• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

1.1 Latar Belakang

Penerbangan merupakan sarana transportasi yang sudah dalam kondisi tidak aman (unsafe condition). Keselamatan merupakan hal yang harus diutamakan dalam dunia penerbangan. Untuk menciptakan keselamatan penerbangan, maka dibentuklah berbagai jasa pelayanan keamanan dan keselamatan penerbangan. Salah satunya adalah pelayanan pemandu lalu lintas udara yang disebut dengan Air Traffic Control (ATC).

ATC merupakan rekan terdekat penerbang di samping unit-unit yang lain karena salah satu kriteria terbang IFR (Instrument Flight Rules) adalah adanya komunikasi antara penerbang dengan ATC. Tujuan pelayanan lalu lintas udara yang diberikan oleh ATC berdasarkan Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS) bagian 170, yaitu:

1. Mencegah tabrakan antar pesawat.

2. Mencegah tabrakan antar pesawat di area pergerakan rintangan di area tersebut. 3. Mempercepat dan mempertahankan pergerakan lalu lintas udara.

4. Memberikan saran dan informasi yang berguna untuk keselamatan dan efisiensi pengaturan lalu lintas udara.

5. Memberitahukan kepada organisasi yang berwenang dalam pencarian pesawat yang memerlukan pencarian dan pertolongan sesuai dengan organisasi yang

Manusia dalam melakukan pekerjaannya dihadapkan dengan aktivitas yang membutuhkan fisik dan mental. Beban yang dialami seorang pekerja dapat berupa beban fisik, beban mental/psikologis, dan beban sosial/moral (Zadry, 2007). Aktivitas fisik lebih banyak mengeluarkan energi dibandingkan aktivitas mental sedangkan aktivitas mental memiliki beban tanggung jawab yang lebih berat.

ATC dianggap sebagai salah satu pekerjaan yang memiliki tuntutan kerja tinggi (Costa, 1995). Beban tanggung jawab pekerjaan ATC sangat berat karena termasuk pekerjaan yang mempertaruhkan nyawa penumpang pesawat udara dan seluruh awak pesawat. Pengatur lalu lintas udara adalah satu profesi yang memiliki tingkat stres tinggi. Tingkat stress merupakan efek dari beban kerja yang tinggi. Tingkat stress akan meningkat jika terjadi sesuatu hal seperti cuaca yang buruk untuk penerbangan dan peralatan navigasi dan komunikasi yang tidak berfungsi dengan baik, sistem rotasi shift yang tidak sesuai atau tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Penelitian ini dilakukan di Air Traffic Control Bandara Polonia. Dihitung dari jumlah arus penumpang, Polonia adalah bandara terbesar keempat di Indonesia setelah Soekarno-Hatta, Juanda, dan Ngurah Rai. Bandara Polonia sendiri sudah menjadi bandara berskala internasional yang membuat terjadinya kompleksitas lalu lintas udara baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri sehingga tugas bagian ATC menjadi sangat sibuk. Operator ATC diharuskan mempunyai kecepatan dan ketepatan untuk mengolah informasi yang diperoleh dalam membuat keputusan yang tepat agar tidak terjadi kecelakaan. Prosentase

perkiraan penyebab kecelakaan transportasi udara di Indonesia adalah 60,71 % disebabkan oleh faktor manusia.1

Operator ATC Bandara Polonia beroperasi selama 24 jam sehari yang terbagi dalam 3 shift, yaitu pagi, siang, dan malam. Operator ATC yang bertugas pada shift pagi dan siang bekerja masing-masing selama 6 jam. Ini merupakan jam kerja sibuk, dimana jumlah pesawat yang dikontrol sangat banyak dan aktivitas ATC pun semakin padat, tetapi jam bekerjanya hanya 6 jam. sedangkan operator ATC yang bertugas pada shift malam bekerja selama 12 jam. Shift malam bukan merupakan jam kerja sibuk karena jumlah pesawat yang dikontrol hanya sedikit, tetapi diharuskan tetap siap siaga melakukan pengontrolan terhadap pesawat udara yang membutuhkan layanan panduan ATC Polonia untuk melakukan pendaratan darurat di Bandara Polonia dan pada dasarnya secara fisik pada malam hari adalah jam istirahat. Berdasarkan kedua hal tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat beban kerja mental operator ATC, tetapi belum dapat dipastikan ada atau tidak Faktor kesalahan manusia (human error) dalam dunia penerbangan disebabkan oleh pilot dan ATC. Informasi tentang kecelakaan pesawat udara yang disebabkan oleh human error khususnya operator bagian ATC telah terjadi di Indonesia khususnya di Bandara Polonia seperti yang dialami pesawat Garuda Indonesia Penerbangan GA 152 jenis Airbus A300-B4 yang menewaskan 234 orang. Kecelakaan terbesar yang terjadi di area pengontrolan Bandara Polonia ini disebabkan kesalahmengertian komunikasi antara ATC Polonia dengan pilot yang menyebabkan pesawat mengambil arah yang salah dan menabrak tebing gunung.

signifikansi dari beban kerja pada ATC selama bekerja pada shift pagi, siang, dan malam dan belum diketahui persentase waktu yang lebih produktif antara shift pagi, siang, dan malam. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian untuk menghitung seberapa besar beban kerja mental di bagian ATC dan menghitung waktu produktif dari operator ATC dengan work sampling pada shift yang berbeda.

Pengukuran beban kerja mental terbagi atas 2 bagian, yaitu pengukuran beban kerja mental secara objektif dan pengukuran beban kerja mental secara subjektif. Pengukuran beban kerja mental secara objektif merupakan suatu pengukuran beban kerja di mana sumber data yang diolah adalah data kuantitatif. Pengukuran beban kerja secara subjektif merupakan pengukuran beban kerja di mana sumber data yang diolah adalah data yang bersifat kualitatif. Penelitian ini menggunakan pengukuran beban kerja mental secara subjektif dengan menggunakan metode National Aeronautics and Space Administration Task Load

Index (NASA-TLX). NASA-TLX mengukur enam dimensi ukuran beban kerja,

yaitu mental demand, physical demand, temporal demand, performance, effort dan frustation level.

Beberapa studi melaporkan bahwa NASA-TLX merupakan instrumen yang valid dan reliabel untuk mengukur beban kerja (Hart dan Staveland, 1988). Penelitian tentang beban kerja mental dengan metode NASA-TLX telah banyak dilakukan, diantaranya yang berjudul “Analisis Beban Kerja untuk Menentukan

Jumlah Optimal Karyawan dan Pemetaan Kompetensi Karyawan Berdasar Pada Job Description (Studi Kasus: Jurusan Teknik Industri, ITS, Surabaya)”.

dengan menghitung nilai Weighted Workload (WWL) karyawan Jurusan Teknik Industri ITS dan menghitung waktu penyelesaian tugas pada pendekatan beban tugas per jabatan yang diindikasikan sebagai beban fisik sehingga dapat ditentukan jumlah optimal karyawan tersebut (Arsi dan Partiwi, 2012). Penelitian lainnya yang berjudul “Analisis Beban Kerja Pegawai Secara Subjektif dengan

Menggunakan Metoda NASA-TLX (Studi Kasus pada Bagian Proses Manufaktur di PT. Agronesia Divisi Industri Plastik-Bandung). Penelitian ini juga

menggunakan metode NASA-TLX untuk menilai beban kerja mental pegawai proses manufaktur yang mendapatkan hasil bahwa beban kerja pegawai dependen terhadap pembagian shift kerja (Syafei dan Katon, 2011).

Dokumen terkait