• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

1.1. Latar Belakang

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) secara singkatnya bisa diartikan sebagai bentuk integrasi ekonomi ASEAN dimana semua negara-negara yang berada di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) menerapkan sistem perdagangan bebas. Pembentukan MEA bertujuan untuk meningkatkan daya saing ASEAN agar dapat bersaing di pasar global dan menarik investasi asing. Kondisi ini dapat menyebabkan persaingan antar perusahaan untuk memenangkan pasar pada era globalisasi semakin meningkat. Setiap perusahaan hendaknya secara terus- menerus meningkatkan kualitas perusahaannya dengan selalu berusaha untuk meminimalisasi ketidaksesuaian, pemborosan, dan meningkatkan efisiensi dari keseluruhan proses mereka, sehingga proses dapat dikendalikan dengan tujuan untuk dapat meminimisasi produk cacat.

Kecacatan pada produk merupakan adanya ketidaksesuaian antara produk yang dihasilkan dengan standar kualitas yang telah ditentukan. Kecacatan yang terjadi dapat menyebabkan rendahnya produktivitas, mengurangi jumlah produksi, pemborosan dan kerugian bagi perusahaan. Persaingan antar produk yang semakin ketat menuntut setiap perusahaan untuk memberikan yang terbaik bagi konsumennya.

Pabrik Gula Kwala Madu (PGKM) merupakan satu dari dua pabrik gula yang dimiliki oleh PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN. II). PTPN. II merupakan

satu-satunya BUMN di bidang perkebunan di Sumatera Utara yang masih memproduksi gula pasir sebagai salah satu komoditinya. Gula pasir tentunya harus memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan agar layak untuk dikonsumsi. Tahap-tahap pengolahan gula pasir yaitu penggilingan, penjernihan, penguapan, kristilisasi, pemisahan kristal, pengeringan, pengemasan dan penyimpanan.

PGKM PTPN. II saat ini masih mengalami permasalahan dalam menghasilkan produk sehubungan dengan kualitas dimana masih banyaknya kecacatan produk selama proses produksi. Produksi gula yang dihasilkan pada periode terakhir masih terdapat kecacatan yang melebihi batas standar perusahaan setia bulannya. Jenis cacat yang sering terjadi adalah warna larutan yang tidak putih dan gula halus. Cacat pada warna larutan yang tidak putih di PGKM memiliki nilai ICUMSA diatas 300 IU dimana nilai tersebut telah melewati batas SNI. Standar nilai warna larutan gula untuk Gula Kristal Putih (GKP) terbagi menjadi 2, GKP 1 berkisar antara 81-200 dan GKP 2 berkisar antara 201-300. Semakin tinggi angka ICUMSA maka semakin gelap warna kristal gula yang akan dihasilkan dan semakin rendah kualitasnya.

Warna larutan gula yang tidak putih disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah pada proses pemurnian yang tidak optimum dan proses pemasakan yang terlalu lama. Proses pemurnian yang tidak optimum disebabkan oleh metode yang digunakan, PGKM menggunakan metode sulfitasi untuk melakukan pemurnian. Metode ini belum sepenuhnya sempurna karena hasil yang diperoleh masih terdapat kotoran yang terikut. Faktor lain yang mempengaruhi

warna larutan diantaranya adalah bahan baku dan tekanan vakum terlalu rendah pada suhu tinggi.

Cacat gula halus adalah besar jenis butir (BJB) gula yang tidak memenuhi standar yaitu dibawah 0.8 mm. Standar BJB untuk GKP berkisar antara 0.8 mm- 1.2 mm. Cacat gula halus disebabkan oleh tekanan vakum yang terlalu rendah dan kadar air yang diberikan tidak sesuai. Jumlah kecacatan selama periode terakhir (Maret-Agustus 2015) berturut-turut adalah 8.8%, 9.2%, 8.3%, 8.9%, 9.3% dan 8.3% dari total produksi 18.960 ton. Jumlah kecacatan tersebut telah melebihi batas standar kecacatan yang telah ditetapkan oleh perusahaan yaitu 6%-8%. Besarnya jumlah cacat yang terjadi menyebabkan produktivitas rendah berupa kurangnya jumlah produksi dan kerugian akibat pemborosan.

Permasalahan lainnya adalah adanya kegiatan yang tidak bernilai tambah

(non-value added activities) pada proses produksi, seperti kegiatan transportasi

dan menunggu yang sering terjadi dalam proses produksi

Permasalahan-permasalahan tersebut dapat memberikan dampak buruk untuk perusahaan. Salah satu dampak buruk yang ditimbulkan adalah gula tidak dapat dijual atau jika gula dapat diolah kembali maka perusahaan akan membutuhkan waktu produksi yang lebih panjang dan biaya yang lebih besar. Hal tersebut akan merugikan pihak perusahaan.

Perbaikan untuk mengurangi jumlah kecacatan dan kegiatan yang tidak bernilai tambah (non value added time) dapat dilakukan dengan menggunakan metode Lean Six Sigma. Lean Six Sigma merupakan kombinasi antara Lean dan

Sigma dapat mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas yang tidak bernilai tambah melalui peningkatan terus-menerus. Keunggulan dan kesempurnaan produksi berupa 3,4 cacat untuk setiap satu juta kesempatan atau 3,4 DPMO (Defect per Million Opportunities) dan berarti mencapai tingkat kinerja enam sigma (Gaspersz, 2008). Penerapan Lean Six

Sigma dimaksudkan sebagai proses peningkatan kompetensi perusahaan secara

berkesinambungan dalam melakukan proses produksi. Metode Lean Six Sigma

dianggap sebagai strategi bisnis yang kuat dan digunakan sebagai metode perbaikan terus-menerus yang terstruktur, serta secara efektif mengurangi variabilitas proses dan meningkatkan kualitas dalam proses bisnis (Chen dan Lyu, 2009). Tahapan Lean Six Sigma meliputi define, measure dan analyze.

Izzati (2013) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan pada produksi susu bubuk. Kecacatan yang terjadi berupa kebocoran pada horizontal dan vertical seal

alumunium foil, berat produk dan kadar oksigen di luar spesifikasi, adanya material asing, serta kesalahan dalam sealing dan coding kemasan. Metode Lean

Six Sigma digunakan untuk mengetahui faktor-faktor terjadinya kecacatan produk

antara lain manusia (perbedaan ketrampilan, kurang memahami IM produksi, serta kurang teliti dan konsentrasi), mesin (kondisi mesin kotor dan setting mesin tidak sesuai), metode (metode setting mesin kurang baik), dan material (material kemasan kurang baik). Contoh lainnya dalam penelitian Halimah (2014) yang melakukan penelitian terhadap produksi sikat gigi. Permasalahan yang terjadi adalah dalam proses produksi masih terjadi waste dan kinerja perusahaan belum

mencapai kinerja six sigma. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

lean six sigma dengan tahap DMAIC. Penelitian ini menunjukkan bahwa defect,

waiting, dan excess processing merupakan waste kritis bagi perusahaan. Usulan

perbaikan terbaik yang dapat diimplentasikan yaitu penggunakan material homogeni beserta pengadaan box untuk tiap jenis afval.

Dokumen terkait