• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI PASAR MODAL

B. Latar Belakang Good Corporate Governance

Perhatian dunia terhadap Good Corporate Governance mulai meningkat tajam sejak negara-negara Asia dilanda krisis moneter pada tahun 1997 dan sejak kejatuhan perusahaan-perusahaan raksasa terkemuka di dunia, termasuk Enron Corporation dan WorldCom di Amerika Serikat, HIH Insurance Company Ltd dan One-Tell Pty Ltd di Australia serta Parmalat di Itali pada awal dekade 2000-an. Hasil analisis yang dilakukan berbagai organisasi internasional dan regulator pemerintah di banyak negara menemukan sebab utama terjadinya tragedi ekonomi/bisnis di atas adalah karena lemahnya corporate governance di banyak perusahaan.24

Beberapa tindakan penyalahgunaan corporate governance yang dilakukan oleh para organ perusahaan tidak hanya dapat menyesatkan pemegang saham mengenai prospek dan kinerja perusahaan, tetapi juga pihak lain yang terkait seperti kreditor, pegawai, buruh, dan masyarakat. Hal ini tentu saja dapat berdampak pada menurunnya harga saham perusahaan, para pekerja kehilangan pekerjaan, dan yang lebih ekstrem adalah perusahaan tersebut menjadi pailit.25

Secara umum, institusi dalam corporate governace mencakup internal ataupun eksternal perusahaan. Institusi eksternal meliputi agency regulatory

seperti pemerintah, pasar modal di mana saham perusahaan itu didaftarkan, dan pengadilan yang mengakui adanya upaya hukum bagi pelanggaran aturan-aturan

governance. Institusi internal adalah mekanisme yang berada di dalam perusahaan

24

Siswanto Sutojo dan E. John Aldridge, Op. cit., hal. 1 25

Daniel J.H. Greenwood, Enronities: Why Good Corporations Go Bad, (Columbia: Columbia Business Law Review, 2004), hal. 774, dalam Ridwan Khairandy dan Camelia Malik,

Op. cit., hal. 115

yang menentukan bagaimana perusahaan itu dijalankan. Institusi eksternal dan internal tersebut saling berhubungan satu sama lain semenjak mekanisme internal secara luas diatur dan ditentukan oleh instansi eksternal. Misalnya, hukum dan peraturan pemerintah mengatur secara spesifik tentang kewenangan dewan direksi dan dewan pengawas, hak-hak pemegang saham, dan kewajiban manajer.26

Di dalam tubuh perusahaan, khususnya dalam pengelolaannya dapat terjadi kerugian yang diakibatkan sistem pengelolaannya yang tidak benar atau tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Salah satu contohnya adalah terjadinya transaksi afiliasi yang mengandung benturan kepentingan, sebagai akibat dari penyalahgunaan wewenang dari pihak Direksi ataupun Komisaris, yang mengakibatkan para pihak (khususnya pemegang saham) dalam perusahaan mengalami kerugian. Untuk mengurangi resiko tersebut, maka dibutuhkan suatu sistem pengelolaan perusahaan yang baik, yang menjadi pedoman dalam menerapkan prinsip akuntabilitas dan transparansi dengan benar. Prinsip-prinsip tersebut ada di dalam Good Corporate Governance.

Latar belakang penerapan Good Corporate Governance secara umum dapat dilihat pada era bisnis pasca perang dingin dimana banyak para pelaku bisnis dengan berbagai macam jenis korporasi mulai menjalankan sistem tata kelola perusahaannya secara terbuka, sistematis dan bertanggung jawab. Hal ini didorong oleh kebutuhan pasar yang menuntut perusahaan publik menjalankan sistem manajemennya secara baik, transparan dan auditable menyusul maraknya

26

Jeswald W. Salacuse, Corporate Governance, Culture and Converge: Corporations American Style or With a European Touch?, Law and Business Review of the Americas, Volume 9, Winter 2003, hal. 34-35, dalam Ridwan Khairandy dan Camelia Malik, Op. cit., hal. 65

berbagai skandal sistem pelaporan keuangan perusahaan global pada masa itu.27 Hal ini terkait dengan kebutuhan akan transparansi dalam pengambilan keputusan untuk melakukan suatu transaksi yang mengandung benturan kepentingan agar tidak merugikan para pihak seperti pemegang saham, karena untuk menghormati posisi para pemegang saham maka segala keputusan yang berhubungan dengan jalannya perusahaan harus diambil dengan melibatkan pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas, dengan melakukan RUPS.28

Sistem tata kelola perusahaan yang tertib dan terbuka ini, yang biasa disebut dengan Good Corporate Governance (GCG), dipromosikan lebih lanjut oleh berbagai instansi, seperti lembaga keuangan dunia antara lain World Bank,

Asian Development Bank dan berbagai kalangan akademis di dunia pendidikan. Pada saat ini hampir sebagian besar buku bacaan wajib dalam bidang manajemen umum dan strategi manajemen (strategic management) akan membahas masalah ini dalam salah satu babnya dan menyarankan agar Good Corporate Governance

mulai untuk dijalankan oleh perusahaan-perusahaan modern di dunia.29

Latar belakang pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance

di Indonesia dapat dilihat dari pengaruh perkembangan perekonomian global, dimana perekonomian modern yang telah mempengaruhi perekonomian nasional yang menuntut adanya pemisahan manajemen perusahaan dari kepemilikan

27

Aditiawan Chandra, “Perlunya Komisaris Independen Dalam Mewujudkan Good Corporate Governance di Korporasi”, dalam

28

Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, (Bandung: Nuansa Aulia, 2006), hal. 64

29

Aditiawan Chandra, “Perlunya Komisaris Independen Dalam Mewujudkan Good Corporate Governance di Korporasi”, dalam

21

perusahaan yang sejalan dengan agency theory yang menekankan pentingnya pemegang saham sebagai pemilik perusahaan atau menyerahkan pengelolaan perusahaannya tersebut kepada tenaga-tenaga independen dan profesional, yang bertugas untuk kepentingan perusahaan dan memiliki keleluasaan dalam menjalankan manajemen perusahaan. Dalam konsep ini, pemegang saham hanya bertugas mengawasi dan memonitor jalannya perusahaan yang dikelola oleh manajemen pengelola, serta mengembangkan sistem insentif bagi manajemen pengelola untuk memastikan bahwa tenaga-tenaga profesional yang ditunjuk bekerja sebaik-baiknya demi kepentingan perusahaan. Namun perlu disadari pula bahwa pengelolaan perusahaan dengan cara seperti itu memiliki segi negatif, yaitu keleluasaan yang dimiliki oleh manajemen pengelola perusahaan dapat disalahgunakan sehingga mengakibatkan kondisi dimana pengelola perusahaan memaksimalkan keuntungan bagi dirinya dengan beban dan biaya yang harus ditanggung oleh pemegang saham. Untuk itu, perusahaan harus dapat memberikan kepastian kepada para pemegang saham bahwa dana mereka digunakan secara tepat dan efisien, dengan manajemen perusahaan yang bertindak secara terbaik unruk kepentingan perusahaan, bukan untuk kepentingan pribadi.30

Hubungan dan akuntabilitas perusahaan kepada para pemegang saham dan

stakeholders yang lain itu harus ditata secara sehat dan mengindahkan berbagai macam undang-undang dan ketentuan hukum lain yang berlaku. Kalau tidak ia dapat menurunkan kinerja bisnis perusahaan dan menurunkan kepercayaan calon

30

Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan: Pola Kemitraan dan Badan Hukum, (Bandung: Refika Arditama, 2006), hal. 71

kreditur dan investor.31

Jadi, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan Good Corporate Governance

dianggap sebagai terapi yang paling baik untuk membangun kepercayaan antara pihak manajemen dan penanam modal beserta krediturnya, sehingga pemasukan modal bisa terjadi kembali, yang pada gilirannya dapat membantu proses pemulihan ekonomi di Indonesia.

Oleh karena itu, penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dapat memberikan apa yang diinginkan oleh para pemegang saham, karena dengan pengelolaan perusahaan yang berdasarkan Good Corporate Governance, perusahaan tersebut dapat menciptakan lingkungan kondusif terhadap pertumbuhan usahanya yang efisien dan berkesinambungan.

32

Prinsip-prinsip OECD yang berkaitan dengan Good Corporate Governance mencakup 5 (lima) bidang utama, yaitu, hak-hak pemegang saham (the rights of shareholders) dan perlindungannya, perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham (the equitable treatment of shareholders), peranan

stakeholders dalam corporate governance (the role of stakeholders in corporate

Dokumen terkait