• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III REGENERASI TEBU SECARA IN VITRO

AGROBACTERIUM MEDIATED TRANSFORMATION OF PHYTASE GENE TO SUGARCANE

1.1 Latar Belakang

Guna menunjang produksi tebu, diperlukan unsur hara P yang cukup tersedia bagi tanaman. Persoalan yang dihadapi berkaitan dengan ketersediaan P adalah tidak semua P tanah dapat segera tersedia bagi tanaman karena umumnya P tersebut berada dalam bentuk terikat yang sukar untuk digunakan tanaman (Greiner 2005). Bentuk terikat tersebut dapat dimanfaatkan oleh tanaman, terutama jika tanaman memiliki enzim fitase yang cukup untuk menghidrolisa asam fitat (Keruvuo et al. 2000; Greiner 2005), namun tidak semua tanaman dapat menghasilkan fitase dalam jumlah cukup.

Upaya peningkatan aktivitas fitase dapat dilakukan baik dengan pemuliaan maupun rekayasa genetika. Guna menunjang program pemuliaan untuk menghasilkan tanaman unggul maka ketersediaan plasma nutfah sebagai sumber keragaman sangat diperlukan. Permasalahannya adalah aktivitas tebu secara alami sangat rendah sehingga membuka peluang pemanfaatan gen-gen yang memiliki nilai penting yang berasal dari spesies lain. Selain itu, upaya perbaikan genetik tebu dengan pemuliaan konvensional memerlukan waktu yang panjang karena sebagian besar kultivar tebu modern merupakan hibrida interspesifik yang memiliki tingkat ploidi yang tinggi sehingga memiliki karakteristik genetik yang kompleks serta fertilitas rendah (Gilbert et al. 2005). Berdasarkan permasalahan di atas, rekombinasi genetik dengan teknik rekayasa genetika melalui penyisipan gen yang dikehendaki (seperti gen fitase) ke dalam tebu, mempunyai prospek yang lebih menjanjikan.

Salah satu upaya untuk menyisipkan gen asing adalah melalui transformasi dengan menggunakan Agrobacterium tumefaciens yang telah terbukti memiliki tingkat keberhasilan dan kestabilan gen yang tinggi. Menurut Riva et al. (1999), transformasi dengan mediasi Agrobacterium dapat mengintroduksi sejumlah kecil kopi dari gen asing, tetapi memiliki efisiensi kestabilan transformasi yang lebih baik bila dibandingkan dengan particle bombartment ataupun secara elektroforasi. Sejalan dengan perkembangan teknologi, efisiensi transformasi telah ditingkatkan melalui penggunaan

asetosiringon untuk tanaman monokotil, pelukaan jaringan target yang sesuai, dan perbaikan sistem seleksi kanamisin (Pardal 2002). Gen fitase yang disisipkan ke dalam tebu diharapkan mampu menghasilkan enzim yang dapat mengubah fitat menjadi P yang dapat digunakan oleh tumbuhan.

Setelah proses transformasi selesai, maka perlu dilakukan seleksi awal dalam media tertentu untuk menyeleksi eksplan yang berhasil ditransformasi dengan yang tidak. Kanamisin kerap digunakan sebagai penanda seleksi dalam kegiatan transformasi melalui Agrobacterium tumefaciens. Lethal dosis kanamisin yang digunakan Ananda (2004) adalah 100 mgl-1 pada kultivar tebu cv. PSJT 94-33, cv. BR 194. Respon tiap kultivar tebu terhadap pemberian kanamisin sebagai selectable marker adalah berbeda, termasuk untuk tebu cv. Triton, cv. PSJT 94-41, dancv. PA 175.

Setelah penyisipan gen berhasil dilakukan, maka sangatlah penting untuk mendeteksi keberadaan transgene tersebut. Pendeteksian gen dapat dilakukan dengan PCR yang merupakan teknik perbanyakan molekul DNA dengan ukuran tertentu secara enzimatik melalui mekanisme perubahan suhu (Sulandari dan Zein 2003). PCR mampu menggandakan fragmen DNA yang panjangnya lebih dari 15 kb menjadi 108 kali. Pendeteksian gen khusus, dapat dilakukan dengan menggunakan primer spesifik. Keuntungan penggunaan PCR, antara lain adalah prosesnya lebih cepat, DNA yang dibutuhkan hanya dalam jumlah yang sangat sedikit, dapat dilakukan pada tahap awal, serta teknik isolasi DNA yang sederhana. Diharapkan dengan penggunaan PCR ini, dapat dideteksi apakah gen fitase asal bakteri yang ditransformasikan telah berhasil masuk atau tidak ke dalam genom tanaman tebu.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: (1) menguji lethal dosis kanamisin yang tepat dalam proses seleksi tebu transforman pada 3 kultivar tebu; (2) mempelajari dan mengkaji proses transformasi beberapa kultivar tebu yang disisipi gen fitase melalui Agrobacterium tumefacens GV 2260 (pBinPI-IIEC); dan (3) mendeteksi integrasi gen fitase dalam genom tebu dengan analisa PCR .

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan kalus dari 3 kultivar tebu yaitu: cv. Triton, cv. PSJT 94-41, dan cv. PA 175 sebagai target jaringan yang akan ditransformasi. Kalus tersebut merupakan kalus segar hasil multiplikasi pertama. Adapun cara pembuatan media dan komposisi bahan kimia media yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.

A Uji ketahanan kalus original dalam media kanamisin

Rancangan lingkungan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dan rancangan perlakuan disusun secara faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah kultivar tebu (V) yaitu: cv. Triton (V1T), cv. PSJT 94-41 (V2T), dan cv. PA 175 (V3T). Faktor kedua adalah konsentrasi kanamisin (K) dengan taraf: 75 mgl-1 (K1), 100 mgl-1 (K2), 125 mgl-1 (K3), dan 150 mgl-1 (K4).

Kalus in vitro dari masing-masing kultivar ditumbuhkan pada media padat MS-1 yang ditambahkan kanamisin dengan berbagai konsentrasi dan diamati perkembangannya selama 4 minggu. Data dianalisis dengan sidik ragam dan bila berbeda nyata dilanjutkan dengan DMRT pada taraf 5 %. Peubah yang diamati adalah diameter kalus, lama kalus bertahan hidup dalam media seleksi kanamisin; serta struktur dan warna kalus.

B Transformasi gen fitase

Bahan-bahan yang digunakan antara lain pucuk tebu cv. Triton (V1), cv. PSJT 94-41 (V2), dan cv. PA 175 (V3) yang dikulturkan menjadi kalus embriogenik pada media MS + 3 mgl-1 2.4 D selama 6 minggu. Transformasi pada kalus tebu dilakukan berdasarkan metode modifikasi Santosa et al. (2004) dan Santosa et al. (2005).

Gene cassete pBinPI-II EC yang digunakan dalam penelitian ini dimasukkan ke dalam Agrobacterium tumefaciens GV 2260. Adapun konstruksi gene cassettepBinPI-IIEC dapat dilihat pada Gambar 7.

a Penyiapan jaringan tanaman untuk transformasi

Kalus yang akan ditransformasi dicacah sampai ukuran 2-3 mm dalam petridish di laminar air flow. Selanjutnya kalus direndam dalam 15 ml media MScd (Lampiran 2); kemudian diinkubasikan dalam kondisi gelap 28 oC sambil digoyang 60 rpm selama satu minggu. Tujuh jam sebelum ko-kultivasi dengan Agrobacterium, kalus yang hendak ditrasformasi ditambahkan 75 μl antioksidan.

b Penyiapan A. Tumefaciens GV2260 (pBinPI-IIEC) untuk transformasi Satu koloni A. Tumefaciens GV2260 (pBinPI-IIEC) dari media padat ditumbuhkan pada 5 ml media LB yang mengandung kanamisin 50 mgl-1 dan rifampisin 50 mgl-1 pada suhu 28 oC dan digoyang dengan kecepatan 150 rpm. Media LB tersebut selanjutnya diukur OD578 = 0.5, lalu dibagi dalam 2 ml eppendorf dan disentrifius 3000 rpm selama 10 menit. Pelet yang terbentuk kemudian dicuci dengan media MScd, serta disentrifius dan ditambahkan MScd ao. Tahap berikutnya adalah pengukuran nilai OD suspensi bakteri (OD578 = 0.2). Suspensi bakteri tersebut siap digunakan untuk transformasi.

c Transformasi jaringan tebu dengan gen fitase

Transformasi dilakukan berdasarkan metode modifikasi Santosa et al. (2004). Kalus dimasukan ke dalam botol steril dan diinokulasi dengan 0,5 ml kultur suspensi Agrobacterium (OD578 = 0.2) dan dibiarkan 5-10 menit pada suhu ruang yang kemudian dikeringkan dengan kertas saring steril untuk mengurangi cairan suspensi bakteri. Kalus tersebut kemudian dimasukkan ke dalam 30 ml MS yang mengandung 500 mgl-1 kasein hidrolisat, 100 mgl-1 asetosiringon dan 50 mgl-1 kanamisin, inkubasi pada kondisi gelap suhu 28 oC sambil digoyang 60 rpm selama 2 hari. Jika ada pertumbuhan Agrobacterium maka media diganti dengan media baru. Setelah ko-kultivasi jaringan tanaman yang ditransformasi dicuci dengan air steril sebanyak 2 kali lalu dikeringkan pada kertas saring steril; kemudian kalus tersebut dipindahkan pada media 25 ml MS yang mengandung 500 mg kasein hidrolisat, cefotaxime 1000 mgl-1 dan diinkubasi pada kondisi gelap suhu 28 oC sambil digoyang 60 rpm selama 2 jam. Selanjutnya kalus yang telah ditransformasi ditransfer ke dalam 30 MS yang

mengandung 0.5 mgl-1 kasein hidrolisat, cefotaxime 500 mgl-1 dan diinkubasi pada kondisi gelap suhu 28 oC sambil digoyang 60 rpm selama 2 hari. Kalus yang telah ditransformasi tersebut kemudian ditanam pada media MS padat yang ditambahkan kanamisin sesuai dengan hasil penelitian (uji pada media seleksi kanamisin). Dua minggu kemudian dipindahkan pada media perlakuan.

C Analisis integrasi gen fitase hasil transformasi dengan teknik PCR

Sampel yang digunakan adalah plantlet tebu transgenik putatif yang merupakan hasil regenerasi dari kalus transgenik putatif sub kultur ke-0 (T0).

a Ekstraksi DNA

DNA total tanaman diisolasi dengan menggerus 0.5 - 2 g bagian tanaman dengan nitrogen cair hingga berupa serbuk halus. Serbuk tersebut dipindahkan ke dalam tabung corning dan ditambahkan dengan buffer ekstraksi (100 mM Tris HCl pH 7.4; 50 mM EDTA pH 8; 500 mM NaCl; 2 Mercaptoethanol; 20 % SDS; 1 % PVP). Campuran tersebut digoyang perlahan dan disimpan dalam waterbath 65oC selama 15 menit. Ekstraksi dilanjutkan dengan menambahkan campuran kloroform dan ethanol dengan perbandingan 24:1 sebanyak volume larutan, dicampur merata dan disimpan pada suhu –20 oC selama 10 menit. Larutan DNA dipisahkan dari debris lainnya dengan sentrifius 4000 rpm selama 20 menit. Supernatan dipisahkan dengan saringan filter dan dipindahkan ke tabung corning yang baru. Presipitasi DNA dilakukan dengan penambahan isopropanol dingin dan secara perlahan tabung digoyang, setelah homogen tabung disimpan pada suhu –20oC selama 30 menit. Pelet DNA kemudian dipisahkan dan dilakukan pencucian dengan ethanol 70 %. Setelah dikeringkan, selanjutnya DNA dilarutkan dalam larutan TE (50 mM Tris HCl pH 8, 10 mM EDTA pH 8). Pemurnian dilakukan dengan isopropanol dingin. Pelet DNA kemudian dipisahkan dan dicuci lagi dengan ethanol 70 % lalu dikeringkan dan pelet DNA dilarutkan dalam 500 μL buffer TE.

b Amplifikasi DNA

Sampel yang diambil untuk analisis integrasi gen fitase hanya pada plantlet yang memiliki klorofil. Primer spesifik gen fitase yang digunakan untuk PCR adalah EC1 dan EC3 (EC1: 5’ CA GGC TCT ATC CGC TAA TCG3’; dan EC3: 5’GG CGC GGT GGG GCA ATA ATC3’). Reaksi PCR diatur sebagai berikut: denaturasi pada 940C selama 30 detik, annealing pada 600C selama 1 menit, extension pada 720C selama 3 menit, final extension 720C selama 10 menit. Jumlah setiap campuran reaksi sebanyak 20 μL yang terdiri dari 10 μL Master mix; 1 μL masing-masing primer spesifik untuk gen fitase (1μL EC1 dan 1μL EC 3); 2 μL DNA dari tanaman transgenik dan kontrol dan 6 μL ddH2O. Reaksi dijalankan sebanyak 35 siklus pada mesin PCR merk Eppendorf.

c Elektroforesis dan visualisasi hasil PCR

Sebanyak 5 μL DNA hasil amplifikasi dielektroforesis pada gel agarose 2 % selama 30 menit menggunakan buffer 1X TAE pada tegangan listrik 100 volt. Hasil elektroforesis diamati dengan merendam gel pada larutan ethidium bromida 10 μg/ml selama 10 menit dan diekspose di bawah sinar UV menggunakan UV transiluminator. Keberhasilan transformasi ditunjukkan oleh adanya pita DNA hasil amplifikasi dengan primer spesifik gen fitase.

Dokumen terkait