• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

C. Faktor-Faktor Non-Ekonomi

1.1 Latar Belakang

Dalam rangka pembangunan nasional, tugas utama sektor pertanian adalah sebagai penyedia pangan yang cukup bagi penduduknya dan pendukung perkembangan sektor–sektor lainnya. Pada masa mendatang tugas tersebut terasa semakin berat karena laju permintaan terhadap hasil–hasil pertanian terus meningkat sejalan dengan laju pertambahan penduduk dan perbaikan pendapatan per kapita. Permintaan terhadap hasil–hasil pertanian akan meningkat baik dalam jumlah, keragaman, maupun kualitasnya.

Sebagai negara agraris, Indonesia memang tumbuh dan berkembang dari tumbuh kembang sektor pertanian. Pertanian tidak pernah bisa dilepaskan dari masalah pangan, karena tugas utama dari pertanian adalah untuk menyediakan pangan bagi penduduk suatu negara. Sejak Indonesia merdeka sampai saat ini, gravitasi politik pangan Indonesia selalu berat menuju politik beras.

Di bidang pangan UU no.7 tahun 1996 yang merupakan undang–undang pangan pertama sejak Indonesia merdeka dalam konsiderannya juga menempatkan pangan sebagai komoditas dagang, di samping pemenuhan kebutuhan dasar dan merupakan hak asasi manusia (Khudiri, 2009).

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasioanal (Susenas) tahun 2005 menunjukkkan bahwa sepertiga kecamatan di Indonesia yaitu berjumlah 5.570 kecamatan mengalami masalah gizi serius. Sedangkan dari hasil pemetaan status nutrisi terkini yang dilakukan BPS bekerjasama dengan badan pangan dunia (World Food Program / WFP) dan AUSAID di 30 provinsi Indonesia , diketahui

bahwa persentase gizi buruk masih lebih 30%. Tingkat prevalensi nutrisi tertinggi di kecamatan – kecamatan yang berada di wilayah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Jawa Timur, NTB, NTT, dan Kalimantan Barat (Sutrisno dan Edris, 2009).

Sebagai komoditi stategis, peranan beras sangat penting bagi bangsa Indonesia. Selain berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk, sektor perberasan juga memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan masyarakat di berbagai bidang ekonomi, sosial, ketenagakerjaan (employment), pembangunan pedesaan dan juga politik. Masalah perberasan selalu menjadi perhatian dari berbagai komponen masyarakat dan persoalan beras sering merupakan isu hangat dan menjadi agenda penting bagi pemerintahan.

Kebijakan perberasan harus dilakukan secara hati–hati dengan memperhatikan berbagai kepentingan, dampak dan kendala yang dihadapi seperti beban anggaran yang ditimbulkan. Keseimbangan antar berbagai tujuan untuk melindungi petani kecil dan juga konsumen miskin, serta pengaruhnya terhadap pelaku industri perberasan lain dan stabilitas ekonomi harus dapat dijaga secara proporsional karena apabila terjadi gejolak di sektor perberasan tidak saja akan menimbulkan kerawanan pangan, namun juga dapat merembet kepada masalah lain di bidang ekonomi, sosial, dan bahkan politik.

Dalam Peraturan Pemerintah nomor 68 tahun 2002 tentang ketahanan pangan ditekankan tentang pentingnya jaminan terhadap ketersediaan dan akses dari waktu ke waktu (sustainability). Selain itu juga diatur berbagai ketentuan yang mencakup upaya–upaya untuk memenuhi ketersediaan pangan, cadangan

pangan nasional, penganekaragaman pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan termasuk untuk menghadapi situasi darurat akibat bencana alam atau sosial serta upaya mengendalikan harga.

Sumber penyediaan pangan diutamakan berasal dari produksi dalam negeri, cadangan pangan, dan impor pangan apabila diperlukan. Peningkatan ketersedian pangan dari dalam negeri dilakukan malalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya lokal, efisiensi, dan penggunaan teknologi dalam proses produksi serta penyediaan sarana dan prasarana produksi yang mencukupi. Sedangkan untuk meningkatkan cadangan pangan nasional, kebijakan yang ditempuh adalah mendorong berkembangnya cadangan pangan pemerintah serta cadangan pangan masyarakat.

Khusus untuk beras, pemerintah merumuskan kebijakan perberasan melalui intruksi presiden (Inpres). Kebijakan tersebut merupakan landasan operasional yang bersifat jangka pendek untuk waktu 1-2 tahun, dievaluasi secara rutin dan disempurnakan sesuai perkembangan. Kebijakan tersebut merupakan dasar bagi kebijakan pendukung yang diambil oleh menteri–menteri terkait sesuai dengan bidangnya.

Meskipun bersifat jangka pendek, perkembangan kebijakan perberasan yang berkaitan dengan ketahanan pangan tidak mengalami perubahan yang mendasar yaitu tetap ditujukan untuk menjamin ketahanan pangan melalui penyediaan beras yang cukup, peningkatan akses masyarakat secara fisik malalui sistem perdagangan dan distribusi stok oleh pemerintah, serta akses ekonomi melalui peningkatan pendapatan petani dan daya beli konsumen. Hanya dalam

implementasinya, instrumen yang digunakan untuk mencapai tujuan kebijakan tersebut disesuaikan dengan perkembangan.

Dalam kebijakan perberasan, masalah tingkat harga dan cara yang dipakai dalam melakukan stabilitasi harga merupakan isu yang sensitif. Dengan karakteristik petani padi yang kecil skala usahanya serta masih banyaknya keluarga miskin yang perlu dilindungi, menyebabkan tingkat harga beras harus dijaga secara hati–hati agar tidak terlalu rendah yang merugikan petani, namun juga tidak boleh terlalu tinggi sehingga tidak tarjangkau daya beli konsumen (Saifullah, 2009)

Sumatera Utara merupakan daerah sentra pangan di Indonesia dan termasuk provinsi yang memiliki kontribusi besar dalam penyediaan pangan nasional. Jumlah penduduk Sumatera Utara tahun ke tahun semakin meningkat. hal ini menyebabkan kebutuhan akan beras di sumatera utara akan meningkat juga. Jumlah penduduk Sumatera Utara dapat kita lihat pada tabel berikut:

Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Sumatera Utara Tahun 2008-2012

Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)

2008 12.042.317

2009 12.248.386

2010 12.982.204

2011 13.103. 596

2012 13.215.401

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Dari tabel 1.1 dapat kita lihat bahwa jumlah penduduk dari tahun ketahun bertambah dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,35% % dari tahun 2008 sampai 2012 yaitu dari 12.042.317 jiwa menjadi 13.215.401 jiwa dimana bertambah sebanyak 147.833 dalam jangka 5 tahun.

Kecukupan beras di Sumatera Utara berasal dari jumlah ketersediaan beras dengah kebutuhan beras. Sedangkan ketersediaan beras dilihat dari jumlah seluruh produksi beras, stok beras dengan import beras. Kecukupan beras Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 1.2 di bawah ini:

Tabel 1.2 Jumlah Ketersediaan Beras dan Jumlah Kebutuhan Beras Sumatera Utara Tahun 2008-2012

Tahun

Ketersedian Beras (Ton) Jumlah

Kebutuhan Beras (Ton) Stok Beras Produksi Beras Import Beras Total 2008 52.354 1.852.567 165.183 2.070.104 1.936.659 2009 38.082 2.173.856 216.255 2.428.193 2.048.593 2010 63.800 2.264.015 141.288 2.469.103 1.986.211 2011 37.747 2.110.531 308.031 2.456.309 1.838.959 2012 40.430 2.158.621 161.327 2.360.378 1.856.154 Sumber: BKPN dan BPS Provsu, 2014

Tabel 1.2 memperlihatkan bahwa kebutuhan beras di Sumatera Utara tahun ke tahun turun dari 1.936.659 ton di tahun 2008 menjadi 1.838.959 ton di tahun 2012 dimana besarmya turun sebesar 97.700 yaitu sebesar 1,06 % dan ketersediaan beras yang merupakan jumlah produksi beras, stok beras dengan import beras mengalami naik turun dan jauh dari jumlah kebutuhan beras di Sumatera Utara dan kelebihan ini akan dijadikan stok untuk tahun berikutnya. Dari data produksi dapat kita lihat bahwa di Sumatera Utara bisa menutupi kebutuhan dari tahun 2009 – 2013. Dapat kita lihat pada tahun 2012 kebutuhan hanya sebesar 1.856.154 ton sedangkan produksi beras Sumatera Utara sebesar 2.158.621 ton. Adapun alasan pemerintah mengimport beras adalah untuk stok

beras dan menutupi kekurangan beras jika terjadi hal-hal di luar perkiraan seperti gagal panen.

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi rasio kecukupan beras di Sumatera Utara untuk menganalisis apakah ada pengaruh harga beras,luas panen padi, jumlah penduduk, produksi jagung, dan pendapatan regional per kapita Sumatera Utara terhadap rasio kecukupan beras, dimana rasio kecukupan beras merupakan perbandingan antara ketersediaan beras dengan kebutuhan beras di Sumatera Utara.

Dokumen terkait