• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang paling dikenal. Walaupun tidak menghasilkan jumlah protein dan kalori setinggi buncis biji kering, buncis sayuran merupakan sumber protein, vitamin, dan mineral yang penting. Buncis dikonsumsi dalam bentuk polong yang dimasak, di Afrika dan Amerika Latin, tajuk dan daunnya digunakan sebagai lalapan. Bagian yang juga dikonsumsi dari buncis berupa biji yang keras, besar, tetapi masih muda (biji kupasan segar), dan dalam jumlah yang lebih terbatas, biji kering beberapa kultivar (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Perkembangan produksi buncis di Indonesia selama periode tahun 2006―2010 (Tabel 1.) menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan.

Tabel 1. Produksi Buncis di Indonesia tahun 2006—2010.

Tahun Produksi Buncis

(Ton) 2006 269,53 2007 266,79 2008 266,55 2009 290,99 2010 336,49

Meningkatnya produksi buncis pada setiap tahun memberikan indikasi kebutuhan benih buncis juga menigkat. Benih buncis pada umumnya ditanam petani pada musim tanam setelah menjalani penyimpanan. Produksi yang tinggi memerlukan benih yang bervigor tinggi. Oleh sebab itu, produksi benih harus dapat

menghasilkan benih yang bervigor tinggi.

Menurut Sadjad, Murniati, dan Ilyas (1999), vigor awal dicapai pada saat benih mencapai masak fisiologis dengan vigor awal yang maksimum. Pada saat itu benih belum siap untuk dipanen karena kadar air belum optimum untuk pemanenan. Vigor awal sebelum disimpan sangat mempengaruhi berapa lama benih dapat disimpan. Vigor awal sebelum ditanam adalah indikator kemampuan benih dapat tumbuh baik di lapangan. Untuk memperoleh vigor awal yang tinggi perlu diperhatikan faktor-faktor lingkungan di lapang produksi seperti

pemupukan, iklim, cekaman kelembaban udara, dan cekaman penyakit pada produksi benih akan berpengaruh pada vigor benih yang dihasilkan oleh produksi benih.

Pemupukan merupakan salah satu cara untuk mencukupi kebutuhan unsur hara bagi tanaman. Pupuk Urea sebagai sumber hara N diperlukan tanaman pada saat memasuki fase vegetatif. Pupuk SP-36 sebagai sumber hara P diperlukan tanaman pada saat memasuki fase generatif. Pupuk KCl sebagai sumber hara K yang diperlukan sebagai katalisator. Ketiga unsur hara N, P, dan K diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, sehingga dapat menghasilkan benih dengan vigor yang tinggi.

Benih yang bervigor tinggi akan memiliki daya simpan yang lama, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, tumbuh cepat dan serempak saat ditanam, serta mampu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi tinggi dalam keadaan lingkungan tumbuh yang optimal dan suboptimal (Sadjad dkk., 1999).

Secara alamiah, etanol terkandung dalam benih yang sedang berkecambah dan tidak mengganggu proses perkecambahan, namun memperlambat proses

perkecambahan. Etanol yang diberikan dari luar benih meningkatkan kandungan etanol benih. Semakin lama benih diberi perlakuan uap etanol, maka kandungan etanol semakin tinggi. Meningkatnya kandungan etanol pada benih menimbulkan kerusakan membran sel-sel dalam benih (Pramono, 1992).

Masalah yang muncul adalah bagaimana cara menghasilkan benih buncis dengan vigor awal yang tinggi yaitu mencakup beberapa pertanyaan

(a) Apakah pemberian dosis pupuk Urea yang berbeda pada pertanaman akan menyebabkan perbedaan vigor awal pada benih yang dihasilkan?

(b) Apakah pemberian dosis pupuk SP-36 yang berbeda pada pertanaman akan menyebabkan perbedaan vigor awal pada benih yang dihasilkan?

(c) Apakah pengaruh interaksi antara dosis pupuk Urea dan dosis pupuk SP-36 akan menyebabkan perbedaan vigor awal benih buncis yang dihasilkan?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah dan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah untuk:

(1) mengetahui pengaruh pemberian dosis pupuk Urea yang berbeda pada vigor awal benih buncis.

(2) mengetahui pengaruh pemberian dosis pupuk SP-36 yang berbeda pada vigor awal benih buncis.

(3) mengetahui pengaruh interaksi pemberian dosis pupuk Urea dan dosis pupuk SP-36 yang berbeda pada vigor awal benih buncis.

1.3 Landasan Teori

Pupuk Urea yang mengandung nitrogen (N) diserap dalam tanah berbentuk ion nitrat atau ammonium tanah yakni untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, menyehatkan pertumbuhan daun dengan warna yang lebih hijau dan mencegah klorosis pada daun muda dan meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman. Dengan meningkatnya N, karbohidrat yang dibentuk pada daun diubah menjadi protein dan menyebabkan pertumbuhan jaringan tanaman (Sutedjo, 1999).

Nitrogen mempunyai fungsi utama untuk pertumbuhan vegetatif. Pemberian N setelah fase pembungaan pada tanaman biji-bijian mempunyai fungsi

meningkatkan kualitas hasil. Biji-bijian mengandung gluten yang berpengaruh terhadap kualitas biji tersebut. Gluten terutama tersusun oleh prolen seperti gliadin dan gluteilin yang ditemukan dalam endosperm biji. Pemupukan N setelah berbiji merangsang penyusunan protein (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Fosfor memainkan peranan dalam metabolisme yang sangat diperlukan untuk semua aktivitas biokimia dalam sel hidup. Unsur P mampu mengikat senyawa Adenosin Trifosfat (ATP) yang berenergi tinggi dan melepaskan energi untuk

kerja bila diubah menjadi Adenosin Difosfat (ADP). Hara P berperan dalam perkembangan akar, bunga, buah, biji, dan kematangan tanaman (Sanchez, 1993).

Menurut Lakitan (1995) fosfat merupakan bagian yang esensial dari berbagai gula fosfat yang berperan dalam reaksi-reaksi pada fase gelap, fotosintesis, respirasi, dan berbagai proses metabolism lainnya. Fosfat juga merupakan bagian

mitokondria (dalam RNA dan DNA) dengan fosfolipida penyusun membran.

Menurut Sadjad (1993) viabilitas benih terdiri dari dua komponen yaitu viabilitas potensial (VP) dan vigor (Vg). Perkembangan viabilitas benih selama periode hidup benih dibagi menjadi tiga bagian yaitu periode I, periode II, periode III (Gambar 1). Menurut Konsep Strenbauer-Sadjad, vigor awal benih sebelum simpan terletak pada awal periode II dan vigor awal benih sebelum ditanam terlihat pada awal periode III.

Gambar 1. Konsep Steinbauer-Sadjad (Sadjad, 1994).

Keterangan: Periode I: Periode Pembangunan Benih; Periode II: Periode Simpan; Periode III: Periode Kritikal; Vp: Viabilitas Potensial; Vg: Vigor;

Vss : Viabilitas Sesungguhnya; D: Nilai Delta; PKs: Periode Konservasi sebelum simpan; PKT: Periode Konservasi sebelum

1.4 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya, disusun kerangka pemikiran sebagai berikut:

Pemberian nitrogen dalam bentuk pupuk Urea berpengaruh pada perkembangan sel-sel dan perbanyakan jumlah sel benih buncis yang membentuk perakaran berupa radikula dengan adanya plumula. Pengaruh pemberian pupuk Urea tersebut berpengaruh pada proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman pada fase vegetatif.

Pupuk SP-36 yang bersifat lambat merupakan hara P yang berpengaruh pada fase vegetatif dan generatif tanaman. Fase generatif yang terjadi pada awal antesis berupa pembungaan dan pembentukan polong pada benih buncis. Adapun peran fosfor terjadi pada proses respirasi dan fotosintesis, penyusunan asam nukleat, pembentukan bibit tanaman dan penghasil buah, perangsang perkembangan akar, sehingga tanaman akan lebih tahan terhadap kekeringan, mempercepat masa panen, dan dapat mengurangi resiko keterlambatan waktu panen.

Unsur hara nitrogen dalam Urea menunjang peningkatan kandungan protein di dalam biji/benih pada tanaman. Proses tersebut berlangsung setelah benih mengalami fase vegetatif dan pembentukan protein untuk biji/benih dirangsang pada saat pembungaan (fase generatif). Di lain pihak, unsur hara P dalam SP-36 menunjang peningkatan kandungan fosfor dalam biji/benih pada tanaman. Kandungan fosfor berperan untuk menghasilkan energi dalam pembentukan dan pengisian biji/benih pada tanaman.

Pengaruh pupuk Urea dan SP-36 dengan dosis yang berbeda-beda yakni pada pupuk Urea 150, 200, 250 kg/ha dan pupuk SP-36 150, 200, 250 kg/ha diduga mampu mempengaruhi cadangan makanan pada benih. Proses Pemanenan benih diambil pada saat masak fisiologis. Benih yang mencapai masak fisiologis berkaitan dengan benih bervigor awal maksimum. Vigor awal maksimum berkaitan dengan lama simpan pada benih.

1.5 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut:

(a) Vigor awal benih buncis akan berbeda oleh pengaruh pemberian pupuk Urea dengan dosis yang berbeda-beda.

(b) Vigor awal benih buncis akan berbeda oleh pengaruh pemberian pupuk SP-36 dengan dosis yang berbeda-beda.

(c) Vigor awal benih buncis akan berbeda oleh pengaruh interaksi pada

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 27 Agustus 1989, sebagai anak pertama dari Bapak Sucipto (Alm.) dan Ibu Dra. Tripeni Handayani.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Pertiwi Teladan Metro diselesaikan tahun 1995, Sekolah Dasar (SD) Al-Qur’an Metro diselesaikan pada tahun 2001, Sekolah Menengah Pertama (SLTP) di SLTPN 1 Trimurjo pada tahun 2004, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 1 Metro pada tahun 2007.

Tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan pada tahun 2008 diintegrasikan pada Program Studi Agroteknologi. Pada tahun 2008 penulis pernah bergabung dalam pekan seni pelajar se-Lampung (Peksipel). Pada tahun 2008 penulis pernah bergabung dalam English Crop Science Club (ECSC). Pada tahun 2008, penulis pernah mengikuti training organization profession budidaya pertanian (TOP BDP). Pada tahun 2008 penulis bergabung dalam himpunan mahasiswa budidaya tanaman (HIMADITA). Pada tahun 2010 penulis mengikuti Praktik Umum di P T Sang Hyang Seri R M. V Lampung Timur. Pada tahun 2011 penulis pernah menjadi asisten praktikum Teknologi Benih.

I. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Buncis

Sistem perakaran berbagai jenis buncis tidak besar atau ekstensif, percabangan lateralnya dangkal. Akar tunggang yang terlihat jelas biasanya pendek, tetapi pada tanah remah yang dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil berkembang pada akar lateral. Sistem perakaran yang menjangkar kuat adalah sifat penting untuk panen dengan mesin.

Kultivar bentuk semak determinate memang pendek, beberapa jenis tidak lebih dari 60 cm, memiliki jumlah buku sedikit, dan perbungaannya terbentuk di ujung batang tanaman.

Daun buncis beranak daun tiga dan menyirip. Kultivar sekarang memiliki daun kecil,

sehingga meningkatkan penetrasi cahaya kedalam kanopi tanaman khususnya untuk tanaman yang sangat rapat. Walaupun sifat ini cenderung meningkatkan hasil total, ukuran daun kecil menghasilkan ukuran polong yang kecil pula.

Bunga berukuran besar dan mudah terlihat, berwarna putih, merah jambu, atau ungu. Bunga ini sempurna, seperti halnya kapri, memiliki 10 benang sari, 9 diantaranya menyatu

membentuk tabung yang melingkupi bakal buah panjang, dan satu benang sari teratas terpisah dari yang lain. Bunga menyerbuk sendiri dan umumnya jarang terjadi persilangan terbuka

Kultivar determinate, khususnya tidak dapat memperoleh nitrogen yang terfiksasi Rhizobium. Dengan demikian, diperlukan pupuk untuk perkembangan tanaman. Bentuk nitrogen nitrat

lebih disukai daripada bentuk ammonium. Fosfor sangat penting selama pertumbuhan awal tanaman. Dosis pemupukan harus memperhatikan populasi tanaman karena penanaman sangat rapat umumnya memerlukan kadar pupuk tambahan yang tinggi pula. Buncis peka terhadap salinitas, selama penanaman, biji tidak boleh bersinggungan langsung dengan pupuk. Buncis sangat peka terhadap kelebihan boron tanah (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

2.2 Peranan Unsur Nitrogen

Pemupukan N akan menaikkan produksi tanaman, kadar protein, dan kadar selulosa, tetapi sering menurunkan kadar sukrosa, polifruktosa, dan pati. Hasil asimilasi CO2 diubah menjadi

karbohidrat dan karbohidrat ini akan disimpan dalam jaringan tanaman apabila tanaman kekurangan unsur N. Untuk pertumbuhan yang optimum selama fase vegetatif pemupukan N harus diimbangi dengan pemupukan unsur lain. Pembentukan senyawa N organik

tergantung pada imbangan ion-ion lain, termasuk untuk membentuk klorofil dan ion fosfat untuk sintesis asam nukleat. Penyerapan N nitrat untuk sintesis menjadi protein juga dipengaruhi oleh ketersediaan ion K+ (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Nitrogen yang berlebihan menaikkan pertumbuhan dengan cepat melalui perkembangan yang lebih besar pada batang dan daun-daun hijau gelap. Meskipun satu dari sebagian besar fungsi dikendalikan dari nitrogen merupakan dorongan pertumbuhan vegetatif di atas tanah,

pertumbuhan ini tidak berubah, kecuali pada keberadaan dalam jumlah yang cukup fosfor dan kalium tersedia serta unsur paling penting lainnya.

Penyediaan nitrogen dalam jaringan yang cukup selama awal kehidupan tanaman dapat memacu pertumbuhan dan berakibat dalam kemasakan yang terlalu dini. Adanya kelebihan nitrogen selama musim pertumbuhan seringkali memperpanjang periode tumbuh. Pengaruh

ini terutama nyata pada tanaman-tanaman tertentu di daerah yang mempunyai musim

pertumbuhan pendek, atau di area dimana pembekuan pada awal musim gugur dapat merusak sekali pohon buah-buahan dimana periode musim tumbuhnya diperpanjang.

Ketersediaan N yang berlebihan, mendorong terbentuknya jaringan sukulen yang lunak. Jaringan sukulen ini peka terhadap kerusakan mekanis dan serangan patogen. Pengaruh dari kelebihan N menurunkan kualitas dari tanaman. Namun demikian, pada beberapa jenis sayuran, seperti pada seledri, jaringan lunak justru menjadi tujuan dari produksi, sehingga pemupukan N yang berlebih bukan menjadi kesalahan teknik budidaya. Untuk sayur-sayuran yang diambil daunnya, kelembutan tertentu, mengupayakan tekstur-tekstur yang diinginkan (Hudoyo, 1991).

Hasil penelitian Mengel dan Kikrby (1987) dalam Rosmarkam dan Yuwono (2002) bahwa pemupukan N pada jagung meningkatkan prolamin, yaitu zein dari biji jagung. Pada tanaman padi, pengaruh pupuk N agak berbeda karena pemupukan N yang tinggi atau pemupukan terlambat akan meningkatkan kadar glutein, yakni protein dengan lisin yang tinggi. Untuk tanaman padi, pemupukan N ini menaikkan protein biji padi tanpa menurunkan nilai kualitasnya.

2.3Peranan Unsur Fosfor

Pemberian unsur fosfor dapat merangsang pertumbuhan awal bibit tanaman. Fosfor

merupakan unsur hara yang terkandung pada pupuk SP-36 untuk merangsang pembentukan bunga, buah, dan biji, pembentukan sel-sel, lemak, dan albumin yang dipertinggi,

mempercepat pemasakan buah, mengurangi kerontokan buah, menambah ketahanan terhadap penyakit, memperbaiki kualitas terutama pada sayuran (Jumin, 2008).

Fosfor merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar (hara makro). Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-) dan ion ortofosfat sekunder

(HPO42-). Menurut Morard (1970) dalam Rosmarkam dan Yuwono (2002), setelah diserap

oleh akar, P mula-mula diangkut ke daun muda, kemudian dipindahkan ke daun yang lebih tua. Disamping itu, P juga terdapat di jaringan organ floem, sehingga banyak yang

beranggapan bahwa P mempunyai translokasi unsur hara tanaman.

Pada proses glikolisis, pernafasan atau fotosintesis energi dilepaskan dan digunakan untuk menyusun ikatan pirufat yang kaya energi. Fosfor merupakan senyawa penyusun jaringan tanaman seperti asam nukleat, fosfolida, dan fitin. Fosfor diperlukan untuk pembentukan primordial bunga dan organ tanaman untuk reproduksi. Peranan P yang lain adalah mempercepat masaknya buah atau biji tanaman, terutama pada tanaman serealia. Bila kandungan P berlebihan, umur tanaman seakan-akan menjadi lebih pendek dibandingkan dengan tanaman yang normal.

Metabolisme karbohidrat pada daun dan pemindahan sukrosa juga dipengaruhi oleh P anorganik, walupun mungkin secara tidak langsung. Pada proses pertama, penyusunan sukrosa dan heksosa memerlukan fosfat energi tinggi (ATP dan UTP). Oleh karena itu, P anorganik diperlukan dalam sel-sel daun waktu penyusunan karbohidrat (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

2.4Pemupukan pada Buncis Tipe Tegak

Menurut Setianingsih dan Khaerodin (2003), pupuk anorganik yang berfungsi sebagai pupuk dasar adalah Urea, TSP dan KCl. Masing-masing pupuk tersebut dibutuhkan tanaman buncis sebanyak 200 kg, 600 kg, dan 120 kg untuk tiap hektar. Cara menempatkan pupuk kandang maupun pupuk anorganik ialah dengan menaburkan disepanjang larikan.

2.5Vigor Awal Benih (Va)

Vigor awal (Va) ialah vigor benih pada saat momen periode viabilitas masak fisiologi (MPV

MF). Faktor yang mempengaruhi Va berupa interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.

Faktor genetik diperoleh dari genetik tanaman sebelumnya yang telah diseleksi, sedangkan faktor lingkungan berupa kesuburan tanah, dan lain-lain.

Ciri benih mencapai MPV MF apabila Va maksimum atau nilai D mencapai minimum

sesudah benih melampai periode I. Vigor awal maksimum itu harus diupayakan

dipertahankan terus secara teknologi melampaui periode II. MPV MF tidak selalu bertepatan dengan MPV panen. Akibatnya, Va sering tercapai sewaktu benih masih berada pada

tanaman induk di lapang. Oleh karena itu, Va dapat dipandang sebagai sumber vigor benih

selanjutnya. Parameter Va merupakan resultante segala upaya pada periode I. Oleh karena

itu, apabila vigor kekuatan tumbuh (VKT) berkaitan dengan fragmen periode viabilitas (PV)

yang ke satu (Sadjad, 1994).

Adapun ciri-ciri benih yang bervigor tinggi antara lain: (a) disimpan lama,

(b) tahan serangan hama dan penyakit,

(c) cepat dan merata tumbuhnya, serta mampu menghasilkan tanaman yang dewasa, yang normal dan berproduksi baik dalam keadaan lingkungan tumbuh, serta mampu

menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam keadaan lingkungan tumbuh yang suboptimal (Sutopo, 1993).

i UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Mulia dan Maha Agung atas ridha dan karunia-Nya skripsi ini bisa diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Pengaruh dosis pupuk urea dan SP-36 pada vigor awal benih buncis (Phaseolus vulgarisL.)” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Eko Pramono, M.S., selaku Ketua Komisi Pembimbing, atas ide penelitian, bimbingan, saran, motivasi selama penilisan skripsi ini.

2. Bapak Ir. M. Syamsoel Hadi, M.Sc., selaku Anggota Komisi Pembimbing, atas bimbingan, saran, dan motivasi selama proses penulisan skripsi.

3. Ibu Ir. Rugayah, M.S., selaku Penguji bukan pembimbing, atas saran dan pengarahannya kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Ir. Nyimas Sa’diyah, M.S., selaku Pembimbing Akademik, atas saran dan bimbingan yang telah diberikan selama saya menjadi mahasiswa di Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P., selaku Ketua Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

ii

Dokumen terkait