LANDASAN TEOR
3 Cavallari et al 2015 BRetina Algorithm & Bo
1.1. Latar Belakang
Hypertensive retinopathy adalah penyakit yang merusak retina mata dan mengakibatkan hilangnya penglihatan dan erat terkait dengan hypertensive (Narasimhan et al., 2012). Hypertensive / tekanan darah tinggi sering tidak menunjukkan gejala, namun disadari ketika setelah menyebabkan gangguan organ seperti stroke, retinopathy, fungsi jantung, dan penyakit lainnya. Penyakit ini biasanya ditemukan pada usia 15 tahun keatas namun semakin bertambahnya usia maka semakin besar kemungkinan mengidap penyakit tersebut.
Indonesia adalah salah satu Low and Middle - Income Countries (LMIC) yang jumlah penduduknya lebih dari 250 juta orang. Stroke, penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung hypertensive selama lebih dari sepertiga dari semua kematian di Indonesia dengan hypertensive menjadi salah satu penyebab utama kematian. Hypertensive secara signifikan lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan pria (52,3% berbanding 43,1%, p-value < 0,001) (Hussain et al., 2016). Prevalensi penyakit ini di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥ 18 tahun sebesar 25,8% dan prevalensi hypertensive cendrung lebih tinggi pada kelompok pendidikan lebih rendah dan kelompok tidak bekerja, kemungkinan akibat ketidaktahuan tentang pola makan yang baik (Riset Kesehatan Dasar, 2013).
Hypertensive retinopathy ditandai dengan pembengkakan pada pembuluh darah retina dikarenakan ketika terjadinya hypertensive, dinding pembuluh retina mengalami penebalan dan sehingga juga mengakibatkan masalah pada kinerja dari retina. Sehingga apabila tidak segera diobati maka akan terjadinya kebutaan hingga juga dapat mengakibatkan kematian. Analisis dan deteksi pembuluh darah retina sangat penting untuk dalam hal mengidentifikasi penyakit retina, seperti Diabetic Retinopathy, Hypertensive Retinopathy, Retinopathy of Prematury (ROP), Age- releated Mascular Degeneration (AMD), dan penyakit jantung (You et al., 2011).
2
Selain terjadinya pembengkakan pada pembuluh darah retina juga terdapat tanda- tanda seperti microaneurysm, cotton wool spot, hard exudates pada tingkat lanjut. Dan pada tingkat akut terdapat pembengkakan pada optic disk dan juga tanda pada tingkat sebelumnya (Downie et al, 2013).
Pada umumnya pemeriksaan dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan menggunakan funduskopi. Dengan pemeriksaan ini, didapatkan gambaran pembuluh darah retina, papil, makula, dan fovea. Selain itu juga digunakan ophthalmoscope yang bersinar terang melalui pupil yang bertujuan untuk memeriksa bagian belakang mata apakah ada penyempitan pembuluh darah ataupun kebocoran dari pembuluh darah tersebut. Pemeriksaan ini masih dilakukan secara manual sehingga menghabiskan waktu kurang dari 10 menit untuk menyelesaikannya (Badii, 2016). Pemeriksaan yang secara lengkap dilakukan oleh dokter spesialis mata. Berdasarkan data depkes, jumlah dokter spesialis mata di Indonesia pada tahun 2013 berjumlah sekitar 1,938 orang, dengan penyebaran 45% di pulau jawa, sedangkan 65% nya tersebar diluar pulau jawa. Sementara jumlah penduduk Indonesia melebihi jutaan orang (Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan, 2014).
Penelitian dengan menggunakan citra fundus retina ini sebelumnya juga pernah dilakukan untuk mengidentifikasi hypertensive retinopathy dengan menghitung rasio vena arteri. Pada tahap preprocessing, metode yang digunakan yaitu metode adaptive histogram equalization untuk menyamakan kecerahan dan kontras yang berbeda setelah melewati tahap green chanel. Kemudian radon transform untuk segmentasi pembuluh darah dan hough transform untuk mendeteksi optic disk (Noronha et al., 2012). Penelitian selanjutnya yaitu bertujuan untuk segmentasi pembuluh darah pada pasien penyakit diabetic retinopathy. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu green channel, contrast limited adaptive histogram equalization, morphological close, background exclusion, dan thresholding (Joshi et al., 2012). Penelitian selanjutnya yaitu dilakukan pada penyakit hypertensive retinopathy dan Cerebral Autosomal Dominant Arteriopathy with Subcortical Infarcts and Leukoencephalopathy (CADASIL). Penilaian kuantitaif rasio vena arteri, indeks tortuositas dan fractal dimension dilakukan setelah ekstraksi pembuluh darah. (Cavallari et al., 2015). Penelitian berikutnya dilakukan pada 3 kondisi yaitu pada pasien mata sehat, diabetic retinopathy, dan glaucoma. Fractal analysis dan invariant moments merupakan metode yang dipilih untuk tahap ekstraksi ciri setelah dilakukan
ekstraksi pembuluh darah kemudian diubah menjadi gambar biner yang menggunakan
kirsch’s templates dan metode linear discriminant analysis untuk tahap klasifikasi. Pada penelitian ini akurasi yang dicapai sangat tinggi (Hutson et al., 2016). Penelitian berikutnya yaitu meningkatkan teknik segmentasi pembuluh darah citra retina. Metode yang digunakan yaitu green channel, morphological operation, rician denoise, thresholding, length filtering, dan connected component analysis (Mehta et al., 2016).
Pada penelitian kali ini, penulis menggunakan metode Probabilistic Neural Network (PNN) untuk mengidentifikasi penyakit hypertensive retinopathy melalui citra fundus retina.Probabilistic Neural Network (PNN) berasal dari metode teorema Bayes untuk probabilitas bersyarat dan metode Parzen untuk memperkirakan fungsi kepadatan probabilitas variabel acak. PNN pertama kali diperkenalkan oleh Specht pada tahun 1990 yang menunjukkan bagaimana Bayes Parzen Classifier bisa dipecah menjadi sejumlah besar dari proses sederhana dan diimplementasikan kedalam jaringan saraf multilayer (Shahana et al, 2016). PNN dapat didefnisikan sebagai implementasi dari algoritma statistik yang biasa disebut dengan kernel diskriminasi analisi dimana operasi tersebut akan disusun kedalam multilayered feedforward network dengan empat lapisan yaitu input layer, pattern layer, summation layer, dan output layer. Ada keuntungan utama yang membedakan PNN adalah proses pelatihan yang cepat, struktur paralel yang tidak dapat dipisahkan, dijamin dalam menemukan klasifikasi optimal sesuai dengan peningkatan perwakilan data pelatihan, dan pelatihan dapat ditambahkan atau dihapus tanpa melakukan pelatihan ulang. Dengan demikian, PNN belajar lebih cepat dari pada banyak model jaringan saraf tiruan dan telah sukses dibeberapa aplikasi. Berdasarkan fakta tersebut, PNN dapat dilihat sebagai supervised neural network yang mampu diguanakan dalam masalah klasifikasi dan pengenalan pola (Mishra, 2013).
Penelitian yang menggunakan PNN ini sudah pernah dilakukan sebelumnya yang digunakan untuk mengidentifikasi penyakit diabetes tipe II. Neural network ini memiliki kemampuan untuk identfikasi dengan kesalahan minimum. Penelitian ini diterapkan dalam bidang data mining dan dataset yang digunakan didapat dari Pima Indians Diabetes (Soltani et al., 2016). Penelitian selanjutnya dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit pada daun teh. Penyakit yang akan di identifikasi diantaranya yaitu helopeltis dan blister blight. Sebelum masuk ketahap ekstrasi ciri, citra daun teh dilakukan pengolahan citra yaitu dilakukannya resizing dan grayscale.
4
Kemudian pada tahap segmentasi dilakukan deteksi tepi menggunakan sobel. Metode nvariant moments dipilih untuk tahap ekstraksi ciri dan metode PNN untuk tahap klasifikasi (Oktariani, 2016).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengajukan penelitian
dengan judul “IDENTIFIKASI PENYAKIT HYPERTENSIVE RETINOPATHY
MELALUI CITRA FUNDUS RETINA MENGGUNAKAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK ”. Metode yang akan digunakan merupakan gabungan dari penelitian yang sebelumnya, sehingga diharapkan hasil dari penelitian ini dapat mencapai akurasi yang tinggi dan bermanfaat dalam bidang kesehatan.