• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) , sedangkan kualitas sumber daya manusia tergantung pada kualitas pendidikannya. Pendidikan merupakan suatu kegiatan universal dalam kehidupan manusia. Dimanapun dan kapanpun di dunia pasti terdapat pendidikan karena pendidikan sangat penting untuk mengembangkan potensi yang ada pada setiap diri manusia, oleh sebab itu di Indonesia terdapat program wajib belajar 9 tahun, agar setiap warga negara Indonesia mendapatkan pendidikan yang layak sehingga potensi yang dimiliki dapat dikembangkan. Pada dasarnya pengertian pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Tersedia di www.kemenag.go.id (diakses 27-12-2014).

Menurut Susilo (Supatmono,2002) Matematika bukanlah sekedar kumpulan angka, simbol dan rumus yang tidak ada kaitannya dengan dunia nyata. Justru sebaliknya, matematika tumbuh dan berakar dari dunia nyata. Menurut kurikulum 2006 matematika merupakan ilmu universal yang mendasari

perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan diskrit. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Tersedia di

http://www.rumusmatematikadasar.com/2014/09/pengertian-matematika-menurut-pendapat-ahli-dan-kurikulum.html(diakses 21-08-2015). Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi yang semakin pesat menuntut kita untuk siap menghadapi segala tantangan dan permasalahan yang muncul, sehingga menuntut dunia pendidikan termasuk matematika untuk selalu berkembang guna menjawab tantangan dalam menghadapi permasalahan tersebut. Namun, pada kenyataanya kemampuan siswa di Indonesia untuk menerapkan pengetahuan yang sudah mereka dapat disekolah khususnya matematika tergolong masih sangat rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil studi yang dilakukan oleh PISA. PISA merupakan suatu program penilaian skala international yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana siswa (berusia 15 tahun) bisa menerapkan pengetahuan yang sudah mereka pelajari di sekolah (Wijaya,2012:1). Dalam (Wijaya, 2012) hasil PISA 2000, Indonesia menempati rangking 39 dari 41 negara untuk bidang matematika; dengan skor 367 yang jauh dibawah skor rata-rata Negara OECD, yaitu 500 (OECD,2003). PISA 2003, Indonesia menempati rangking 38 dari 40 negara untuk bidang matematika dengan skor 361 (OECD,2004). PISA 2006

indonesia berada pada posisi rangking 50 dari 57 untuk bidang matematika dengan skor 391 (OECD, 2007). Pada PISA 2009, skor siswa Indonesia turun menjadi 371 dan berada pada posisi 61 dari 65 negara untuk bidang matematika (OECD, 2010). Dalam PISA 2012 Result in Focus menunjukkan prestasi Indonesia pada urutan 64 dari 65 negara, khususnya pada bidang matematika skor perolehan siswa SMP hanya pada angka 375 (skala 0-800), padahal rata-rata skor sebesar 494. Dari hasil PISA tersebut dapat dilihat bahwa siswa Indonesia memperoleh skor rendah dalam penilaian PISA. OECD 2010 dalam Aini (2013) dalam setiap konten yang diujikan di studi PISA rata-rata siswa di Indonesia menduduki peringkat level dua kebawah. Ini mengisyaratkan bahwa literasi matematis siswa di Indonesia hanya sampai pada kemampuan reproduksi, yaitu kemampuan pengoperasian matematika dalam konteks yang sederhana (Aini, 2013:4). Hal ini diduga penyebab rendahnya peringkat Indonesia dalam PISA. Berdasarkan beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan rendahnya literasi matematika siswa terletak pada lemahnya kemampuan menjawab soal literasi level 3 sampai level 6 (Aini, 2013:4). Artinya, siswa belum mampu menginterpretasikan kemampuan matematis dalam kehidupan sehari-hari dalam berbagai konteks. Hal ini terkait dengan kemampuan bernalar, berargumentasi, komunikasi, pemodelan, koneksi, dan pemecahan masalah matematis itu sendiri serta kemampuan merepresentasikan yang belum dimiliki oleh siswa Indonesia. Literasi matematis dalam PISA fokus kepada kemampuan siswa dalam menganalisis, memberikan alasan dan menyampaikan ide secara

efektif, merumuskan, memecahkan, dan menginterpretasi masalah-masalah matematika dalam berbagai bentuk dan situasi. Kusumah 2010 dalam Aini (2013:3) menyatakan bahwa dalam hidup di abad modern ini semua orang perlu memiliki literasi matematis untuk digunakan saat menghadapi berbagai permasalahan, karena literasi matematis penting bagi semua orang terkait dengan pekerjaan dan tugasnya dalam kehidupan sehari-hari. Definisi literasi matematika menurut draft assessment framework PISA 2012 (dalam Qomaroh & Hanik,

2013) adalah

Mathematical literacy is an individual’s capacity to formulate, employ, and

interpret mathematics in a variety of contexts. It includes reasoning mathematically and using mathematical concepts, procedures, facts, and tools to describe, explain, and predict phenomena. It assist individuals to recognize the role that mathematics plays in the world and to make the well-founded judgments and decision needed by constructive, engaged and reflective citizens.

Berdasarkan definisi tersebut literasi matematika dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk merumuskan dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambarkan, menjelaskan atau memperkirakan fenomena/kejadian. Literasi matematika membantu seseorang untuk memahami peran atau kegunaan matematika di dalam kehidupan sehari-hari sekaligus menggunakannya untuk membuat keputusan-keputusan yang tepat sebagai warga Negara yang membangun, peduli dan berpikir. Definisi literasi matematika tersebut sesuai dengan Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Mata Pelajaran Matematika lingkup pendidikan

dasar menyebutkan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah (2) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh (3) Mengomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Untuk mengukur kemampuan siswa dalam menerapkan pengetahuan yang sudah mereka pelajari, PISA menggunakan soal – soal yang berkaitan dengan kehidupan nyata.Menurut Freudental dalam (Wijaya, 2012) suatu ilmu pengetahuan akan bermakna bagi pembelajar jika proses belajar melibatkan masalah realistik. Salah satu model pembelajaran yang menekankan pada kebermaknaan ilmu pengetahuan adalah Pendidikan Matematika Realistik

( Realistic Mathematics Education ). Model Pembelajaran Realistik Indonesia

yang biasa dikenal dengan PMRI atau RME merupakan suatu model pembelajaran yang menempatkan realitas dan pengalaman peserta didik sebagai titik awal pembelajaran dimana peserta didik diberi kesempatan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan matematika formalnya melalui

masalah-masalah realitas yang ada (Pitaloka, Susilo, Mulyono, 2012). Sejalan dengan hal itu saat ini di Indonesia diterapkan kurikulum 2013 dengan pendekatan Scientific.

Pendekatan scientificialah pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau

berpusat pada siswa (Nasution, 2013:3) yang bertujuan agar siswa dapat belajar secara aktif dan mandiri sehingga siswa dapat mengkonstruk pemikirannya dan menemukan konsep secara mandiri serta dapat menerapkan pelajaran yang diperoleh disekolah ke kehidupan nyata.

Seperti yang diuraikan diatas salah satu penyebab rendahnya kemampuan literasi matematika siswa di Indonesia diduga disebabkan karena belum optimalnya penggunaan model pembelajaran yang mengkaitkan materi pelajaran dengan permasalahan yang ada di kehidupan sehari-hari sehingga kemampuan siswa untuk menerapkan materi pelajaran khususnya matematika ke dalam permasalaahan sehari-hari sangat rendah. Oleh sebab itu dalam penelitian ini peneliti menggunakan model pembelajaran realistik pendekatan scientific untuk

meningkatkan literasi matematika siswa karena model pembelajaran realistik merupakan salah satu model pembelajaran yang mengkaitkan antara materi yang dipelajari dengan realitas yang ada, dan pendekatan scientific mengajak siswa

secara langsung untuk terlibat dalam kegiatan pembelajaran dan secara langsung mengamati, mencoba,menanya,mengasosiasi dan menyimpulkan suatu realitas yang ada, sehingga dengan digunakannya model pembelajaran realistik pendekatan scientific diharapkan siswa dapat menerapkan pengetahuan khususnya

siswa dapat meningkat. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Afit Istiandaru, dkk (2014) menyimpulkan bahwa pembelajaran PBL dengan pendekatan realistik saintifik efektif meningkatkan kemampuan literasi matematika PISA. Hasil penelitian oleh Wardono (2013) menyimpulkan bahwa model pembelajaran inovatif PMRI-Pendikar dengan penilaian berbasis karakter dengan penilaian berorientasi PISA efektif meningkatkan kemampuan literasi pemecahan masalah matematika. Untuk mengukur tingkat literasi matematika siswa digunakan penilaian PISA pada konten Quantity serta Change and

relationship karena konten tersebut soal-soalnya berhubungan langsung dengan

dunia nyata serta paling banyak diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga memudahkan siswa untuk menerapkan apa yang diperoleh di sekolah ke dunia nyata. Penilaian yang dilakukan dalam PISA berorientasi ke masa depan yaitu menguji kemampuan anak muda itu untuk menggunakan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam menghadapi tantangan kehidupan nyata dan tidak semata-mata mengukur kemampuan yang dicantumkan dalam kurikulum sekolah. Berdasarkan paparan tersebut, peneliti bermaksud mengadakan penelitian yang

berjudul “Peningkatan Literasi Matematika Melalui Pembelajaran Realistik

Pendekatan Scientific Berpenilaian PISA".

Dokumen terkait