• Tidak ada hasil yang ditemukan

Semakin tinggi tingkat kecerdasan dan sosial ekonomi masyarakat, maka pengetahuan mereka terhadap penyakit, biaya, administrasi maupun upaya penyembuhan semakin baik. Masyarakat akan menuntut penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas tidak terlepas dari peran tenaga medis dan nonmedis.

Banyaknya perusahaan asuransi di bidang kesehatan, masuknya wisatawan asing, investasi warga asing di Indonesia, bertambahnya pula hubungan Internasional, Akreditasi dan Quality Assurance, maka sebaiknya sekarang profesi dokter sudah membiasakan diri untuk membuat catatan - catatan data medis pasien dengan lengkap. Rumah sakit pun melalui struktur organisasinya harus lebih memperhatikan dilaksanakannya pencatatan Rekam Medis dengan baik (Guwandi, 2005).

Rekam medis terkait erat dalam Standar Pelayanan Rumah Sakit. Rumah sakit harus menyelenggarakan rekam medis yang merupakan bukti tentang proses pelayanan medis kepada pasien. Berdasarkan KEPMENKES RI No. 129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM), rumah sakit yang didalamnya terdapat informasi mengenai standar pelayanan rekam medis rumah sakit yaitu kelengkapan pengisian rekam medis 24 jam setelah selesai pelayanan dan kelengkapan informed consent setelah mendapatkan informasi yang jelas memiliki standar yaitu 100 %. Rekam medis merupakan

rekaman atau catatan mengenai siapa, apa, mengapa, bilamana, dan bagaimana pelayanan yang diberikan kepadapasien selama perawatan yang memuat pengetahuan mengenai pasien dan pelayanan yang diperolehnya serta memuat informasi yang cukup untuk menemukan (mengidentifikasikan) pasien, membenarkan diagnosis dan pengobatan serta merekam hasilnya (Sadi, 2015).

Adapun butir – butir yang harus dimuat untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari sekurang – kurangnya memuat: identitas pasien, tanggal dan waktu, hasil anamnesis, mencakup sekurang – kurangnya keluhan dan riwayat penyakit, hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis, diagnosis, rencana penatalaksanaan, pengobatan dan/atau tindakan, persetujuan tindakan bila diperlukan, catatan observasi klinis dan hasil pengobatan, ringkasan pulang (discharge summary), nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan, pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu, dan untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik. Butir – butir yang dari rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik (PERMENKES RI No. 269 Tahun 2008).

Pentingnya rekam medis yang lengkap, cepat dan akurat memiliki banyak peran saat ini. Menurut Firdaus (2008), rekam medis dibutuhkan dalam mempertimbangkan dan menentukan suatu kebijakan tatalaksana/pengelolaan atau tindakan medik. Selain itu, melalui rekam medis dapat pula dihasilkan berbagai indikator yang dapat dipakai untuk menilai mutu dan efisiensi pelayanan misalnya BOR (Bed Occupancy Ratio), BTO (Bed Turn Over), LOS (Length Or Stay), TOI

(Turn Over Interval), NDR (Net Death Rate), dan GDR (Gross Death Rate). Rekam medis/kesehatan harus ada untuk mempertahankan kualitas pelayanan profesional yang tinggi, untuk melengkapi kebutuhan informasi, untuk kepentingan dokter pengganti yang meneruskan perawatan pasien, untuk referensi masa datang, serta diperlukan karena adanya hak untuk melihat dari pasien (Hanafiah, 2008).

Kelengkapan pembuatan rekam medis menjadi tumpuan kualitas medis, sehingga dokter dan dokter gigi wajib membuat rekam medis dalam menjalankan praktik kedokteran. Setelah memberikan pelayanan praktik kedokteran kepada pasien, dokter dan dokter gigi segera melengkapi rekam medis dengan mengisi atau menulis semua pelayanan praktik kedokteran yang telah dilakukannya. Setiap catatan dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan dan bila dokter terbukti sengaja tidak membuat rekam medik dikenai sanksi hukum yang cukup berat, yaitu denda paling banyak Rp. 50.000.000,- dan penjara 1 (satu) tahun (Undang-Undang RI No. 29 Tahun 2004).

Adanya pemberlakuan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ditujukan untuk melindungi pasien dan dokter serta meningkatkan mutu pelayanan dapat dipastikan bahwa hak-hak pasien terlindungi. Rekam medis bersifat legal ini menjadi sesuatu yang esensial pada pembelan tuntutan malpraktek medis, dan menjadi bertambah penting lagi karena tuntutan banyak terjadi sesudah 2 sampai 5 tahun kemudian. Akibatnya rekam medis merupakan hanya satu – satunya catatan yang dapat memberikan informasi mendetail tentang

apa yang sudah terjadi dan dilakukan selama pasien itu dirawat di rumah sakit. Orang – orang yang telah ikut dalam pemberian perawatan tersebut kemungkinan juga sudah tidak bisa dihadirkan lagi sebagai saksi untuk pembelaan tertuduh atau jika masih ada sudah tidak ingat lagi detail – detail penting dari kasus tersebut, sebagaimana dikatakan di atas, bahwa suatu baris tulisan tinta biru yang mulai tidak nyata adalah lebih berharga daripada 1000 ingatan (one line of faded blue ink is worth 1000 memories) (Guwandi, 2005).

Meningkatnya kerumitan sistem pelayanan kesehatan dewasa ini, menyebabkan rekam medis atau rekam kesehatan menjadi makin penting. Rekam kesehatan besar pengaruhnya terhadap kualitas pelayanan kesehatan yang diterima oleh pasien, juga menyumbangkan hal yang penting digunakan di bidang hukum kesehatan. Rekam medis/kesehatan dapat dipergunakan sebagai bahan pendidikan, penelitian, dan akreditasi. Pengisian rekaman medis serta penyelesainnya adalah tanggung jawab penuh dokter yang merawat, catatan harus ditulis cermat, singkat dan jelas (Sadi, 2015).

Adapun tujuan dibuatnya rekam medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib administarsi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tanpa dukungan suatu sistem pengelolaan rekam medis yang baik dan benar tertib administrasi di rumah sakit tidak akan berhasil sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan tertib administrasi merupakan salah satu faktor yang menentukan upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit (Rustiyanto, 2009).

Kegunaan rekam medis sering disebut dengan ALFRED, yaitu: Administration adalah data dan informasi yang dihasilkan rekam medis dapat digunakan manajemen untuk melaksanakan fungsinya guna pengelolaan berbagai sumber daya. Legal adalah alat bukti hukum yang dapat melindungi hukum terhadap pasien dan provider kesehatan. Financial adalah setiap yang diterima pasien bila dicatat dengan lengkap dan benar, maka dapat digunakan untuk menghitung biaya yang harus dibayar pasien, selain itu jenis dan jumlah kegiatan pelayanan yang tercatat dalam formulir dapat digunakan untuk memprediksi pendapatan dan biaya sarana pelayanan kesehatan. Riset adalah berbagai macam penyakit yang telah dicatat ke dalam dokumen rekam medis dapat dilakukan penelusuran guna kepentingan penelitian. Education adalah para mahasiswa atau pendidik atau peneliti dapat belajar dan mengembangkan ilmunya dengan menggunakan dokumen rekam medis. Documentation adalah rekam medis sebagai dokumen karena memiliki sejarah medis seseorang (Sadi, 2015).

Rekam medis mempunyai potensi besar dalam mendeskripsikan data maupun informasi kesehatan untuk dijadikan dalam pengambilan keputusan namun kenyataanya ketidaklengkapan berkas rekam medis masih sering terjadi pada berbagai rumah sakit. Permasalahan dan kendala utama pada pelaksanaan rekam medis adalah dokter dan dokter gigi tidak menyadari sepenuhnya manfaat dan kegunaan rekam medis, baik pada sarana pelayanan kesehatan maupun pada praktik perorangan, akibatnya rekam medis dibuat tidak lengkap, tidak jelas dan tidak tepat waktu.

Hal ini didukung dari berbagai penelitian mengenai rekam medis seperti penelitian Ratmanasuci, (2008) di RSUD Kota Semarang menunjukkan bahwa 56,47% anamnesis tidak terisi, 60% permeriksaan fisik tidak terisi, 85,88% tidak lengkap dalam pengisian rencana keperawatan, 74,12% tidak lengkap dalam pengisian resume keperawatan, 80,77% tidak lengkap dalam pengisian informed consent, 65,88% tidak lengkap dalam pengisian ringkasan keluar. Penyebab ketidaklengkapan pengisian adalah tidak adanya kontrol dan evaluasi dari panitia rekam medis. Selain itu, penelitian Pamungkas dkk, (2010) di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta menunjukan bahwa rekapitulasi ketidaklengkapan pada identitas pasien untuk no RM sebesar 69,23 % dan nama pasien sebesar 58,97 %. Pada laporan penting ketidaklengkapan paling tinggi pada item saran sebesar 100 % dan paling rendah pada item tanggal masuk sebesar 38,46 %. Pada autentifikasi ketidaklengkapan pada nama dokter/perawat sebesar 85,90 % dan pada tanda tangan sebesar 75,64 %, nilai DMR 70,51 %. Faktor-faktor yang menyebabkan ketidaklengkapan pengisian berkas rekam medis adalah karena keterbatasan waktu, dan ketidakdisiplinan.

Ketidaklengkapan pengisian berkas rekam medis dapat disebabkan oleh banyak faktor. Penyebab ketidaklengkapan salah satunya yaitu Menurut Fitiah (2007) dokter lebih mengutamakan memberikan pelayanan, banyaknya pasien sehingga dokter berusaha untuk memberikan pelayanan dengan cepat, dokter masih menunggu hasil pemeriksaan laboratorium untuk lebih memastikan diagnosis yang lebih spesifik, kesibukan dokter, terbatasnya jumlah dokter, kurangnya kerjasama antar perawat dan petugas rekam medis, dokter kurang

peduli terhadap rekam medis. Ketidakpuasan akan insentif yang diterima diduga menjadi salah satu penyebab kurangnya motivasi kerja dokter. Ada hubungan motivasi kerja dokter dengan kelengkapan pengisian data rekam medis pada lembar resume (Yuniarti, 2007). Selain itu, Hasil penelitian Pamungkas (2010) dkk, bahwa keterbatasan waktu dan kedisiplinan berhubungan dengan kelengkapan pengisian rekam medik.

Hal ini dapat dilihat berdasarkan survei awal yang telah peneliti lakukan di RSU Haji Medan, tepatnya di bagian rekam medis dari 10 berkas rekam medis pasien rawat inap tahun 2015 yang diperiksa oleh penulis, antara lain pengisian anamnese terdapat 6 rekam medis (60%) yang tidak lengkap. Pengisian pemeriksaan fisik terdapat 5 rekam medis (50%) yang tidak lengkap. Pengisian diagnosis terdapat 6 rekam medis (60%) yang tidak lengkap. Pengisian persetujuan tindakan dan catatan observasi klinis terdapat 1 rekam medis (10%) yang tidak lengkap. Pengisian ringkasan pulang terdapat 9 rekam medis (90%) yang tidak lengkap dan juga pada pengisian tanda tangan dan nama dokter terdapat 1 rekam medis (10%) yang tidak lengkap.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap kepala petugas rekam medis bahwa ada terbentuk Sub Komite Rekam Medis dan Panitia Rekam Medis di Rumah Sakit Umum Haji Medan namun pelaksanaan dan fungsinya tidak berjalan sehingga tidak adanya sosialisasi terhadap kebijakan SOP dan pelatihan kepada petugas rekam medis dan dokter serta pihak – pihak yang terlibat langsung dalam pengisian dokumen rekam medis. Sistem pengisian dokumen rekam medis dilakukan secara manual, berdasar pada buku pedoman penyelenggaraan rekam

medis di RS Haji Medan yang ditetapkan SK Direktur RSU Haji Medan dengan nomor 089/SK/DIR/RSHM/IX/1999, tanggal 15 september 1999.

Selain itu juga hasil dari wawancara tersebut petugas rekam medis mengatakan tidak adanya evaluasi dan kontrol dari sub komite rekam medis dan tidak tegasnya himbauan atau punishment kepada dokter yang tidak lengkap mengisi dokumen rekam medis .

Peneliti juga melakukan wawancara kepada dokter Rumah Sakit Umum Haji Medan, berdasarkan wawancara ini dokter mengatakan ketidaklengkapan pengisian dokumen rekam medis karena kesibukan dan beban kerja sehingga tidak ada waktu untuk mengisi dokumen rekam medis pasien rawat inap dengan lengkap sesuai SOP, selain itu juga kurangnya mengetahui maanfaat dari rekam medis dan kurangnya kerjasama yang aktif antara dokter dan perawat dalam mengisi kelengkapan berkas rekam medis pasien rawat inap di RSU Haji Medan.

Mengingat pentingnya kelengkapan pengisian berkas rekam medis, maka penulis tertarik untuk melakukan analisis kelengkapan pengisisan berkas rekam medis rawat inap di RSU Haji Medan Tahun 2016.

Dokumen terkait