

mendidik, larangan menghindar dari tanggung jawab, dan larangan untuk

mengadu domba. Pupuh Kinanthi memuat tentang ajaran diberi kepercayaan

oleh orang lain dan ajaran mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan oleh

(29)

Ajaran etika moral dijelaskan apa yang seharusnya dan sebaiknya

dilakukan atau tidak dilakukan dalam hidup bermasyarakat. Ajaran etika moral

memuat pandangan-pandangan tentang nilai-nilai dan norma-norma yang terdapat

di antara sekelompok manusia atau masyarakat. Kalau seseorang mengerti apakah

itu menjadi manusia, dia akan mengerti bagaimana harus berbuat supaya

kelakuannya dilaksanakan menurut kodratnya, derajatnya dan martabatnya. Hal

ini akan mengantarkan manusia untuk weruh ing uripe (tahu akan hakekat

hidupnya) dan tidak menjadi padha lan kebo (sama hidupnya dengan kerbau).

Kehadiran setiap karya sastra mampu dinikmati oleh setiap pembaca, jika

didasarkan kenyataan bahwa karya sastra yang lahir selalu berkembang dan

perkembangannya bergantung sepenuhnya pada pengarang

Di balik kehidupan bahasa suatu karya sastra, akan diambil pula

manfaatnya yang berupa kesenangan-kesenangan tertentu. Kesenangan disini

bukan hanya cerita karya sastranya saja, tetapi juga pesan yang disampaikan baik

yang tersurat maupun yang tersirat.

Ajaran moral dalam sebuah karya sastra merupakan pesan atau amanat

yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Karya sastra yang baik

akan mengajak pembaca untuk menjunjung tinggi norma-norma moral. Mengingat

pentingnya ajaran moral dalam karya sastra terhadap SM maka pembaca

diharapkan menangkap, menghayati, dan mengamalkan ajaran moral yang

terkandung didalamnya, dengan cara menerangkan isi ajaranyang terkndung di

(30)

commit to user

didalamnya mengandung ajaran yang mudah dipahami oleh masyarakat sehingga

orang tersebut mempunyai tingkah laku dan budi pekerti yang baik.

Keunggulan di dalam SM yang memiliki nilai lebih di banding

naskah-naskah lain adalah mengenai isi dari naskah-naskah SM sendiri, di mana serat ini memuat

banyak sekali ajaran-ajaran budi pekerti yang baik dan mendidik bagi masyarakat

pembaca. Ajaran-ajaran budi pekerti yang terkandung seputar kehidupan

masyarakat, sehinggga diharapkan setelah dilakukan penelitian ini dengan

menggunakan pendekatan Struktural dan Moralitas ini ajaran-ajaran yang telah

ditranskirpsikan dapat merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Jawa.

Selain hal di atas, naskah SM merupakan karya agung dari RMH. Jayadiningrat I,

sehingga serat ini memiliki bobot yang lebih dibanding karya-karya RMH.

Jayadiningrat I yang lain.

Penelitian ini membatasi diri pada tiga pokok kajian, yaitu (1) Persoalan

nilai-nilai estetika SM sebagai karya sastra, (2) Penjabaran ajaran moral di dalam

SM, (3) Relevansi nilai-nilai budi pekerti yang terkandung di dalam SM dengan

masyarakat sekarang.

B.

Perumusan Masalah

Perumusan masalah diperlukan agar sebuah penelitian tidak meluas dari

apa yang seharusnya di bahas dan lebih terfokus pada masalah. Permasalahan

tersebut nantinya akan di teliti untuk mencari pemecahan masalah. Perumusan

(31)

1. Bagaimanakah Serat Margawirya karya RMH.Jayadinigrat I sebagai karya

sastra memiliki nilai estetika?

2. Ajaran apa sajakah yang terkandung di dalam Serat Margawirya karya RMH

Jayadiningrat I ?

3. Bagaimanakah relevansi nilai-nilai budi pekerti yang terdapat di dalam Serat

Margawirya karya RMH. Jayadiningrat I dengan kehidupan masyarakat pada

masa sekarang ?

C.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka

tujuan penelitian adalah:

1. Mendeskripsikan nilai estetika didalam Serat Margawirya karya RMH.

Jayadingrat I .

2. Menemukan ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Serat Margawirya karya

RMH Jayadiningrat I .

3. Mendeskripsikan relevansi nilai-nilai budi pekerti yang termuat di dalam Serat

Margawirya dengan kehidupan masyarakat pada masa sekarang.

D.

Manfaat Penelitian

(32)

commit to user

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini di harapkan dapat menambah wawasan kepada pembaca

mengenai fungsi dan manfaat sastra bagi masyarakat, serta menambah

pemahaman terhadap karya sastra jawa dalam bentuk tembang macapat.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini di harapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi

masyarakat mengenai ajaran budi pekerti. Selain itu penelitian dapat dijadikan

acuan data bagi penelitian selanjutnya.

E. Sistematika Penulisan

Pemaparan sistematika penulisan diperlukan untuk memperoleh gambaran

secara keseluruhan dari sebuah penelitian. Sistematika penulisan tersebut sebagai

berikut :

Bab I. Bab Pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika

penulisan.

Bab II. Landasan Teori,yang meliputi pengertian tembang macapat, pengertian puisi , pendekatan moral, dan pendekatan etika.

Bab III. Metode Penelitian yang meliputi lokasi penelitian, metode dan bentuk penelitian, sumber data dan data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis

(33)

Bab IV. Bab Pembahasan yang berisikan tentang deskripsi nilai-nilai estetika , deskripsi ajaran moral, relevansi aspek budi pekerti Serat Margawirya dengan

kehidupan sekarang .

Bab V. Bab Penutup yang memuat tentang kesimpulan permasalahan yang telah dibahas serta saran-saran. Sebagai bagian akhir dari laporan ini adalah Daftar

(34)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Tembang Macapat

Bentuk puisi tradisional Jawa yaitu Tembang telah ada sejak jaman kuno.

Puisi tersebut ditembangkan atau dinyanyikan sesuai dengan lagu-lagu tertentu..

pada jaman Jawa Baru muncul bentuk macapat, bentuk ini memiliki aturan yang

mengikat yang disebut metrum.

Macapat mempunyai ciri khas tersendiri, berbeda dengan Tembang Gedhe

atau Tembang Tengahan. Oleh karena itu, macapat dapat diartikan ” lagu

kawengku ing sastra ” yaitu lebih dipentingkan sastranya daripada lagunya.

Macapat berasal dari kata ma + capat yang artinya membaca cepat, ada juga

arti lain yaitu maca + pat yang artinya membaca empat-empat. Pengertian itu

”salah kaparah”, yaitu salah dianggap benar, padahal macapat di sini adalah

”macapat lagu” artinya tembang waosan. Tembang macapat sendiri ada

bermacam jenis yaitu: Sinom, Pangkur, Asmaradana, Kinanthi, Mijil, Pocung,

Maskumbang, Gambuh, Durma dan Dhandhanggula (Subalinata dalam Iwan

Wahyudi 2002 : 9)

Dalam tembang macapat dikenal berbagai istilah antara lain :

Guru Gatra : jumlah baris dalam setiap bait.

Pada : bait yang menyusun tembang

Guru lagu : jatuhnya suara atau dong ding di akhir

baris

(35)

Guru wilangan : jumlah suku kata setiap baris

Pupuh : Kumpulan tembang yang sejenis (jumlah barisnya

banyak)

Sasmita Tembang : Kata yang menunjukan ciri dari suatu keterangan dalam

sebuah tembang yang telah ditetapkan (dapat berupa

nama pengarang, jenis tembang, dan lain-lain)

Serat Margawirya menggunakan empat pupuh yaitu :

1). Sinom yang mempunyai aturan yaitu sebagai berikut :

a. Guru lagunya : baris pertama a, baris kedua i, baris ketiga a, baris keempat i,

baris kelima i, baris keenam u, baris ketujuh a, baris kedelapan i, baris

kesembilan a.

b. Guru wilangan : baris pertama 8, baris kedua 8, baris ketiga 8. Baris keempat 8,

baris kelima 8, baris keenam 8, baris ketujuh 7, baris kedelapan 8, baris

kesembilan 12

2). Dhandhanggula yang mempunyai aturan-aturan yaitu :

a. Guru lagunya : baris pertama i, baris kedua a, baris ketiga e, baris keempat u,

baris kelima i, baris keenam a, baris ketujuh u, baris kedelapan a, baris

kesembilan i, baris kesepuluh a.

b. Guru wilangan : baris pertama 10, baris kedua 10, baris ketiga 8, baris

keempat 7, baris kelima 9, baris ketujuh 7, baris kedelapan 8, baris kesembilan

12, baris kesepuluh.

(36)

commit to user

a. Guru lagunya : baris pertama u, baris kedua i, baris ketiga u, baris keempat i,

baris kelima o.

b. Guru wilangan : baris pertama 12, baris kedua 8, baris ketiga 8, baris keempat 8,

baris kelima 8.

4). Kinanthi yang mempunyai aturan-aturan yaitu :

a. Guru lagunya : baris pertama u, baris kedua i, baris ketiga a, baris keempat i,

baris kelima a, baris keenam i

b. Guru wilangan : baris pertama 8, baris kedua 8, baris ketiga 8, baris keempat 8,

baris kelima 8, baris keenam 8.

Dalam penelitian ini teori yang dipergunakan adalah penggabungan antara

teori puisi tradisional dan teori puisi modern. Penggabungan ini bertujuan untuk

lebih mengekplorasi keindahan nilai-nilai estetika Serat Margawirya baik dari segi

bentuk,gaya bahasa dan hal-hal yang lebih bersifat metafisik, hal ini dikarenakan

Serat Margawirya dapat dinikmati keindahan-keindahan dalam bentuk

penulisannya apabila dapat dikaji lebih mendalam dengan menggunakan

penggabungan dua teori ini sekaligus. Sehingga tampak jelas diman letak

kekhasan penulisan serat ini, khususnya dalam sisi keindahan penulisan.

B. Pengertian Puisi

Puisi adalah bentuk karya sastra yang paling kuat imajinasinya. Sejak

lahirnya, puisi memang sudah menunjukkan ciri-ciri khas yang kita kenal

sekarang, meskipun puisi telah mengalami perkembangan dan perubahan tahun

(37)

pengarangnya pada pengkonsentrasian segala kekuatan bahasa dan

pengkonsentrasian gagasannya untuk melahirkan puisi. Dari pernyataan tersebut

terlihat bahwa puisi sebagai karya sastra memiliki kelebihan dibandingkan

dengan dengan karya sastra yang lain yaitu adanya karya kreatif yang terletak

pada bahasa dan unsur interaksi antar unsur tersebut dengan dunia nyata yang

ada di luarnya. Puisi tidaklah mengungkapkan dunia sebagaimana adanya,

melainkan sebagai dunia yang terlihat oleh mata batin. (Agus Prihandoko, 2004

: 3)

Secara etimologi istilah puisi berasal dari bahasa Yunani “Pouma”

yang berarti membuat, dan “Poeisi” yang berarti „pembuatan‟, dan dalam

bahasa Inggris disebut dengan “Poem” atau “poetry”. Puisi diartikan

„membuat‟, dan „pembuatan‟ karena lewat puisi pada dasarnya seseorang telah

menciptakan dunia tersendiri, yang mungkin berisikan pesan atau

gambar-gambar suasana tertentu baik secara fisik maupun batiniah (Aminudin, 1991 :

134).

Berdasarkan aktifitas kejiwaan puisi merupakan ekspresi kreatif yang

didalamnya terkandung detivitas jiwa yang menangkap kesan-kesan lalu

dipadatkan dan dipusatkan (kondensasi). Dalam puisi kata-kata tidaklah keluar

dari simpanan ingatan, kata-kata dalam puisi itu lahir dan dilahirkan kembali

(dibentuk) pada waktu pengucapannya sendiri (Rachmat Djoko Pradopo, 1987 :

12). Dikarenakan itula penciptaan karya puisi sangat menimbang pemakaian

(38)

commit to user

Salah satu unsur dalam puisi ialah bunyi. Dibandingkan karya sastra

dalam bentuk lain, bunyi merupakan unsur yang penting dalam penciptaan puisi.

Dalam puisi bunyi bersifat estetik untuk mendapatkan keindahan dan tenaga

ekspresif. Hal ini tentu saja berhubungan dengan selera manusia terhadap lagu

dan melodi. Selain sebagai pembentuk keindahan dan tenaga ekspresif bunyi juga

bisa digunakan untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa dan membentuk

imajinasi pembacanya atau pendengarnya.

Untuk memanfaatkan potensi bunyi dalam puisi, seorang pengarang

bisa menggunakan sarana-sarana persajakan : awal, tengah, dalam, dan akhir,

kombinasi vokal dan konsonan tertentu; aliterasi dan asonansi; orchestra bunyi:

efoni dan kakofoni; simbol bunyi, anomatope, kiasan suara, lambang rasa.

Kombinasi bunyi-bunyi vokal (asonansi): a, e, i, o, u, bunyi-bunyi konsonan

bersuara (voiced): b, d, g, j, bunyi liguida; r, l, dan bunyi sengau; m, n, ng, ny

menimbulkan bunyi merdu dan berirama (efoni). Bunyi yang merdu dapat

mendukung suasana mesra, kasih sayang, gembira dan bahagia. Sebaliknya

kombinasi bunyi yang tidak merdu, parau, pebuh bunyi k,p,t,s (bunyi

konsonan tak bersuara) disebut kakofoni. Cocok dan dapat untuk memperkuat

suasana yang tidak menyenangkan, kacau balau, serba tak teratur, bahkan

memuakkan (Rachmat Djoko Pradopo, 1987 : 29 -30).

Disamping tugasnya yang pertama sebagai simbol arti dan juga untuk

orchestra, bunyi kata digunakan juga sebagai peniru bunyi. Peniru bunyi atau

onomatope dalam puisi kebanyakan hanya memberikan sarana tentang suara

(39)

tidak menunjukkan adanya hubungan dengan hal yang ditunjuk. Kiasan suara

merupakan gambaran sesuatu menggunakan bunyi.

Seorang pencipta atau pengarang untuk mendapatkan kepuitisan perlu

memperhatikan beberapa hal aturan atau norma selain yang diatas, Adapun

menurut Roman Ingarden dalam Rachmat DjokoPradopo (1987 : 15-19) aturan

atau normanya adalah sebagai berikut :

1.1 Lapis Bunyi (Sound Stratum). Bila orang membaca puisi, maka yang terdengar

itu ialah rangkaian bunyi yang dibatasi jeda pendek, agak panjang dan

panjang, Tetapi suara itu bukan hanya suara tak berarti. Suara sesuai dengan

konvensi bahasa disusun begitu rupa hingga menimbulkan arti. Dengan adanya

satuan –satuan suara itu orang menangkap artinya.

1.2 Lapis Arti (Unit of Meaning). Berupa rangkaian fonem, suku kata, kata, frase

dan kalimat. Semuanya itu merupakan satuan-satuan arti. Rangkaian kalimat

menjadi bait, bab dan keseluruhan cerita ataupun keseluruhan sajak,

1.3 Lapis norma meliputi objek, latar, dan pelaku yang dikemukakan dan dunia

pengarang yang berupa cerita atau lukisan.

1.4 Lapis dunia, lapis dunia yang dipandang dari titik pandang tertentu yang tak

perlu dinyatakan, tetapi terkandung di dalamnya (implied). Sebuah peristiwa

dalam sastra dapat dikemukakan atau dinyatakan “terdengar” atau “terlihat”

bahkan peristiwa yang sama. Misalnya suara kederan pintu dapat diperlihatkan

aspek “luar” tau “dalam” watak. Misalnya pintu berbunyi halus dapat

(40)

commit to user

Keadaan sebuah kamar yang terlihat dapat memberikan sugesti watak orang

yang tinggal di dalamnya.

1.5 Lapis Metafisis. Lapis ini dapat memberikan suatu renungan bagi pembaca.

Lapis metafisis berupa sifat-sifat metafisis (yang sublime, yang tragis,

mengerikan atau menakutkan dan yang suci) dengan sifat ini seni dapat

memberikan renungan (kontemplasi) kepada pembaca.

C.

Pendekatan Etika Moral

1. Pengertian Etika

Kata etika dalam arti yang sebenarnya berarti filsafat mengenai bidang

moral jadi etika merupakan ilmu atau refleksi sistematik mengenai

pendapat-pendapat, norma-norma dan istilah-istilah moral (Magniz Suseno 1993 : 6).

Kata etika secara etimologis berasal dari kata ethos berasal dari bahasa

Yunani yang mempunyai arti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau

ilmu tentang adat kebiasaan (Bertens, 1997:4)

Menurut Hasbullah Bakri (1996 : 71) mendefinisikan etika sebagai

berikut : Etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang

buruk pada amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui akal fikiran.

Tujuan dari etika adalah mendapatkan citra yang sama bagi seluruh manusia

mengenai penilaian baik dan buruk, di tempat mana suka dan kapan saja

(Bakri, 1996 : 72)

Etika Jawa mengemukakan tuntunan-tuntunannya berdasarkan dua

(41)

hubungannya satu sama lain. Pertama, kedudukan dan kegiatan setiap manusia

dalam dunia telah ditentukan oleh takdir. Kedua, bahwa manusia dengan segala

kehendak dan tindakannya pada hakekatnya tidak dapat mengubah perjalanan

dunia seisinya yang telah ditakdirkan (Magniz Suseno, 1993:227)

Kajian Serat Margawirya, adalah salah satu bagian dari cara manusia

(Jawa) dalam memberikan sebuah batasan atau lebih tepatnya aturan

berhubungan dengan lingkungannya secara jelas. Oleh karena itu, naskah ini

merupakan bentuk perwujudan dari sistem konstruksi etika moral yang

dibangun secara baik dalam wujud kita (buku) untuk diajarkan kepada anak

cucu.

Kaidah yang menentukan etika dalam masyarakat adalah menuntut agar

individu dalam masyarakat dapat menyesuaikan diri dengan dengan

tuntutan-tuntutan keselarasan, atas dasar suara hati atau tanggung jawab moral dan

jangan sampai membangkang karena akan membahayakan dalam kehidupan

bermasyarakat.

Berdasarkan pada teori-teori yang digunakan di atas, Serat Margawirya

akan lebih jelas dan objektif jika dilihat atau dirinci sejauh mana struktur

bangunan etika moral yang secara logis menjadi bagian (aturan) masyarakat

Jawa di waktu silam. Secara ringkas etika merupakan sebuah refleksi moral yang

erat dengan perilaku manusia baik secara individual maupun secara sosial yang

(42)

commit to user

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, moral berarti :

1. Ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan,

sikap, kewajiban dan sebagainya. Akhlak budi pekerti, susila.

2. Ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita. Sedangkan

moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan

etika atau adat sopan santun (KBBI:2001: 592)

Secara etimologi moral berasal dari bahasa Latin mos (jaman : mores)

yang berarti kebiasaan, adat. Sedangkan moralitas dari kata sifat Latin Moralis

yang mempunyai arti suatu perbuatan dalam pengertian sifat moral atau

keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.

Sejarah hidup masyarakat seakan-akan terentang dalam suatu jaringan

norma-norma yang berupa ketentuan, kewajiban, larangan dan lain-lain. Jaringan

itu seolah-olah membelenggu masyarakat, mencegah masyarakat dari bertindak

sesuai dengan segala keinginan masyarakat. Mengingat masyarakat untuk

melakukan sesuatu yang sebetulnya masyarakat benci. Maka masyarakat

mengharapkan tunduk terhadap norma-norma itu. Bidang yang mengenai

kewajiban manusia serta tentang yang baik dan buruk itu disebut bidang

moral (Magnis, 1995 : 13)

Menurut Imanuel Kant pengertian moralitas sebagai kesesuaian sikap

dan perbuatan dengan norma atau hukum batiniah yang dipandang sebagai

kewajiban. Moralitas akan tercapai bila mentaati hukum lahiriah bukan lantaran

(43)

kuasa Sang pemberi hukum, melainkan kita sendiri menyadari bahwa hukum

itu merupakan kewajiban kita.

Tujuan dari ajaran moral adalah mempelajari fakta pengalaman,

bahwa manusia membedakan yang benar dan yang salah, yang baik dan yang

buruk dan manusia mempunyai rasa wajib. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

moral adalah kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran (nilai-nilai) msyarakat,

yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar yang disertai pula oleh rasa

tanggung jawab atas kelakuan atau tindakan tersebut.

3.

Pengertian Budi Pekerti

Etiket pergaulan atau sering di sebut sopan santun mempunyai peranan

yang sangat menentukan dalam mewujudkan keserasian hubungan antarsesama

manusia. Etiket berasal dari bahasa Perancis etiquette yang aratinya tata cara

yang baik antara sesama manusia, sedangkan kata etika berasal dari bahasa Latin

ethica yang artinya falsafah moral. Etika merupakan pedoman hidup yang benar

dilihat dari sudut budaya, susila, dan agama yang tujuannya membina watak dan

mental seseorang agar menjadi manusia yang baik. Seseorang akan dihormati

kalau nilai yang ada di dalam dirinya, yakni pribadi yang mempesona, mempunyai

budi pekerti yang luhur, pandangan yang baik, dan sopan santun dalam setiap

pergaulan atau tingkah laku, serta bukan kekayaan atau keelokan wajah yang

dimilikinya. Dalam bergaul dengan masyarakat di mana saja,sopan santun sangat

(44)

commit to user

mengabaikan perilaku sopan santun akan menimbulkan kesalahpahaman dan

keresahan antar sesama manusia.

Seseorang yang membiasakan diri menjalankan etiket secara lahiriah dapat

membentuk moral yang baik sehingga akan memiliki pribadi yang mempesona.

Meskipun demikian, bukan berarti bahwa orang yang telah sopan dan

menjalankan etiket yang baik mempunyai moral yang yang baik pula. Sebaliknya

juga, belum tentu orang yang bermental baik melaksanakan etiket secara baik

dalam kehidupannya sehari-hari. Etiket dimaksudkan sebagai tata cara pergaualan

dalam kehidupan sehari-hari dengan cara berinteraksi dengan masyarakat atau

merupakan sopan santun yang terjadi di dalam pergaualan yang sudah dapat

diterima dan sudah dijadikan kebiasaan hidup antar bangsa. Sopan santun berlaku

untuk semua orang, baik orang tua, anak muda, maupan anak-anak. Sopan santun

harus dibiasakan semenjak masih dini baik dalam lingkunagn keluarga maupun

masyarakat luas ( Sugiharti, 2002 :5 ).

Dasar-dasar sopan santun adalah usaha untuk memberi perhatian terhadap

perasaan orang lain yang berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat yang

man antara lain sebagai berikut :

1. Tidak angkuh, tidak sombong, tidak congkak

2. Selalu berusaha membuat hati orang lain menjadi senang dengan car

menghargai, menghormati, atau memberi perhatian yang penuh apabila perlu.

3. Tidak lekas tersinggung, dapat menahan diri, toleran, dan tidak mudah emosi.

4. Jika sedang ada yang berbicara jangan suka menyela, jadilah pendengar yang

(45)

5. Jangan mementingkan diri sendiri, toleran, dan dapat cepat menyesuaikan diri

dengan lingkungan yang ditempati.

6. Selalu berusaha ramah kepada sesama tanpa melihat sttus mereka, berbicara

dengan tutur kata dan bahasa yang baik.

7. Jangan menyalahgunakan kedudukan pendidikan, atau kekayaan.

8. Tidak suka mengejek dan menghina orang lain,

Budi pekerti juga sering disebut dengan ahklaq, dari segi bahasa berasal

dari bahasa Arab berarti perangai, tabi‟at, watak dasar kebiasaan, sopan dan

santun. Secara linguistik (kebahasaan) kata ahklaq merupakan isim jamid atau

isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak mempunyai akar kata, melainkan kata

tersebut memang begitu adanya. Kata ahklaq adalah bentuk jamak dari khilqun

atau khuluq yang artinya adalah sopan santun. Khuluq juga berati budi pekerti,

jadi secar kebahasaan khuluq berarti budi pekerti, adat kebiasaan, perangai,

muru‟ah atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabi‟at atau tradisi.

Dalam konsepnya budi pekerti adalah suatu sikap mental yang mendorong

untuk berbuat tanp pikir dan pertimbangan. Keadaan atau sikap jiwa ini terbagi

menjadi dua, yaitu ada yang berasal dari dari watak (temperamen) dan ada yang

berasal dari kebiasaan dan latihan. Dengan demikian tingkah laku manusia dalam

hal budi pekerti terjadi atas dua dasar atau dengan kata lain mengandung dua

unsur yaitu unsur watak naluri dan unsur lewat kebiasaan dan latihan.

Menurut Edy Sedyawati (1999:5) budi pekerti sering diartikan sebagai

(46)

commit to user

perilaku tersebut, jadi budi pekerti berarti macam-macam tergantung situasinya.

Sikap dan perilaku itu mengandung lima jangkauan sebagai berikut :

1. Sikap dan perilaku dalam hubungan denagn Tuhan

2. Sikap dan perilaku dalam hubungan dengan diri sendiri

3. Sikap dan peilaku dalam hubungan atau dengan keluarga

4. Sikap dan perilaku dalam hubungan dengan masyarakat dan bangsa

5. Sikap dan perilaku dalam hubungan dengan alam sekitar

Budi pekerti dapat juga dianggap sebagai sikap dan perilaku yang

membantu orang dapat hidup lebih baik. Hidup baik tentunya hidup yang baik

bersama orang lain. Budi pekerti juga diartikan sebagai alat batin untuk

menimbang perbuatan baik dan buruk. Sebagai alat batin budi pekerti dianggap

sebagai suatu yang ada di dalam diri seseorang yang terdalam seperti suara hati.

Budi pekerti diartikan sebagai nalar, pikiran, akal. Inilah yang

membedakan antara manusia dan hewan. Budi inilah yang mempersatukan kita

semua denagn manusia, baik mereka dari suku ,golongan, kelompok, atau umur

sekalipun. Sejauh mereka adalah manusia mereka memiliki kesamaan ‟budi‟.

Dengan nalar itulah orang berpekerti, bertindak baik. Maka pelajaran budi pekerti

menjadi pelajaran tentang etika hidup bersama ( bertindak baik ) yang berdasarkan

nalar. Ada unsur kesadaran dan ada unsur melaksanakan kesadran tersebut.

Dari berbagai keterangan di atas, budi pekerti lebih diartikan sebagai nilai

moralitas manusia yang disadari dan dilakukan dalam tindakan nyata. Disini ada

unsur proses pembentukan nilai tersebut dan sikap yang didasari pada

(47)

dan dilakukan itu semua bertujuan untuk membantu manusia untuk menjadi

manusia yang lebih utuh. Nilai itu adalah nilai yang menbantu orang dapat lebih

baik hidup bersama orang lain dan dunianya untuk menuju kesempurnaan seperti

yang diinginkan oleh Yang Ilahi. Dengan demikian menjadi jelas bahwa budi

pekerti diperlukan bahkan diharuskan ada dalam kerangka tujuan hidup manusia.

Dalam penanaman nilai moralitas tersebut unsur kognitif (pikiran, pengetahuan,

(48)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A.

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dimaksudkan adalah penentuan wilayah yang akan

dipergunakan dalam penelitian. Adapun penentuan wilayah dalam penelitian ini

adalah mengambil lokasi di wilayah Kota Surakarta. Dipilihnya lokasi tersebut

sebagai lokasi penelitian berdasarkan atas pertimbangan Kota Surakarta

merupakan lokasi tempat naskah Serat Margawirya ditulis dan tersimpan hingga

sekarang, baik ditinjau dari banyaknya pertumbuhan masyarakat reproduktif,

ataupun sarana-sarana tempat penyimpanan naskah- naskah kuna seperti Sana

Pustaka Keraton Surakarta, Radya Pustaka, dan Reksa Pustaka Istana

Mangkunegaran. Dengan adanya sarana dan prasarana yang telah disebutkan ,

maka presentase publik selaku pembaca karya sastra khususnya tembang macapat

lebih besar. Dengan alasan inilah maka penulis menentukan lokasi penelitiannya

di Kota Surakarta.

B.

Jenis dan Bentuk Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah penelitian

sastra. Jenis penelitian sastra adalah usaha pencarian pengetahuan dan pemberi

maknaan dengan hati-hati dan kritis secara terus menerus terhadap masalah sastra.

Dalam pengertian ini, penelitian sastra merupakan suatu disiplin ilmu yang

(49)

mempunyai objek kajian yang jelas, mempunyai pendekatan dan metode yang

jelas. Penelitian sastra pada dasarnya sama dengan kritik sastra, yang

membedakan adalah jangkauannya ( Atar Semi, 1993 : 18)

Penelitian sastra sering kali bercorak eksplorasi dan operasi seperti

mencari teks naskah kuna dan melakukan telaah teks. Sebagai suatu kegiatan

ilmiah penelitian sastra harus dilakukan dengan dukungan teori dan prinsip

keilmuan yang lebih mendalam. Penelitian sastar dapat dipandang sebagai suatu

disiplin ilmu yang seintifik. Karena mempunyai objek yang jelas, memiliki

pendekatan, metode dan kerangka teori.

Penelitian sastra menyangkut penelitian tentang manusia pengarang,

pembaca dan karya sastra yang selalu berkaitan dengan alam pikiran manusia dan

kuatifitas manusia dan seni. Jadi penelitian sastra sangat erat denagn karya yang

dihasilkan oleh manusia yang menjadi media penuang ide dan gagasan pikirannya.

Penelitian sastra merupakan penelitian kualitatif dimana kualitatif

memusatkan perhatian pada deskripsi. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata

dalam kalimat atau jumlah. Riset kualitatif cenderung menggunakan anlisis

induktik dan riset kualitatif menganggap makna sebagai perhatian utama.

Dalam usaha untuk mendapatkan data perlu diadakan studi kepustakaan

dengan tujuan memperoleh data dan informasi sebanyak-banyaknya khususnya

yang sesuai dengan objek kajian.

Penelitian kualitatif merupakan sejumlah prosedur kegiatan ilmiah yang

(50)

commit to user

Bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang berusaha

mendeskripsikan dan memberikan gambaran tentang karya sastra yang diteliti,

dalam hal ini adalah Serat Margawirya. Dalam hal ini peneliti menekankan

catatan yang menggambarkan situasi sebenarnya, guna mendukung penyajian

data (H.B Sutopo, 2002 :35)

C.

Sumber Data dan Data

Sumber Data :

a. Sumber data Primer

Sumber data yang dipergunakan untuk penelitian adalah edisi teks Serat

Margawirya, karya Faiz mahasiswa Sastra Daerah Universitas Sebelas Maret

tahun 1986. ( Karya skripsi ).

Keterangan tambahan : Serat Margawirya masuk kedalam kelompok

piwulang. Serat ini dikarang oleh RMH. Jayadiningrat I, tetapi apabila pembaca

mencari mengenai nama pengarang maka secara langsung tidak akan diketemukan

nama beliau, namun pembaca akan menemukan nama RM.Bagus Luhur yang

diperintah menyalin oleh BGRay. Kusumadiningrat yang mana beliau adalah adik

dari PB V.

b. Sumber data Sekunder

Sumber data yang dipergunakan adalah buku-buku referensiyang relevan

untuk acuan, yang berupa buku-buku teori .

(51)

a. Data Primer

Data primer merupakan data pokok, yang berupa ajaran budi pekerti

dalam teks Serat Margawirya, mengacu oleh Faiz, mahasiswa Sastra Daerah

Universitas Sebelas Maret, dalam Skripsinya yang berjudul “ Tinjauan Filologis

Serat Margawirya” pada tahun 1986.

b. Data Sekunder

Data yang berupa keterangan dari buku-buku referensi yang dapat

menunjang penelitian ini.

D.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik

yaitu sebagai berikut :

1. Teknik Analisis Isi (Content Analysis)

Salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan

mencatat dokumen. Disebut sebagai content analysis, yang dimaksudkan bahwa

peneliti bukan hanya sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen

atau arsip, tetapi juga tentang maknanya yang tersirat (H. B. Sutopo, 2002: 70).

Teknik content analysis ini sering juga disebut dengan kajian isi. Holsti (1999)

memberikan definisi, kajian isi adalah teknik apapun yang digunakan untuk

menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan

secara objektif dan sistematis (Lexy J. Moleong, 2007: 163). Teknik analisis ini

dilakukan dengan berpegang pada teori-teori yang berkaitan, yaitu kajian

(52)

commit to user

Pengumpulan data dalam penelitian ini juga menggunakan teknik study

pustaka (library reseach), yaitu mengumpulkan data-data dengan bantuan pustaka

yang meliputi naskah, buku-buku, skripsi, dan media massa. Study pustaka ini

dimaksudkan untuk memperoleh data-data yang menunjang penelitian. Penelitian

perpustakaan bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan

macam-macam material yang terdapat di ruang perpustakaan, misalnya berupa

buku-buku, majalah, naskah-naskah, catatan, kisah sejarah, dokumen-dokumen

dan lain-lain. Pada hakekatnya, data yang diperoleh dengan jalan penelitian

perpustakaan tersebut dijadikan pondasi dasar dan alat utama bagi praktek

penelitian di tengah lapangan ( Kartini Kartono, 1996 :33). Dasar dari teknik

kepustakaan ini untuk memudahkan di dalam penelitian ini serta menjadi teknik

terpenting di dalam, mengupas isi dari penelitian ini.

E.

Teknik Analisis Data

Data-data yang dibutuhkan setalah terkumpul dengan lengkap, langkah

berikutnya adalah menganalisis data. Pada tahap ini data yang akan dimanfaatkan

sedemikian rupa agar berhasil menyimpulkan kebenaran yang dapat digunakan

untuk menjawab permasalahan-permasalahan dalam penelitian.

Dengan data yang dikumpulkan oleh penulis yaitu berupa tanggapan atau

resepsi sastra dari masyarakat maka untuk menganalisa data-data tersebut penulis

menggunakan analisis kualitatif interaktif. Ada tiga komponen pokok yang

terdapat dalam model analisis interaktif antara lain :

(53)

Merupakan sajian dari analisis yang mempertegas, memperoleh,

memperpendek membuat fokus, membuang hal-hal yang penting dan mengatur

data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilaksanakan.

2. Data Display (Sajian Data)

Merupakan suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan riset

dapat dilaksanakan. Dengan melihat suatu penyajian data, peneliti akan mengerti

apa yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan suatu analisis dan

tindakan lain berdasarkan pada penelitian tersebut.

3. Conclution Drawing (Kesimpulan)

Kesimpulan yang ditarik dari semua hal yang terdapat dalam data

reduction dan data display. Pada dasarnya makna data harus diuji validitasnya

supaya kesimpulan yang diambil lebih kokoh (H.B Sutopo 2002 :96).

Proses analisis yang dilakukan yaitu dengan cara mereduksi data yang

telah terkumpul, artinya menyederhanakan atau membuang hal-hal yang tidak

relevan kemudian mengadakan penyajian data sehingga memungkinkan untuk

ditarik suatu kesimpulan. Apabila kesimpulan yang ditarik dirasa kurang mantap

karena datanya masih kurang, dengan demikian peneliti dapat mengumpulkan

data kembali di lapangan. Setelah data terkumpul dengan lengkap diadakan lagi

penyajian data yang tersusun secara sistematis, sehingga dapat ditarik suatu

kesimpulan akhir.

Adapun skema dari analisi interaktif data tersebut dapat digambarkan

(54)

commit to user

Gb. Model Analisis Interaktif

(H. B. Sutopo, 2002: 96) Pengumpul

an data

Reduksi

data Sajian data

(55)

commit to user

BAB IV

PEMBAHASAN

A.

Nilai Estetika Serat Margawirya

Karya sastra merupakan salinan struktur sastra yang berhubungan dengan

kehidupan manusia, sehingga karya sastra dapat dikomunikasikan kepada para

pembaca. Dengan struktur yang melekat karya sastra tidak hanya sekedar bacaan,

melainkan obyek yang menarik bagi peneliti sastra maupun peneliti lain yang

berhubungan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keberadapan, etika filsafat

maupun agama.

Suatu karya sastra yang baik terkandung di dalamnya sebuah

gagasan-gagasan tentang kebenaran, keindahan dan kebaikan yang mempengaruhi tingkah

laku dalam kehidupan sehari-hari, tingkah laku yang menunjukkan kesederhanaan

tetapi berbudi luhur. Karya sastra merupakan hasil kreatifitas dari pengarang yang

hidupnya terpolakan oleh situasi dan kondisi sosial masyarakat, karena itu sastra

senantiasa dinamis, bergerak seiring dengan perkembangan situasi dan kondisi

suatu masyarakat, bahwa saat yang paling relevan sehubungan dengan kebudayaan

jawa adalah saat budaya itu tercipta, maka hal inipun berlaku pula terhadap naskah

Serat Margawirya sebagai salah satu bentuk arsip budaya.

Untuk memahami sebuah karya sastra terlebih dahulu kita harus mengetahui

(56)

commit to user

dari struktural yang merupakan tahap awal dalam penelitian suatu karya sastra

untuk lebih jauh dapat mengkaji makna yang terkandung didalamnya.

Penelitian karya sastra adalah untuk mengetahui dan memahami makna dari

suatu karya sastra yang diteliti. Pemahaman tersebut dimaksudkan untuk mencari

wawasan yang mengilhami penciptaan karya sastra, karena karya sastra juga berisi

pemikiran dan kreatifitas pengarang terhadap kehidupan. (Sapardi Djoko Damono,

2000 : 28).

Serat Margawirya adalah salah satu bentuk karya sastra yang menurut

peneliti adalah tercipta dari situasi dan kondisi masyarakat di lingkungan Keraton.

Seperti yang tertulis dalam pupuh Dhandhanggula bait 13 & bait 27.

Kutipan :

Pama surya jenenging narpati/ wadya kuswa dhukul aneng wana/ kataman surya yektine/ mangkana ing umulun/ ngulatana surating rawi/ aywa enak neng wisma/ pratistha kang aub/ dadya tan kataman arja/ pasewakan pedhedhean para mantri/ weh marganing kawruhan // (Dhandhanggula, 13 ).

Terjemahan :

Perumpamaan raja adalah matahari, bala tentara bermacam-macam rumput di hutan terkena sinar matahari. Demikian pula mengabdi, carilah matahari, jangan hanya berdiam di rumah saja, bertempat tinggal di tempat yang teduh, sehingga tidak terkena sinar matahari. Pertemuan dan persidangan para mantri, memberikan jalan pengetahuan.

Kutipan :

(57)

commit to user

lambang/ kekejepan bebisikan padha ugi/ nglilipi pasewakan // Dhandhanggula, 27)

Terjemahan :

Jika menghadap pada tuannya (Raja), jangan sering berbicara dengan bahasa wangsalan, karena membuat curiga hati orang lain, serta akan menimbulkan amarah raja, sudah dimuat dalam sruti tidak diperkenankan berbahasa lambang, seperti memejam-mejamkan mata, berbisik-bisik, hal itu mendurhakai di dalam mengabdi dan merusak pemandangan dalam pertemuan.

1. Lapis Bunyi

Bunyi mengandung aspek tinggi–rendah atau nada, panjang-pendek dan

lemah-kuat. Pemakaian unsur bunyi lebih intensif digunakan dalam seni musik

namun dalam seni sastra bunyi juga menjadi salah satu unsur pembangun begitu

pula sastrawan Jawa.

RMH Jayadinigrat I sebagai pencipta SM menggunakan satu bentuk

konvensi sastra yang sama dalam satu struktur karya sastra yaitu puisi terikat.

Disebut puisi terikat karena bentuk puisi mengikuti suatu konvensi atau matra

tertentu termasuk konvensi atau matra yang ada di dalam karya sastra Jawa

klasik. Pada umumnya sastrawan Jawa klasik menggunakan puisi terikat sebagai

alat ekspresinya.

Bentuk puisi terikat, konvensi atau matra yang digunakan dalam SM

adalah konvensi tembang macapat, seperti karya sastra zaman Surakarta pada

umumnya. Sebagai bentuk tembang macapat, karya sastra ini terikat oleh konvensi

tembang secara umum. Konvensi atau aturan tersebut meliputi aturan fisik yang

(58)

commit to user

guru wilangan, yakni banyaknya wanda „suku kata‟ dalam satu pada „bait‟, (c)

guru lagu, yakni ketentuan bunyi vokal pada suku kata terakhir tiap baris. Selain itu

terdapat konvensi atau aturan yaitu, tiap matra memiliki fungsi pemakaian yang

berbeda. Hal ini berhubungan dengan watak masing-masing matra.

Aturan matra dalam tembang macapat, terutama dalam guru lagu,

menunjukkan pentingnya unsur bunyi pada tembang. Dengan kata lain, lapis bunyi

di dalam tembang macapat termuat dalam konvensi guru lagu. Selain guru lagu

adanya asonansi, aliterasi, efoni dan kakofoni juga ikut mempengaruhi dan

menunjang di dalam lapis bunyi.

Secara keseluruhan SM menampilkan 221 bait tembang macapat yang terbagi

di dalam 4 pupuh dan terdapat 4 metrum pula yang digunakan di dalam SM. Ke

empat metrum tersebut adalah Dhangdhanggula, Sinom, Megatruh dan Kinanthi.

Dalam menganalisa lapis bunyi ini akan menampilkan 4 bait sebagai contoh pada

setiap pupuhnya.

a. Pupuh I , Matra Dhangdhanggula bait 40

Pupuh pertama, yakni matra Dhangdhanggula mempunyai 10 baris atau gatra

dalam setiap baitnya. Sedangkan guru wilangan dan guru lagunya sebagai berikut

: 10i, 10a, 8e, 7u, 9i, 7a, 6u, 8a, 12i, 7a. Bait 40 akan dianalisis dalam pupuh ini

menampilkan tembang sebagai berikut :

Kutipan :

Gambar

gambar  suasana tertentu  baik  secara  fisik maupun  batiniah  (Aminudin,  1991 :
gambar sebagai  simbolnya. Pupuh  I  bait 1 menuliskan  candrasengkala :  katrima

Referensi

Dokumen terkait

Secara singkat dapat diutarakan bahwa disertasi yang mengkaji gender dan ajaran Jawa dalam sastra wulang menemukan kesetaraan gender, potensi wanita, pendidikan budi pekerti

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan budi pekerti yang terdapat dalam kesenian Kuntulan Bakti Rosul di Dusun Brajan Barat Desa

a) Model demokratis, bukan otoriter dan pemaksaan. Penyampaian nilai budi pekerti supaya tidak dilakukan dengan paksaan atau otoriter, pendidik dan siswa harus bekerjasama

Adapun nilai-nilai pendidikan budi pekerti yang terkandung dalam tradisi Maguti antara lain nilai keagamaan, nilai kemandirian, nilai kepedulian, nilai bertanggung jawab,

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan budi pekerti yang terkandung dalam naskah cerita rakyat Jawa Timur,

Berdasarkan hasil analisis data penelitian tentang Peran Orang Tua Dalam Penanaman Nilai-Nilai Budi Pekerti Pada Anak (Studi Eksplorasi pada Anak Pegawai Negeri

Kandungan ajaran pendidikan budi pekerti luhur, berperilaku yang sopan, bertindak sesuai dengan nilai-nilai budaya masyarakat dalam menjalani kehidupan banyak tertuang dalam

Data dalam penelitian ini adalah unsur-unsur novel yang mengungkapkan permasalahan nilai-nilai budi pekerti dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prastyo meliputi: 1