BAB III DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI UNIT BALAI
A. Latar belakang didirikan dan dasar hukumnya
Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa telah dirubah dan digantikan dengan Perpres No. 54 Tahun 2010 yang secara hukum resmi dinyatakan berlaku sejak ditanda tangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Perpres No. 70 Tahun 2012 Pasal 1, memberikan definisi tentang Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa1
Pengadaan barang/jasa sangat diperlukan oleh suatu instansi atau lembaga di Indonesia dalam rangka mensukseskan pembangunan di segala bidang. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.2
1
Republik Indonesia, Perpres No. 70 Tahun 2012, Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Jakarta : Fokusmedia, 2010, hal 2
Oleh karena itu dalam proses pembangunan perlu adanya partisipasi dari seluruh lapisan masyarakat agar terciptanya tujuan dari pembangunan nasional
2
Djumialdji, Hukum Bangunan Dasar-Dasar Hukum Dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia, Jakarta : Rhineka Cipta, 2006, hal 1
tersebut dan hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan bathin secara adil dan merata.
Pembangunan Nasional sangat banyak jenis dan macamnya, salah satu bentuk realisasi dari pembangunan yaitu pembangunan proyek-proyek sarana dan prasarana umum. Sebagai contohnya adalah pembangunan saluran-saluran air, jalan-jalan, jembatan, perkantoran,perumahan rakyat,dan masih banyak lagi.
Pembangunan Nasional tidak terlepas dari partisipasi berbagai pihak seperti pemborong, pemberi tugas, arsitek, dan sebagainya. Disamping itu perlu diperhatikan peralatan-peralatan yang canggih yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunan tersebut.
Pihak-pihak yang melaksankan pembangunan ini memerlukan adanya suatu perjanjian, salah satu bentuk perjanjian itu adalah perjanjian/ kontak pengadaan barang dan jasa. Perjanjian pengadaan barang dan jasa termasuk dalam perjanjian pemborongan yang terdapat dalam KUHPerdata Pasal 1601,Pasal 1601b dan Pasal 1604 dan sampai dengan Pasal 1616 bahwa agar pengadaan barang/jasa pemerintah dapat dilaksanakan dengan efektif, efisien, dengan prinsip persaingan sehat, transparan,terbuka dan perlakuan yang adil dan layak bagi semua pihak,sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan.
kenyataan yang sering terjadi dalam pelaksanaan kontrak pengadaan barang dan jasa sering bertentangan dengan pasal 1616 karena pelaksanaannya tidak efektif, tidak sesuai dengan prinsip persaingan sehat, dan tidak transparan. Oleh karena itu penulis mengangkat judul “Analisis Hukum Terhadap Kontrak
Pengadaan Barang dan Jasa Di Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Unit Balai Besar Latihan Kerja Industri (BBLKI) Medan” agar dapat menjelaskan kontrak pengadaan barang dan jasa yang sesuai dengan UU Nomor 70 tahun 2012 dan KUHPerdata.
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas ada beberapa permasalahan yang dapat dibahas dalam skripsi ini, yaitu
1. Apakah Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumatra Utara Unit Balai Besar Latihan Kerja Industri Medan telah memenuhi Perpres No. 70 Tahun 2012?
2. Bagaimana Pelaksanaan Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumatera Utara Unit Balai Besar Latihan Kerja Industri Medan ?
3. Bagaimana penyelesaian terhadap kontrak yang bermasalah di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumatra Utara Unit Balai Besar Latihan Kerja Industri Medan ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian skripsi ini antara lain sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumatera Utara Unit Balai Besar Latihan Kerja Industri Medan telah memenuhi Perpres No. 70 Tahun 2012
2. Untuk mengetahui Pelaksanaan Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumatera Utara Unit Balai Besar Latihan Kerja Industri Medan.
3. Untuk mengetahui penyelesaian terhadap kontrak yang bermasalah.
D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan
yuridis digunakan untuk menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan perjanjian perjanjian pengadaan barang dan jasa.. Sedangkan pendekatan normatif digunakan untuk menganalisis hukum yang dilihat sebagai prilaku masyarakat yang berpola dalam kehidupan masyarakat yang selalu berinteraksi dan berhubungan dalam aspek kemasyarakatan.3
2. Spesifikasi Penelitian
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini, maka hasil penelitian ini nantinya akan bersifat deskriptif analitis yaitu memaparkan, menggambarkan atau mengungkapkan pelaksanaan perjanjian pengadaan barang dan jasa. Hal tersebut kemudian dibahas atau dianalisis menurut ilmu dan teori-teori atau pendapat peneliti sendiri, dan terakhir menyimpulkannya.4
3
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Indonesia,1986, hal 43-36.
4
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hal. 26-2 7
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, adalah data sekunder (secondary data). Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan dan dokumen, yang merupakan hasil penelitian dan pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku atau dokumen yang biasanya disediakan di perpustakaan, atau milik pribadi.
Adapun data sekunder tersebut antara lain :
1) Bahan hukum primer, yang merupakan bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat dan terkait dalam dengan perjanjian pengadaan barang dan jasa, yaitu : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan peraturan perundang-undangan.
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa bahan hukum primer yaitu : Buku-buku ilmiah, Makalah-makalah, Hasil-hasil penelitian dan wawancara
3) Bahan hukum tersier, adalah bahan hukum yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang relevan untuk melengkapi data dalam penelitian ini, yaitu seperti kamus umum,
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :
a. Field research (penelitian lapangan)
Sehubungan dengan pengumpulan data atau bahan-bahan yang diperlukan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini, juga dilakukan studi lapangan, yaitu pengumpulan data-data mengenai objek yang diteliti dalam hal ini dilakukan melalui wawancara di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Unit Balai Besar Latihan Kerja Industri Medan. Wawancara tersebut dilakukan dengan bapak Hasaya, S.pd selaku kepala bidang penyelenggara dan kerjasama, serta dengan bapak Drs. Boyke Simanjuntak selaku seksi program.
b. Library research (penelitian kepustakaan)
Yakni mengumpulkan bahan-bahan penulisan melalui bacaan-bacaan seperti buku, majalah ilmiah, hasil-hasil seminar, surat kabar, pendapat sarjana dan bahan-bahan bacaan yang relevan sebagai dasar pengembangan uraian teoritis penulisan ini.
5. Analisa Data
Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Dengan menggunakan metode kuantitatif. Setelah memperoleh data wawancara maka data tersebut dikumpulkan diolah dan selanjutnya disajikan melalui pendekatan kuantitatif
kemudian dilakukan analisa (pembahasan) dengan cara membandingkan teori-teori hukum atau pendapat-pendapat para ahli. Akhirnya ditarik suatu kesimpulan. Di dalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti, membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis, untuk memudahkan pekerjaan analisis dan
kontruksi.5
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari peneliti sendiri atas masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian yang dimaksud. Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penelitian tentang Analisis hukum terhadap kontrak pengadaan barang dan jasa di dinas tenaga kerja dan transmigrasi unit balai besar latihan Kerja industri (BBLKI) Medan. Judul yang terdapat diperpustakaan Universitas antara lain :
Endang Pakpahan, NIM 040200125, judul ; Aspek Hukum Lemahnya Kedudukan Konsumen sebagai Pengguna Barang dan Jasa atas daya tawar terhadap pelaku usaha sebagai penyedia barang dan jasa.
5
Kiki Fitri M. Manurung, NIM 060200149, judul ; Analisis Hukum Terhadap Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara.
Oloan Exodus Hutabarat, NIM 990200129, judul ; Perlindungan Hukum Terhadap Peserta Asuransi Jiwa Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 (Studi Kasus pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Belawan dan di Dinas Tenaga Kerja Kota Medan).
Dengan demikian, jika dilihat kepada permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli, apabila ternyata dikemudian hari ditemukan judul yang sama, maka dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam kegiatan penelitian tentang Analisis Hukum Terhadap Kontrak Pengadaan Barang Dan Jasa Di Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Unit Balai Besar Latihan Kerja Industri (BBLKI) Medan adalah, sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bagian ini akan membahas Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, Sistematika Penulisan
Pada bagian ini akan membahas mengenai kontrak menurut KUHPerdata, Pengertian Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa, Dasar Hukum Pengadaan Barang dan Jasa, Materi-materi dalam pengadaan barang dan jasa, Siapa saja yang berhak melakukan Kontrak pengadaan barang dan jasa dan syarat terjadinya kontrak pengadaan barang dan jasa.
BAB III DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI UNIT BALAI BESAR LATIHAN KERJA INDUSTRI (BBLKI) MEDAN
Bab ini akan membahas tentang latar belakang didirikan dan dasar hukumnya, tujuan pokok dan visi-misinya, Struktur Organisasi serta Manfaat didirikannya BBLKI
BAB IV ANALISIS TERHADAP KONTRAK PENGADAAN BARANG DAN JASA DI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI UNIT BALAI BESAR LATIHAN KERJA INDUSTRI (BBLKI) MEDAN
Bab ini menguraikan tentang Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumatera Utara Unit Balai Besar Latihan Kerja Industri Medan telah memenuhi Perpres No. 70 Tahun 2012, Pelaksanaan Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumatera Utara Unit Balai Besar Latihan Kerja Industri Medan serta penyelesaian terhadap kontrak yang bermasalah
BAB II
KONTRAK PENGADAAN BARANG
A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata
Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian kontrak, tetapi menurut Para pakar hukum bahwa kontrak adalah ” Kaidah/ aturan hukum yang mengatur hubungan hukum antar para pihak berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum untuk melaksanakan suatu prestasi/obyek perjanjian” .Pengaturan umum tentang kontrak diatur dalam KUHPerdata buku III.
Pengadaan Barang/ jasa antara antara perorangan/ badan hukum dengan perorangan/badan hukum, diatur secara umum dalam KUH Perdata, tetapi tidak diatur secara khusus. Dalam hal terjadi kesepakatan antara para pihak untuk melakukan pengadaan barang/ jasa, harus sesuai dengan persyaratan perjanjian sebagaimana yang disyaratkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Istilah hukum perjanjian atau kontrak merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu contract law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah overeenscomsrecht.6 Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.7
6
Salim H.S, “Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak,” Cet. II, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 3
Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dengan demikian perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam
7
bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Maka hubungan hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan. Hubungan hukum adalah hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum disebabkan karena timbulnya hak dan kewajiban, dimana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan kewajiban merupakan beban.
Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian/kontrak dapat dikemukakan sebagai berikut:8
1. Adanya kaidah hukum
Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi dua macam, yakni tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti: jual beli lepas, jual beli tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum adat.
8
2. Subjek hukum
Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dalam hal ini yang menjadi subjek hukum dalam hukum kontrak adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang berutang.
3. Adanya Prestasi
Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban debitur. Suatu prestasi umumnya terdiri dari beberapa hal sebagai berikut: memberikan sesuatu;berbuat sesuatu;tidak berbuat sesuatu.
4. Kata sepakat
Di dalam Pasal 1320 KUHPer ditentukan empat syarat sahnya perjanjian seperti dimaksud diatas, dimana salah satunya adalah kata sepakat (konsensus). Kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.
5. Akibat hukum
Setiap Perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Pengertian perjanjian sebagai kesepakatan yang dibuat oleh para pihak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Adapun pengertian kontrak tidak disebut secara tegas dalam literatur hukum. Kontrak lebih merupakan istilah yang digunakan dalam perikatan-perikatan bisnis disamping MoU dan LoI, yang pemakaian istilahnya bersifat khusus untuk perikatan bisnis. Kontrak yang dibuat dalam hubungan bisnis memiliki sifat yang tidak berbeda dengan perjanjian, yaitu ikatan yang memiliki akibat hukum.
Disamping perjanjian dan kontrak, masih dikenal istilah persetujuan atau dalam bahasa Inggris disebut agreement. Sama seperti yang dimaksud oleh perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata, pengertian agreement dalam pengertian luas dapat berarti sebagai kesepakatan yang mempunyai konsekuensi hukum dan juga kesepakatan yang tidak mempunyai konsekuensi hukum.
Agreement akan mempunyai kualitas atau pengertian perjanjian atau kontrak apabila ada akibat hukum yang dikenakan terhadap pelanggaran janji (breach of contract) dalam agreement tersebut. Dalam pengertian kesepakatan para pihak yang mempunyai konsekuensi hukum yang mengikat, maka agreement sama artinya dengan perjanjian. Dari uraian ini dapat disimpulkan istilah kontrak juga merupakan agreement karena agreement dalam bahasa Indonesia merupakan perjanjian, sedangkan sebuah perjanjian merupakan persetujuan yang melahirkan perikatan, maka istilah perjanjian, kontrak, ataupun agreement memiliki pengertian yang sama. Dalam paparan tulisan ini, penggunaan ketiga istilah itu merujuk kepada hal yang sama.
Sekalipun dalam KHUPerdata definisi dari perikatan tidak dipaparkan secara tegas, akan tetapi dalam Pasal 1233 KUHPerdata ditegaskan bahwa perikatan selain dari Undang-undang, perikatan dapat juga dilahirkan dari perjanjian. Dengan demikian suatu perikatan belum tentu merupakan perjanjian sedangkan perjanjian merupakan perikatan. Dengan kalimat lain, bila definisi dari pasal 1313 KUHPerdata tersebut dihubungkan dengan maksud dari pasal 1233 KUHPerdata, maka terlihat bahwa pengertian dari perikatan, karena perikatan tersebut dapat lahir dari perjanjian itu sendiri. Sebagai bahan perbandingan untuk
membantu memahami perbedaan dua istilah tersebut, perlu dikutip pendapat Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian mengenai perbedaan pengertian dari perikatan dengan perjanjian. Beliau memberikan definisi dari perikatan sebagai berikut:
“Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.”9
“Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal 10
Perbedaan antara perikatan dan perjanjian juga terletak pada konsekuensi hukumnya. Pada perikatan masing-masing pihak mempunyai hak hukum untuk menuntut pelaksanaan prestasi dari masing-masing pihak yang telah terikat. Sementara pada perjanjian tidak ditegaskan tentang hak hukum yang dimiliki oleh masing-masing pihak yang berjanji apabila salah satu dari pihak yang berjanji tersebut ternyata ingkar janji, terlebih karena pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata menimbulkan kesan seolah-olah hanya merupakan perjanjian sepihak saja. Definisi dalam pasal tersebut menggambarkan bahwa tindakan dari satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, tidak hanya merupakan suatu perbuatan hukum yang mengikat tetapi dapat pula merupakan perbuatan tanpa konsekuensi hukum.
Konsekuensi hukum lain yang muncul dari dua pengertian itu adalah bahwa oleh karena dasar perjanjian adalah kesepakatan para pihak, maka tidak dipenuhinya prestasi dalam perjanjian menimbulkan ingkar janji (wanprestasi),
9
Subekti, “Hukum Perjanjian,” Cet. XII, Jakarta: Intermasa, 1990, hal. 9
10
sedangkan tidak dipenuhinya suatu prestasi dalam perikatan menimbulkan konsekuensi hukum sebagai perbuatan melawan hukum (PMH).
Pemahaman tersebut menjelaskan bahwa adanya perbedaan pengertian antara perjanjian dan perikatan hanyalah didasarkan karena lebih luasnya pengertian perikatan dibandingkan perjanjian. Artinya didalam hal pengertian perjanjian sebagai bagian dari perikatan, maka perikatan akan mempunyai arti sebagai hubungan hukum atau perbuatan hukum yang mengikat antara dua orang atau lebih, yang salah satu pihak mempunyai kewajiban untuk memenuhi prestasi tersebut. Bila salah satu pihak yang melakukan perikatan tersebut tidak melaksanakan atau terlambat melaksanakan prestasi, pihak yang dirugikan akibat dari perbuatan melawan hukum tersebut berhak untuk menuntut pemenuhan prestasi atau penggantian kerugian dalam bentuk biaya, ganti rugi dan bunga.
Uraian ini memperlihatkan bahwa perikatan dapat meliputi dua arti, yaitu pada satu sisi sebagai perjanjian yang memang konsekuensi hukumnya sangat tergantung pada pihak-pihak yang terikat didalamnya, dan pada sisi lain merupakan perikatan yang mempunyai konsekuensi hukum yang jelas. Sekalipun perjanjian sebagai suatu perikatan muncul bukan dari undang-undang tetapi memiliki kekuatan hukum yang sama dengan perikatan yang muncul dari undang-undang, yaitu berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang diikat didalamnya.
B. Pengertian Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah merupakan dasar hukum dalam penyelenggaraan pengadaan barang/jasa pemerintah yang berlaku secara efektif sejak diundangkan pada tanggal 3 Nopember 2012 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 120. Sebelumnya mendasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 1999, serta Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah menurut undang-undang nomor 70 tahun 2012 adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.
Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PPK dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana Swakelola.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
Swakelola adalah Pengadaan Barang/Jasa dimana pekerjaannya direncanakan, dikerjakan, dan/atau diawasi sendiri oleh Kementrian/ Lembaga/
Satuan Kerja Perangkat Daerah/ Instansi sebagai penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lain dan/atau kelompok masyarakat.
Kontrak pengadaan barang dan jasa pemerinah dikatakan sesuai dengan undang-undang Nomor 70 Tahun 2012 apabila telah memenuhi seluruh proses pengadaan barang/jasa pemerintah, harus memenuhi prosedur yang diatur dalam undang-undang tersebut serta memenuhi syarat terjadinya kontrak. Dalam pelaksanaannya Kontrak pengadaan barang/jasa perlu dilakukan pengawasan atau audit pengadaan barang/jasa (APBJ) agar tidak terjadi penyimpangan dalam pembuatan kontrak maupun pelaksanaan kontrak. Ruang lingkup APBJ adalah seluruh kegiatan pengadaan barang/jasa sesuai dengan pasal 2 Perpres No.70 Tahun 2012 yaitu pengadaan yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD; yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari pinjaman/hibah luar negeri (PHLN); dan pengadaan barang/jasa untuk investasi di lingkungan BI/BHMN/BUMN/ BUMD yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD.
Beberapa permasalahan yang umumnya terjadi terkait Kontrak pengadaan barang/jasa, antara lain keterlambatan penyelesaian pekerjaan dan pembayaran yang tidak sesuai dengan prestasi pekerjaan.
Keterlambatan penyelesaian pekerjaan harus disikapi secara arif oleh masing-masing pihak yang terikat dalam Kontrak. Menjadi tidak adil ketika Penyedia/Kontraktor harus selalu disalahkan akibat keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Keterlambatan tidak perlu terjadi jika PPK benar-benar melaksanakan
tugasnya sebagai pelaksana dan pengendali Kontrak . PPK dan semua tim