65
DAFTAR PUSTAKA
Badii, Chitra. 2016. Making Sense of Hypertensive Retinopathy. http://www.healthline.com/ . Diakses 8 September 2016.
Bouman, C.A. 2015. Digital Image Processing. https://engineering.purdue.edu/~bouman/ece637/.../ConnectComp.pdf. Diakses 4 Januari 2017.
Cavallari, M., Stamile, C., Umeton, R., Calimeri, F., Orzi, F. 2015. Novel Method for Automated Analysis of Retinal Images: Results in Subjects with Hypertensive Retinopathy and CADASIL. BioMed Research International 2015.
Chairani, R. 2016. Identifikasi Kesuburan Pria Melalui Kelainan Sperma Berdasarkan Morfologi (Teratospermia) Menggunakan Invariant Moment.
Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Chudasama, D., Patel, T., Joshi, S. 2015. Image Segmentation using Morphological Operation. International Journal of Computer Application 117(18) : 16-19.
Dataset Structered Analysis of the Retina http://www.ces.clemson.edu/~ahoover/stare/ Diakses 22 januari 2016.
Downie, L.E., Hodgson, L.A., D’Sylva, C., Mclntosh, R.L., Rogers, S.L., Connel, P. & Wong, T.Y. 2013. Hypertensive retinopathy: comparing the Keith-Wagener-Barker to a simplified classification. Journal of Hypertension 31(5): 960-965.
Fatihah, N. 2016. Identifikasi Jenis Kayu Tropis Menggunakan Backpropagation Neural Network. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Febriani, A. 2014. Identifikasi Diabetic Retinopathy Melalui Citra Retina Menggunakan Modified K-Nearest Neighbor. Skripsi. Universitas Sumatera
Utara.
≥ 40 Years: Findings from the Indonesia Family Life Survey (IFLS). PLoS ONE 11(8) : e0160922.
Hutson, N., Adkinson, J., Sidiropoulos, P., Vlachos, I., Iasemidis, L. 2016. Classification of Ocular Disorders Based on Fractal and Invariant Moment Analysis of Retinal Fundus Images. Southern Biomedical Engineering Conference, pp : 57-58.
Joshi, S., Karule, P.T. 2012. Retinal Blood Vessel Segmentation. International Journal of Engineering and Innovative Technology 1(3) : 175-178.
Kaur, R., Kaur, S. 2013. Object Extraction and Boundary Tracing Algorithms for Digital Image Processing: Comparative Analysis: A Review. International Journal of Advanced Research in Computer Science and Sofware Engineering
3(5):263-268.
Kementrian Kesehatan. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS. Indonesia. Jakarta.
Kementrian Kesehatan. 2014. Infodatin Hipertensi. Pusat Data dan Informasi. Indonesia. Jakarta.
Kisan, S., Mishra, S., Mishra, S. A Survey on Applications of Fractal Dimension upon Various Image Processing Applications. International Journal of Advanced Research in Computer and Communication Engineering 5(9): 44-47
Lotfi, A., Benyettou, A. 2014. A reduced probabilistic neural network for the classi_cation of large databases. Turkish Journal of Electrical Engineering & Computer Sciences 22 : 979-989.
Mehta, K., Kaur, N. 2016. An Enhanced Segmentation Technique for Blood Vessel in Retinal Images. International Journal of Computer Application 150(6) : 9-15.
67
Narasimhan, K., Neha, V.C. & Vijayarekha, K. 2012. Hypertensive Retinopathy Diagnosis from Fundus Images by Estimation of AVR. International Conferences on Modelling Optimazation and Computing 38 : 980-993.
National Institutes of Health (NIH). High Blood Preasure and Eye Disease. 2014. https://www.nih.gov/. Diakses 10 September 2016.
Noronha, K., K.T, Navya & Nayak, K. P. 2012. Support System for the Automated Detection of Hypertensive Retinopathy using Fundus Images. International Conferences on Eletronic Design and Signal Processing, pp 7-11.
Oktariani, A. 2016. Identifikasi Penyakit Daun Teh dengan Metode Probabilistic Neural Network (PNN). Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Ong, Y.-T., Wong, T.Y., Klein, R., Klein, B.E.K., Mitchell, P., Sharrett, A.R., Couper, D.J., & Ikram, M.K. 2013. Hypertensive Retinopathy and Risk of Stroke. Hypertension. 62(4): 706-711.
Palomino, L.V., Jr, V.S, Neto, R.M.F. 2014. Probabilistic Neural Network and Fuzzy Cluster Analysis Methods Applied to Impedance-Based SHM for Damage Classifcation. Hindwai Publishing Corporation 2014(2014): 1-12.
Prakash, B., Yerpude, A. 2015. A Survey on Plant Leaf Disease Identification. International Journal of Advanced Research in Computer Science and
Software Engineering 5(3) : 313-317.
Putra, D. 2010. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta : Andi.
Ramya, C., Rani, S.S., 2012. A Novel Method for the Contrast Enhancement of Fog Degraded Video Sequences. International Journal of Coumpter Applications 54(13) : 1-5.
Sharma, D.P. 2013. Intensity Transformation using Contrast Limited Adaptive Histogram Equalization. International Journal of Engineering Research 2(4) : 282:285.
Singh, R.P., Dixit, M. 2015. International Journal of Signal Processing, Image Processing and Pattern Recognition 8(8) : 345-352.
Soltani, Z., Jafarian, A. 2016. A New Artificial Neural Networks Approach for Diagnosing Diabetes Disease Type II. International Journal of Advanced Computer Science and Applications 7(6) : 89-94.
You,S., Bas, E., Erdogmus, D. Principal curve based retinal vessel segmentation towards diagnosis of retinal diseases, IEEE International Conference Healthcare Informatics, Imaging and System Biology. 11: 331–337.
BAB 3
ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM
Bab ini akan membahas tentang analisis dan perancangan dalam aplikasi identifikasi diagnosis penyakit hypertensive retinopathy. Tahap pertama yaitu analisis data yang digunakan, analisis terhadap tahapan-tahapan pengolahan citra yang diterapkan, feature extraction, beserta implementasi metode probabilistic neural network dalam
mengidentifikasi diagnosis penyakit ini. Pada tahapan selanjutnya yaitu dilakukan perancangan tampilan antarmuka sistem.
3.1.Arsitektur Umum
Metode yang diajukan untuk mengidentifikasi penyakit hypertensive retinopathy terdapat beberapa tahapan. Tahapan-tahapan tersebut dimulai dari pengumpulan data citra normal dan hypertensive retinopathy yang akan digunakan untuk citra latih dan dan citra uji, tahap preprocessing yang terdiri atas pembentukan green channel yang mendapatkan citra pembuluh darah dan struktur retina lebih jelas, penyeragaman persebaran histogram citra retina dengan menggunakan contrast limited adaptive histogram equalization (CLAHE), morphological close yang bertujuan untuk
mengekstraksi background dan optical disk, dan proses background exclusion yang menggunakan operasi subtract antara hasil citra CLAHE dan hasil citra morphological close sehingga didapatkan pembuluh darah retina terpisah dari backgroundnya.
Tahapan selanjutnya yaitu segmentasi dengan melakukan pembentukan citra biner mengunakan thresholding. Tahap berikutnya yaitu postprocessing menggunakan connected component analysis yang bertujuan untuk menghilangkan objek yang
ukuran lebih kecil dari 70 pixels yang dianggap bukan pembuluh darah. Tahap selanjutnya yaitu mengekstraksi ciri dari hasil post processing menggunakan fractal dimension dan invariant moments. Dan terakhir yaitu tahap klasifikasi menggunakan
33
3.2.Dataset
Data citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra retina yang diperoleh dari Structured Analysis of the Retina (STARE). STARE merupakan suatu proyek yang
dibangun dan dimulai dari tahun 1975 oleh Michael Goldbaum,M.D di Universitas California, San Diego. Gambar dan data klinis disediakan oleh Eye Center Shiley di Universitas California, San Diege, dan oleh Veterans Administration Medical Center di San Diege. Gambar ini diambil dengan menggunakan kamera fundus TopCon TRV-50 pada 35° field of view. Resolusi dari gambar tersebut adalah 700x605 pixel dan mempunyai format PPM.
Data citra yang diperoleh dari dataset ini terdapat 35 citra normal dan 25 citra hypertensive retinopathy. Data citra yang telah dikumpulkan dibagi menjadi dua
dataset, yaitu untuk dataset pelatihan dan dataset pengujian yang akan digunakan untuk mengetahui berapa akurasi dari proses pengidentifikasian. Dataset pelatihan untuk normal sebanyak 25 citra dan untuk hypertensive retinopathy sebanyak 15 citra. Sedangkan untuk dataset pengujian akan digunakan yang untuk normal sebanyak 10 citra dan untuk hypertensive retinopathy sebanyak 10 citra.
3.3.Pre-processing
Tahapan ini merupakan tahap pengolahan citra yang yang bertujuan untuk menghasilkan citra yang lebih baik untuk diproses ketahapan selanjutnya. Tahapan preprocessing ini terdiri dari green channel, contrast limited adaptive histogram
equalization, morphological close, background exclusion.
3.3.1. Pembentukan Citra Green Channel
Citra retina yang didapat merupakan citra RGB. Tahap awal dalam pengolahan citra yaitu green channel. Green channel dipilih karena menghasilkan citra pembuluh darah dan struktur retina yang lebih jelas dibandingkan channel yang lainnya yaitu red channel dan blue channel. Gambar asli yang didapatkan dari dataset seperti pada
Gambar 3.2. Citra retina asli
Perbandingan antara hasil dari ketiga channel dapat dilihat pada Gambar 3.3.
(a) (b) (c)
Gambar 3.3. Perbandingan hasil channel (a) Citra retina red channel (b) green channel (c) blue channel
Pada Gambar 3.3 terlihat bahwa red channel menghasilkan citra yang terlalu terang sehingga pembuluh darah dan struktur tidak terlihat, sementara green channel dapat menghasilkan citra pembuluh darah dan struktur retina yang jelas, dan sedangkan blue channel menghasilkan citra yang terlalu gelap sehingga pembuluh darah dan strutur retina tidak terlihat jelas juga sama halnya dengan red channel.
3.3.2. Peningkatan Kontras Citra
35
equalization (HE). Berikut perbandingan hasil proses teknik CLAHE dengan teknik
(HE) terlihat pada Gambar 3.4.
(a) (b)
Gambar 3.4. Perbandingan hasil proses (a) CLAHE (b) HE
Pada Gambar 3.4 terlihat hasil proses dari CLAHE kontrasnya lebih jelas dan persebaran histogramnya juga lebih merata dikarenakan CLAHE memberikan nilai batas pada histogram apabila dibandingkan dengan HE yang persebaran histogramnya tidak merata sehingga ada yang keliatan lebih terang dan ada sebagian yang terlihat gelap.
3.3.3. Mengekstraksi Background Dan Optical Disk
Tahapan selanjutnya yaitu mengekstraksi background dan optical disk dengan menggunakan morphological close dikarenakan objek ini tidak termasuk ciri yang akan diekstraksi. Morphological close didefenisikan sebagai dilation (penebalan piksel) kemudian diterapkan erosion (penipisan piksel). Hasil dari proses morphological close dapat terlihat pada Gambar 3.5.
3.3.4. Background Exclusion
Tahapan background exlusion ini bertujuan untuk memisahkan pembuluh darah dan struktur retina dari background. Diterapkan operasi subtract antara hasil citra CLAHE dan hasil citra morphological close sehingga didapatkan pembuluh darah dan strutur retina yang terpisah dari background. Berikut hasil dari proses operasi subtract terlihat pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6. Citra hasil background exclusion
3.4.Segmentation
Tahapan setelah preprocessing yaitu segmentasi yang bertujuan untuk menghasilkan citra biner dengan menggunakan thresholding. Hasil dari proses thresholding dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7. Citra hasil thresholding
3.5.Post-processing
37
connected component analysis. Objek yang memiliki ukuran kurang dari 70 piksel
maka akan tereliminasi dan dianggap bukan pembuluh darah. Hasil dari proses ini dapat dilihat pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8. Citra hasil connected component analysis
3.6.Ekstraksi Fitur
Tahapan setelah pengolahan citra yaitu mengekstraksi fitur atau ciri dari hasil tahapan akhir pengolahan citra. Ekstraksi fitur pada penelitian ini menggunakan dua metode yaitu fractal dimension dan invariant moments. Fractal dimension menggunakan metode box counting.
3.6.1. Fractal Dimension
Ekstrasi ciri yang pertama dilakukan yaitu menghitung fractal dimension pada gambar hasil akhir dari pengolahan citra yang berukuran 700x605 piksel. Metode yang digunakan dalam menghitung fractal dimension ini yaitu box counting. Tahapan yang dilakukan dalam metode ini diantaranya yaitu :
1. Citra dibagi kedalam kotak-kotak dengan ukuran s. Nilai s berubah dari 1 hingga 2k, dengan k = 0, 1, 2, . . . dan seterusnya dan 2k tidak boleh lebih besar dari ukuran citra. Bila citra berukuran 2m x 2m maka nilai k akan berhenti sampai m. Nilai k yang digunakan pada gambar ini yaitu 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9 karena nilai dari 2k = 29 = 512 sehingga apabila nilai k > 9 maka melewati ukuran piksel dari gambar tersebut.
39
3.6.2. Invariant Moments
Ektraksi ciri yang kedua yaitu invariant moments. Adapun langkah pertama yang dilakukan untuk mendapatkan nilai nvariant moments dari citra yaitu dengan menghitung nilai moment. Nilai momen yang dicari merupakan citra hasil akhir dari pengolahan citra yaitu connected component anaysis yang berukuran 700x605 piksel. Momen dihitung dengan menggunakan persamaan 2.13.
∑ ∑
Nilai momen yang yang diperoleh dari Gambar 3.8 yaitu :
1.
2.
3.
Setelah didapat nilai momen maka langkah selanjutnya yaitu menghitung nilai momen pusat dengan menggunakan persamaan 2.14.
∑ ∑ ̅ ̅
=
Hasil dari normalisasi momen pusat pada Gambar 3.8 yaitu : 1. 5.576766151741881E-5
Tahapan terakhir yaitu menghitung nilai invariant moments ( ) dikarenakan nilai yang didapat sangat kecil maka nilai tersebut didefinisikan kedalam persamaan | | | | agar dapat terlihat perbedaan dari setiap nilainya.
Maka nilai invariant moments dari Gambar 3.8 yaitu :
41
Setelah didapatkan nilai ekstraksi ciri, maka nilai dari fractal dimension dan nilai-nilai dari invariant moments akan menjadi input pada proses identifikasi diagnosis penyakit hypertensive retinopathy ini dengan menggunakan probabilistic neural network.
3.7.Klasifikasi
Tahap selanjutnya setelah didapatkan nilai ekstraksi ciri yaitu klasifikasi dengan menggunakan metode Probabilistic Neural Network (PNN). Tahapan pada metode ini dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap pelatihan dan tahap pengujian. Dalam tahap pelatihan yaitu akan digunakan nilai ekstraksi ciri dari beberapa data latih. Sedangkan pada tahap pengujian nilai ekstraksi ciri dari data uji akan masuk kedalam pattern layer kemudian ke summation layer dan nilai probabilitas yang paling
tertinggi akan dikelompokkan kedalam kelas tersebut.
Proses pelatihan pada metode PNN terdiri dari langkah yang unik, yaitu menyimpan bobot masing-masing neuron pada pattern layer yang terbentuk oleh vektor hasil dari ekstraksi ciri dari masing-masing data pelatihan. Proses pelatihan algoritma PNN dapat dilihat pada Gambar 3.10.
Gambar 3.10. Pseudocode proses pelatihan metode PNN
Proses pengujian pada metode PNN terdiri dari beberapa langkah diantaranya yaitu :
1. Masukkan data pegujian pertama
2. Kemudian data uji akan dihitung jarak kedekatannya dengan vektor bobot yang ada didalam database. Dan diterapkan fungsi gaussian kernel dengan persamaan 2.17.
3. Kemudian dijumlahkan hasil dari fungsi gaussian kernel dengan kelas yang sama kemudian dirata-ratakan dengan jumlah data uji sesuai dengan kelas inisialisasi matriks N
for i=0 sampai i<=panjang N
tetapkan nilai ekstraksi ciri sebagai weight simpan weight kedalam database
masing. Tujuan dari proses ini yaitu mencari probabilitas masing-masing kelas. Proses ini dilakukan dengan persamaan 2.18.
4. Nilai probabilitas yang tertinggi akan masuk kedalam kelas tersebut. Adapun alur proses pengujian dapat dilihat pada Gambar 3.11.
Gambar 3.11. Proses pengujian metode PNN Start
Input nilai ektraksi ciri data uji
Hitung jarak antara vektor data uji dengan
nilai bobot
Terapkan fungsi gaussian kernel
Jumlahkan nilai gaussian kernel kelas sama
Terapkan fungsi kepadatan probabilitas
Terapkan fungsi bayes’s decision
Hasil identifikasi
43
3.8.Perancangan Sistem
Pada tahapan perancangan sistem ini akan dijelaskan tentang perancangan menu sistem dan perancangan antarmuka aplikasi identifikasi diagnosis hypertensive retinopathy. Perancangan ini bertujuan agar pengguna dapat mudah menjalankan
aplikasi.
3.8.1. Perancangan Menu Sistem
Struktur menu pada sistem dapat dilihat pada Gambar 3.12.
Gambar 3.12. Struktur menu sistem
3.8.2. Perancangan Antarmuka
Perancangan antarmuka terdiri atas rancangan tampilan splash, tampilan halaman utama, dan tampilan halaman training.
3.8.2.1. Perancangan Tampilan Splash
Halaman splash merupakan tampilan utama ketika system dijalankan. Rancangan tampilan halaman splash dapat dilihap pada Gambar 3.13.
Tampilan Halaman Splash
Training
Upload
Process
Reset Tampilan
45
Keterangan :
a. Textfield yang merupakan tempat hasil url location file. Textfield ini juga bisa diklik sehingga akan menampilkan kotak dialog untuk memilih file citra retina. b. Tombol upload yang akan menampilkan kotak dialog dan memilih citra retina
yang akan diuji.
c. Tombol process yang akan memproses citra retina yang telah dipilih sebelumnya. Setelah diproses maka hasilnya akan tampil pada bagian-bagian pre processing image yaitu green channel, CLAHE(contrast limited adaptive
histogram equalization), morpclose(morphological close), backexclusion
(background exclusion), thresholding, CCA(connected componen anaysis).
Selain itu juga akan tampil nilai dari ekstrasi cirinya pada bagian feature extraction. Dan juga hasil dari identifikasi citra retina pada bagian result.
d. Bagian ini akan menampilkan image hasil dari citra retina yang dipilih.
e. Bagian ini merupakan panel yang akan menampilkan hasil dari image yang telah diproses
f. Pada bagian ini akan tampil nilai dari ekstraksi ciri dari citra retina yang terdiri dari nilai fractal dimension dan ketujuh nilai invariant moments.
g. Panel yang akan menampilkan hasil identifikasi dari citra retina input. h. Bagian ini merupakan menu yang terdiri dari menu training dan menu exit. i. Frame utama yang menampung keseluruhan panel yang terdiri dari judul
frame, tombol minimize yang akan memperkecil ukuran jendela aplikasi, tombol maximize yang disabled karena frame sudah diatur sebesar ukuran layar, jadi tidak bisa diperbesar lagi, dan terakhir tombol close yang akan menutup aplikasi tersebut.
3.8.2.3. Perancangan Tampilan Halaman Training
Gambar 3.15. Rancangan halaman training Keterangan :
a. Panel yang akan menampilkan file citra normal yang telah dipilih b. Panel yang akan menampilkan file citra HR yang telah dipilih.
c. Tombol upload citra normal yang akan menampilkan kotak dialog dan bisa pilih file lebih dari satu atau multiselected.
d. Tombol upload citra HR yang akan menampilkan kotak dialog dan bias pilih file lebih dari satu sama halnya dengan tombol upload citra normal
BAB 4
IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN
Bab ini akan membahas hasil dari implementasi metode Probabilistic Neural Network dalam mengidentifikasi diagnosis penyakit hypertensive retinopathy melalui citra fundus retina dan pengujian sistem sesuai dengan analisis data dan perancangan yang telah dibahas pada Bab 3.
4.1.Implementasi Sistem
Pada tahap implementasi sistem, proses untuk mengidentifikasi diagnosis penyakit hypertensive retinopathy dimulai dari preprocessing, segmentation, post processing,
ekstraksi ciri, dan hingga tahap akhir yaitu pengidentifikasian diimplementasikan kedalam bahasa pemrograman Java dengan perancangan yang telah dilakukan.
4.1.1. Spesifikasi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak
Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan untuk membangun sistem ini adalah sebagai berikut:
1. Processor Intel(R) Core(TM) i3-5005U CPU 2.00GHz. 2. Kapasitas hard disk 500GB.
3. Memori RAM yang digunakan 4,00 GB.
4. Sistem operasi yang digunakan Windows 8.1 Single Language . 5. Eclipse IDE Neon Release 4.6.0.
4.1.2. Implementasi Perancangan Antarmuka
Implementasi perancangan antarmuka berdasarkan rancangan sistem yang telah dibahas pada Bab 3 adalah sebagai berikut.
1. Tampilan Halaman Splash
Halaman splash merupakan tampilan awal saat sistem pertama kali dijalankan. Tampilan tersebut dapat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Tampilan halaman splash 2. Tampilan Halaman Utama Sistem
Halaman utama sistem merupakan halaman untuk testing aplikasi yang bertujuan untuk mengidentifikasi diagnosis penyakit hypertensive retinopathy melalui citra fundus retina menggunakan metode probabilistic
neural network. Tampilan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.2.
49
3. Tampilan Halaman Training
Tampilan ini merupakan halaman untuk training data dan menginput hasil ekstraksi citra kedalam database. Tampilan tersebut dapat dilihat pada Gmabar 4.3.
Gambar 4.3. Tampilan halaman training
4.1.3. Implementasi Data
Data yang dimasukkan kedalam sistem adalah citra retina yang bersumber dari Structured Analysis of the Retina (STARE). Data tersebut dipilih dan dibagi menjadi
dua kategori yaitu normal dan hypertentensive retinopathy. Rangkuman data dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Rangkuman data citra retina
No Nama Citra Gambar Citra Normal HR
1. im0032.ppm
Tabel 4.1. Rangkuman data citra retina (Lanjutan)
No Nama Citra Gambar Citra Normal HR
3. im0076.ppm
4. im0081.ppm
5. im0082.ppm
6. im0119.ppm
7. im0120.ppm
8. im0162.ppm
9. im0163.ppm
10. im0164.ppm
51
Tabel 4.1. Rangkuman data citra retina (Lanjutan)
No Nama Citra Gambar Citra Normal HR
51. im0037.ppm
52. im0038.ppm
53. im0048.ppm
54. im0061.ppm
55. im0064.ppm
56. im0065.ppm
57. im0094.ppm
Tabel 4.1. Rangkuman data citra retina (Lanjutan)
No Nama Citra Gambar Citra Normal HR
59. im0266.ppm
60. im0361.ppm
TOTAL 60 citra retina
4.2.Prosedur Operasional
Tampilan awal aplikasi merupakan splash, setelah splash maka akan tampil halaman utama sistem. Tampilan halaman utama sistem ditunjukkan pada Gambar 4.2 yang terdapat satu menu, dan dua sub menu yang terdiri dari menu training dan exit. Sub menu training merupakan link untuk kehalaman training. Tampilan dari menu setelah diklik dapat dilihat pada Gambar 4.4
Gambar 4.4 Tampilan saat menu diklik
53
citra HR dan process. Button upload citra normal dan HR mempunyai fungsi yang sama yaitu untuk mengupload citra normal dan hypertensive retinopathy sehingga akan menampilkan kotak dialog dan pengguna dapat memilih file citra retina. Pengguna dapat memilih file lebih dari satu atau multi selected. Dan button process berfungsi untuk memproses file citra retina yang telah dipilih, mengekstraksi ciri dari masing-masing citra, dan menginputkan kedalam database. Tampilan ketika button upload citra normal atau citra HR diklik dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5. Tampilan ketika salah satu button upload citra diklik
Citra retina yang telah diplih akan ditampilkan pada panel citra masing-masing. Tampilan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Setelah citra retina selesai dipilih, kemudian dapat diklik button prosess. Setelah diklik maka akan menampilkan notifikasi bahwa training setelah selesai diproses.Tampilan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7. Tampilan ketika training telah selesai diproses
Setelah training dilakukan, maka dapat dilakukan pengujian sistem. Pada halaman utama terdapat button upload yang berfungsi untuk menampilkan kotak dialog dan memilih citra yang akan diuji. Tampilan kotak dialog sama seperti Gambar 4.7. Dan kemudian setelah dipilih citra yang akan diuji, maka citra yang dipilih akan muncul pada panel image input. Tampilan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.8.
55
Setelah citra tampil pada panel image input, maka button process akan aktif. Button process berfungsi untuk memproses citra yang telah diinput. Proses yang
terjadi terdiri dari preprocessing ( green channel, contrast limited adaptive histogram equalization, morphological close, background exclusion, thresholding, dan
connected component analysis ), feature extraction, dan result. Hasil dari semua
proses tersebut akan muncul pada panel masing-masing. Hasil dari preprocessing akan muncul secara berurutan tiap panelnya dan apabila ingin memperbesar tampilan dari tiap hasil preprocessing dapat diklik pada hasil preprocessing tersebut, hasil ekstraksi ciri juga akan ditampilkan pada panel extraction future yang terdiri dari fractal dimension dan tujuh nilai invariant moments, dan hasil identifikasi juga akan
ditampilkan pada panel result. Tampilan pada proses-proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9. Tampilan setelah citra diproses
Gambar 4.10. Tampilan green channel saat diperbesar
57
Gambar 4.12. Tampilan morphological close saat diperbesar
Gambar 4.14. Tampilan thresholding saat diperbesar
59
4.3.Pengujian Sistem
Pada tahap ini akan dilakukan pengujian terhadap data dan sistem. Pengujian data dilakukan pada 10 citra normal dan 10 citra hypertensive retinopathy dengan menggunakan data training 25 citra normal dan 15 citra hypertensive retinopathy.
Pengujian dilakukan dengan nilai smoothing parameter (σ) yang berbeda-beda, dimulai dari 0.01, 0.03, 0.04, 0.05, 0.09, 0.1, 0.3, 0.4, 0.5, 0.9. Hasil dari pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.16. Pengujian dengan nilai σ yang berbeda -beda bertujuan untuk mendapatkan nilai σ yang mampu melakukan identifikasi penyakit hypertensive retinopathy dengan tingkas akurasi yang tinggi.
Gambar 4.16. Grafik hasil akurasi pengujian
Tabel 4.2. Data hasil pengujian
No Nama Citra Gambar Citra Pembuluh darah Hasil Status
1 im0032.ppm normal normal
2 im0081.ppm normal normal
3 im0119.ppm normal normal
4 im0170.ppm normal normal
5 im0216.ppm normal normal
6 im0235.ppm normal normal
7 im0239.ppm normal normal
61
9 im0242.ppm normal normal
10 im0243.ppm normal normal
11 im0007.ppm HR HR
12 im0037.ppm HR HR
13 im0038.ppm HR HR
14 im0089.ppm HR HR
15 im0220.ppm HR HR
17 im0267.ppm HR HR
18 im0293.ppm HR HR
19 im0332.ppm HR HR
20 im0396.ppm HR HR
Berdasarkan data hasil uji yang telah dilakukan pada aplikasi identifikasi penyakit hypertensive retinopathy melalui citra fundus retina menggunakan Probilistic Neural Network, dapat diperoleh nilai akurasi dalam pengidentifikasian penyakit
hypertensive retinopathy dengan rata-rata %. Nilai akurasi dapat diperoleh dari
persamaan 4.1.
Persentase Akurasi =
=
=
Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa tingkat akurasi dari metode Probabilistic Neural Network dalam mengidentifikasi penyakit hypertensive
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan membahas tentang kesimpulan dari metode yang telah digunakan untuk mengidentifikasi penyakit hypertensive retinopathy pada bagian 5.1 dan juga saran-saran untuk pengembangan penelitian berikutnya pada bagian 5.2
5.1.Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil pengujian sistem identifikasi penyakit hypertensive retinopathy dengan menggunakan Probabilistic Neural Network adalah sebagai berikut :
1. Metode Probabilistic Neural Network (PNN) mampu melakukan identifikasi penyakit hypertensive retinopathy melalui citra fundus retina dengan sangat baik. Sehingga hasil dari proses identifikasi penyakit hypertensive retinopathy melalui citra fundus retina memiliki tingkat akurasi 100%.
2. Berdasarkan pengujian sistem, nilai smoothing parameter sangat mempengaruhi akurasi. Dikarenakan semakin kecil nilai σ maka nilai probabilitasnya juga akan semakin kecil dan semakin besar nilainya maka akan semakin besar juga nilai probabilitasnya. Adapun nilai σ ≥ 0.4 merupakan nilai smoothing parameter yang terbaik untuk mengidentifikasi penyakit
hypertensive retinopathy dengan menggunakan Probabilistic Neural Network.
5.2.Saran
Adapun saran untuk pengembangan penelitian berikutnya adalah sebagai berikut : 1. Diperlukan proses pengolahan citra yang sesuai, sehingga segmentasi
pembuluh darah dapat tersegmentasi dengan bagus dan objek lain dapat tereliminasi secara keseluruhan.
2. Menggunakan data pelatihan yang lebih banyak sehingga ketika data uji mampu mendapatkan akurasi yang lebih tinggi.
3. Menggunakan kombinasi metode yang lain dalam tahapan ekstraksi ciri. 4. Membandingkan metode klasifikasi Probabilistic Neural Network dengan
BAB 2
LANDASAN TEORI
Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerapan metode probabilistic neural network untuk mengidentifikasi hypertensive retinopathy.
2.1.Hypertensive Retinopathy
Hypertensive retinopathy adalah penyakit yang merusak retina mata hingga dapat
mengakibatkan hilangnya penglihatan dan erat terkait dengan tekanan darah tinggi atau sering disebut dengan hypertensive (Narasimhan et al., 2012).
2.1.1. Gejala Hypertensive Retinopathy
Hypertensive retinopathy tidak memiliki gejala yang terlalu signifikan hingga
terjadinya kerusakan yang parah pada retina. Penyakit ini pun sering disebut dengan silent killer, dikarenakan tidak memiliki gejala namun perlahan akan mengakibatkan
kematian apabila tidak segera diobati (Badii, 2016). Tanda-tanda dari gejala penyakit ini diantaranya adalah :
a. Penglihatan mulai berkurang.
b. Terjadinya pembengkakan pada mata. c. Meledaknya pembuluh darah.
d. Penglihatan ganda dengan disertai sakit kepala.
2.1.2. Penyebab Hypertensive Retinopathy
sistolik ≥140 mmHg (milimeter hydrargyrum), tekanan darah diastolik ≥90 mmHg (milimeter hydrargyrum) (Ong et al., 2013). Sedangkan tekanan darah normal yaitu untuk tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan diastolik < 80 mmHg. Hypertensive merupakan masalah kronis dimana kekuatan darah yang terlalu tinggi terhadap pembuluh darah. Ketika terjadinya hypertensive, maka pembuluh darah akan mengalami penyempitan kemudian penebalan dikarenakan suplai darah yang terlalu banyak menuju retina. Sehingga apabila tidak cepat diberi pengobatan, pembuluh darah akan meledak dan akan menyebabkan kehilangan penglihatan.
2.1.3. Faktor Resiko Hypertensive Retinopathy
Resiko terjadinya hypertensive retinopathy lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Beberapa kondisi yang menempatkan pada resiko yang lebih tinggi untuk penyakit ini diantaranya adalah (Badii, 2016) :
a. Tekanan darah tinggi / hypertensive yang berkepanjangan b. Penyakit jantung
c. Atherosclerosis ( penyakit arteri dimana dinding arteri menjadi lebih tebal dan kurang lentur ).
d. Diabetes e. Merokok
f. Kolesterol tinggi g. Kelebihan berat badan h. Makan diet yang tidak sehat i. Konsumsi alkohol berat
2.1.4. Pemeriksaan Hypertensive Retinopathy
10
satunya adalah mengukur tekanan darah dengan bantuan alat pengukur tekanan darah yang disebut tensimeter. Kemudian pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat penyempitan arterioles retina. Peningkatan tekanan darah akan mengakibatkan penyempitan dan penebalan pada dinding pembuluh darah.
Selain itu juga digunakan alat ophthalmoscope dan fluorescein angiography. Pemeriksaan dengan ophthalmoscope yang bertujuan untuk melihat penyempitan pembuluh darah dan tanda kebocoran yang terjadi pada pembuluh darah tersebut (NIH, 2014). Kemudian pemeriksaan fluorescein angiography, citra hasil dari pemeriksaan tersebut terbentuk dari sejumlah foton yang dipancarkan oleh zat pewarna fluorescein. Zat tersebut disuntikkan kepada penderita dan zat akan beredar keseluruh tubuh termasuk retina. Ketika zat mulai masuk kebagian retina, maka proses angiography dilakukan. Citra yang dihasilkan dari proses ini dapat melihat pembuluh
darah, mikroaneurisma, makula, dan pendarahan yang terjadi secara jelas (Febriani, 2014). Contoh hasil dari pemeriksaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Citra fluorescein angiography (Lim et al., 2015) 2.1.5. Klasifikasi Hypertensive Retinopathy
14
2.2.1. Citra Biner
Citra biner adalah citra digital yang hanya memiliki dua kemungkinan nilai piksel yaitu hitam dan putih. Hitam direpresentasikan dengan nilai intensitas 0 sedangkan putih direpresentasikan dengan nilai intensitas 1. Citra biner juga disebut dengan citra B&W (black and white) atau citra monokrom. Karena hanya dibutuhkan 1 bit untuk mewakili nilai setiap piksel dari citra biner.
Citra biner sering kali muncul sebagai hasil dari proses pengolahan seperti segmentasi, penhambangan, morfologi, ataupun dithering. Contoh citra biner dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Citra Biner
2.2.2. Citra Grayscale
Citra grayscale merupakan citra digital yang hanya memiliki satu nilai kanal pada setiap pikselnya, dengan kata lain nilai bagian RED = GREEN = BLUE. Nilai tersebut digunakan untuk menunjukan tingkat itensitas. Warna yang dimiliki adalah warna dari hitam, keabuan, dan putih.
Gambar 2.7 Citra Grayscale
2.2.3. Citra Warna
Citra warna merupakan jenis citra yang menyediakan warna dalam bentuk RGB (red, green, dan blue). Setiap komponen warna menggunakan 8 bit, nilainya terletak antara 0-255. Warna yang disediakan yaitu 255 x 255 x 255. Warna ini disebut juga dengan true color dikarenakan memiliki jumlah warna yang cukup besar (Chairani, 2016).
Contoh citra warna dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Citra Warna
2.3.Pengolahan Citra Digital
16
(Zhou et al., 2010). Beberapa teknik pengolahan citra yang diterapkan pada penelitian ini diantaranya sebagai berikut.
2.3.1. Green Channel
Green channel merupakan salah satu jenis dari grayscaling yang mengganti nilai
setiap piksel pada citra hanya dengan nilai green dari piksel citra tersebut (Febriani, 2014). Green channel mampu mendeteksi pembuluh darah dikarenakan dapat meningkatkan kontras yang lebih tinggi sehingga pembuluh darah dan background dari retina lebih terlihat jelas apabila dibandingkan dengan channel yang lainnya yaitu red channel dan blue channel yang kontrasnya lebih rendah (Raja, 2015). Green
channel dilakukan dengan persamaan 2.1.
Dimana : = piksel citra hasil green channel = nilai red dari sebuah piksel = nilai green dari sebuah piksel = nilai blue dari sebuah piksel
2.3.2. Peningkatan Kontras Citra
Peningkatan kontras citra bertujuan untuk dapat meningkatkan kualitas citra dan dapat memperoleh citra yang dapat memberikan informasi yang sesuai dengan tujuan pengolahan citra. Peningkatan kontras citra dalam penelitian ini menggunakan metode contrast limited adaptive histogram equalization (CLAHE).
CLAHE merupakan metode untuk mengatasi keterbatasan standar pemerataan histogram pada suatu citra. CLAHE merupakan metode kelanjutan dari metode adaptive histogram equalization (AHE). Metode AHE cendrung masih banyak
beberapa nilai default dan juga bisa ditentukan oleh pengguna (Singh et al., 2015). Algoritma CLAHE dapat dijelaskan sebagai berikut (Ramya, 2012)
Langkah 1 : Citra asli dibagi menjadi beberapa bagian citra yang tiap bagian citra berukuran MxN.
Langkah 2 : Setiap bagian citra dihitung histogramnya.
Langkah 3 : Clipped histogram setiap bagian citra. Jumlah piksel dari tiap bagian citra didistribusi pada masing-masing derajat keabuan. Rata-rata jumlah piksel tersebut dilakukan dengan persamaan 2.2.
Berdasarkan persamaan 2.2, clip limit dapat dihitung menggunakan persamaan 2.3.
Dimana : = clip limit
= nilai maksimum rata-rata piksel setiap nilai derajat keabuan dari bagian citra
18
merupakan jumlah piksel dalam setiap derajat keabuan bagian citra dan
‘i’ adalah jumlah derajat keabuan. Dengan menggunakan persamaan 2.4. contrast
limited histogram bagian citra dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.5.
Akhir dari distribusi pada persamaan 2.5, sisa jumlah piksel yang di clipped dinyatakan sebagai , tahap distribusi piksel dirumuskan dalam persamaan 2.6.
Metode ini memindai semua piksel dari yang minimum hingga yang maksimum dari niali graylevel. Jika frekuensi piksel graylevel adalah , metode ini akan mendistribusikan satu piksel nilai graylevel. Jika pencarian berakhir sebelum distribusi semua piksel, maka akan dihitung ulang sesuai dengan persamaan 2.6 hingga semua piksel terdistribusi. Dengan demikian akan diperoleh histogram yang baru.
Langkah 4 : Membatasi contrast histogram setiap bagian citra diproses dengan HE kemudian piksel dari bagian citra dipetakan dengan menggunakan interpolasi linear.
2.3.3. Morphological Operator
Morphological operator merupakan suatu teknik pengolahan citra yang berdasarkan
pada pengolahan bentuk. Teknik ini menerapkan structuring element (SE) pada citra yang diolah dan menghasilkan citra dengan ukuran yang sama. SE merupakan sebuah operator yang dapar mempengaruhi kinerja pengolahan morphological . Nilai setiap piksel pada citra yang dimasukkan berdasarkan pada perbandingan antara piksel yang bersesuaian dari citra masukkan dengan nilai piksel tetangganya. Dengan memilih ukuran dan bentuk tetangga tersebut, maka dapat membangun sebuah morphological (2.5)
operator untuk mengolah citra yang dimasukkan agar lebih spesifik (Kaur et al.,
2013).
Morphological operator mempunyai dua operasi dasar yaitu dilation dan
erosion. Dilation merupakan suatu proses untuk meningkatkan batas piksel
foreground sehingga pada daerah tersebut ukurannya akan bertambah dan menebal.
Dilation dilakukan dengan persamaan 2.7.
Sedangkan erosion kebalikan dari dilation yang akan mengurangi batas piksel foreground sehingga pada daerah tersbut ukurannya akan berukurang dan menipis
(Chudasama et al,2015). Erosion dilakukan dengan persamaan 2.8.
20
struktur retina yang lain sehingga background dari retina lebih kelihatan lebih menonjol.
2.3.4. Thresholding
Thresholding merupakan suatu proses untuk mengubah citra menjadi citra
biner atua sering disebut dengan proses binerisasi. Proses ini menggunakan nilai batas (threshold) untuk dapat mengubah nilai piksel menjadi warna hitam atau putih. Jika nilai piksel pada citra lebih besar dari nilai threshold yang ditentukan maka nilai piksel tersebut akan diubah menjadi warna putih dan diinisialkan dengan angka biner 1. Sementara apabila nilai piksel lebih kecil dari nilai threshold maka akan diubah menjadi warna hitam dan diinisialkan dengan angka biner 0 (Febriani, 2014). Proses tersebut dilakukan dengan persamaan 2.9.
Dimana : = piksel citra hasil biner = piksel citra masukkan
= nilai threshold
2.3.5. Conneted Component Analysis
Conneted Component Analysis merupakan suatu teknik untuk mengekstrak
daerah-daerah yang hanya terhubung dan menghilangkan daerah yang tidak terhubung setelah batas-batas minumun terdeteksi. Teknik ini biasanya juga sering digunakan dalam tahap segmentasi citra ( Bouman, 2015 ). Terdapat dua konektivitas yang dapat digunakan yaitu 4-konektivitas (4-connected neighbors) dan 8-konektivitas (8-connected neighbors) (Chairani, 2016). 4-konektivitas apabila piksel-piksel yang
berdekatan tersebut terletak berdampingan secara horizontal dan vertikal. Model dari 4-konektivitas ini dapar dilihat pada Tabel 2.2.
(2.9)
� �
� ≤�
Tabel 2.2. Model 4-konektivitas P(x,y-1)
P(x-1,y) P( x,y ) P(x+1,y) P(x,y+1)
Pada konsep 8-konektivitas apabila terdapat 2 piksel yang bersinggungan baik secara diagonal maupun secara horizontal dan vertikal maka akan diangap satu objek. Model konektivitas tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Model 8-konektivitas dijadikan input pada tahap klasifikasi. Ekstraksi ciri yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan dua metode yaitu menggunakan fractal dimension yang menggunakan algoritma box counting dan menggunakan invariant moments.
2.4.1. Fractal Dimension
Konsep fractal berasal dari bahasa latin yaitu fractus yang berarti pecah atau tidak teratur. Objek fractal dapat ditemukan dimana-diaman, seperti garis pantai, pohon pakis, awan, gunung, bakteri, dll. Fractal memiliki karakteristik utama yaitu kemiripan dengan diri sendiri (self-similarity). Karakteristik tersebut yang membuat fractal memiliki kemampuan memodelkan objek alam yang rumit, tidak teratur, dan
22
Pada geometri euclidean, garis memiliki dimensi 1 karena hanya memiliki panjang. Bidang memiliki dimensi 2 karena memiliki panjang dan lebar. Ruang berdimensi 3 karena memiliki panjang, lebar, dan tinggi. Sementara titik tidak memiliki dimensi karena tidak memiliki panjang, lebar, ataupun tinggi. Namun, apabila bidang tersebut bukan bidang yang sempurna maka akan susah untuk menghitung dimensinya. Sehingga fractal dimension mampu berperan dalam menghitung dimensi dari bidang tersebut.
Salah satu metode dalam menghitung fractal dimension yaitu menggunakan metode box counting. Fractal dimension suatu citra dengan menggunakan metode ini dihitung dengan persamaan 2.10.
Dimana : = banyaknya kotak berukuran s = fractal dimension dari suatu objek
Berikut adalah langkah-langkah metode penghitungan kotak adalah (Putra, 2010).
a. Citra dibagi kedalam kotak-kotak dengan ukuran s. Nilai s berubah dari 1 hingga 2k, dengan k = 0, 1, 2, . . . dan seterusnya dan 2k tidak boleh lebih besar dari ukuran citra. Bila citra berukuran 2m x 2m maka nilai k akan berhenti sampai m.
b. Hitung banyaknya kotak yang melingkup satu objek. Nilai akan sangat bergantung pada s
c. Hitung fractal dimension dengan menggunakan persamaan 2.10.
d. Langkah terakhir adalah membuat garis lurus berdasarkan nilai-nilai log(N(s)) sebagai sumbu y, dan nilai-nilai log(s) sebagai sumbu x untuk setiap nilai s, kemudian hitung kemiringan (slope) dari garis lurus. Nilai dari slope inilah yang merupakan fractal dimension dari suatu citra. Slope suatu garis lurus dapat dihitung dengan metode least square. Suatu garis lurus dapat dinyatakan dengan persamaan 2.11.
Kemiringan dari persamaan garis lurus diatas dinyatakan sebagai a1, dapat dihitung dengan metode least square. Metode tersebut dapat dilakukan dengan persamaan 2.12.
∑ ∑ ∑ ∑ ∑
Dengan N menyatakan banyak data yang digunakan untuk membentuk garis lurus.
2.4.2. Invariant Moments
Invariant moments merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk
ekstraksi ciri bentuk dalam bidang pengolahan citra. Metode ini pertama kali dipublikasikan oleh Hu pada tahun 1961 (Chairani, 2016). Hasil dari metode ini terdapat tujuh nilai pada setiap objek citra. Nilai-nilai tersebut bersifat independen terhadap translasi, rotasi, dan perskalaan. Momen yang mentransformasikan fungsi citra f(i,j) pada system diskrit dinyatakan pada persamaan 2.13.
∑ ∑ pusat area didefinisikan pada persamaan 2.14.
(2.11)
(2.12)
24
Dan momen pusat tersebut dilakukan normalisasi dengan menggunakan persamaan 2.15.
=
Dimana : =
=
2.5.Probabilistic Neural Network
Probabilistic Neural Network (PNN) berdasarkan pada metode teorema Bayes untuk
probabilitas bersyarat dan metode Parzen untuk memperkirakan fungsi kepadatan probabilitas variabel acak. PNN pertama kali diperkenalkan oleh Specht pada tahun 1990 yang menunjukkan bagaimana Bayes Parzen Classifier bisa dipecah menjadi sejumlah besar dari proses sederhana dan diimplementasikan kedalam jaringan saraf multilayer (Shahana et al, 2016).
PNN dapat didefnisikan sebagai implementasi dari algoritma statistik yang biasa disebut dengan kernel diskriminasi analisi dimana operasi tersebut akan disusun kedalam multilayered feedforward network dengan empat lapisan yaitu input layer, pattern layer, summation layer, dan output layer. Ada keuntungan utama yang
membedakan PNN adalah proses pelatihan yang cepat, struktur paralel yang tidak dapat dipisahkan, dijamin dalam menemukan klasifikasi optimal sesuai dengan peningkatan perwakilan data pelatihan, dan pelatihan dapat ditambahkan atau dihapus tanpa melakukan pelatihan ulang. Dengan demikian, PNN belajar lebih cepat dari pada banyak model jaringan saraf tiruan dan telah sukses dibeberapa aplikasi. Berdasarkan fakta tersebut, PNN dapat dilihat sebagai supervised neural network yang mampu diguanakan dalam masalah klasifikasi dan pengenalan pola (Mishra, 2013).
PNN merupakan tipe khusus dari radial basis neural network terutama dalam masalah klasifikasi. Seperi radial basis neural network, PNN menggunakan fungsi aktivasi dilapisan kedua yaitu hidden layer yang bertujuan untuk membuat local decision function yang berpusat pada sampel dari input layer. Setelah pelatihan,
fungsi tersebut dijumlahkan pada summation layer. Hasil dari jumlah fungsi tersebut itu merupakan probabilitas. Sehingga probabilitas yang paling maximum masuk kedalam sebuah kelas yang spesifik. Neural network ini biasanya digunakan untuk masalah dengan dataset pelatihan berukuran kecil (Lotfi, 2014).
PNN memiliki beberapa layer, diantaranya yaitu input layer, radial basis layer, summation layer, dan output layer. Struktur dari jaringan PNN ini dapat dilihat
26
Gambar 2.9 Arsitektur Probabilistic Neural Network (Palomino et al, 2014)
Input Layer
Pada lapisan ini terdapat variabel vektor input yang akan dijadikan input kedalam jaringan. Nilai dari variabel ini merupakan hasil dari ekstraksi ciri dari setiap data yang diuji.
Pattern Layer
Pada lapisan ini dilakukan perhitungan kedekatan jarak antara vektor bobot dengan vektor input. Vektor bobot merupakan nilai dari data latih setiap kelas nya sedangkan vektor input merupakan nilai dari ekstraksi ciri data yang akan diuji. Proses yang terjadi pada lapisan ini menggunakan persamaan 2.17.
⁄ [
‖( )‖
]
Dimana : = gaussian kernel D = dimensi vector x
= spread / smoothing parameter = vektor pengujian
= vektor pelatihan ke j dari kelas i
Tidak terdapat metode untuk menentukan nilai dari smoothing parameter sehingga digunakan teknik trial and error.
Summation Layer
Pada lapisan ini menghitung penjumlahan kemungkinan maksimum dari setiap i-neuron pada lapisan pattern layer dengan kelas yang sama dan dirata-ratakan probabilitas yang tertinggi maka akan dikelompokkan menjadi kelas tersebut. Proses yang dilakukan pada lapisan ini dengan menggunakan persamaan 2.19.
Dimana :
(2.18)
28
a. Proses Pelatihan (training)
Proses pelatihan terdiri langkah yang unik, yaitu bobot masing-masing neuron pada pattern layer terbentuk oleh vektor karakteristik dari masing-masing data pelatihan.
b. Proses Pengujian (testing)
Pada tahap pengujian, data input / data uji yang akan akan diklasifikasikan akan mengalami proses yang seperti pada arsitektur Gambar 2.9. Dimana data uji akan masuk kedalam pattern layer, proses yang terjadi yaitu dengan menerapkan fungsi gaussian kernel. Kemudian, selanjutnya masuk kelapisan summation layer dimana dilakukan penjumlahan hasil dari fungsi gaussian
kernel yang dikelompokkan dari kelas yang sama kemudian dirata-ratakan
dengan jumlah data uji dari masing-masing kelas. Pada tahap ini menggunakan fungsi kepadatan probabilitas. Tahap terakhir yaitu mengambil nilai probabilitas yang tertinggi akan masuk kedalam kelas tersebut. Tahap ini menggunakan bayes’s decision.
2.6.Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian sebelumnya telah dilakukan, diantaranya pernah dilakukan untuk mengidentifikasi hypertensive melalui analisis fundus images dengan menghitung rasio vena arteri. Pada tahap preprocessing, menggunakan metode Adaptive Histogram Equalization (AHE) yang digunakan untuk menyamakan kecerahan dan
kontras yang berbeda setelah melewati tahap green channel. Metode yang lain digunakan yaitu Radon Transform untuk segmentasi pembuluh darah dan menggunakan Hough Transform untuk mendeteksi optic disk. Deteksi dan identifikasi optic disk sangat signifikan dalam menemukan region of interest (ROI) yang
merupakan wilayah standar untuk menghitung rasio vena arteri. Hasil perhitungan dari rasio vena arteri ini yang akan dimanfaatkan oleh dokter untuk identifikasi penyakit hypertensive retinopathy dan akurasi yang dicapai 92% (Noronha et al., 2012).
equalization, eliminasi optical disk dengan menggunakan morphological close,
background exclusion, dan pembentukan citra biner dengan menggunakan
thresholding (Joshi et al., 2012).
Penelitian selanjutnya yaitu dilakukan pada penyakit hypertensive retinopathy dan Cerebral Autosomal Dominant Arteriopathy with Subcortical Infarcts and Leukoencephalopathy (CADASIL). Penilaian kuantitaif rasio vena arteri, indeks
tortuositas dan fractal dimension dilakukan setelah ekstraksi pembuluh darah. Fractal dimension menggunakan algoritma Box Counting. Salah satu hasil dari penelitian ini
mengatakan bahwa fractal dimension yang didapatkan dari penyakit hypertensive retinopathy lebih rendah dibandingkan dengan mata sehat (Cavallari et al., 2015).
Penelitian berikutnya dilakukan pada 3 kondisi yaitu pada pasien mata sehat, diabetic retinopathy, dan glaucoma. Fractal analysis dan invariant moments
merupakan metode yang dipilih untuk tahap ekstraksi ciri setelah dilakukan ekstraksi pembuluh darah kemudian diubah menjadi citra biner yang menggunakan kirsch’s templates dan metode linear discriminant analysis untuk tahap klasifikasi. Pada
penelitian ini akurasi yang dicapai sangat tinggi sebesar 99,2% (Hutson et al., 2016). Penelitian berikutnya yaitu meningkatkan teknik segmentasi pembuluh darah citra retina agar dalam mendeteksi ataupun mengidentifikasi suatu penyakit didapatkan hasil yang akurat. Tahapan yang dilakukan yaitu pembentukan green channel dari citra retina RGB, morphological operation, menghilangkan noise dengan
menggunakan rician denoise. Kemudian tahap segmentasi menggunakan thresholding dan tahap terakhir yaitu post processing dengan menggunakan length filtering dan connected component analysis. Akurasi yang dicapai sebesar 94,35% pada data
DRIVE & 94,49% pada data STARE (Mehta et al., 2016).
Penelitian berikutnya yaitu mendiagnosis penyakit diabetes tipe II. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu probabilistic neural network. Neural network ini memiliki kemampuan untuk mendiagnosa dengan kesalahan minimum. Penelitian ini diterapkan dalam bidang data mining dan dataset yang digunakan dari Pima Indians Diabetes dan akurasi yang dicapai sebesar 81,49% (Soltani et al., 2016).
30
deteksi tepi menggunakan sobel. Metode nvariant moments dipilih untuk tahap ekstraksi ciri dan metode PNN untuk tahap klasifikasi dan akurasi yang dicapai sebesar 90% (Oktariani, 2016).
Penelitian terdahulu yang telah dipaparkan akan diuraikan secara singkat pada Tabel 2.4.
3 Cavallari et al 2015 BRetina Algorithm & Box
Counting -
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Hypertensive retinopathy adalah penyakit yang merusak retina mata dan
mengakibatkan hilangnya penglihatan dan erat terkait dengan hypertensive (Narasimhan et al., 2012). Hypertensive / tekanan darah tinggi sering tidak menunjukkan gejala, namun disadari ketika setelah menyebabkan gangguan organ seperti stroke, retinopathy, fungsi jantung, dan penyakit lainnya. Penyakit ini biasanya ditemukan pada usia 15 tahun keatas namun semakin bertambahnya usia maka semakin besar kemungkinan mengidap penyakit tersebut.
Indonesia adalah salah satu Low and Middle - Income Countries (LMIC) yang jumlah penduduknya lebih dari 250 juta orang. Stroke, penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung hypertensive selama lebih dari sepertiga dari semua kematian di Indonesia dengan hypertensive menjadi salah satu penyebab utama kematian. Hypertensive secara signifikan lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan pria
(52,3% berbanding 43,1%, p-value < 0,001) (Hussain et al., 2016). Prevalensi penyakit ini di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥ 18 tahun sebesar 25,8% dan prevalensi hypertensive cendrung lebih tinggi pada kelompok pendidikan lebih rendah dan kelompok tidak bekerja, kemungkinan akibat ketidaktahuan tentang pola makan yang baik (Riset Kesehatan Dasar, 2013).
Hypertensive retinopathy ditandai dengan pembengkakan pada pembuluh
darah retina dikarenakan ketika terjadinya hypertensive, dinding pembuluh retina mengalami penebalan dan sehingga juga mengakibatkan masalah pada kinerja dari retina. Sehingga apabila tidak segera diobati maka akan terjadinya kebutaan hingga juga dapat mengakibatkan kematian. Analisis dan deteksi pembuluh darah retina sangat penting untuk dalam hal mengidentifikasi penyakit retina, seperti Diabetic Retinopathy, Hypertensive Retinopathy, Retinopathy of Prematury (ROP),
2
Selain terjadinya pembengkakan pada pembuluh darah retina juga terdapat tanda-tanda seperti microaneurysm, cotton wool spot, hard exudates pada tingkat lanjut. Dan pada tingkat akut terdapat pembengkakan pada optic disk dan juga tanda pada tingkat sebelumnya (Downie et al, 2013).
Pada umumnya pemeriksaan dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan menggunakan funduskopi. Dengan pemeriksaan ini, didapatkan gambaran pembuluh darah retina, papil, makula, dan fovea. Selain itu juga digunakan ophthalmoscope yang bersinar terang melalui pupil yang bertujuan untuk memeriksa
bagian belakang mata apakah ada penyempitan pembuluh darah ataupun kebocoran dari pembuluh darah tersebut. Pemeriksaan ini masih dilakukan secara manual sehingga menghabiskan waktu kurang dari 10 menit untuk menyelesaikannya (Badii, 2016). Pemeriksaan yang secara lengkap dilakukan oleh dokter spesialis mata. Berdasarkan data depkes, jumlah dokter spesialis mata di Indonesia pada tahun 2013 berjumlah sekitar 1,938 orang, dengan penyebaran 45% di pulau jawa, sedangkan 65% nya tersebar diluar pulau jawa. Sementara jumlah penduduk Indonesia melebihi jutaan orang (Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan, 2014).
Penelitian dengan menggunakan citra fundus retina ini sebelumnya juga pernah dilakukan untuk mengidentifikasi hypertensive retinopathy dengan menghitung rasio vena arteri. Pada tahap preprocessing, metode yang digunakan yaitu metode adaptive histogram equalization untuk menyamakan kecerahan dan kontras yang berbeda setelah melewati tahap green chanel. Kemudian radon transform untuk segmentasi pembuluh darah dan hough transform untuk mendeteksi optic disk (Noronha et al., 2012). Penelitian selanjutnya yaitu bertujuan untuk segmentasi pembuluh darah pada pasien penyakit diabetic retinopathy. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu green channel, contrast limited adaptive histogram equalization, morphological close, background exclusion, dan thresholding (Joshi et
al., 2012). Penelitian selanjutnya yaitu dilakukan pada penyakit hypertensive retinopathy dan Cerebral Autosomal Dominant Arteriopathy with Subcortical Infarcts
and Leukoencephalopathy (CADASIL). Penilaian kuantitaif rasio vena arteri, indeks
ekstraksi pembuluh darah kemudian diubah menjadi gambar biner yang menggunakan
kirsch’s templates dan metode linear discriminant analysis untuk tahap klasifikasi. Pada penelitian ini akurasi yang dicapai sangat tinggi (Hutson et al., 2016). Penelitian berikutnya yaitu meningkatkan teknik segmentasi pembuluh darah citra retina. Metode yang digunakan yaitu green channel, morphological operation, rician denoise, thresholding, length filtering, dan connected component analysis (Mehta et al., 2016).
Pada penelitian kali ini, penulis menggunakan metode Probabilistic Neural Network (PNN) untuk mengidentifikasi penyakit hypertensive retinopathy melalui
citra fundus retina.Probabilistic Neural Network (PNN) berasal dari metode teorema Bayes untuk probabilitas bersyarat dan metode Parzen untuk memperkirakan fungsi kepadatan probabilitas variabel acak. PNN pertama kali diperkenalkan oleh Specht pada tahun 1990 yang menunjukkan bagaimana Bayes Parzen Classifier bisa dipecah menjadi sejumlah besar dari proses sederhana dan diimplementasikan kedalam jaringan saraf multilayer (Shahana et al, 2016). PNN dapat didefnisikan sebagai implementasi dari algoritma statistik yang biasa disebut dengan kernel diskriminasi analisi dimana operasi tersebut akan disusun kedalam multilayered feedforward network dengan empat lapisan yaitu input layer, pattern layer, summation layer, dan
output layer. Ada keuntungan utama yang membedakan PNN adalah proses pelatihan
yang cepat, struktur paralel yang tidak dapat dipisahkan, dijamin dalam menemukan klasifikasi optimal sesuai dengan peningkatan perwakilan data pelatihan, dan pelatihan dapat ditambahkan atau dihapus tanpa melakukan pelatihan ulang. Dengan demikian, PNN belajar lebih cepat dari pada banyak model jaringan saraf tiruan dan telah sukses dibeberapa aplikasi. Berdasarkan fakta tersebut, PNN dapat dilihat sebagai supervised neural network yang mampu diguanakan dalam masalah klasifikasi dan pengenalan pola (Mishra, 2013).
4
Kemudian pada tahap segmentasi dilakukan deteksi tepi menggunakan sobel. Metode nvariant moments dipilih untuk tahap ekstraksi ciri dan metode PNN untuk tahap
klasifikasi (Oktariani, 2016).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengajukan penelitian
dengan judul “IDENTIFIKASI PENYAKIT HYPERTENSIVE RETINOPATHY
MELALUI CITRA FUNDUS RETINA MENGGUNAKAN PROBABILISTIC NEURAL NETWORK ”. Metode yang akan digunakan merupakan gabungan dari penelitian yang sebelumnya, sehingga diharapkan hasil dari penelitian ini dapat mencapai akurasi yang tinggi dan bermanfaat dalam bidang kesehatan.
1.2.Rumusan Masalah
Hypertensive retinopathy merupakan penyakit yang merusak retina mata dan juga
mengakibatkan kebutaan pada tingkat lanjut. Penyakit ini ditandai dengan pembengkakan pada pembuluh darah retina dikarenakan ketika terjadinya hypertensive, dinding pembuluh retina mengalami penebalan dan mengakibatkan
masalah pada kinerja dari retina. Pada umumnya, untuk pemeriksaan penyakit ini dilakukan pemeriksaan funduskopi dan ophthalmoscope oleh dokter mata. Sementara pemeriksaan tersebut masih dilakukan secara manual. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode untuk membantu dokter mata dalam mengidentifikasi penyakit hypertensive retinopathy melalui citra fundus retina secara otomatis.
1.3.Batasan Masalah
Pada penelitian ini peneliti membuat batasan masalah untuk mencegah meluasnya ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini. Adapun batasan masalah tersebut, diantaranya yaitu:
1. Citra yang digunakan yaitu citra fundus retina dari dataset Structured Analysis of the Retina (STARE).
2. Ekstensi dari citra fundus retina yang digunakan adalah .ppm.
1.4.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi penyakit Hypertensive Retinopathy melalui citra fundus retina menggunakan Probabilistic Neural Network.
1.5.Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini diantara lain yaitu :
1. Membantu identifikasi penyakit hypertensive retinopathy melalui citra fundus retina.
2. Memberi masukan untuk penelitian lain dalam bidang image processing. 3. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis dan pembaca.
1.6.Metodologi Penelitian
Adapun tahapan – tahapan yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah :
1. Studi Literatur
Pada tahapan ini dilakukan pengumpulan dan mempelajari informasi yang diperoleh dari buku, skripi, jurnal, dan berbagai sumber informasi lainnya. Informasi yang berkaitan dengan penelitian tersebut seperti hypertensive retinopathy, green channel, contrast limited adaptive histogram equalization
(clahe), morphological closing, subtraction, thresholding, connected
component analysis, fractal dimension yang menggunakan algoritma box
counting, ekstraksi fitur bentuk menggunakan invariant moments, dan
probabilistic neural network.
2. Analisis Permasalahan
Pada tahapan ini dilakukan analisis terhadap tahapan sebelumnya yaitu studi literatur dimana dilakukannya pengumpulan bahan referensi untuk mendapatkan pemahaman tentang metode yaang akan digunakan dalam menyelesaikan permasalahan yaitu mengidentifikasi penyakit hypertensive retinopathy melalui citra fundus retina.