• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN NILAI NILAI BUDI PEKERTI YANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN NILAI NILAI BUDI PEKERTI YANG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN NILAI-NILAI BUDI PEKERTI YANG TERINTEGRASI DALAM PEMBELAJARAN SAINS TERPADU MELALUI LIVING VALUES EDUCATIONAL

PROGRAM (LVEP)

Oleh:

Ismun Nisa Nadhifah 1, Ika Kartika 2

1) Mahasiswa Pendidikan Fisika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Alamat : Tegal Kemuning DN II, No.877 C, Lempuyangan, Yogyakarta

E-mail: lucky_dhyva@yahoo.com

2) Dosen Pendidikan Fisika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta E-mail: Ika_thea@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan nilai-nilai budi pekerti dan sikap ilmiah yang terintegrasi dalam pembelajaran Sains terpadu melalui Living Values Educational Program (LVEP)

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif melalui kajian teoritis untuk menjelaskan pengintegrasian nilai-nilai budi pekerti dan sikap ilmiah dalam pembelajaran Sains terpadu dengan menerapkan LVEP yang terfokus pada : penghargaan, tanggung jawab, dan kerja sama. LVEP merupakan metode pembelajaran yang komprehensif berbasis nilai. Proses kegiatan pembelajaran dengan LVEP membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan pribadi, sosial dan emosional. Dalam pembelajaran melalui LVEP ini peserta didik diajak untuk berefleksi, berimajinasi, berdialog, berkomunikasi, berkreasi, membuat tulisan dan bermain-main lewat nilai-nilai yang diajarkan. Aktivitas-aktivitas berdasarkan nilai tersebut dirancang untuk memotivasi siswa dan mengajarkan mereka untuk memikirkan diri sendiri, orang lain, dunia, dan nilai-nilai dalam cara yang berkaitan.

Tahapan penerapan LVEP dimulai melalui refleksi dimana siswa diajak untuk merenungkan pentingnya nilai-nilai yang diajarkan dalam kaitannya tentang alam dan lingkungan. Kemudian siswa diajak untuk berimajinasi atau membayangkan, membagi pengalaman dan membuat karya untuk memancing kreativitas. Tahap selanjutnya yaitu ekspesi seni dimana siswa diajak untuk menuangkan ide kreatif mereka melalui karya seni semisal membuat gambaran pengetahuna yang mereka pelajari. Tahap selanjutnya yaitu aktivitas pengembangan diri dimana mereka mengeksplorasi nilai dan kaitannya dengan pembelajaran Sains yang mereka alami.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode LVEP dengan mengintegrasikan nilai-nilai budi pekerti pada pembelajaran Sains Terpadu dapat meningkatkan pemahaman nilai-nilai budi pekerti kepada siswa. Hasil wawancara menunjukkan sebagian besar siswa sangat antusias dan merasa senang dalam mengikuti pembelajaran dan mereka lebih memahami makna pembelajaran Sains. Penerapan Metode LVEP untuk pengimplementasian nilai-nilai budi pekerti pada pembelajaran Sains Terpadu menurut guru sudah sesuai dan komprehensif.

Kata kunci : LVEP, Pembelajaran Sains Terpadu, Pembelajaran nilai.

I. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

(2)

keuntungan yang besar saat dipandu melalui penggalian nilai-nilai dan implikasinya bagi diri mereka sendiri, sesama, dan masyarakat luas.. Orangtua, pendidik dan warga yang peduli di banyak negara percaya salah satu solusinya adalah dengan menitikberatkan pada pendidikan nilai-nilai.

Para pendidik yang mengajak dan memberi siswa-siswa kesempatan secara aktif menggali dan mengalami kualitas-kualitas diri mereka sendiri merupakan titik penentu yang sangat penting. Siswa-siswa memperoleh keuntungan dengan mengembangkankeahlian hingga kemampuan kognitif dan pemahaman nilai-nilai. Untuk memotivasi siswa-siswa agar mau belajar dan mempergunakan kemampuan sosial yang positif dan kooperatif, sangat penting menciptakan suasana bermuatan nilai-nilai dimana mereka merasa diperkuat, didengar dan dihargai. Di dalam konteks inilah, dan sebagai jawaban dari pangilan akan perlunya nilai-nilai dalam proses inti pembelajaran, maka dikembangkanlah Living Values : an Educational Program (LVEP)

Mengacu pada ciri-ciri program pembelajaran tersebut maka solusi yang tepat sebagai pemecahan masalah di atas adalah melalui program pendidikan nilai atau LVEP ( Living Value Education Program). Alasan pemilihan LVEP adalah karena program ini dirancang untuk mengajak dan memotivasi siswa agar menjadi lebih aktif, kreatif, melaksanakan tugasnya dengan rasa penuh kesadaran dan senang, serta bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan belajar yang penuh dengan makna.

b. Kajian Teori

1) Pendidikan Budi Pekerti

1. Pengertian pendidikan budi pekerti

(3)

manusia Indonesia untuk bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan bersumber pada falsafah Pancasila dan diilhami oleh ajaran agama serta budaya Indonesia.

2. Makna pendidikan budi pekerti

Secara konsepsional, Pendidikan Budi Pekerti dapat dimaknai sebagai usaha sadar melalui kegiatan bimbingan, pembiasaan, pengajaran dan latihan, serta keteladanan untuk menyiapkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya di masa yang akan datang. Pendidikan budi pekerti juga merupakan suatu upaya pembentukan, pengembangan, peningkatan, pemeliharaan dan perbaikan perilaku peserta didik agar mau dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras, serasi, seimbang antara lahir-batin, jasmani-rohani, material-spiritual, dan individu-sosial. (Balitbang Puskur, Depdiknas, 2001).

Sedang secara operasional, pendidikan budi pekerti dapat dimaknai sebagai suatu upaya untuk membentuk peserta didik sebagai pribadi seutuhnya yang tercermin dalam kata, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, dan hasil karya berdasarkan nilai-nilai agama serta norma dan moral luhur bangsa Indonesia melalui kegiatan bimbingan, pelatihan dan pengajaran. Tujuannya agar mereka memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan terhadap sesama makhluk (Balitbang Puskur, Depdiknas, 2001).

Adapun aspek-aspek yang ingin dicapai dalam pendidikan budi pekerti menurut Haidar (2004) dapat dibagi ke dalam 3 ranah, yaitu: Pertama ranah kognitif, mengisi otak, mengajarinya dari tidak tahu menjadi tahu, dan pada tahap-tahap berikutnya dapat membudayakan akal pikiran, sehingga dia dapat memfungsikan akalnya menjadi kecerdasan intelegensia. Kedua, ranah afektif, yang berkenaan dengan perasaan, emosional, pembentukan sikap di dalam diri pribadi seseorang dengan terbentuknya sikap, simpati, antipati, mencintai, membenci, dan lain sebagainya. Sikap ini semua dapat digolongkan sebagai kecerdasan emosional. Ketiga, psikomotorik, adalah berkenaan dengan tindakan, perbuatan, prilaku, dan seterusnya.

(4)

Secara teknis, penerapan pendidikan budi pekerti di sekolah setidaknya dapat ditempuh melalui empat alternatif strategi secara terpadu. Strategi pertama ialah dengan mengintegrasikan konten kurikulum pendidikan budi pekerti yang telah dirumuskan ke dalam seluruh mata pelajaran yang relevan, terutama mata pelajaran agama, kwarganegaraan, dan bahasa (baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah). Strategi kedua ialah dengan mengintegrasikan pendidikan budi pekerti ke dalam kegiatan sehari-hari di sekolah. Strategi ketiga ialah dengan mengintegrasikan pendidikan budi pekerti ke dalam kegiatan yang diprogramkan atau direncanakan. Dan strategi keempat ialah dengan membangun komunikasi dan kerjasama antara sekolah dengan orang tua peserta didik.

3) Living Values : an Educational Program (LVEP)

LVEP adalah program pendidikan nilai yang komprehendif, yang memperhatikan kebutuhan anak-anak, remaja, dan dewas muda saat ini. Model teori LVEP mendorong terciptanya suatu suasana berbasis nilai dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas pendidikan untuk manusia secara utuh yang penuh dengan perhatian, penghargaan, positif, dan aman bagi perkembangan untuk belajar. ( Christopher Drake, 2002:6 )

LVEP memperkenalkan dua belas nilai universal: Cinta, Damai, Penghargaan, Tanggung jawab, Kerja sama, Kebebasan, Kebahagiaan, Kejujuran, Kerendahan hati, Kesederhanaan, Toleransi, dan Kesatuan. Pendidikan Menghidupkan Nilai tidak menekankan perubahan pada aspek pengetahuan dan keterampilan semata namun lebih pada perubahan sikap. Ketika satu sikap positif bisa dikembangkan dan ditularkan maka perubahan pada aspek pengetahuan dan keterampilan akan menjadi lebih mudah diwujudkan.

4) Pembelajaran Sains (IPA)

(5)

langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

5) Pengembangan pembelajaran nilai dalam Sains

Pengembangan pendidikan nilai dalam pembelajaran sains harus terkait erat dengan hakekat sains itu sendiri. Hakekat sains sebagai proses, produk, dan hasil kreativitas manusia. Sains sebagai sebuah proses akan mengandung nilai-nilai sosial dan moral. Acapkali riset-riset para ilmuwan sains ditangani secara kooperatif dan kolaboratif. Para ilmuwan pun dalam proses penemuannya, senantiasa menghargai temuan sebelumnya, sehingga perkembangan sains berjalan secara vertikal dan maju terus ke depan. Ini semua karena riset-riset yang dilakukan setelahnya memperdalam dan mengembangan riset sebelum yang dilakukan oleh ilmuwan berbeda-beda. Seorang saintis dituntut pula jujur, cermat, dan teliti dalam proses menghasilkan produk sains. Kejujuran sainstis akan diuji oleh serangkaian eksperimen berulang, uji validasi oleh ilmuwan lain, dan uji publik dihadapan para sainstis lainnya.

Sains sebagai sebuah produk mengandung nilai-nilai humanisme dan religius. Produk sains acapkali memberi manfaat yang besar bagi manusia. Sains sebagai hasil kreatifitas manusia, mengandung nilai ilmiah. Produk sains yang berdaya guna dihasilkan dari sebuah proses pengindraan yang cermat terhadap fakta, rasa ingin tahu yang banyak ketika mengindra fakta, rasa ingin meneliti atau menemukan (inquri) untuk memecahkan kesenjangan antara fakta dan rasa ingin tahunya, yang semuanya dilakukan dengan pikiran yang logis, rasional, kreatif, dan kritis.

Dalam konteks school science (sains yang diajarkan di sekolah), nilai-nilai moral, social, religius, dan humanis dari sains harus disumblimasikan dalam jiwa anak ketika belajar sains. Jadi pembelajaran sains bukan sekedar mempelajari rangkaian fakta di alam, tetapi bagimana upaya memperoleh dan memanfaatkan fakta-fakta itu. Upaya memperoleh fakta sains yang penuh nilai curiosity, inquiry, kejujuran, ketelitian, kecermatan, dan kerjasama,.

(6)

Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran apa adanya tentang implementasi pendidikan nilai dengan menerapan LVEP pada pembelajaran IPA di kelas 8 MTs. Al-Islam Rowoari Kendal. Data yang diperoleh dari penelitian ini merupakan hasil analisis dokumen, dan observasi. Penelitian kualitatif merupakan suatu pendekatan penelitian yang diarahkan pada memahami fenomena sosial dari perspektif partisipan dengan cara wawancara, observasi, dan studi dokumen (Nana Syaodih, 2009). Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data yang berbentuk deskriptif yaitu data berupa ucapan pada saat eksplanasi atau tulisan dari subyek atau obyek penelitian (Sugiyono, 2007).

Subyek penelitian ini adalah siswa siswa MTs. Al-Islam Kendal. Alasan sekolah ini dipilih adalah karena sebagian besar siswa ini juga merupakan santri dari pondok pesantren terpadu Syeikh Ahmad Rifa’I Kendal. Dengan demikian dapat diketahui bahwa siswa-siswa ini menerapkan pendidikan nilai keagamaan yang memang termuat dalam program pendidikan pesantren.

Instrumen yang digunakan berupa lembar Observasi selama 3 kali pertemuan, dokumen RPP, dokumen foto, dan wawancara terhadap siswa. Penelitian ini dilakukan di MTs. Al-Islam Kendal selama bulan April 2012. Materi yang digunakan guru sebagai sarana implementasi LVEP ini adalah Topik cahaya dan Sifat-sifatnya. Kompoenen Living values yang diterapkan adalah Penghargaan terhadap pelajaran IPA, Kerjasama, dan Tanggung Jawab.

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pendidikan nilai yang dilaksanakan dengan menggunakan metode LVEP pada pokok bahasan Cahaya dan sifat-sifatnya pada kelas delapan Mts. Al-Islam Rowosari Kendal sudah berhasil diterapkan dengan cara :

a. Kegiatan awal Pembelajaran

(7)

lebih menghargai pelajaran IPA bagi kehidupan manusia dan peranan IPA terhadap peradaban. Pada pertemuan kedua guru mengajak siswa untuk membayangkan Dunia yang tanpa keberadaan mikroskop dan Teropong, serta apa yang akan terjadi tanpa ilmuan-ilmuan yang berpaeran dalam bidang optik.

Sedang pada peertemuan ketiga guru mengulang kembali ringkasan materi sifat-sifat pemantulan cahaya pada cermin lengkung dan sifat-sifat-sifat-sifat pembiasan cahaya pada lensa, menanyakan hasil penyelesaian tugas menggambar dengan tema-tema tertentu dan kesulitan yang dihadapi saat mengerjakan tugas tersebut serta kerja sama antara masing-masing siswa.

b. Kegiatan Inti

Pada kagiatan inti pertemuan pertama Guru menjelaskan secara ringkas mengenai sifat sifat pemantulan pada cahaya, yang dilanjutkan dengan pengerjaan tugas secara berkelompok hingga jam pelajaran berakhir namun, sebelum pelajaran berakhir guru menyampaikan pentingya penhargaan terhadap IPA dan sesama teman dalam pembelajaran .

Pada pertemuan kedua guru menjelaskan dengan singkat mengenai sifat-sifat pembiasan cahaya pada cermin lengkung. Dilanjutkan dengan pemberian tugas dimana siswa maju secara bergantian dan menerangkan kepada teman-teman sekelasnya bagaimana cara penyelsaian tugas tersebut. Disini guru menekankan pentingnya penghargaan terhadap siswa yang sedang menerangkan agar didengarkan dengan penuh perhatian. Guru juga menekankan pentingnya rasa tanggung jawab terhadap hasil pengetahuan yang didapatkan dengan membantu teman-teman yang belum bisa. Uniknya guru menyususpkan sebuah nilai moral penting dalam pembelajaran ini yang dihubungkan dengan sifat bayangan yang dihasilkan oleh cermin cekung dan lensa cembung yang sama-sama berfokus negatif. Dengan kata-kata ” Keduanya sama-sama memiliki fokus yang memiliki nilai negatif sehingga bayangan yang dihasilkan akan selalu bersifat maya (negatif ), dan diperkecil . hal ini mengajarkan kepada kita bahwa jika segala sesuatu diawali dengan niat negatif maka hasilnyapun juga akan negatif dan tentu saja merugikan (diperkecil ), entah bagai dirinya mauapaun bagi orang-orang disekitarnya ”.

(8)

Cahaya”, dan 4 lainnya ”dengan tajuk perjalanan cahaya pada cermin dan lensa”. Karena keterbatasan waktu tugas tersebut dijadikan sebagai tugas rumah untuk di presentasikan kepada teman-temannya pada pertemuan ketiga.

Pada pertemuan ketiga kegiatan inti diisi dengan presentasi untuk mempertanggung jawabkan apa yang mereka gambar. Dalam kegiatan inti ini ternyata masih terdapat beberapa kelomppok yang masih kurang paham terhadap konsep perjalanan sinar pada cermin dan lensa. Mereka secara sportif mau menerima kritk dan saran tambahan dari teman-temannya dan siswa siswa yang lainpun belajar memberikan koreksi dan kritik dengan cara yang baik.

c. Kegiatan penutup

Pada pertemuan pertama kesimpulan pembelajaran hanya diberikan secara singkat serta kembali mengingatkan nilai-nilai moral mengenai penghargaan terhadap IPA. Pada pertemuan keduapun masih agak terburu-buru, namun guru berhasil mendorong siswa untuk menyimpulkan mengenai sifat-sifat bayangan yang dibentuk pada cermin lengkung dan lensa, serta rumus-rumus yang digunakan. Tidak lupa pula mengingatkan untuk menghargai usaha teman-teman yang menjelaskan penyelesaian soal di depan kelas dan dan pentingnya bekerja sama untuk menyelesaikan tugas.

Pada pertemuan ketiga guru mengingatkan pentingnya kerendahan hati untuk bertanya kepada teman-teman yang apabila tidak yakin dengan konsep yang dipahami agar tidak terjadi lagi kesalahan yang sama, juga mengingatkan untuk membantu sesama teman yang belum memahami sebagai bagian dari tanggung jawab terhadap ilmu pengetahuan yang telah dipelajari. Guru kemudian meminta siswa untuk memilih kelompok yang meggambar dan melakukan presentasi terbaik dengan membagikan kertas pemungutan suara degan ketentuan untuk memilih selain kelompoknya sendiri sehingga terpilih dua kelompok terbaik. Dari kegiatan ini siswa mengaku senang sekali karena merasa hasil kerja keras mereka dihargai dan memotivasi mereka untuk berusaha lebih keras.

(9)

perhitungan. Aktivitas menggambar juga diakui membantu mengalihkan kejenuhan mereka disamping sebagai sarana untuk mempelajari konsep sifat-sifat cahaya dengan cara yang menyenengkan. Aktivitas menggambar ini menurut mereka cukup menantang karena mau-tidak-mau mereka harus memahami konsep yanga akan mereka tuangkan dalam gambar dan ini membuat kreativitas mereka tersalurkan.

Siswa menyatakan bagian terpenting dari pembelajaran dengan model ini adalah mereka benar-benar merasakan makna pembalajaran IPA yang sebenarnya. Belajar mengenai penghargaan terhadap IPA, bahkan mereka mulai mengidolakan para ilmuan yang berperan dalam IPA. Para siswa juga mengungkapkan bahwa mereka belajar mengenai kerja sama, penghargaan terhadap teman yang menerangkan di depan, penghargaan terhadap guru dan terhadap IPA itu sendiri. Mereka belajar mengenai tanggung jawab dan kerjasama antar kelompok.

III. Kesimpulan dan Saran

Pembelajaran Nilai dengan metode ternyata diimplementsikan dengan baik pada pembelajaran IPA. Siswa didorog untuk memancing potensi dan krativitasnya dengan cara berimajinasi, berkreasi, berdialog dan bermain-main dengan nilai yang diajarkan. Peserta didikpun menyambut baik pembelajaran dengan metode ini karena menurut mereka, pembelajaran menjadi sarat dengan nilai moral dan sangat mengasyikkan. Mereka juag belajar untuk menghidupkan nilai-nilai moral dan timbul apreasiasi baik terhadap diri sendiri, sesama, guru dan terhadap pelajaran IPA itu sendiri.

Saran saya sebagai penulis adalah hendaknya pembelajaran nilai ini bisa diimplementasikan secara kontinyu agar terbentuk nilai-nilai positif pada diri siswa dan pembelajaran menjadi sarat makna

IV. Daftar Pustaka

Dirjen Dikti, Depdikbud. (2003). Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Bandung: Citra Umbara

Haidar Putra Daulay, (2004). Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta: Prenada Media, Cet. ke-1.

(10)

Kneller, G. F. (1967). The philosophy of education. New York: London-Sydney

Laska, J. A. (1976). Schooling and education, basic concepts and problems. New York: D. Van Nostrand Company.

Madya Ekosusilo & Kasihadi. (1989). Dasar-dasar pendidikan. Semarang: Effar Publishing.

Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan, (1997). Pedoman Pengajaran Budi Pekerti. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan kebudayaan.

Sugiono.(2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul, “ EFEKTIVITAS PENCUCIAN TOMAT CERI ( Solanum lycopersicum var. cerasiforme ) DENGAN BEBERAPA CAIRAN

demikian seterusnya dan merekapitulasi hasil perolehan nilai dari kelompok. Kegiatan akhir siswa ersama guru membuat rangkuman tentang jenis-jenis keseimbangan

Kajian ini bertujuan untuk mengenalpasti tahap pengetahuan dan sikap pelajar terhadap konsep Masyarakat Rendah Karbon (MRK) yang diterapkan dalam kurikulum sains sekolah

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan dalam meningkatkan pendapatan

Berdasarkan hasil analisis data geolistrik dan perhitungan nilai tahanan jenis medium, di interpretasikan bahwa litologi yang terdapat pada lokasi penelitian terdiri

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara serum seng dengan jumlah CD4 pada lansia yang tinggal di Panti Jompo, serta untuk mencari prevalensi

Cianjur merupakan kota agamis yang biasanya kepemimpinan dari tingkat desa sampai pusat dipimpin oleh laki-laki, tapi di Desa Padaluyu kecamatan Cugenang Cianjur

tumpukan ( bulk density ) dilakukan untuk menentukan volume ruang pada suatu bahan dengan berat jenis tertentu seperti dalam pengisian alat pencampur dan