• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laringtis kronis spesifik/Granulomatosa 5

Dalam dokumen Laringitis (Halaman 28-33)

LARINGITIS KRONIS

4.2 Laringtis kronis spesifik/Granulomatosa 5

4.2.1 Tubekulosis laring 5

Sering dihubungkan dengan tuberculosis paru. Hampir selalu ditemukan pada pasien dengan tuberculosis paru sebagai proses komplikasi dan penyakit ini merupakan penyakit granulomatosis laring yang paling sering dijumpai. Dulu dikatakan penyakit ini sering terjadi pada usia muda yaitu 20-40 tahun, tetapi belakangan ini dijumpai pada usia sekitar 60 tahun. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan 4:1, terutama peminum alkohol.

Etiologi : M. tuberculosis. Invasi ke laring terjadi akibat kontak langsung dengan sputum yang terinfeksi. Banyak didapat didaerah komisura posterior yang lebih lebar, karena udara pernapasan dan sputum biasanya melewati daerah tersebut. Infeksi secara hematogen dan limfogen tidak begitu penting tuberculosis laring.

Patologi : Struktur posterior laring kartilago aritenoid, ruang interaritenoid, plika vokalis bagian posterior, serta permukaan epiglottis yang menghadap ke laring, merupakan tempat yang paling banyak terkena, karena sputum dapat tersangkut di daerah-daerah tersebut saat batuk. Infeksi berawal dari ruang subepitel dengan hiperemi dan eksudasi diikuti infiltrasi sel (jenis eksudatif). Kemudian akan terbentuk tuberkel yang granulomatosa dengan sel datia langhans, perkijuan dan nekrotik (jenis produktif). Permukaan mukosa tidak rata, pengabungan tuberkul-tuberkul menyebabkan nekrosis lapisan epitel,menimbulkan ulserasi yang dapat menembus sampai ke kartilago,terutama epiglottis dan aritenoid.penyembuhan dapat terjadi dengan terbentuknya fibrosis yang dapat berlanjut menjadi stesionis

laring.radang terbentuk suatu pembengkakan seperti tumor yang disebut”tuberkuloma”.

Manifestasi Klinik : Gejala-gejala gangguan laring terjadi belakangan pada penyakit paru terjadi mungkin merupakan hgal yang membawa pasien berobat.gejala pertama adalah suara serak sampai afoni, rasa kering dan nyeridi tenggorokan serta batuk yang produktif.obtruksi jalan napas dapat terjadi akibat edema, tuberkuloma, atautuberklosa, atau fiksasi dari plika vokalis bilateral pada garis moden .biasanya disertai tanda-tanda sistematik tuberculosis paru.

Pemeriksaan : tanda dini adalah timbulnya kemerahan disertai pembengkakan di daerah aritenoid dan plika vokalis posterior serta adanya eksudat yang berwarna kekuningan mungkin terlihat dibawah mukosa yang utuh pada daerah interateranoid dan epiglottis.nodul ini mungkin bersatu dan daerah yang terkena merah muda, membengkak dan noduler,yang khas pada plika vokalis. Tahap terakhir di tandai oleh kombinasi ulserasi, edema, granulasi dan pembentukan tuberkuloma.

Diagnosis : Ditegakkan dengan di temukannya basil tahan asam pada dahak pasien, bilasan lambung atau bahan biopsi. Rontgen paru dan pemeriksaan laringoskopi direk/indirek harus dilakukan bila ragu-ragu lakukan biopsi.

Terapi : Pada dasarnya ditujukan pada penyakit parunya .

 Menginstirahankan suara selama fase akut penyakit laring

 Trakeostomi bila adanya tanda-tanda obsuktruksi penyakit laring

 Kombinasi obat-obatan:streptomisin,rifampisindan PAS

4.2.2 Sarkodiosis Laring 5

Merupakan penyakit granulosmatosa kronik yang indiopatik, biasa disebut ‘besnier boeck disease”,penyakit ini dapat mengenai beberapa organ tubuh dan kelenjar linfe mediastrium,biasanya dapat sembuh sendiri.

Patologi:Gambaran lesing pada laring menyerupai gambaran lesi pada organ tubuh lain.Granuloma berisi sel epiteloid,limsofit,dan sel disertai neuritis nervus laringeus inferiors melalui kelenjar limfe servikal/mediastinal.plasma.pada

stadium lanjut akan terjadi fibrosis dan hyalinisasi serta perkapsulan oleh jaringan fibrosis.struktur supraglotis merupakan tempat yang paling banyak terkena.

Manifestasi Klining :biasanya pasien mengeluhkan suara serak dan dispeneu akibat obstruksi oleh edema laring.disfagia jarang terjadi,biasanya timbul akibat pembengkatan epiglotis.sarkodosis sering

Pemeriksaan :Epiglotis,plika ariepiglotika ,plika vokalis palsu dan aritenoid berubah bentuk akibat edema yang difus,licin,dan pucat.epiglotis khusus terkena,dapat terlihat nodul kecil berwarna putih atau kecoklatan pada tepi bebas permukaan posterior dan epiglottis.

Diagnosis:Ditegakan berdasarkan hasil biopsy

Terapi:di utamakan untuk mengatasi obstruksi jalan napas

 Trakeostomi menetap selama beberapa bulan

 Kortikosteroid dosis tinggi

4.2.3 Laringtis Sifilis 5

Saat ini jarang ditemukan,terdapat beberapa tingkatan lesi

 Lesi primer:erosi mukosa

 Lesi sekunder:Timbul lesi multipel berbentuk vesikel/papel yang berasal dari mukosa faring meluas sampai ke laring

 Lesi tersier:timbulsetelah adanya periode laten,beberapa tahun setelah lesi sekunder.timbul granuloma yang membentuk gumma,yaitu suatu netroik jaringan yang di kelilingi limfosit dan sel plasma,kadang terdapat sel raksasa dan eosifonil terdapat juga intifrasi juga periarteri dan endartesis obliterasi

Prediliksi:bagian anterior laring yaitu epiglotis dan plika ariepiglotika,nekrosisdapat menembus kartilago valekula dan dinding laring dapat terkena.

Manifestasi Klinik:pasien mengeluhkan adanya suara serak,disfagia dan nyeri terutama bial penyakit telah mendretuksi jaringan yang lebih dalam.stridor timbul oleh karma edema mukosa pada fase penyembuhan dapat terjadi defirmotasyang tidak beraturan yang akan menyebabkan stesionis laring.

Diagnosis:Ditegakkan berdasarkan hasil biopsi,setelah di singkirkan kemungkinan karsinomia

Teapi:sesuai terapi sifilis

 Penisilin dosis tinggi dalam waktu yang lama

 Local dapat diberikan inhalasi

 Dilakukan pembuangan jaringan nekroit lewat endoskopi

 Menghindari alcohol dan asap rokok

4.2.4 Skleroma Laring 5

Lebih dikenal sebagai rhinoskleroma. Merupakan infeksi Granulomatosa kronik awalnya penyakit ini hanya mengenai hidung, tetapi sekarang dapat ditemui berbagai organ tubuh.

Etologi : K.rhinoscleromatis

Patologi : ditandai dengan adanya Mikulis cell yaitu sel besar seperti berbusa dan berendadengan bakteri gram negative didalamnya (bakteri intraselular). Dapat ditemui juga adanya “’Russel bodies’ terutama pada fase awal penyakit. Daerah infraglotik merupakan predileksi.

Manifestasi klinik : Suara serak dan batuk yang dikeluhakn oleh pasien yang

telah mengalami infeksi pada hidung. Gejala lanjut dapat berupa stridor dan dispneu akibat proliferasi jaringan, yang menimbulkan sumbatan laring.

Pemeriksaan : Pada stadium dini, mukosa daerah interaritenoid, plika,

ariepiglotika, permukaan epiglotis yang menghadap ke laring dan infraglotik tampak hiperemi dan kasar serta bergranular. Terdapat krusta dan eksudat kuning purulen disertai inflitrasi noduler kemerahan, terutama daerah infraglotik. Akhirnya nodul menjadi keras dan pucat dengan konsistensi seperti tulang rawan.

Diagnosis : Ditegakkan dengan ditemukannay K. rhinoscleromati dalam contoh

jaringan.

Terapi : Pada penyakit ini tidak ada indikasi penyinaran

 Kombinasi antibiotik antara golongan aminoglikosida (gentamisin) dan golongan antimetabolit )tetrasiklin)

 Pengangtakan granuloa lewat endoskopi untuk mengatasi obstruksi laring

 Kortikosteroid sebagai tambahan untuk mengurangi pembentukan parut.

4.2.5. Wagener Granulomatosis 6

Merupakan penyakit sistemik yang difus. Terdiri dari 3 gejala utama menurut McKinnon 1970:

 Lesi nekrotik granlomatosa di saluran napas atas dan bawah, biasanya berbentuk sinusitis atau rinitis

 Vaskulitis (vena dan arteri) pada paru-paru

 Nekrotik glomerulnephritis

25% dari pasien penderita penyakit ini mempunyai manifestasi di laring, tetapi jarang yang merupakan manifestasi primer (Terent et al, 1980)

Etiologi : tidak diketahui

Patologi : lesi terdapat di daerah subglotis, dapat menimbulkan obstruksi laring.

Mukosa edema dengan gambaran granuler, mudah berdarah dan kadang terjadi ulserasi.

Terapi : Saat ini yang paling banyak digunakan adalah obat-obatan

immunosupresif terutama siklofosfamid

4.2.6. Lepra Laring 6

Penyakit ini tidak begitu menular, untuk terkena dibutuhkan kontak yang lama. Tanda klinis tidak terlihat 2,5 tahun setelah kontak. Banyak ditularkan pada pasien usia muda dan jarang setelah umur 40 tahun.

Etiologi : M. leprae

Patologi : terdapat tiga jenis yaitu : noduler (lepromatosa), neural (anestetik),

tuberkuloid. Yang paling penting gg tipe lepromatosa. Gambaran mikroskooppis memperlihatkan adanya massa kelompok sel lepra seperti berbusa yang mengandung banyak kuman. Kulit dan selaput lendir dapat terinfiltrasi secara difus atau noduler. Lesi dapat terkena infeksi sekunder dan sembuh dengan meninggalkan jaringan parut. Bentuk tuberkoloid dan neural, secara mikroskopik lesi berisi tuberkel yang mengandung beberapa basil atau sel lepra

Manifestasi klinis : Lesi di daerah supraglotik menyebabkan suara tertahan. Jika plika vokalis terkena akan timbul suara serak dan dispneu. Di laring yg pertama kali terkena hh epiglotis, yg akan membengkak menyebabkan jalan nafas menjadi sempit dan plika vokalis tertutup. Epigloti menjadi melengkung dan mukoda berwarna abu-abu gelap serta berulserasi dan ditutupi eksudat. Bila sembuh, lesi ini akan meninggalkan jaringan parut dan kontraktur. Kelenjar limfe leher sering membesar.

Diagnosis : Ditegakkan dg biopsi serta aspirasi dan apusan dari kelenjar limfe

leher

Terapi : Membutuhkan waktu yang lama

 Trakeostomi jarang dibutuhkan

 Dapat digunakan Dapson, Clofazimine dan Rifampicion

Dalam dokumen Laringitis (Halaman 28-33)

Dokumen terkait