• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cat merupakan suspensi dari pigmen padat di dalam fase cair (yang bertindak sebagai vehicle) yang ketika diaplikasikan ke suatu permukaan akan mengering dan membentuk suatu lapisan padat (Hall, 1981). Menurut Banov (1982), cat adalah sebuah produk yang berbentuk cairan maupun bubuk yang di dalamnya terdapat zat-zat pewarna, dan apabila diaplikasikan di atas permukaan sebuah benda kerja akan membentuk suatu lapisan yang memiliki fungsi sebagai pelindung, dekorasi atau fungsi khusus yang dibutuhkan secara teknis. Perkembangan dunia saat ini mengarah kepada pengembangan cat berbasis air. Hal ini mengingat bahwa cat berbasis air lebih ramah lingkungan daripada cat yang berbasis minyak. Pada awal mulanya cat berbasis air hanya digunakan untuk cat lukis, tetapi perkembangan ilmu pengetahuan menjadikan cat berbasis air dapat juga digunakan untuk cat tembok, cat kayu, cat mobil dan cat besi (Lambourene dan Strivens, 1999).

Komponen utama dalam sebuah cat adalah perekat (binder), pigmen, pelarut (solvent) dan bahan tambahan (additive). Mutu dari cat yang dihasilkan ditentukan dari pemilihan komponen – komponen cat, seperti perekat dan bahan tambahan yang tepat, sehingga dihasilkan cat yang bermutu baik. Perekat pada cat dapat menggunakan bahan alam dan juga bahan sintetik atau polimer. Bahan perekat dari alam contohnya adalah getah damar, gum arab, minyak biji rami dan lain sebagainya. Bahan perekat dari alam juga termasuk polimer, namun termasuk polimer alami. Terdapat juga polimer sintetik yang dibuat dari bahan alam yang dimodifikasi secara kimia, contohnya resin alkid. Pembuatan cat saat ini lebih didominasi oleh polimer sintetik yang seluruhnya sintetik, terutama resin akrilik (Talbert, 2008).

Akibat adanya isu pemanasan global, pencemaran lingkungan dan alasan kesehatan perlu dilakukan subtitusi bahan yang sifatnya sintetik dan toksik dengan bahan yang sifatnya lebih alami dan aman bagi kesehatan. Menurut Budiono (2007), resin akrilik dapat menyebabkan masalah kesehatan, seperti iritasi hidung, mata, tenggorokan dan kulit. Menurut Zunava (2009), konsentrasi polutan di dalam rumah lebih tinggi dibandingkan diluar rumah. Ruangan yang dicat dalam keadaan ventilasi yang kurang akan menyebabkan bahan – bahan kimia yang mudah menguap (airborne chemicals) akan terakumulasi didalamnya dan akhirnya akan merusak kesehatan manusia. Sakit kepala, pusing, asma, kanker dan serangan jantung adalah beberapa efek samping jangka panjang akibat adanya polusi udara di dalam suatu ruangan. Airborne chemicals akan terlepas setelah proses pengecatan. Bahan – bahan kimia yang mudah menguap termasuk kedalam kategori polutan volatile organic compounds (VOCs), yang merupakan salah satu penyebab terjadinya pemanasan global dan memiliki efek karsinogenik yang mudah menguap dan berkontribusi menyebabkan polusi dalam suatu ruangan akibat pengecatan (Lambourene dan Strivens, 1999). Oleh karena itu, perlu dikembangkan cat yang lebih ramah lingkungan dan tidak memiliki efek samping terhadap kesehatan.

Salah satu alternatif bahan perekat alami adalah susu yang sudah tidak layak dikonsumsi atau telah mengalami kerusakan mutu. Di dalam susu yang sudah basi atau tidak layak dikonsumsi tersebut masih terdapat protein susu, yaitu kasein yang dapat dimanfaatkan untuk perekat alternatif pengganti perekat sintetik (acrylic) pada industri cat. Kasein dapat juga diperoleh dari susu segar, namun akan lebih baik jika menggunakan susu basi, karena akan meningkatkan nilai tambah dari susu yang sudah tidak layak konsumsi dimanfaatkan untuk

2 sesuatu yang lebih baik seperti dijadikan perekat pada cat. Pada susu yang sudah basi terjadi akumulasi pertumbuhan bakteri asam laktat yang menyebabkan laktosa berubah menjadi asam laktat dan menyebabkan susu menjadi asam. Pada keadaan asam kasein akan terkoagulasi dan akan terpisah dari protein whey (Southward, 2000).

Kasein merupakan protein susu yang tidak dapat larut dalam air. Jika direaksikan dengan suatu alkali contohnya kapur tohor (CaO) dapat menjadi larut dalam air dan merupakan perekat yang baik. Dalam industri non-pangan kasein dimanfaatkan sebagai perekat kayu, pelapis kertas, cat dan lain sebagainya (Southward, 2000). Di Indonesia kasein masih belum dikembangkan sebagai salah satu alternatif perekat alami yang ramah lingkungan. Untuk didapatkan perekat yang baik pada dengan bahan alami berupa kasein dan kapur tohor perlu adanya perbandingan yang tepat antara kasein dan kapur tohor, sehingga mutu cat yang dihasilkan baik.

Pigmen yang biasa digunakan pada pembuatan cat adalah pigmen sintetis. Penggunaan pigmen alami sudah lama ditinggalkan, karena sifat pigmen sintetis yang lebih superior dalam kekuatan dan variasi warnanya. Salah satu pigmen alami yang dapat dimanfaatkan adalah pigmen yang terdapat pada tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb.). Gambir adalah ekstrak getah dari daun dan ranting muda tanaman gambir. Gambir merupakan salah satu komoditi ekspor unggulan Indonesia.

Menurut Gumbira Sa’id et al. (2009), India merupakan negara pengimpor gambir Indonesia terbesar yaitu sekitar 84% dari total gambir yang diekspor. Meskipun Indonesia mengekspor dalam volume tinggi ke India, namun harga jual gambir masih relatif rendah. Hal tersebut disebabkan oleh mutu gambir Indonesia yang rendah. Salah satu cara meningkatkan harga jual gambir adalah dengan meningkatkan nilai tambah gambir.

Gambir memiliki dua komponen kimia yang terpenting yaitu katekin dan tanin. Kegunaan gambir diantaranya adalah sebagai campuran untuk menyirih, anti bakteri, anti diare, zat warna alami, zat penyamak kulit dan penetralisir nikotin (Gumbira Sa’id et al., 2009). Penggunaan gambir sebagai pewarna dalam pembuatan cat alami diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah gambir. Katekin dan tanin sebagai zat yang terkandung pada gambir akan mudah larut dalam air dan dapat memberikan warna merah kecoklatan, sehingga untuk mendapatkan zat pewarna dari gambir adalah hal yang tidak sulit dan tidak memakan biaya banyak.

Perkembangan zaman dan kemajuan peradaban menjadikan manusia lebih sadar akan isu pencemaran lingkungan, pemanasan global dan kesehatan, sehingga mendorong untuk lebih menggunakan produk – produk yang sifatnya back to nature dan mengurangi penggunaan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Dalam proses pembuatan cat yang ada sekarang ini di Indonesia masih banyak yang menggunakan bahan – bahan yang berbahaya bagi kesehatan seperti akrilik, epoxy resin, urethane resin, toluene, cadmium, chromium, lead chromate dan sebagainya (Budiono, 2007).

Penggunaan cat yang berbasis air dan menggunakan bahan – bahan alami seperti kasein sebagai binder dan juga gambir sebagai pigmen perlu sekali dikembangkan agar tidak kalah bersaing dengan cat berbasis air yang menggunakan bahan – bahan sintetis. Cat alami tersebut aman digunakan sebagai cat tembok, cat kayu (furniture), cat air untuk anak – anak mewarnai dan juga cat lukis. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan formulasi cat alami dengan mutu yang baik.

3

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Membuat cat alami yang berbahan baku kasein, kapur tohor, dan gambir.

2. Mempelajari pengaruh perbandingan kasein terhadap kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir dalam proses pembuatan cat.

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Susu

Susu yang biasa dikenal didefinisikan sebagai air susu ambing hewan sehat yang tidak dikurangi atau ditambahi suatu apapun. Susu diperoleh dari hasil sekresi normal kelenjar susu pada hewan sehat secara teratur dan sekaligus. Hewan penghasil susu biasanya adalah jenis hewan mamalia terutama sapi, kambing, kerbau dan unta. Untuk konsumsi manusia pada umumnya dipergunakan susu sapi, walaupun pada daerah tertentu juga mengkonsumsi susu kambing dan susu kerbau (Syarief, 1991).

Susu merupakan cairan berbentuk koloid agak kental yang berwarna putih sampai kuning, tergantung jenis hewan, makanan dan jumlah susu. Apabila volume yang agak besar, susu tampak sebagai cairan berwarna putih atau kuning padat (opaque), namun bila dalam suatu lapisan yang tipis (volume yang sedikit) akan tampak transparan. Pemisahan lemak susu menyebabkan warnanya menjadi agak kebiruan (Syarief, 1991).

Lemak susu berbentuk emulsi dengan ukuran diameter lemak yang memungkinkan terjadinya pemisahan “cream” dan pembuatan keju. Lemak susu inilah yang menentukan aroma dan cita rasa susu maupun hasil olahannya. Aroma dan cita rasa susu sangat dipengaruhi oleh laktosanya. Penyimpangan aroma susu dapat berasal dari hewan penghasil susu. Warna susu sangat bervariasi, dari putih kebiruan sampai kuning keemasan, tergantung jenis hewan penghasilnya, jenis makanannya dan jumlah kandungan lemaknya. Sifat susu yang perlu diperhatikan adalah susu merupakan media yang baik sekali bagi pertumbuhan mikroorganisme, sehingga apabila penanganannya tidak baik akan dapat menimbulkan penyakit (Syarief, 1991).

Susu adalah cairan, tidak termasuk kolostrum, yang disekresikan oleh mamalia dari kelenjar mamae untuk memberi nutrisi turunannya. Komponen utama dari susu adalah air, lemak, protein dan laktosa. Sekitar 80-85% protein susu adalah kasein. Air susu segar mempunyai pH antara 6,5-6,7 (Adams dan Moss, 1995).

Susu yang sering dikomsumsi oleh manusia adalah susu yang berasal dari sapi kambing dan kerbau. Zaman sekarang susu yang paling banyak dikomersialkan adalah susu sapi. Susu berwarna putih, putih kekuningan, cairan buram, warna yang dihasilkan diakibatkan pencaran dan absorpsi sinar oleh tetesan lemak susu dan misel protein. Oleh karena itulah, susu skim berwarna putih. Susu berasa sedikit manis, sedangkan aromanya cukup memuakkan. Beberapa protein, karbohidrat, mineral dan komponen lainnya terlarut dalam serum susu. Bobot jenis susu sekitar 1,029-1,039 pada suhu 15oC. Bobot jenis susu menurun dengan meningkatnya kandungan lemak dalam susu, dan meningkat dengan meningkatnya jumlah protein, gula susu dan garam yang terdapat dalam susu (Belitz et al., 2009).

2.2 Kasein

Kasein adalah protein yang ditemukan di dalam susu sapi, diekstrak dari susu sapi secara komersial sejak abad ke 20. Protein dapat didefinisikan sebagai substansi yang pada dasarnya merupakan molekul – molekul besar yang terdiri dari asam amino yang tergabung secara kimiawi. Karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, sulfur dan kadang – kadang fosfor, merupakan elemen – elemen yang terdapat pada protein. Susu sapi mengandung sekitar 3,5%

5 protein, yang secara lebih terinci terdiri dari 2,9% kasein dan 0,6% protein whey (Webb et al., 1981).

Menurut Adnan (1984), kasein di dalam susu merupakan partikel yang besar. Di dalamnya tidak hanya terdiri dari zat-zat organik, melainkan mengandung juga zat anorganik seperti kalsium, fosfor dan magnesium. Kasein yang merupakan partikel yang besar dan senyawa yang kompleks tersebut dinamakan juga misel kasein (casein micell). Misel kasein tersebut besarnya tidak seragam, berkisar antara 30 - 300 mμ. Kasein juga mengandung sulfur (S) yang terdapat pada metionin (0,69%) dan sistin (0,09%). Kasein adalah protein yang khusus terdapat dalam susu. Dalam keadaan murni, kasein berwarna putih seperti salju, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa yang khas. Selanjutnya Buda et al. (1980) menjelaskan, bahwa kasein dapat diendapkan oleh asam, enzim rennet dan alkohol. Oleh karena itu, kasein dalam susu dapat dikoagulasikan atau digumpalkan oleh asam yang terbentuk di dalam susu sebagai aktivitas dari mikrobia, sehingga pada susu basi terdapat dua lapisan yaitu gumpalan dan cairan, gumpalan tersebut merupakan kasein.

Buckel et al. (1987) secara sederhana mengelompokan protein susu menjadi dua kelompok utama, yaitu kasein dan protein whey. Menurut Swaisgood (1985), total protein di dalam susu berjumlah 30-35 g/l dengan mutu gizi yang sangat tinggi. Di New Zealand, kasein diendapkan dari susu skim. Susu skim diberi asam untuk menghasilkan atau diberikan enzim untuk menghasilkan kasein renet. Kasein dipisahkan dari whey, dicuci (dibersihkan) kemudian dikeringkan. Kasein asam dapat larut dalam air dengan mereaksikan kasein asam tersebut dengan alkali, yang biasa disebut caseinates (Southward, 2000).

Kasein komersial umumnya dihasilkan dari susu skim dimana pengendapan kasein dilakukan dengan penambahan asam atau renet (Webb et al., 1981). Kasein komersial yang diproduksi merupakan substansi granular bewarna putih kekuningan. Dalam keadaan murni, kasein bewarna putih salju, tidak berbau dan tidak berasa. Kasein menyumbang warna putih susu (Buckel et al.,1987). Komposisi kasein komersial terdiri atas 88,5% protein, 0,2% lemak, 7,0% air, dan mempunyai kadar abu 3,8% (Webb et al., 1981).

Titik isoelektrik kasein adalah pada pH sekitar 4,6. Pada pH tersebut acid casein dipresipitasi dari susu. Didalam susu yang memiliki pH sekitar 6,6 misel kasein memiliki energi yang negatif dan stabil didalamnya. Kasein dapat digunakan pada industri non pangan dan pangan. Pada industri non pangan kasein dapat digunakan sebagai perekat pada kayu, pelapis kertas, synthetic fibres, plastik untuk kancing dan sebagainya, pada industri pangan biasa digunakan sebagai emulsifikasi, meningkatkan nutrisi, dan lain – lain (Southward,2000).

Kasein dalam air susu merupakan partikel yang besar. Di dalamnya tidak saja terdiri dari zat-zat organik, melainkan mengandung juga zat-zat anorganik seperti kalsium dan fosfor. Di samping itu, magnesium dan sitrat terdapat dalam jumlah lebih kecil. Kasein dapat diendapkan pada pH 4,6 karena pH tersebut merupakan titik isoelektriknya. Stabilitas kasein mulai terganggu pada pH 5,3 (Belitz et al., 2009).

Kasein juga merupakan senyawa amfoter yang dapat bereaksi dengan asam maupun basa, karena molekulnya mempunyai muatan positif dan negatif. Pada titik isoelektrik muatan positif dan negatif sama. Pada pH di atas titik isoelektriknya, protein tersebut bermuatan negatif. Oleh karena itu, pada elektroforesis molekulnya akan bergerak ke elektrode yang bermuatan positif. Begitu sebaliknya pada pH di bawah titik isoelektrik, protein mempunyai muatan positif, dan akan bergerak ke elektroda yang bermuatan negatif. Kasein tidak mengalami hidrasi, oleh karena itu, pada titik isoelektriknya mudah sekali diendapkan.

6 Pengendapan kasein dapat juga dijalankan dengan enzim proteolitik semacam enzim pepsin dan fisin (Belitz et al., 2009).

Protein dengan penambahan asam atau pemanasan akan mengalami koagulasi. Pada pH isoelektrik (pH larutan tertentu biasanya berkisar 4 – 4,5 dimana protein mempunyai muatan positif dan negatif sama, sehingga saling menetralkan) kelarutan protein sangat menurun. Pada temperatur diatas 600C kelarutan protein akan berkurang (koagulasi), karena pada temperatur yang tinggi energi kinetik molekul protein meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau struktur sekunder, tertier dan kuartener yang menyebabkan koagulasi. Denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, ikatan garam atau bila susunan ruang atau rantai polipetida suatu molekul protein berubah. Dengan perkataan lain, denaturasi adalah terjadi kerusakan struktur sekunder, tertier dan kuartener, tetapi struktur primer (ikatan peptida) masih utuh (Simanjuntak, 2008).

Menurut Southward (2000), proses presipitasi untuk mendapatkan kasein merupakan proses pengasaman. Dalam reaksi kimia yang sederhana, proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 dengan R adalah kasein :

H2N-R-COO- + H+ +H3N-R-COO- Kasein misel acid casein (pH=6,6) (pH=4,6)

Dispersi koloid Partikel yang tidak larut

Gambar 1. Reaksi Antara Kasein dengan Asam (Southward, 2000)

Kasein dapat terkoagulasi akibat adanya pertumbuhan bakteri di dalam susu, karena terjadi proses fermentasi laktosa menjadi asam laktat, sehingga menyebabkan susu menjadi asam dan kasein akan terkoagulasi. Proses inilah yang terjadi pada susu yang telah basi (McGee, 2004). Kasein memiliki sifat yang dapat merekatkan, sehingga kasein dapat diubah menjadi lem jika dibuat bersifat basa dengan menambahkan kapur, sodium karbonat, boraks atau triethanclamine, atau diubah menjadi suatu lapisan dalam bentuk kertas, atau suatu bahan pokok untuk pembuatan sejenis plastik yang digunakan untuk membuat kancing, hiasan dan akhirnya dapat digunakan dalam industri tekstil wool (Simanjuntak, 2008).

Kasein jika ditambahkan dengan alkali akan menjadi caseinates yang merupakan bentuk lain dari kasein yang lebih larut dalam air. Alkali yang biasa digunakan adalah natrium hidroksida (NaOH), kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dan kalium hidroksida (KOH). Pada Gambar 2 dapat dilihat reaksi antara acid casein dengan alkali.

+

H3N-R-COO- + OH- H2N-R-COO- + H2O

Acid Casein caseinate

(pH=4,6) (pH=6,6)

Partikel yang tidak larut dispersi koloid (Calcium caseinate)

Gambar 2. Reaksi antara Kasein dan Alkali (Southward, 2000)

Komposisi kimia antara acid casein, rennet casein dan calsium caseinate dapat dilihat pada Tabel 1. Kasein asam (acid casein ) merupakan kasein yang didapatkan dengan bantuan asam atau dengan bantuan inokulasi bakteri, sedangkan kasein renet (rennet casein)

7 adalah kasein yang didapatkan dengan bantuan enzim. Kalsium kaseinat merupakan kasein yang sudah dicampurkan dengan alkali.

Tabel 1. Komposisi kimia antara acid casein, rennet casein dan calsium caseinate Komponen Kasein Asam Kasein Renet Kalsium Kaseinat

Air (%) 11,4 11,4 3,8 Protein (%) 85,4 79,9 91,2 Abu (%) 1,8 7,8 3,8 Laktosa (%) 0,1 0,1 0,1 Lemak (%) 1,3 0,8 1,1 Sodium (%) <0,1 <0,1 <0,1 Kalsium (%) 0,1 2,6 – 3,0 1,3 – 1,6 pH 4,6 – 5,4 7,3 – 7,7 6,8 – 7,0

pH dari whey setelah pemisahan kasein

4,3 – 4,6 6,5 – 6,7 -

Kelarutan dalam air (%) 0 0 90 – 98

Sumber : Southward (2000)

Dokumen terkait