• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI PASAR MODAL

A. Latar Belakang

Pasar modal merupakan salah satu sumber pembiayaan perusahaan secara jangka panjang. Keberadaan institusi ini bukan hanya sebagai wahana sumber pembiayaan saja, tetapi juga sebagai sarana bagi masyarakat untuk mendapatkan kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan.1 Mengingat prospek pasar modal yang sangat berpotensi untuk memberikan harapan banyak pada berbagai pihak, maka sudah seharusnya aspek perlindungan hukum terhadap pemegang saham dan masyarakat mendapat perhatian yang sungguh-sungguh.2

Suatu perusahaan publik dalam melakukan aktivitasnya melalui pengelola atau pihak pengurusnya, pada hakekatnya harus memandang kepentingan pihak- pihak yang diwakilinya, dan tidak melakukan suatu aktivitas yang berpotensi merugikan pihak-pihak yang terkait dalam suatu perseroan untuk memperoleh keuntungan pribadi pihak pengurus dalam perseroan tersebut. Setiap perusahaan yang melakukan kegiatan di pasar modal harus selalu mengikuti peraturan yang ada dan telah ditetapkan oleh pasar modal itu sendiri. Hal ini diperlukan demi terciptanya pasar modal yang dapat melindungi kepentingan investor dalam kegiatan penanaman modal di pasar modal.

1

M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Prenada Media Group, 2004), hal. 27

2

Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, (Bandung: Mandar Maju, 2000), hal. 136

Kepercayaan dan kredibilitas pasar merupakan hal utama yang harus tercermin dari keberpihakan sistem hukum pasar modal pada kepentingan investor dari perbuatan-perbuatan yang dapat menghancurkan kepercayaan investor. Pentingnya kepercayaan investor dalam pasar modal tidak terlepas dari peranan pemegang saham dalam suatu perseroan yang melakukan aktivitas di pasar modal, karena secara tidak langsung modal pemegang sahamlah yang diinvestasikan di pasar modal melalui saham yang ada di perusahaan masing-masing. Modal yang berasal dari pemegang saham merupakan suatu hal yang sangat penting demi menjaga kelancaran aktivitas perusahaan tersebut.

Dalam melakukan aktivitas di pasar modal, perusahaan publik atau sebuah perusahaan tercatat di dalam rencananya untuk melakukan suatu transaksi bisnis wajib memperhatikan rambu-rambu yang diatur dalam peraturan pasar modal yang berlaku, yaitu Undang-Undang Pasar Modal (UUPM) beserta seluruh peraturan pelaksananya. Hal ini perlu dilakukan demi mencapai sasaran yang ingin dicapai Undang-Undang Pasar Modal, yaitu :3

a. Terciptanya kerangka hukum yang kuat di bidang pasar modal;

b. Menciptakan transparansi dan memberikan jaminan perlindungan hukum bagi investor;

c. Meningkatkan profesionalisme para pelaku pasar modal;

d. Menciptakan sistem perdagangan yang aman, tertib, efisien, dan likuid; e. Memberikan kesempatan berinvestasi bagi para investor kecil;

3

Nindyo Pramono, Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 15

Dalam suatu perusahaan posisi pemegang saham berbeda dengan pihak pengelola perusahaan. Pemegang saham bukanlah sebagai pihak yang menjalankan perusahaan. Direksi dan Komisaris sebagai pihak yang bertugas mengelola perusahaan memiliki kewenangan dalam menjalankan perusahaan. Perbedaan posisi antara pemegang saham dengan pihak pengelola perusahaan tersebut menyebabkan tidak jarang terjadinya suatu benturan kepentingan (conflict of interest) antara pihak pengelola dengan pemegang saham. Hal ini dapat terjadi karena dilakukannya transaksi yang mengandung benturan kepentingan, yaitu transaksi yang di dalamnya terdapat perbedaan kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau pemegang saham utama yang dapat merugikan perusahaan. Transaksi yang mengandung benturan kepentingan tersebut dapat terjadi dalam transaksi afiliasi yang dilakukan oleh pihak pengelola perusahaan.

Transaksi afiliasi adalah transaksi yang dilakukan oleh perusahaan atau perusahaan terkendali dengan afiliasi dari perusahaan atau afiliasi dari anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau pemegang saham utama Perusahaan. Dalam pasar modal, transaksi afiliasi ini merupakan transaksi yang sangat sensitif. Artinya transaksi ini cenderung disalahgunakan dan terkadang bias atau menyimpang. Apalagi dalam prakteknya, transaksi afiliasi sangat beresiko terhadap benturan kepentingan. Kasus-kasusnya sangat bervariasi dan terkadang variasinya itu tidak diatur dalam Undang-Undang.4

4

Hukum Online, “Analis: Transaksi Afiliasi Beresiko Terhadap Benturan Kepentingan”, dalam

Transaksi afiliasi perlu diatur karena banyaknya kepentingan di antara pemegang saham. Misalnya, karena ingin memajukan suatu perusahaan afiliasi, perusahaan akan menjual saham dengan harga di bawah harga yang semestinya atau terlalu jauh dari harga pasar. Hal ini dapat menimbulkan adanya benturan kepentingan atau conflict of interest. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan yang dirugikan adalah pemegang saham minoritas.5

Transaksi yang melibatkan pemegang saham mayoritas (termasuk keluarga dekat, relasi dan sebagainya.), baik secara langsung maupun tidak langsung, adalah jenis transaksi yang paling rumit. Di beberapa jurisdiksi, pemegang saham yang memiliki minimal 5% saham wajib melaporkan transaksinya. Pengungkapan tersebut mencakup sifat hubungan afiliasi dimana pengendalian berada dan sifat serta jumlah transaksi dengan pihak terafiliasi, dengan pengelompokan yang memadai. Transaksi-transaksi harus dilakukan pada harga yang transparan dan dengan syarat-syarat yang wajar yang melindungi hak-hak seluruh pemegang saham sesuai dengan klasifikasinya.

Suatu hal yang penting bagi pasar untuk mengetahui apakah perusahaan telah dijalankan sesuai dengan kepentingan seluruh investor. Dengan alasan tersebut perusahaan dituntut untuk mengungkapkan secara penuh mengenai transaksi yang dilakukan dengan pihak afiliasi, baik secara individual atau dalam sebuah grup, termasuk apakah transaksi tersebut telah dilaksanakan secara bebas (arm length transaction) dan sesuai dan ketentuan yang berlaku umum di pasar.

6

5

Ibid

6

Tim Studi Pengkajian Penerapan Prinsip-Prinsip OECD dalam Peraturan Bapepam mengenai Corporate Governance, “Studi Penerapan Prinsip-Prinsip OECD 2004 Dalam Peraturan

Bapepam Mengenai Corporate Governance”, dalam

Transaksi afiliasi yang mengandung benturan kepentingan biasanya berkaitan erat dengan kepentingan ekonomis pihak-pihak tertentu yang dikategorikan sebagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbenturan dengan kepentingan perseroan.7 Transaksi ini pada prakteknya telah berlangsung sejak lama dan berpotensi untuk menimbulkan kerugian dari berbagai pihak karena pada dasarnya praktek ini rentan akan unsur kolusi dan merupakan suatu pelanggaran terhadap unsur keterbukaan informasi.8 Hal ini dikarenakan dalam aktivitas pasar modal, prinsip keterbukaan menjadi suatu persoalan yang penting dan merupakan inti yang menjadi jiwa dari pasar modal itu sendiri. 9

Adanya benturan kepentingan dalam beberapa transaksi, seperti transaksi afiliasi yang berbenturan kepentingan, yang dilakukan oleh pihak pengelola perusahaan yang dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan dan pemegang saham disinyalir karena pengelolaan perusahaan dilakukan dengan cara yang tidak benar. Hal ini juga terkait dengan tidak dilaksanakannya konsep Good Corporate Governance dengan baik dalam mengelola perusahaan, dimana salah satu

Kerugian terhadap adanya transaksi afiliasi yang mengandung benturan kepentingan ini terutama dirasakan oleh para pemegang saham, karena transaksi tersebut menyangkut kepentingan mereka yang dirugikan. Oleh karena itu perlu diketahui perangkat hukum yang ada untuk melindungi kepentingan mereka sebagai pemegang saham dalam suatu perusahaan.

7

M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op. cit., hal. 249 8

Ibid, hal. 241 9

Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Pasar Modal, (Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001), hal. 1

penyebabnya adalah latar belakang budaya perusahaan yang berasal dari perusahaan keluarga yang membesar menjadi konglomerasi yang kemudian makin membuka kemungkinan terjadinya tindakan-tindakan yang mengandung konflik kepentingan antara lain seperti transaksi afiliasi.

Konsep Good Corporate Governance (GCG) bukan sesuatu yang baru bagi manajemen korporasi. GCG merupakan suatu sistem pengelolaan perusahaan yang mencerminkan hubungan yang sinergis antara manajemen dan pemegang saham, kreditor, pemerintah, supplier dan stakeholder lainnya.10

Berdasarkan hal tersebut, maka implementasi atau penerapan prinsip- prinsip Good Corporate Governance dalam transaksi afiliasi perusahaan dapat menjamin stabilitas dan kepastian hukum bagi para pihak yang terkait dalam

Dalam prinsip

Good Corporate Governance, perusahaan harus dijalankan secara amanah, akuntabel, transparan, dan fair untuk mencapai tujuan terciptanya nilai perusahaan jangka panjang seraya terlayaninya semua kepentingan pihak yang berkepentingan dengan jalannya perusahaan (stakeholders).

Pentingnya penerapan sistem tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) masih menjadi fokus utama dalam pengembangan iklim usaha, terutama dalam rangka memberikan kontribusi yang signifikan terhadap stabilitas perkembangan pasar modal, iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi. Penerapan Good Corporate Governance ini tidak hanya diperuntukkan bagi dunia usaha secara umum tetapi juga secara khusus sangat penting bagi pengembangan industri pasar modal.

10

Nindyo Pramono, Op. cit., hal. 87-88

perusahaan, karena dengan diterapkannya prinsip tersebut maka pengelolaan perusahaan dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana implementasi Good Corporate Governance dalam transaksi yang dilakukan oleh perusahaan, terutama transaksi afiliasi, sehingga dapat menjamin kepastian hukum dan melindungi kepentingan para pihak. Khususnya kepentingan pemegang saham sebagai pihak yang dirugikan apabila terjadi transaksi afiliasi yang mengandung benturan kepentingan yang terjadi karena tindakan yang dilakukan oleh Direksi dan Komisaris sebagai pihak pengelola perusahaan.

Dokumen terkait