• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sastra meliputi segala bentuk dan macam tulisan yang ditulis oleh manusia.Sastra dilihat dari kebudayaan dapat diartikan sebagai bentuk upaya manusia untuk mengukapkan gagasanya melalui bahasa yang lahir dari perasaan dan pemikirannya.Dalam konteks kesenian, kesusatraan adalah salah satu bentuk atau cabang kesenian yang menggunakan media bahasa sebagai alat pengungkapan gagasan dan perasaan seninya. Sastra adalah karya tulisan yang halus (belle letters) adalah karya yang mencatatkan bentuk bahasa harian dalam berbagai cara dengan bahasa yang dipadatkan, didalamkan, dibelitkan, dipanjang tipiskan dan diterbalikkan, dijadikan ganjil.

Adapun manfaat sastra pada dasarnya adalah sebagai alat komunikasi antara sastrawan dan masyarakat pembacanya.Karya sastra selalu berisi pemikiran, gagasan, kisah-kisah dan amanat yang dikomunikasikan kepada para pembaca.Untuk menangkap ini, pembaca harus bisa mengapresiasikan.Pengkajian terhadap salah satu genre karya sastra tersebut adalah untuk mengungkapkan nilai estetis dari unsur-unsur pembangun karya sastra, yang meliputi unsur instrinsik maupun unsur ekstrinsik tersebut.

Karya sastra secara objektif dapat didefinisikan sebagai karya seni yang otonom, berdiri sendiri, bebas dari pengarang, realitas, maupun pembaca (Abrams dalam Jabrohim, 1981: 67).Karya sastra mengungkapkan yang tak terungkapkan, karena karya sastra mampu menghadirkan aneka macam konotasi yang dalam bahasa sehari-hari jarang kita temukan. Teks-teks yang dipakai dalam sebuah karya sastra tak lain untuk suatu tujuan komunikatif yang praktis dan hanya

berlangsung untuk sementara waktu saja dalam situasi komunikasi antara pengarang dengan pembaca.

Diharapkan pula terhadap pembaca agar dapat menangkap amanat yang ada didalamnya.Hal ini karena nilai-nilai amanat merupakan nilai-nilai universal yang berlaku didalam masyarakat seperti, nilai moral, etika, religi.Nilai-nilai amanat itu tercermin dalam tokoh cerita dan alur cerita.Novel memiliki banyak sekali manfaat, selain sebagai media penghibur, novel juga menggambarkan pola pikir suatu masyarakat, serta mewakilisuatu kebudayaan masyarakat tertentu.

Berbicara mengenai sastra, maka tidak lepas dari karya sastra yang disebut dengan novel.Novel merupakan salah satu jenis karya yang sangat menarik untuk dikaji.Hal tersebut karena di dalam novel terdapat unsur-unsur instrinsik yang membawa pembaca bertualang seolah-olah pembaca mengalami peristiwa yang ada di dalam cerita novel tersebut.

Novel adalah karya fiksi yang sangat panjang dan mengandung banyak rangkaian cerita mengenai kehidupan seseorang dengan orang lain yang berada di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat sipelaku.Dalam menganalisis novel dapat dilakukan dengan berbagai metode atau pendekatan kritik sastra, salah satu diantaranya adalah pendekatan pragmatik.

Dalam praktiknya, pendekatan ini mengkaji dan memahami karya sastra berdasarkan fungsinya untuk memberikan pendidikan (ajaran) moral, agama, maupun fungsi sosial lainnya.Semakin banyak nilai pendidikan moral dan atau agama yang terdapat dalam karya sastra dan berguna bagi pembacanya, makin tinggi nilai karya sastra tersebut.

Dalam kesempatan ini penulis mencoba membahas suatu bentuk karya sastra prosa yaitu novel yang berjudul“Nijushi No hitomi ” karya Sakae Tsuboi yan dilihat dari sudut pandang pendekatan pragmatik.Pendekatan pragmatik sendiri adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca dalam menerima, memahami dan menghayati karya sastra.

Jika dilihat melalui pendekatan pragmatik, maka novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi ini akan memiliki penilaian-penilaian yang berbeda dari tiap pembacanya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan dari pandangan sastra antara peran pembaca yang satu dengan yang lainnya.Jika pembaca menilai novel ini melalui sosok utama Miss Oishi yang tegar maka baiklah penilaian terhadap novel ini, namun sebaliknya jika menilai dari sisi negatif Miss Oishi yang sangat tidak menyukai tentara.Namun demikian, ada alasan tersendiri dari Miss Oishi mengapa dia tidak menyukai tentara. Miss Oishi menganggap bahwa anak laki-laki yang baru dewasa tidak boleh mati secepat itu, apalagi harus mati di medan perang. Namun, jika dilihat dari sisi positifnya ada baiknya dia menyetujui apa yang dilakukan pemerintah Jepang pada zaman itu, karena peristiwa ini terjadi pada masa-masa perang.

Miss Oishi adalah Ibu Guru yang mengajar di desa tanjung. Peristiwa itu berlangsung sekitar satu generasi.Satu generasi kalau bisa di bilang itu kira-kira 20 tahunan.Berawal pada tahun 1928 dia mengajar di desa tanjung.Di desa inilah dia banyak belajar tentang kerasnya hidup.Bahwa anak-anak kecil yang masih kelas satu sekolah dasar harus tetap bekerja keras setelah mereka pulang sekolah.Di desa Tanjung ini Miss Oishi mengenal dua belas murid.Murid-murid ini lah yang sampai dia tua, yang dia ingat dan dari sifat dia itulah murid.Murid-murid-murid.Murid-murid itu banyak mendapat pelajaran.Ada timbal balik yang di dapat mereka.Perang meluluhlantakkan semuanya,

harapan dan cita-cita yang sudah tersusun rapi harus tersapu oleh kenyataan.Namun, mereka harus tetap hidup kuat dan tetap berjuang. Karena hidup akan terus berlangsung.

Hal inilah yang sebenarnya ingin disampaikan penulis kepada para pembaca novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi dimana kita harus bisa tetap hidup dan bercita-cita tinggi meskipun banyak halangan dan rintangan.Zaman pasti berubah, bukan zaman yang menyesuaikan diri dengan kita tapi kitalah yang harus menyesuaikan diri dengan zaman agar tetap dapat hidup.

Berdasarkan penjelasan di atas, mendorong penulis untuk membahas dan meneliti novel “Nijushi no Hitomi” Karya Sakae Tsuboi, dengan judul penelitian “ANALISIS CERITA NOVEL “NIJUSHI NO HITOMI” KARYA SAKAE TSUBOI DILIHAT DARI SEGI PRAGMATIK”.

Dokumen terkait