• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada dasarnya, semua jenis akta yang terletak dalam bidang perdata boleh dibuat oleh notaris. Namun, dalam hal tertentu ada larangan khusus bagi notaris untuk membuat akta bagi orang orang tertentu. Larangan tersebut diatur dalam pasal 20 ayat 1 P.J.N yang berbunyi :

“Notaris tidak boleh membuat akta dalam mana ia sendiri, istrinya, keluarga sedarahnya atau keluarga semendanya dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat dan dalam garis kesamping sampai dengan derajat ketiga baik untuk dirinya sendiri maupun melalui kuasa adalah merupakan pihak”.

Jikalau pasal tersebut kita perinci maka dapat dikatakan bahwa larangan itu berlaku jika dalam suatu akta ternyata bahwa :

1. Notaris itu sendiri, 2. Istri notaris itu,

3.Keluarga sedarah dan keluarga semenda notaris itu, dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat, dalam garis kesamping sampai dengan derajat ketiga, adalah:

a.merupakan pihak karena dirinya sendiri atau

b. merupakan pihak melalui seseorang yang dikuasakannya (door gemachtigde).

Perlu diperhatikan bahwa perkataan “istri notaris” dewasa ini harus ditafsirkan berbunyi “istri atau suami notaris” mengingat bahwa sekarang ini bukan hanya pria tapi juga wanita dapat diangkat menjadi notaris. Jadi berbeda situasinya dengan situasi ketika P.J.N mulai berlaku yakni bahwa pada waktu itu

pasal yang mengatur tentang persyaratan pengangkatan notaris menetapkan bahwa yang boleh diangkat menjadi notaris (hanyalah) pria.

1. Menjadi Pihak Karena Dirinya Sendiri.

Yang dimaksud dengan menjadi pihak karena dirinya sendiri ialah jika hak dan kewajiban yang timbul dari akta tersebut adalah untuk dan atas tanggungan diri pribadi penghadap itu sendiri.

2. Menjadi Pihak Melalui Orang Yang Dikuasakan

Menjadi pihak dalam akta melalui seseorang yang dikuasakan artinya ialah bahwa si penghadap bertindak bukan untuk kepentingannya sendiri melainkan untuk dan atas tanggungan orang lain yang diwakilinya berdasarkan pemberian kuasa. Segala akibat hukum perbuatan dari yang diberi kuasa bertalian dengan akta untuk mana ia menghadap adalah untuk dan atas tanggungan pihak yang memberi kuasa. Bukan menjadi hak dan kewajiban orang yang diberi kuasa (yang menghadap)

Sebagai contoh ialah si A memberi kuasa kepada si B untuk mempersewakan rumah kepunyaan si A kepada si C. Maka untuk keperluan pembuatan akta sewa menyewa, yang menghadap kepada notaris adalah si B yang bertindak sebagai kuasa si A juga menghadap si C. Dalam hal ini yang menjadi pihak perjanjian sewa menyewa ialah si A sebagai pihak melalui kuasanya yang bernama B, sedangkan si C juga merupakan pihak kareana dirinya sendiri.

Sebagaimana diketahui kuasa itu ada 3 jenis, yakni :

- Kuasa lisan

Artinya kuasa itu diberikan secara lisan atau dengan omongan saja tanpa didukung satu tulisan atau surat.

- Kuasa dibawah tangan

Kuasa ini diberikan dengan satu tulisan atau akta akan tetapi pembuatan akta itu dilakukan tanpa campur tangan atau bantuan pejabat umum melainkan dibuat oleh hanya yang berkepentingan saja (pasal 1874 KUH Perdata)

Ada kalanya pembuatan surat kuasa ini terjadi dengan melibatkan pejabat umum secara terbatas yakni yang membuat surat kuasa itu adalah orang yang bersangkutan saja akan tetapi penandatangannya dilakukan dihadapan pejabat umum. Dengan perkataan lain penandatangannya disaksikan oleh pejabat umum.

Surat kuasa demikian dinamakan surat kuasa dibawah tangan yang dilegalisir.

- Kuasa otentik

Kuasa otentik adalah kuasa yang diberikan dengan akta yang diperbuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang undang oleh pejabat umum yang berwenang seperti yang diuraikan lebih jelas dalam pasal 1868 KUH Perdata.

Pada umumnya pejabat umum yang bertindak dalam pembuatan akta otentik itu adalah notaris karena itu jika tidak ternyata sebaliknya maka akta otentik sama dengan akta notaris.

Sebagai kesimpulan dapat kita katakan bahwa dalam tiga jenis kuasa yang tersebut diatas si notaris tidak boleh membuat suatu akta dimana salah satu pihak adalah orang yang mempunyai hubungan keluarga yang dekat dengan notaris (termasuk dalam derajat larangan), meskipun yang menghadap bukanlah keluarganya itu melainkan kuasanya yang tidak mempunyai hubungan keluarga

dengan notaris. Sebab dalam hal ini keluarganya itulah yang menjadi pihak melalui kuasa.

- Menjadi Pihak Melalui Wakil Yang Bertindak Dalam Kedudukan ( In Hoedanigheid).

Menjadi pihak melalui yang diberi kuasa (door gemachtigde) maknanya adalah menjadi pihak melalui seorang wakil. Si wakil mewakili melalui lembaga kuasa. Seseorang mungkin pula mewakili orang lain bukan melalui lembaga kuasa akan tetapi melalui lembaga (institusi) lain yaitu lembaga kedudukan atau lembaga jabatan (in hoedanigheid).

Kedudukan sebagai wali mengandung arti bahwa si wali berhak, bahkan dalam hal tertentu berkewajiban, mewakili anak dibawah umur yang berada dibawah perwaliannya melakukan suatu perbuatan hukum. Dalam hal ini jika dibuatkan aktanya dimuka notaris maka yang menghadap adalah si wali, bukan si anak namun yang menjadi pihak yang terikat pada perjanjian itu adalah si anak.

Jika dalam pembuatan suatu akta seorang penghadap itu bertindak dalam kedudukannya sebagai wali dari seorang anak dibawah umur maka yang terikat mengenai isi akta bukanlah si wali melainkan si anak dibawah umur. Seandainya orang tadi bertindak dalam kedudukannya sebagai kurator (pengampu) maka yang terikat bukanlah pengampu itu tapi kurandus (yang terampu).

Pasal 20 P.J.N tersebut tidak ada mengatur prihal seseorang yang bertindak dalam kedudukan dalam pembuatan dalam suatu akta. Apakah larangan pasal 20 P.J.N itu juga berlaku jika seandainya yang menjadi pihak dalam akta adalah seseorang yang bertindak dalam kedudukan tertentu.

- Larangan Tidak Berlaku.

Larangan tersebut diatas tidak berlaku dalam hal hal yang diuraikan dalam pasal 20 ayat 2.

- Sanksi

Pelanggaran terhadap larangan pembuatan akta akta yang tersebut diatas diatur dalam pasal 20 ayat 3 P.J.N yang menentukan :

“Akta itu hanya mempunyai kekuatan sebagai akta dibawah tangan asal saja akta itu ditandatangani oleh para penghadap dan notaris pembuat akta itu berkewajiban membayar ongkos, kerugian dan bunga kepada yang berkepentingan”.

Akibat hukum dari sanksi tersebut berbeda-beda tergantung dari jenis perbuatan atau perjanjian yang dimuat dalam akta tersebut yakni :

Jika perbuatan itu adalah perbuatan yang bebas bentuk (vormvrij) dalam arti kata adanya akta notaris bukan merupakan keharusan maka perbuatan itu tetap sah secara yuridis namun kekuatan pembuktian akta tersebut meskipun dibuat dihadapan notaris hanya kekuatan pembuktian akta dibawah tangan.

Jika perbuatan itu adalah perbuatan hukum yang mana eksistensinya harus melalui akta notaries maka dengan terjadinya pelanggaran pasal 20 ayat 1 P.J.N perbuatan itu dianggap tidak dilakukan.

BAB IV

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK BAGI PARA PIHAK DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH MELALUI JUAL BELI