• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan kesimpulan yang telah dikemukakan, maka peneliti mengemukakan beberapa saran. Saran ini dharapkan dapat berguna untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan resiliensi dan perilaku inovatif.

1. Saran Metodologis

a. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin menjadikan resiliensi dan perilaku inovatif sebagai variabel penelitiannya, sebaiknya lebih

pada skala hingga diperoleh penyebaran jumlah aitem yang proporsional pada masing-masing aspek.

b. Proses pengambilan data sebaiknya dilakukan secara langsung kepada subjek, agar tercipta komunikasi dan proses penelitian yang lebih baik. c. Penelitiannya sebaiknya dilakukan kepada seluruh populasi, agar dapat

digeneralisasikan.

2. Saran Praktis

Mengingat resiliensi dan perilaku inovatif berhubungan positif, maka sebaiknya organisasimelakukan beberapa upaya untuk meningkatkan resiliensi dari distributor. Upaya tersebut diantaranya dengan mengundang pembicara untuk mengadakan seminar bagi para distributor, dan melakukan pelatihan berkelanjutan untuk menigkatkan resiliensi dari setiap distributor.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Perilaku Inovatif

1. Pengertian Perilaku Inovatif

Perilaku inovatif didefinisikan sebagai tindakan individu yang mengarah pada pemunculan, pengenalan dan penerapan dari sesuatu yang baru dan menguntungkan (Kleysen dan street, dalam Fajrianthi, 2012). Sesuatu yang menguntungkan meliputi pengembangan ide produk baru atau teknologi-teknologi, perubahan dalam prosedur administratif yang bertujuan untuk meningkatkan relasi kerja atau penerapan dari ide-ide baru atau teknologi-teknologi untuk proses kerja yang secara signifikan meningkatkan efisiensi dan efektifitas mereka (Kleysen dan street, dalam Fajrianthi, 2012).

bermanfaat dalam berbagai level organisasi. Perilaku inovatif sering dikaitkan dengan kreatifitas karyawan. Namun, keduanya memiliki konstruk perilaku yang berbeda (De Jong, dalam Amir 2015). Dimana, kreatifitas dapat dilihat pada tahap pertama dari proses perilaku inovatif yang dibutuhkan karyawan untuk menghasilkan ide-ide baru (West, dalam De Jong, 2007). Sedangkan perilaku inovatif memiliki proses yang lebih kompleks karena ide-ide tersebut akan sampai pada tahap aplikasi (De Jong, dalam Amir 2015).

Sedangkan menurut Scott (dalam Nindyati, 2009) perilaku inovatif yaitu perilaku untuk memunculkan, meningkatkan dan menerapkan ide-ide baru dalam tugasnya, kelompok kerjanya atau organisasinya.Menurut (Inkeles, et.al.) dalam (Purba, 2009) mengartikan proses modernisasi dikaitkankan dengan perilaku inovatif sebagai proses perubahan kehidupan masyarakat, ditekankan bahwa perubahan kehidupan akibat perilaku inovatif modernisasi ini diikuti oleh perubahan sikap, sifat atau gaya hidup individu-individu dalam masyarakat

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku inovatif adalah keseluruhan tindakan individu yang memunculkan, mengenalkan, dan menerapkan sesuatu hal yang baru dan bermanfaat bagi suatu organisasi.

2. Aspek Perilaku inovatif

Menurut Kleysen & Street (dalam Amir 2015), perilaku inovatif memiliki 5 aspek, yaitu :

a. Oppurtunity Exploration

Aspek ini mengacu pada mempelajari atau mengetahui lebih banyak mengenai peluang untuk berinovasi.

b. Generativity

Aspek ini mengacu pada pemunculan konsep-konsep untuk tujuan pengembangan.

c. Formative Investigation

Aspek ini mengacu pada pemberian perhatian untuk menyempurnakan ide, solusi, opini, dan melakukan peninjauan terhadap ide-ide tersebut.

Aspek ini mengacu pada mencoba untuk mengembangkan, menguji coba, dan mengkomersialisasikan ide-ide inovatif.

3. Faktor yang mempengaruhi Perilaku Inovatf

Etikariena & Muluk (2014) mengemukakan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi munculnya perilaku inovatif, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor tersebut adalah:

a. Faktor Internal 1. Tipe Kepribadian

Menurut Janssen, Van den Ven dan West adalah orang yang memiliki tipe kepribadian adalah orang yang mampu dan berani mengambil resiko terhadap perilaku inovatif yang di buat.

2. Gaya individu dalam memecahkan masalah

Karyawan yang memiliki gaya pemecahan masalah yang intuitif dapat menghasilkan ide-ide sehingga menghasilkan solusi yang baru.

b. Faktor Eksternal 1. Kepemimpinan

Banyak bawahan yang kutrang dapat menjaga hubungannya dengan pemimpinnya, dan hal tersebut dapat membuat perilaku

inovatif sesorang tidak terlihat, namun karyawan yang memiliki hubungan yang positif dengan pemimpinnya, cenderung memunculkan perilaku inovatif pada karyawan. Harapan yang tinggi dari pemimpin agar karyawannya menjadi inovatif juga dapat mempengaruhi munculnya perilaku inovatif pada karyawan (Scott & Bruce, dalam Fajrianthi 2012).

2. Dukungan untuk berinovasi

Dukungan dari orang-orang disekitar individu sangat membantu bagi karyawan tersebut dalam menciptakan suatu perilaku inovatif, bukan hanya itu dukungan dari orang dalam organisasi tersebut juga bisa memunculkan perilaku inovatif bagi karyawan tersebut (Scott & Bruce, dalam Fajrianthi 2012).

3. Tuntutan dalam pekerjaan

Tuntutan dari perusahaan cenderung meningkatkan semangat para karyawannya untuk berperilaku inovatif. Tuntutan tersebut menjadi dorongan bagi karyawan tersebut (Koesmono, 2007). Salah satu hal yang muncul akibat adanya tingkat tuntutan pekerjaan yang tinggi tersebut adalah perilaku inovatif (Shalley &

Iklim psikologis menunjukkan kepada bagaimana lingkungan organisasi dipersepsikan dan diinterpretasikan oleh karyawan Brown dan Leigh (dalam Yekty, 2006).

B. RESILIENSI

1. Pengertian Resiliensi

Ketahanan dalam ilmu psikologi positif disebut dengan resiliensi (Luthans, 2006). Resiliensi mengacu pada kemampuan individu untuk bertahan dan bangkit kembali guna melanjutkan pekerjaan setelah menghadapi situasi yang tidak menyenangkan dalam pekerjaan mereka. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Luthans (2006) resiliensi menjadi faktor yang sangat diperlukan untuk dapat mengubah ancaman-ancaman menjadi kesempatan untuk bertumbuh, berkembang, dan meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi demi perubahan yang baik.

Pada dasarnya konsep resiliensi merupakan konsep yang menarik karena alasan yang mendasari hal tersebut adalah karna resiliensi dapat menjawab mengapa satu orang lemah ketika mengalami masalah sulit, sementara ada beberapa orang mengalami kebalikannya dan menjadikan hal tersebut sebagai suatu keuntungan . Istilah resiliensi diformulasikan pertama kali oleh Block (dalam Chon, 2009) dengan nama ego-resilience,

yang diartikan sebagai kemampuan umum yang melibatkan kemampuan penyesuaian diri yang tinggi dan luwes saat dihadapkan pada tekanan internal maupun eksternal. Sejalan dengan itu menurut

Menurut Grotberg, resiliensi adalah suatu kemampuan yang memungkinkan dimiliki seseorang, kelompok, atau komunitas untuk mencegah dan menghilangkan pengaruh yang merugikan dari keadaan yang tidak menyenangkan dalam pekerjaan (Grotberg, 2003).

Resiliensi menurut Henderson & Milstein (dalam Desmita, 2008) adalah suatu kemampuan yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan setiap orang untuk bangkit dan mengatasi masalah yang sebelumnya terjadi. Resiliensi tidak hanya dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang, melainkan setiap orang.

2. Aspek Resiliensi

Menurut Reivich dan Shatte (dalam Widuri, 2012), resiliensi memiliki 7 aspek, yaitu:

a. Regulasi Emosi

hubungan dengan orang lain. Dimana emosi yang dialami seseorang biasanya berpengaruh terhadap orang-orang disekitarnya.

b. Kontrol Impuls

Kontrol terhadap impuls adalah kemampuan individu untuk mengendalikan impuls atau dorongan-dorongan dalam dirinya, kemampuan mengontrol impuls akan membawa kepada kemampuan berpikir yang jernih dan akurat.

c. Optimis

Optimis berarti individu memiliki kepercayaan bahwa segala sesuatu akan menjadi lebih baik. Individu mempunyai harapan dan kontrol atas kehidupannya. Optimis yang dimiliki oleh seorang individu menandakan bahwa individu tersebut percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk mengatasi kemalangan yang mungkin terjadi di masa depan. Individu yang resilien adalah individu yang optimis,Optimis adalah ketika kita melihat bahwa masa depan kita cemerlang.

d. Kemampuan Menganalisis Masalah

Kemampuan menganalisis masalah pada diri individu dapat dilihat dari bagaimana individu dapat mengidentifikasikan secara akurat sebab-sebab dari permasalahan yang menimpanya. Individu yang tidak dapat mengidentifikasi masalah yang dihadapi, maka akan

terus menerus melakukan kesalahan yang sama seperti yang sudah dilakukan sebelumnya. Individu yang resilien merupakan individu yang memiliki kognitif yang baik. Individu mampu mengidentifikasi penyebab masalah yang menimpa mereka.

e. Empati

Empati merupakan kemampuan individu untuk bisa membaca dan merasakan bagaimana perasaan dan emosi orang lain (Reivich & Shatte, 2005). Individu dengan empati yang rendah cenderung mengulang pola yang dilakukan oleh individu yang tidak resilien, yaitu menyamaratakan semua keinginan dan emosi orang lain,

f. Self efficacy

Self efficacy mewakili kepercayaan individu bahwa individu mampu untuk mengatasi segala permasalahan disertai keyakinan akan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Self efficacy merupakan suatu hal yang penting bagi resiliensi.

g. Pencapaian

C. Hubungan Resiliensi dengan Perilaku Inovatif Multi Level Marketing X

Banyaknya perusahaan-perusahaan yang terbentuk pada saat ini mengakibatkan persaingan antar perusahaan. Persaingan tersebut dilakukan agar tetap dapat mempertahankan eksistensi setiap perusahaan dalam pasar dunia. Persaingan yang dihadapi cenderung memunculkan hal yang tidak diinginkan oleh para pemasar (Hutahean, 2005).

Untuk menghadapi persaingan tersebut, tentunya harus disertai dengan usaha yang keras pada masing-masing perusahaan, selain dalam hal produk peran serta dari pemasar juga sangat diperlukan. Inovasi sangat dibutuhkan untuk tetap bisa bertahan dalam pasar dunia. Pemasar akan menjadi perantara yang paling dekat dengan para konsumen. Dengan adanya inovasi, organisasi akan dapat merespon tantangan, dapat bertahan dan lebih mudah berkembang (Van den Ven, 1986; Carmelli, Meitar, & Weisberg,dalam Kistyanto 2013) Untuk itu perilaku inovatif dari para pemasar sangat dibutuhkan demi keberlangsungan tercapainya target pemasaran yang di haruskan oleh setiap perusahaan (Damanpour & Gopalakrishnan, 2008).Perilaku inovatif sendiri dapat diartikan sebagai tindakan individu yang mengarah pada pemunculan, pengenalan dan penerapan dari sesuatu yang baru dan menguntungkan (Kleysen, dan street, dalam Fajrianthi, 2012).

Perilaku inovatif tentu saja tidak bisa muncul begitu saja, tetapi ada beberapa aspek yang dapat mempengaruhi munculnya perilaku inovatif,

Orang yang memiliki perilaku inovatif didalam dirinya adalah orang yang memiliki opportunity exploration dimana, individu mempelajari atau mengetahui lebih banyak mengenai peluang untuk berinovasi (Kleysen & Street, dalam Fajrianthi, 2012). Lingkungan merupakan hal yang sangat berperan, dengan dia melihat lingkungan disekitarnya, maka individu dapat menemukan peluang yang dimaksud. Generativity mengacu pada pemunculan konsep-konsep untuk tujuan pengembangan, setelah individu menemukan peluang, individu mulai mengembangkan tujuan dari peluang tersebut (De Jong, 2007). Formative Investigation mengacu pada pemberian perhatian untuk menyempurnakan ide, solusi, opini, dan melakukan peninjauan terhadap ide-ide tersebut, disini individu sudah mulai akan mengaplikasikan ide tersebut kedalam bukti yang lebih nyata (Kleysen & Street, dalam Amir 2015). Championing mengacu pada adanya praktek-praktek usaha untuk merealisasikan ide-ide. Dan melalui application mengacu pada mencoba untuk mengembangkan, menguji coba, dan mengkomersialisasikan ide-ide inovatif (De Jong & Den Hartog, 2007).

Ketika karyawan tidak mampu menyelesaikan masalah dan memecahkan masalah mereka, maka karyawan akan cenderung melemah.

lakukan dengan baik (Robbins, 2006). Walsh (2006) mengungkapkan ini adalah proses aktif dari ketahanan, perbaikan diri dan pertumbuhan dalam merespon tantangan. Resiliensi merupakan salah satu bentuk kesadaran seseorang untuk mengubah pola pikir dalam menghadapi permasalahan sehingga tidak mudah putus asa (Benson, 2002). Karyawan yang memiliki resiliensi didalam dirinya akan mampu meregulasi emosinya dalam berhadapan dengan orang lain sehingga kemampuan menganalisis masalah dari individu dapat terlihat (Reivich & Shatte, dalam Widuri, 2012). Karyawan yang memiliki kontrol impuls yang baik juga dapat berfikir jernih dalam menyelesaikan masalahnya dan dapat berfikir jernih untuk dapat meghasilkan perilaku inovatif yang dapat membangun kinerja karyawan dalam perusahaannya. Selain itu para karyawan juga harus optimis dimana mereka percaya bahwa segala sesuatunya akan lebih baik dan dapat menyelesaikan masalah dalam pemasaran yang sebelumnya dihadapi dan dapat berakhir dengan karyawan bisa memikirkan perilaku inovatif yang akan dia lakukan. Kita memandang bahwa masa depan atau apa yang akan kita lakukan akan semakin baik (Reivich & Shatte, dalam Widuri, 2012). Melalui empati karyawan mampu memahami perilaku dan keinginan calon custumer

nya. Individu dengan empati yang rendah cenderung mengulang pola yang dilakukan oleh individu yang tidak resilien, yaitu menyamaratakan semua keinginan dan emosi orang lain (Reivich & Shatte, dalam Widuri, 2012). Dan

melalui self efficacy dan pencapaian, karyawan dapat mengatasi segala masalah disertai keyakinan dan kekuatan untuk mengatasi masalah tersebut, serta mampu untuk meningkatkan aspek-aspek yang positif dalam kehidupannya yang mencakup pula keberanian seseorang untuk mengatasi segala masalah-masalah yang mengancam dalam kehidupannya. Sehingga karyawan memiliki resiliensi yang baik dan dapat disertai dengan perilaku inovatif (Reivich & Shatte, dalam Widuri, 2012).

Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka dapat diduga atau diasumsikan bahwa resiliensi berhubungan dengan perilaku inovatif

D. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan penjelasan kerangka berpikir diatas, maka hipotesa penelitian ini adalah: Terdapat hubunganpositif antara resiliensi dengan perilaku inovatif karyawan.

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Di era sekarang ini banyak perusahaan-perusahaan baru yang terbentuk. Terkhusus perusahaan yang memfokuskan pergerakannya di bidang produksi suatu barang dan jasa. Hal tersebut mengharuskan perusahaan untuk lebih bersaing agar dapat mempertahankan eksistensinya di dunia pasar, salah satunya adalah dengan membangun sumber daya manusia yang terdidik, dimana pihak pimpinan perusahaan berharap bahwa perusahaan mereka mampu berkiprah secara lokal maupun global(Hutahean, 2005). Selanjutnya, setiap perusahaan dituntut untuk dapat memahami pasar, dalam hal ini adalah keinginan konsumennya. Serta memahami perubahan lingkungannya agar dapat tetap bersaing dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Menghadapihalini, perusahaan dituntut untuk memiliki usaha yang keras agar mampu untuk bersaing dengan perusahaan lainnya (Hutahean, 2005). Organisasi yang memiliki sumber daya manusia yang baik akan menjadikan organisasi mempunyai kekuatan untuk menghadapi persaingan (Cusway, 2002).

Salah satu cara yang harus digunakan oleh perusahaan agar tetap bertahan dibidang pemasaran adalah mencptakan perilaku inovatif dari sumber daya manusia. Dengan adanya perilaku inovatif, sumber daya manusia

yang ada dalam organisasi akan dapat merespon tantangan, dapat bertahan dan lebih mudah berkembang (Van den Ven, 1986; Carmelli, Meitar, & Weisberg, 2006). Hal ini mengacu pada pemunculan, pengenalan dan penerapan dari sesuatu yang baru dan menguntungkan bagi organisasi tersebut melalui sumber daya manusia. Hal tersebut dikatakan sebagai peilaku inovatif (Kleysen & Street, 2001).

Pada saat ini tuntutan bagi organisasi untuk lebih inovatif dibandingkan organisasi lain semakin lebih besar agar tetap menjadi organisasi yang dapat berkompetisi dan bertahan untuk memenuhi kebutuhan pasar atau konsumennya. Organisasi yang inovatif akan lebih mudah menanggapi tantangan lingkungannya dengan lebih cepat dan lebih baik dibandingkan organisasi yang kurang inovatif (Damanpour & Gopalakrishnan, 2008).

Pentingnya inovatif bagi sumber daya manusia dalam sebuah organisasi sejalan dengan keberhasilan dan kesuksesan mereka dalam organisasi tersebut. Inovatif mengarah pada keharusan untuk dapat menganalisis peluang, bertindak efektif dalam memikirkan hal-hal yang perlu bagi organisasi dan pekerjaan mereka (Ramdany, 2014)

pembelian dan mengkonsumsi sebuah produk bukan hanya karena nilai fungsi awal dari suatu produk, tetapi juga karena nilai sosialnya atau penawaran dari pihak penjual. Keputusan pembelian merupakan perilaku yang dilakukan oleh individu- individu yang berbeda. Individu adalah konsumen yang potensial untuk membeli suatu produk tertentu yang ditawarkan oleh perusahaan atau ditemukan dipasar. Konsumen bebas memilih produk yang dibutuhkan atau diinginkan. Konsumen memutuskan melakukan pembelian karna keinginan mereka sendiri. Pasar sebagai pihak yang menawarkan berbagai produk kepada konsumen harus dapat menganalisis faktor–faktor yang mempengaruhi konsumen dalam pembelian, mengetahui persepsi konsumen dalam menilai sesuatu yang berpengaruh dalam keputusan pembelian sehingga pemasar dapat merancang strategi pemasaran yang sesuai dengan keinginan konsumen, Namun terkadang tak sesuai dengan harapan, penjual terkadang memerlukan teknik-teknik baru yang lebih baik agar meampu memahami apa yang diinginkan oleh konsumen dan memiliki strategi baru untuk daat memahami apa yang pasar inginkan (Geodnadhi, 2011).

Pentingnya perilaku inovatif dalam suatu perusahaan membuat perusahaan mulai mempertimbangkan untuk menempatkan inovatif sebagai salah satu visi dan misi yang ingin dicapai atau kompetensi yang harus dipenuhi oleh para karyawannya (Van den Ven, 1986; Carmelli, Meitar, & Weisberg, 2006). Namun pada dasarnya kita harus mengetahui bahwa

perilaku inovatif tidak muncul begitu saja, tetapi harus ada faktor-faktor yang mendorong untuk munculkan perilaku inovatif tersebut (Hutahaean, 2005). Menurut Etikariena & Muluk (2014) terdapat beberapa faktor yang dapat memunculkan perilaku inovatif, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Beberapa bentuk faktor eksternal, yaitu kepemimpinan, dukungan untuk berinovasi, tuntutan dalam pekerjaan, dan iklim psikologis. Sedangkan beberapa bentuk faktor internal, yaitu tipe kepribadian dan gaya individu dalam memecahkan masalah.

Ketika karyawan tidak mampu menyelesaikan masalah dan memecahkan masalah mereka, maka karyawan akan cenderung melemah. Sebaliknya ketika karyawan menganggap mereka mampu dan dapat menyelesaikan masalah mereka dengan baik maka kepercayaan pun akan terbangun dan mereka dapat bekerja sesuai dengan tugas yang harus mereka lakukan dengan baik (Robbins, 2006). Karakteristik yang penuh tanggung jawab dan memiliki pengawasan dari atasanmenjadikan karyawan banyak menghadapi risiko ketidakpastian yang berhubungan dengan tanggung jawab pekerjaannya. Pada umumnya tantangan yang ada berupa pemasaran produk yang kurang maksimal, perubahan teknologi, penyusutan tenaga kerja,

kemampuan untuk beradaptasi demi perubahan yang lebih baik dan demi keberlangsungan pekerjaan yang mereka lakukan setiap harinya (Larson and Luthans, 2006).

Kemampuan untuk melanjutkan pekerjaan setelah gagal dalam menyelesaikan masalah dalam pekerjaan harus dilakukan dan di lanjutkan oleh setiap karyawan agar mampu bersaing kembali hal tersebut menggambarkan adanya kemampuan tertentu pada individu yang dikenal dengan istilah resiliensi (Tugade & Fredrikson, 2004). Reivich & Shatte (dalam Widuri 2012) menambahkan bahwa resiliensi merupakan proses merespon sesuatu dengan cara yang sehat dan produktif ketika berhadapan dengan masalah atau kesulitan, terutama untuk mengendalikan tekanan hidup sehari-hari. Resiliensi memiliki 7 aspek yaitu regulasi emosi, kontrol impuls, optimis, kontrol terhadap masalah, empati, efikasi diri dan pencapaian. Regulasi emosi menggambarkan kemampuan individu untuk mengatur emosi sehingga tetap tenang meskipun berada dalam situasi di bawah tekanan. Kontrol impuls menggambarkan kemampuan individu untuk mengendalikan impuls atau dorongan-dorongan dalam dirinya, kemampuan mengontrol impuls akan membawa kepada kemampuan berpikir yang jernih dan akurat. Optimis menggambarkan kepercayaan bahwa segala sesuatu akan menjadi lebih baik. Kontrol terhadap impuls menggambarkan Kemampuan menganalisis masalah pada diri individu dapat dilihat dari bagaimana individu

dapat mengidentifikasikan secara akurat sebab-sebab dari permasalahan yang menimpanya. Empati menggambarkan kemampuan individu untuk bisa membaca dan merasakan bagaimana perasaan dan emosi orang lain. Efikasi diri menggambarkan kepercayaan individu bahwa individu mampu untuk mengatasi segala permasalahan disertai keyakinan akan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Serta pencapaian menggambarkan kemampuan individu untuk meningkatkan aspek-aspek yang positif dalam kehidupannya yang mencakup pula keberanian seseorang untuk mengatasi segala ketakutan-ketakutan yang mengancam dalam kehidupannya Reivich & Shatte (dalam Widuri 2012).

Menurut London & Mone (dalam Apriawal 2012), individu-individu yang memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap situasi yang terus berubah, bahkan pada saat lingkungannya sangat kacau atau terganggu, disebut sebagai individu yang memiliki resiliensi dalam dalam pekerjaan mereka. Mampu menumbuhkan pemikiran-pemikiran baru dalam memasarkan produk agar semakin di minati konsumen demi keberlangsungan dan kemajuan dari perusahaan/organisasi sehingga dapat bersaing kembali dalam pasar.

dengan mengubah sistem keyakinannya. Keyakinan yang dimaksud adalah ide baru, bahwa akan ada pemikiran yang baru yang harus mereka gunakan. Sistem keyakinan baru yang perlu ditanamkan adalah melakukan perubahan yang bersifat konstan, mengikuti kata hati, memfokuskan diri pada perjalanan atau pertualangan hidup, selalu ingin untuk belajar, dan membangun relasi yang baik dengan konsumen (Rickwood, 2012).

Resiliensi merupakan mindset yang mampu untuk meningkatkan seseorang dalam mencari pengalaman baru dan memandang kehidupan sebagai proses yang meningkat. Resiliensi dapat menimbulkan dan memelihara sikap yang positif untuk mengeksplorasi, sehingga seseorang menjadi percaya diri ketika berhubungan dengan orang lain, serta lebih berani mengambil resiko atas tindakannya dan mampu bersaing dalam proses pemasaran produk dan jasa yang di lakukan oleh karyawan. Banyak hal yang bisa dilakukan termasuk didalamnya men gubah sistem pemasaran yang sebelumnya sudah mereka gunakan kepada sistem yang baru (National Association of School Psychologists, 2010).

Salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi barang dan jasa adalah perusahaan X, yang merupakan perusahaan yang menganut prinsip sebagai perusahaan yang senantiasa menyediakan produk berkualitas kepada para konsumen mereka. X memiliki tim bertaraf internasional yang tak terkalahkan dalam bidang riset, invovasi serta profesionalitas, yang meliputi

lebih dari 8000 orang karyawan, dimana 35%, diantaranya menyandang gelar master/paska-sarjana atau lebih tinggi.. Pada kenyataannya konsumen dihadapkan pada besarnya (mahalnya) harga produk yang ditawarkan oleh Multi Level Marketing X. Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa hampir 80% inovatif muncul dari individu (SDM). Oleh karena itu para pemasar diharapkan dapat merancang strategi pemasaran yang sesuai dengan tuntutan hal tersebut. Banyak organisasi yang akhirnya mempertimbangkan kembali untuk menempatkan inovasi sebagai salah satu visi dan misi yang ingin dan harus dicapai atau kompetensi yang harus di dipenuhi oleh para karyawannya terkhusus kepada karyawan yang berada pada tingkatan multi level marketing yang lebih dekat terhadap konsumen seperti yang terjadi pada organisasi MLM X.

Dengan itu, adanya resiliensi bagi individu diharapkan akan menjadi modal yang postif agar dapat menampilkan perilaku inovatif tersebut. Ketika individu tau bahwa mereka gagal dalam menyelesaikan masalah dalam pekerjaannya maka kegagalan yang mereka alami akan berubah menjadi daya lentur (resiliensi), sehingga diharapkan para karyawan mengetahui apa yang diinginkan pasar maupun organisasi mereka, sehingga ketika imdividu

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah resiliensi memiliki hubungan terhadap perilaku inovatif karyawan multi level marketing X?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui hubungan

Dokumen terkait