• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.2 Saran

Melalui skripsi ini penulis berharap agar pembaca dapat lebih banyak mengetahui tentang karya sastra, khususnya analisis karya sastra yang berhubungan dengan pragmatik.Karena semakin banyak kita mengetahui sesuatu mengenai analisis sastra maka pengetahuan tentang sastra pun semakin meluas. Melalui skripsi ini penulis juga berharap peminat akan karya sastra semakin banyak, seperti halnya dalam menganalisis novel. Novel merupakan salah satu karya sastra yang menarik karena ceritanya dikemas dengan gaya bahasa yang mudah dipahami. Dengan membaca novel kita mendapat cerita yang inspiratif.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.Namun penulis juga berharap skripsi ini berguna bagi para pembacanya.

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “NIJUSHI NO HITOMI” 2.1 Definisi Novel

Novel merupakan jenis dari gendre prosa dalam karya sastra.Prosa dalam pengertian kesusastraan juga disebut sebagai fiksi.Karya fiksi menyaran pada suatu karya sastra yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenaran pada dunia nyata (Nurgiantoro, 1991: 2).Tokoh, peristiwa dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi adalah tokoh, peristiwa, dan tempat yang bersifat imajiner.

Sebagai sebuah karya imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan.Pengarang menghayati berbagi permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkannya kembali melalui saran fiksi sesuai dengan pandangannya. Sehingga menurut Attenbern dan Lewis dalam Nurgiantoro (1995: 2), fiksi dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajiner, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia yang dikemukakan oleh pengarang berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan dan dilakukan secara selektif dan di bentuk sesuai dengan tujuannya yang sekaligus memasukkan unsus hiburan dan peperangan terhadap pengalaman kehidupan manusia.

Fiksi menyaran pada prosa naratif, yang dalam hal ini adalah novel bahkan kemudian fiksi sering dianggap bersinonim dengan novel (Abram, dalam Nurgiantoro 1995: 4). Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa novel memiliki muatan yang sama dengan muatan-muatan karya fiksi seperti yang telah diuraikan di atas. Novel merupakan sebuah karya fiksi yang menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan , dunia

imajiner yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya bersifat imajiner (Nurgiantoro, 1995: 14).

Sebuah novel berasal dari bahasa Italia, yakni novella yang secara harafiah berarti sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian diartikan sebagai : cerita pendek dalam bentuk prosa (Abram dalam Nurgiantoro, 1995: 9). Dalam bahasa Jerman disebut dengan novella dan dalam bahasa Inggris disebut dengan novel, istilah inilah yang kemudian masuk ke dalam bahasa Indonesia. Dewasa ini istilah novelle dan novella mengandung pengertian yang sama dengan istilah yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan novellete dan dalam bahasa Inggris disebut sebagai novellete, yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak teralu panjang namun juga tidak terlalu pendek (Nurgiantoro, 1995: 9)

Jenis-jenis novel dapat dibedakan berdasarkan isi cerita dan mutu novel. Suharianto (1982: 67) membagi jenis novel berdasarkan tinjauan isi, gambaran dan maksud pengaran, yaitu sebagai berikut:

1. Novel Berendens yaitu sebuah novel yang menunjukkan keganjilan-keganjilan dan kepincangan-kepincangan dalam masyarakat. Oleh karena itu novel ini sering disebut sebagai novel bertujuan.

2. Novel Psikologi, yaitu novel yang menggambarkan perangai dan jiwa seseorang serta perjuangannya.

3. Novel Sejarah, yaitu novel yang menceritakan seseorang dalam suatu masa sejarah. Novel ini melukiskan dan menyelidiki adat istiadat dan perkembangan masyarakat pada saat itu.

4. Novel Anak-anak, yaitu novel yang melukiskan kehidupan dunia anak-anak yang dapat dibacakan oleh orangtua umtuk pembelajaran kepada anaknya, ada pula yang biasanya hanya dibaca oleh anak-anak saja.

5. Novel Detektif, yaitu novel yang isinya mengajak pembaca memutar otak guna memikirkan akibat dari beberapa kejadian yang dilukiskan pengaran dalam cerita. 6. Novel Perjuangan, yaitu novel yang melukiskan suasana perjuangan dan peperangan

yang di derita seseorang.

7. Novel Propaganda, yaitu novel yang isinya semata-mata untuk kepentingan propaganda terhadap masyarakat tertentu.

Berdasarkan penjelasan pembagian jenis-jenis novel di atas, maka dapat dilihat bahwa novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi termasuk dalam jenis Novel Sejarah dan Novel Perjuangan. Meskipun dalam novel “Nijushi no Hitomi” membahas tentang kehidupan tentang anak-anak tetapi novel ini tidak termasuk ke dalam novel anak-anak. Novel ini diangkat dari kisah nyata kehidupan di sebuah desa di Laut Seto tepatnya di desa tanjung dan desa pohon pinus. Dalam novel itu diceritakan tentang seorang Ibu Guru dan dua belas murid didiknya. Kisah ini berlangsung pada April 1928 sampai setelah perang April 1946. Perang yang berlangsung pada saat itu memporak- porandakan kehidupan di desa tersebut, hingga semua impian tersapu oleh kenyataan hidup. Ibu guru dan dua belas muridnya beserta masyarakat yang hidup di desa tersebut harus dapat belajar memahami dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.

Novel terbentuk oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur dalam sastra yang ikut mempengaruhi terciptanya karya sastra tersebut yang terdiri dari tema, alur (plot), latar atau setting, penokohan/perwatakan dan sudut pandang

atau pusat pengisahan. Sedangkan unsur ektrinsik adalah unsur luar dari sastra yang ikut mempengaruhi terciptanya suatu karya sastra, unsur ini meliputi latar belakang pengarang, keyakinan dan pandangan hidup pengarang dan sebagainya. Unsur ini mencakup berbagai kehidupan sosial yang menjadi landasan pengarang untuk membuat suatu karya sastra.

2.2 Resensi Novel “Nijushi no Hitomi” 2.2.1 Tema

Tema adalah sesuatu yang menjadi pokok permasalahan atau sesuatu yang menjadi pemikiran pengarang (ide cerita) yang ingin disampaikan kepada pembacanya. Tema ini disampaikan pengarang melalui jalinan cerita yang ia buat di dalam novel. Selain ide cerita, tema dapat berupa pandangan hidup, hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Brook dalam Tarigan (1984: 125) bahwa tema adalah pandangan hidup tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk atau membangun dasar atau gagasan utama dari suatu karya sastra.

Menurut Scharbach dalam Aminuddin (2000: 91) istilah tema berasal dari bahasa latin yang berarti tempat melektakkan suatu perangkat. Hal ini karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai titik tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Lebih lanjut lagi Scharbach menjelaskan bahwa tema is not synonimous with moral or message.... theme does relate to meaning an purpose, in the sense. Karena tema adalah kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa fiksi oleh pengarangnya, maka untuk memahami tema pembaca terlebih dahulu harus memahami unsur-unsur signifikan yang membangun suatu cerita, menyimpulkan makna yang dikandungnya, serta mampu menghubungkannya dengan tujuan penciptaan pengarangnya.

Sementara itu, menurut Fananie (2000: 84) tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi terciptanya karya sastra.Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra sangan beragam.Tema dapat berupa persoalan moral, etika, agama, sosial, budaya, teknologi dan tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan.

Tema suatu cerita hanya dapat diketahui atau ditafsirkan setelah kita membaca cerita serta menganalisis. Hal ini dapat dilakukan dengan mengetahui alur cerita serta penokohan dan dialog-dialognya, hal ini sangat penting karena ketiganya memilki keterkaitan satu sama lain dalam sebuah cerita. Dialog biasanya mendukung penokohan/perwatakan sedangkan tokoh-tokoh yang tampil dalam cerita tersebut berfungsing untuk mendukung alur dan mengetahui bagaimana jalannya cerita tersebut, dari alur inilah kita dapat menafsirkan tema cerita novel tersebut.

Contohnya dalam cerita novel “Nijusi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi, dalam novel ini diceritakan mengenai perjalanan hidup seorang Miss Oishi sebagai seorang guru dari muda hingga dia menua selama sekitar satu generasi yaitu kurang lebih dua puluh tahun.Miss Oishi berasal dari desa Pohon Pinus yang kesehariannya harus mengajar sekolah cabang di desa Tanjung yang jaraknya delapan kilometer.Dalam novel ini diceritakan dari Miss Oishi masi muda sampai akhirnya menua dan memiliki tiga orang anak. Di sekolah cabang yang berada di desa Tanjung dia menjadi guru musik anak kelas satu yang berjumlah dua belas orang, lima laki-laki dan tujuh perempuan. Kedua belas murid yang awalnya ingin menjahilinya mulai menyayangi Ibu guru tersebut.Miss Oishi hanya mengajar mereka tidak lebih dari satu tahun karena kecalakaan di pantai yang mengakibatkan tulang tumitnya patah.Setelah kecelakaan tersebut Miss Oishi akhirnya di pindahkan ke sekolah utama. Dan Miss Oishi kembali

mengajar kedua belas anak tersebut ketika mereka kelas lima. Karena di desa Tanjung sekolah cabang hanya menyediakan untuk kelas satu sampai kelas empat.Kehidupan mereka semua berubah ketika perang memporak-porandakan semuanya.Mereka harus menyesuaikan diri dengan perubahan zaman dimana Miss Oishi tidak pernah setuju atas anak laki-laki untuk berperang.Bahkan Miss Oishi ingin meminta berhenti untuk menjadi guru kepada Ibunya karena sebagian dari murid laki-lakinya bercita-cita untuk menjadi tentara. Miss Oishi sangat kecewa pada saat itu, dia sangat tidak setuju akan laki-laki harus menjadi tentara dan mati secepat itu tapi itu semua hanya di dalam hatinya dia tidak pernah berontak apapun. Miss Oishi mengikuti semua perjalanan tersebut hingga perang berakhir.

Dari cerita diatas tampak tema yang ingin disampaikan oleh pengarang adalah “Bagaimanapun keadaan yang terjadi dalam hidup, kita harus belajar memahami dan menyesuaikan diri kita atas perubahan zaman”.

2.2.2 Alur (Plot)

Alur atau Plot adalah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu per satu dan saling berkaitan satu sama lain menurut hukum sebab akibat dari awal sampai akhir cerita. Peristiwa yang satu akan mengakibatkan timbulnya peristiwa yang lain, peristiwa yang lain tersebut akan menjadi sebab bagi timbulnya peristiwa berikutnya dan seterusnya sampai peristiwa itu berakhir (Aminuddin, 2000: 83).

Dalam cerita fiksi ataupun cerpen, urutan plot beranekan ragam. Montage dan Henshaw dalam Aminuddin (2000: 84) menjelaskan bahwa tahapan peristiwa dalam plot suatu cerita dapat tersusun dalam tahap sebagai berikut:

1. Perkenalan (Exposition)

Sejenak kemudian, seorang murid lain bertanya, “siapa nama guru baru itu?”

“Miss Oishi”. Tapi dia kecil sekali. Aku jangkung, walaupun aku seorang Kobayashi-(“Oishi” artinya “batu besar”, sedangkan “Kobayashi” artinya “kayu kecil”. Miss Kobayashi menggunakan permainan kata dari arti nama mereka)

... ... ...

Tiba-tiba saja sepeda itu sudah berada di depan mereka, mendatangi dengan cepat, seperti burung, dan pengendaranya adalah perempuan yang mengenakan pakaian model Barat. Dia tersenyum pada mereka dan menyapa, “Selamat pagii !” Lalu lenyap, seperti hembusan angin.

... ... ...

“Tadi ada gadis berpakaian Barat baru saja lewat, naik sepeda! Menurutmu itu si Ibu Guru, bukan?”

“Apa dia memakai kemeja putih dan jas hitam, seperti laki-laki?” “Ya” (halaman 20-24)

Cuplikan diatas merupakan bagian dimana pengarang memperkenalkan tokoh utama cerita, yaitu Miss Oishi, menuliskan keadaan dan situasi yang melatar belakangi cerita tersebut. 2. Pertikaian (Inciting Force)

‘Dia anakku satu-satunya. Aku tidak bakal membolehkan dia datang ke desa kalian lagi. Orang-orang desa disana jahat sekali.”(halaman 59)

Cuplikan di atas merupakan bagian dimana pengarang mulai menampilkan pertikaian yang dialami tokoh, pertikaian ini bisa terjadi karena pertemuan dengan tokoh lain ataupun situasi sosial yang lain dan konflik mencul pada bagian ini. Dalam cuplikan tersebut yang

berbicara adalah Ibu dari Miss Oishi yang merasa tidak ingin lagi anaknya kembali mengajar di desa tanjung tersebut.

3. Perumitan (Rissing Action)

Akan tetapi tujuan kedatangan kepala sekolah kemari bukanlah untuk mendesak ibu guru. Dia sekedar ingin menanyakan kesehatan Miss Oishi, sekaligus untuk membawakan kabar baik. Hari ini dia menyebut anak perempuan sahabatnya itu dengan nama depannya saja, sewaktu berbicara, “Hisako, Kau sudah mengorbankan salah satu kakimu, jadi ku pikir sebaiknya kau berhenti mengajar di sekolah cabang itu. Aku sudah mengambil keputusan untuk memindahkanmu ke sekolah utama, tapi kalau melihat caramu berjalan, kurasa kau belum bisa mengajar disana.”

... ... ...

“Hisako, mengapa diam saja? Mengapa Kau tidak mengucapkan terima kasih?” ... ... ...

“Jaga mulutmu Hisako ! Kau bahkan belum mengucapkan terima kasih selayaknya atas kebaikan hati Pak kepala sekolah. Aku membiarkanmu menjawab sendiri, tapi kau justru bicara yang tidak-tidak semenjak dia datang.” (halaman 82-85)

Cuplikan di atas merupakan bagian dimana pengarang mulai menampilkan pertikaian yang telah terjadi pada tahap sebelumnya menjadi semakin rumit, masalah yang terjadi pada tokoh semakin kompleks.

4. Krisis (Crisis)

Mereka hidup dalam kekurangan, dan Mrs Oishi tidak mampu menyediakan bahan untuk membuat peti mati bagi Yatsu (anaknya). Maka dia memutuskan untuk

menggunakan sebuah meja tua yang sudah bobrok. Bunga-bunga juga tidak ada di kebun, maka Daikichi (anak sulung) dan Namiki (anak kedua) memetik sejumlah bunga liat di pemakaman, untuk di persembahkan kepada adik perempuan mereka yang telah meninggal itu. (halaman 207)

Cuplikan di atas merupakan bagian dimana situasi semakin panas dan para pelaku sudah di beri gambaran nasib oleh pengarangnya.

5. Puncak (Climax)

Perang telah membuat orang-orang tidak mampu memiliki sepeda-padahal sepeda adalah kebutuhan sehari-hari. Setengah tahun setelah perang usai, masih sangat sulit untuk membeli sepeda. Inilah masalah yang paling membebani Mrs Oishi ketika dia ditugaskan kembali ke desa Tanjung itu. Dulu setengah perjalanan ke sana bisa di tempuh dengan naik bus, tapi semasa perang layanan bus dihentikan, dan sampai sekarang belum ada lagi. Semuanya sepertinya tidak ada cara lain selain berjalan kaki sejauh delapan kilometer, yang semasa mudanya dulu pun biasa dia tempuh dengan bersepeda. Mrs Oishi khawatir akan jatuh sakit kalau mesti menggunakan cara itu. (halaman 194)

Cuplikan di atas merupakan bagian dimana masalah yang telah terjadi dan semakin rumit pada tahap sebelumnya datang semakin bertumpuk di bagian ini, bisa saja mungkin tokoh mengalami hal yang paling sulit dalam hidupnya di bagian ini dan masalah ini harus segera diselesaikan.

6. Anti Klimaks (Falling Action)

“Ada surat untuk Bu Guru Oishi.” Katsuko menyodorkan surat itu dengan bangga. Isinya : Hari minggu adalah satu-satunya hari libur Anda, berarti Anda tentunya sibuk sekali di rumah. Tetapi kami sungguh berharap Anda bisa datang ke pesta kami pada hari minggu ini. Sebelum kami sempat mencari tahu, hari apa yang sekiranya sesuai untuk Anda, gandum di ladang tahu-tahu sudah masak dan panen gandum sudah dekat. Berhubung kami merasa akan sulit mencari kesempatan lain untuk berkumpul, maka kami mengatur acara ini dengan tergesa-gesa. Sebagian besar kawan-kawan sekelas kami kemungkinan akan datang, jadi, kira-kira bersediakah Anda untuk datang juga?... (halaman 229-230)

... ... ...

Saya rasa pengalaman-pengalaman hidup kami yang keras telah menjadikan kami lebih matang. Saya yakin kami sanggup melakukan hal-hal yang tidak bakal pernah berani dilakukan oleh perempuan-perempuan yang menikah seperti Miisan, atau oleh para lajang yang penuh harga diri seperti Kotsuru atau Sanae. Benar, Matchan ? Mari kita tunjukkan semangat kita pada mereka !” (halaman 241)

Cuplikan di atas merupakan bagian penyelesaian, persoalan yang datang dari tahap-tahap sebelumnya mulai diselesaikan satu per satu, pada bagian ini masalah dapat diselesaikan dengan berbagai cara, bisa saja dengan mematikan tokoh cerita ataupun membiarkan tokoh mengambang, hal ini sesuai dengan kreatifitas pengarang.

Tahapan plot di bentuk oleh satuan-satuan peristiwa, setiap peristiwa selalu diemban oleh pelaku-pelaku dengan perwatakan tertentu, selalu memiliki setting tertentu dan selalu

menampilkan suasana tertentu pula. Sebab itulah dengan memahami plot pembaca dapat sekaligus berusaha memahami penokohan/perwatakan maupun setting.

Dalam tahapan alur selalu terdapat konflik. Konflik merupakan inti dari sebuah alur. Konflik dapat diartikan sebagai sebuah pertentangan. Menurut Kosashi (2011: 226) bentuk-bentuk pertentanga antara lain:

1. Pertentangan Manusia dangan Dirinya sendiri; 2. Pertentangan Manusia dengan sesamanya;

3. Pertentangan manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan ekonomi, sosial, politik dan budaya;

4. Pertentangan Manusia dengan Tuhan atau Keyakinannya

Bentuk-bentuk konflik inilah yang kemudian diangkat ke dalam novel dan menggerakkan alur cerita. Berdasarkan uraian tentang konflik di atas, maka konflik yang terdapata dalam novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakeo Tsuboi adalah pertentangan

manusia dengan lingkungannya ekonomi dan sosial. Akibat perang Jepang dengan China kehidupan desa kecil di Tanjung itu banyak mengalami perubahan dimana semua laki-laki yang baru saja dewasa sudah harus menjadi tentara dan maju pada garis terdepan dalam perang tersebut. Disini Ibu Guru Oishi ingin menentang tetepi takut di bilang sebagai Golongan “Merah”. Ibu Guru Oishi hanya bisa mengikuti jalan hidupnya. Kehidupan setelah perang membuat ekonomi penduduk desa tanjung maupun desa pohon pinus menurun. Bahkan umtuk membeli pakaian pun tidak bisa. Layanan bus yang tadinya bisa mengantar dari satu desa ke desa lain juga terhenti karena perang.

Alur atau plot di bagi menjadi 2 jenis yaitu:

1. Alur maju adalah susunannya mulai dari peristiwa pertama, kedua, ketiga dan seterusnya sampai cerita itu berakhir.

2. Alur mundur adalah alur yang susunannya dimulai dari peristiwa terakhir, kemudian kembali pada peristiwa awal kemudian kembali pada peristiwa akhir tadi.

Dari penjelasan alur atau plot di atas, maka alur yang ada pada novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi adalah alur campuran. Karena cerita dalam novel ini tidaklah berurut dari awal, tetapi bolak balik dari masa depan kemudian kembali ke masa lalu.

2.2.3 Penokohan/ Perwatakan

Penokohan dan perwatakan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batiniah yang dapat merubah, pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadat dan sebagainya. Menurut Jones dalam Nurgiantoro (1995: 165) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Sedangkan menurut Kosashi (2011: 228) penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter dalam tokoh-tokoh cerita.

Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana pula prilaku tokoh-tokoh tersebut. Dalam penokohan ada 2 hal penting, yaitu pertama hubungan dengan teknik penyampaian dan yang kedua adalah hubungan dengan watak atau kepribadian tokoh yang ditampilkan. Kedua hal ini memilki hubungan yang sangat erat karena penampilan dan penggambaran sang tookoh harus mendukung watak tokoh tersebut (Aminuddin, 2000: 79).

Penokohan dalam novel “Nijushi no Hitomi” adalah sebagai berikut:

1. Miss Oishi / Hisako Oishi adalah tokoh utama dalam novel “Nijushi no Hitomi” karya Sakae Tsuboi yang merupakan ibu guru dari desa Pohon Pinus yang mengajar di desa yang ada di tanjung. Sebagai seorang guru Miss Oishi berhasil menjadi guru yang disayangi oleh murid-muridnya karena kebaikan dan keteladanannya.

Cuplikannya sebagai berikut: “Tak lama lagi akan ada ibu guru baru. Kalian semua mesti menjadi murid-murid yang baik, Ya ? Mau, kan ? Aku suka sekali mengajar disini, tapi sayangnya kakiku seperti ini. Aku akan kembali setelah sembuh nanti.”

Anak-anak itu memandangi kaki Ibu Guru. Kedua mata Sanae berkaca-kaca; sengaja dia membuka matanya lebar-lebar supaya air matanya yang berkilat-kilat itu tidak tumpah. (halaman 95)

2. Orangtua Miss Oishi (Ibu) adalah orang yang sangat baik dan orang yang paling menyayangi Miss Oishi. Mereka hidup berdua sejak kematian sang ayah ketika Miss Oishi berumur tiga tahun.

Cuplikannya sebagai berikut: ‘Dia anakku satu-satunya. Aku tidak bakal membolehkan dia datang ke desa kalian lagi. Orang-orang desa di sana jahat-jahat sekali”(halaman 59)

3. Kotoe Katagiri, anak perempuan seorang nelayan. Kotoe memiliki sifat yang sangat baik sebagai anak perempuan pertama. Di usianya yang sangat kecil dia harus mengurus adik-adiknya. Dia sangat menyesal telah dilahirkan sebagai anak perempuan.

Cuplikannya sebagai berikut: Aku menyesal dilahirkan sebagai anak perempuan. Ayahku selalu mengeluh, kenapa aku bukan anak laki-laki. Gara-gara aku bukan anak lelaki, aku tidak bisa ikut menangkap ikan bersama ayahku; jadi. Ibuku yang pergi dengannya. Ibu

menggantikan aku melaut, umtuk bekerja, pada hari-hari musim dingin yang menggigilkan dan pada hari-hari musim panas yang terik. Kalau sudah besar nanti, aku akan melakukan apapun sebisaku untuk ibu.”(halaman 154)

4. Fujiko Kinoshita, anak perempuan seorang bangsawan dan dia adalah orang yang sangat pendiam.

Cuplikannya adalah sebagai berikut: Fujiko adalah anak perempuan yang berwajah pucat yang tampak tidak sehat. Dia selalu kelihatan menggigil, kedua tangannya

Dokumen terkait