• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN SP-36 PADA VIGOR AWAL BENIH BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN SP-36 PADA VIGOR AWAL BENIH BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.)"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

Titiani Pertiwi

ABSTRAK

PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN SP-36 PADA VIGOR AWAL BENIH BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.)

Oleh Titiani Pertiwi

Penelitian dimulai pada bulan September−Oktober 2011 di Laboratorium Benih Fakultas Pertanian Universitas Lampung dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk Urea, pupuk SP-36, serta interaksi antara pupuk Urea dan pupuk SP-36 dengan dosis yang berbeda-beda pada vigor awal benih buncis. Penelitian ini menggunakan rancangan petak terbagi (split plot) dan perlakuan faktorial (3x3) yang terdiri dari dua faktor yaitu dosis pupuk Urea sebagai petak utama dan dosis pupuk SP-36 sebagai anak petak. Uji BNJ dengan taraf α 5% untuk pembandingan

antarperlakuan. Petak utama dosis pupuk Urea adalah 150 kg/ha, 200 kg/ha, dan 250 kg/ha, dan anak petak dosis pupuk SP-36 adalah 150 kg/ha, 200 kg/ha, dan 250 kg/ha. Peubah yang diamati adalah kecambah normal kuat, kecambah normal lemah,

(2)

PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN SP-36 PADA VIGOR AWAL BENIH BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.)

Oleh Titiani Pertiwi

Skripsi

Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)

Judul Skripsi : PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN SP-36 PADA VIGOR AWAL BENIH BUNCIS

(Phaseolus vulgaris L.) Nama Mahasiswa : Titiani Pertiwi

Nomor Pokok Mahasiswa : 0714011059 Program Studi : Agroteknologi

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI

1.Komisi Pembimbing

Ir. Eko Pramono, M.S. Ir. M. Syamsoel Hadi, M.Sc. NIP 196108141986091001 NIP 196106131985031002

2. Ketua Program Studi Agroteknologi

(4)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Eko Pramono, M.S.

Sekretaris : Ir. M. Syamsoel Hadi, M.Sc.

Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Rugayah, M.S.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abas Zakaria, M.S. NIP196108261987021001

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 27 Agustus 1989, sebagai anak pertama dari Bapak Sucipto (Alm.) dan Ibu Dra. Tripeni Handayani.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Pertiwi Teladan Metro diselesaikan tahun 1995, Sekolah Dasar (SD) Al-Qur’an Metro diselesaikan pada tahun 2001, Sekolah Menengah Pertama (SLTP) di SLTPN 1 Trimurjo pada tahun 2004, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 1 Metro pada tahun 2007.

(6)

Kata Persembahan

Bissmillah…

Kupersembahkan karya ini dengan penuh perjuangan dan rasa

syukurku untuk Bapak Sucipto (Alm.) dan Ibu Dra. Tripeni

Handayani, serta adikku Titis Dwi Jayati dan Tringgo Legowo

(7)

Sincerity, hard work, and the power of a

mother’s prayer is the largest capital to realize

(8)
(9)

PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN SP-36 PADA VIGOR AWAL BENIH BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.)

Oleh Titiani Pertiwi

Skripsi

Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(10)
(11)

33

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2012. Data Produksi Buncis Tahun 2006―2010. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=55.html.

Hudoyo, S. A. B. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 782 hlm.

Jumin, H. B. 2008. Dasar-Dasar Agronomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 250 hlm.

Lakitan, B. 1995. Dasar-Dasar Fisiologi Tanaman. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 204 hlm.

Pramono, E. 1992. Etanol dan Metabolisme Benih (Makalah). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 13 hlm.

Rosmarkam, A. dan N.W.Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 224 hlm.

Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia. Penerbit ITB. Bandung. 292 hlm.

Sadjad, S. 1993. Dari Benih kepada Benih. PT Grasindo. Jakarta. 143 hlm. Sadjad, S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. PT Grasindo. Jakarta. 160

hlm.

Sadjad, S., E. Murniati, dan S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komparatif ke Simulatif. PT Grasindo. Jakarta. 153 hlm

Sanchez, P. A. 1993. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. ITB. Bandung. 631 hlm.

(12)

34 Sutedjo, M. 1999. Pupuk dan Cara Pemupukan. PT Rineka Cipta. Jakarta. 177 hlm.

Sutopo, L. 1993. Teknologi Benih. CV. Rajawali Pers. Jakarta. 248 hlm.

(13)

72

\

Gambar 5. Tata letak percobaan.

(14)

PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN SP-36 PADA VIGOR AWAL BENIH BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.)

(Skripsi)

Oleh Titiani Pertiwi

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(15)
(16)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Benih Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian dimulai pada bulan September―Oktober 2011.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin pengusangan cepat benih tipe IPB 77-1 (MPC 77-1), alat pengecambah benih tipe IPB 73-2B, oven tipe Memmert, timbangan analitik, nampan plastik, label, kamera, pisau cutter, penggaris, dan desikator.

(17)

3.3 Rancangan Percobaan dengan Analisis Data

Perlakuan percobaan ini menggunakan perlakuan faktorial dan rancangan petak terbagi (split plot) terdiri dari dua faktor yaitu dosis pupuk Urea (U) dan dosis pupuk SP-36 (P).

Perlakuan disusun secara faktorial (3x3) dalam rancangan petak terbagi (split plot) dengan tiga kelompok sebagai ulangan. Tata letak percobaan dapat terlihat pada Gambar 5 (Lampiran). Dosis pupuk Urea sebagai petak utama terdiri dari tiga taraf dosis 150 kg/ha, 200 kg/ha, 250 kg/ha, dari dosis pupuk SP-36 sebagai anak petak terdiri dari tiga taraf dosis 150 kg/ha, 200 kg/ha, dan 250 kg/ha. Percobaan ini memiliki 27 satuan percobaan.

Homogenitas ragam data antarperlakuan diuji dengan menggunakan uji Bartlett dan kemenambahan data pengamatan dilihat dengan uji Tukey. Setelah data dinyatakan aditif (non aditifitas tidak nyata) dan ragam antarperlakuan homogen, maka analisis data dilanjutkan dengan analisis ragam untuk melihat pengaruh pupuk dari perlakuan yang ditunjukkan. Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf α 5% digunakan untuk membedakan nilai tengah antarperlakuan dosis Urea dengan dosis SP-36.

3.4Pelaksanaan Penelitian

(18)

Gambar 2. Tata urutan pelaksanaan penelitian.

Keterangan: UKP: uji kecepatan perkecambahan; UKsP: uji keserempakan perkecambahan; KNT: kecambah normal total; KAN: kecambah

(19)

3. 4. 1. Penyiapan Benih

Penyiapan benih dimulai dari panen selanjutya pengeringan dan dilajutkan penyimpanan selama tiga bulan. Proses pemanenan dilaksanakan tanggal 5 Juni 2011. Benih yang telah dipanen selanjutnya dijemur sampai dengan kadar air ±10%. Benih tersebut selanjutnya dikemas dalam plastik dan disimpan dalam ruang simpan bersuhu kamar sampai dengan tanggal 4 September 2011. Benih dilihat vigor awalnya dengan uji perkecambahan benih, yaitu uji kecepatan perkecambahan benih (UKP) dan uji keserempakan benih (UKsP).

3. 4. 2. Pengujian Vigor Benih

Pengujian vigor benih dilaksanakan dengan metode pengusangan cepat (MPC) yaitu mendera benih dengan uap jenuh etanol 95% dalam mesin pengusangan cepat Tipe IPB 77-1 (MPC-IPB-77-1). Pengujian vigor benih dilakukan dengan tiga cara, yaitu: (a) cara I : benih didera selama 0 menit (tanpa deraan), (b) cara II : benih didera selama 25 menit, dan (c) cara III: benih didera selama 50 menit. Tatacara penderaan benih dengan uap jenuh etanol 95% sebagai berikut:

(a) benih diimbibisikan dalam kertas merang lembab selama 1x 24 jam (Gambar 3 A ).

(b) menempatkan benih yang lembab dimasukkan ke dalam alat pegusangan tipe IPB 77-1 (Gambar 3 B), selanjutnya pintu ditutup.

(c) alat disetel untuk waktu 25 menit.

(20)

(f) setelah 25 menit proses pengusangan berlangsung berbunyi, benih diusangkan dengan cara II.

(g) pengusangan dengan cara III dilakukan sama seperti cara II dengan menambahkan waktu 25 menit.

(f) untuk cara I tanpa dilakukan pengusangan, benih yang telah dilembabkan siap ditanam dengan metode UKDdp

(e) benih siap dilakukan pengujian melalui UKP dan UKsP menggunakan metode UKDdp (Gambar3 C-D).

(f) benih dalam gulungan kertas merang diletakkan dalam alat pengecambah benih Tipe IPB 73-2B (Gambar 3 E).

Gambar 3. Tahap-Tahap Pengusangan Benih.

Keterangan: A: Pelembaban benih selama 1 x 24 jam; B: Pengusangan pada mesin MPCUE; C: Pengujian benih melalui UKP dan UKsP; D: menggunakan metode UKDdp; E: Pengecambah benih

(21)

3. 4. 3. Pengecambahan Benih

Setiap kelompok benih uji tersebut dikecambahkan untuk melihat vigornya. Pengecambahan benih diletakkan dengan metode uji kecepatan perkecambahan (UKP) dan uji keserempakan perkecambahan benih (UKsP). Uji kecepatan perkecambahan diletakkan dengan tatacara sebagai berikut:

Adapun tata cara UKP sebagai berikut:

(1) menanam benih di dalam kertas merang secara teratur.

(2) menggulung benih di dalam plastik menggunakan metode uji kertas digulung didirikan di dalam plastik (UKDdp).

(3) mengamati benih selama 3―5 hari setelah penanaman.

(4) mengamati benih dilakukan dengan menghitung kecepatan perkecambahan (KP), kecambah normal total (KNT), dan kecambah abnormal (KAN).

Adapun tata cara UKsP sebagai berikut:

(1) menanam benih di dalam kertas merang secara teratur.

(2) menggulung benih di dalam plastik menggunakan metode UKDdp. (3) pengamatan dilakukan pada hari ke empat setelah penanaman.

(4) pengamatan dilakukan dengan menghitung kecambah normal kuat (KNK), kecambah normal lemah (KNL), bobot kering kecambah normal (BKKN),

panjang akar primer (PAP), dan panjang hipokotil (PH).

3. 4. 4. Pengamatan Vigor Benih

(22)

(c) persentase kecambah abnormal (%KAN), (d) persentase kecambah normal kuat (%KNK), (e) persentase kecambah normal lemah (%KNL), (f) bobot kering kecambah normal (BKKN), (g) panjang akar primer kecambah normal (PAP), (h) panjang hipokotil kecambah normal (PH).

(a) Kecepatan perkecambahan (KP)

Kecepatan perkecambahan diperoleh dari UKP. Kecepatan perkecambahan

dihitung sebagai jumlah komulatif dari persen pertambahan kecambah normal

harian sejak hari ke 3―5 hari setelah tanam.

Kecepatan perkecambahan benih dihitung dengan rumus:

KP (%/hari) =

Keterangan: KP = kecepatan perkecambahan

Pi = pertambahan persen perkecambahan dari hari i-1 ke hari i Ti = jumlah hari setelah tanam pada pengamatan hari ke-i (b) Persentase kecambah normal total (%KNT)

Persentase kecambah normal total diperoleh dari UKP. Kecambah normal

adalah memiliki semua struktur penting kecambah normal yang meliputi akar

primer, hipokotil, plumula, dan kotiledon. Untuk kotiledon kecambah

dinyatakan normal bila memiliki kotiledon, sehat sekitar 50% (1/2 bagian) dari

kecambah normal total.

(23)

(c) Persentase kecambah abnormal (%KAN)

Persentase kecambah abnormal diukur dari UKP benih. Kecambah dinyatakan

abnormal bila satu atau lebih struktur penting kecambah normal seperti akar,

hipokotil, plumula, dan kotiledon tidak normal pada Gambar 4.

(d) Persentase kecambah normal kuat (%KNK)

Kecambah normal kuat adalah sebuah peubah yang menjadi tolok ukur vigor

kekuatan tumbuh. Kecambah normal kuat (Gambar 4) dihitung sebagai

persentase kecambah normal kuat dari seluruh benih yang ditanam pada UKsP.

Kriteria KNK adalah kecambah normal yang menunjukkan kinerja secara

visual lebih vigor daripada kecambah normal lainnya yang kurang vigor dalam

pengujian ini.

Persentase kecambah normal kuat dihitung sebagai berikut

100%

(e) Kecambah normal lemah (KNL)

Kecambah normal lemah (Gambar 4) adalah sebuah peubah yang menjadi

tolok ukur vigor benih yang diuji pada UKsP. Kriteria kecambah normal

lemah adalah kecambah normal yang menunjukkan kinerja secara visual

(24)

vigor dalam pengujian ini.

(f) Bobot kering kecambah normal (BKKN)

Bobot kering kecambah normal adalah peubah yang menjadi tolok ukur vigor

kekuatan tumbuh benih. Benih yang bervigor tinggi akan memiliki rata-rata

bobot kering kecambah normal yang lebih tinggi daripada benih yang bervigor

rendah. Bobot kering kecambah normal diukur dari uji keserempakan

perkecambahan. Kecambah normal buncis yang telah dihilangkan

kotiledonnya, selanjutnya dioven pada suhu 80oC selama 3 x 24 jam kemudian

ditimbang.

(g) Panjang akar primer (PAP) kecambah normal

Panjang akar primer kecambah normal buncis adalah tolok ukur vigor

kekuatan tumbuh. Semakin panjang akar primer dari kecambah normal, maka

semakin tinggi vigor benih. Panjang akar primer diukur pada kecambah

normal dari uji keserempakan perkecambahan benih. Panjang akar primer

diukur dari pangkal akar sampai dengan ujung akar primer. Keadaan secara

visual ditunjukkan pada Gambar 4 yang diartikan semakin panjang PAP, maka

(25)

(h) Panjang hipokotil (PH) kecambah normal

Panjang hipokotil pada perkecambahan benih diukur dari leher akar sampai dengan batas daun pertama pada kotiledon kecambah benih buncis. Panjang

hipokotil kecambah normal diukur pada kecambah normal pada UKsP.

Keadaan secara visual PH ditunjukkan pada Gambar 4 yang diartikan semakin panjang PH, maka keadaan benih semakin vigor.

Kecambah normal kuat Kecambah normal lemah

Kecambah abnomal Benih

mati

Panjang hipokotil

(26)
(27)

Kata Persembahan

Bissmillah…

Kupersembahkan karya ini dengan penuh perjuangan dan rasa

syukurku untuk Bapak Sucipto (Alm.) dan Ibu Dra. Tripeni

Handayani, serta adikku Titis Dwi Jayati dan Tringgo Legowo

(28)

Sincerity, hard work, and the power of a

mother’s prayer is the largest capital to realize

(29)

Judul Skripsi : PENGARUH DOSIS PUPUK UREA DAN SP-36 PADA VIGOR AWAL BENIH BUNCIS

(Phaseolus vulgaris L.) Nama Mahasiswa : Titiani Pertiwi

Nomor Pokok Mahasiswa : 0714011059 Program Studi : Agroteknologi

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI

1.Komisi Pembimbing

Ir. Eko Pramono, M.S. Ir. M. Syamsoel Hadi, M.Sc. NIP 196108141986091001 NIP 196106131985031002

2. Ketua Program Studi Agroteknologi

(30)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Eko Pramono, M.S.

Sekretaris : Ir. M. Syamsoel Hadi, M.Sc.

Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Rugayah, M.S.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abas Zakaria, M.S. NIP196108261987021001

(31)
(32)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang paling dikenal. Walaupun tidak menghasilkan jumlah protein dan kalori setinggi buncis biji kering, buncis sayuran merupakan sumber protein, vitamin, dan mineral yang penting. Buncis dikonsumsi dalam bentuk polong yang dimasak, di Afrika dan Amerika Latin, tajuk dan daunnya digunakan sebagai lalapan. Bagian yang juga dikonsumsi dari buncis berupa biji yang keras, besar, tetapi masih muda (biji kupasan segar), dan dalam jumlah yang lebih terbatas, biji kering beberapa kultivar (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Perkembangan produksi buncis di Indonesia selama periode tahun 2006―2010 (Tabel 1.) menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan.

Tabel 1. Produksi Buncis di Indonesia tahun 2006—2010.

Tahun Produksi Buncis

(Ton)

2006 269,53

2007 266,79

2008 266,55

2009 290,99

2010 336,49

(33)

Meningkatnya produksi buncis pada setiap tahun memberikan indikasi kebutuhan benih buncis juga menigkat. Benih buncis pada umumnya ditanam petani pada musim tanam setelah menjalani penyimpanan. Produksi yang tinggi memerlukan benih yang bervigor tinggi. Oleh sebab itu, produksi benih harus dapat

menghasilkan benih yang bervigor tinggi.

Menurut Sadjad, Murniati, dan Ilyas (1999), vigor awal dicapai pada saat benih mencapai masak fisiologis dengan vigor awal yang maksimum. Pada saat itu benih belum siap untuk dipanen karena kadar air belum optimum untuk pemanenan. Vigor awal sebelum disimpan sangat mempengaruhi berapa lama benih dapat disimpan. Vigor awal sebelum ditanam adalah indikator kemampuan benih dapat tumbuh baik di lapangan. Untuk memperoleh vigor awal yang tinggi perlu diperhatikan faktor-faktor lingkungan di lapang produksi seperti

pemupukan, iklim, cekaman kelembaban udara, dan cekaman penyakit pada produksi benih akan berpengaruh pada vigor benih yang dihasilkan oleh produksi benih.

(34)

Benih yang bervigor tinggi akan memiliki daya simpan yang lama, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, tumbuh cepat dan serempak saat ditanam, serta mampu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi tinggi dalam keadaan lingkungan tumbuh yang optimal dan suboptimal (Sadjad dkk., 1999).

Secara alamiah, etanol terkandung dalam benih yang sedang berkecambah dan tidak mengganggu proses perkecambahan, namun memperlambat proses

perkecambahan. Etanol yang diberikan dari luar benih meningkatkan kandungan etanol benih. Semakin lama benih diberi perlakuan uap etanol, maka kandungan etanol semakin tinggi. Meningkatnya kandungan etanol pada benih menimbulkan kerusakan membran sel-sel dalam benih (Pramono, 1992).

Masalah yang muncul adalah bagaimana cara menghasilkan benih buncis dengan vigor awal yang tinggi yaitu mencakup beberapa pertanyaan

(a) Apakah pemberian dosis pupuk Urea yang berbeda pada pertanaman akan menyebabkan perbedaan vigor awal pada benih yang dihasilkan?

(b) Apakah pemberian dosis pupuk SP-36 yang berbeda pada pertanaman akan menyebabkan perbedaan vigor awal pada benih yang dihasilkan?

(c) Apakah pengaruh interaksi antara dosis pupuk Urea dan dosis pupuk SP-36 akan menyebabkan perbedaan vigor awal benih buncis yang dihasilkan?

1.2 Tujuan Penelitian

(35)

(1) mengetahui pengaruh pemberian dosis pupuk Urea yang berbeda pada vigor awal benih buncis.

(2) mengetahui pengaruh pemberian dosis pupuk SP-36 yang berbeda pada vigor awal benih buncis.

(3) mengetahui pengaruh interaksi pemberian dosis pupuk Urea dan dosis pupuk SP-36 yang berbeda pada vigor awal benih buncis.

1.3 Landasan Teori

Pupuk Urea yang mengandung nitrogen (N) diserap dalam tanah berbentuk ion nitrat atau ammonium tanah yakni untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman,

menyehatkan pertumbuhan daun dengan warna yang lebih hijau dan mencegah klorosis pada daun muda dan meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman. Dengan meningkatnya N, karbohidrat yang dibentuk pada daun diubah menjadi protein dan menyebabkan pertumbuhan jaringan tanaman (Sutedjo, 1999).

Nitrogen mempunyai fungsi utama untuk pertumbuhan vegetatif. Pemberian N setelah fase pembungaan pada tanaman biji-bijian mempunyai fungsi

(36)

kerja bila diubah menjadi Adenosin Difosfat (ADP). Hara P berperan dalam perkembangan akar, bunga, buah, biji, dan kematangan tanaman (Sanchez, 1993).

Menurut Lakitan (1995) fosfat merupakan bagian yang esensial dari berbagai gula fosfat yang berperan dalam reaksi-reaksi pada fase gelap, fotosintesis, respirasi, dan berbagai proses metabolism lainnya. Fosfat juga merupakan bagian

mitokondria (dalam RNA dan DNA) dengan fosfolipida penyusun membran.

Menurut Sadjad (1993) viabilitas benih terdiri dari dua komponen yaitu viabilitas potensial (VP) dan vigor (Vg). Perkembangan viabilitas benih selama periode hidup benih dibagi menjadi tiga bagian yaitu periode I, periode II, periode III (Gambar 1). Menurut Konsep Strenbauer-Sadjad, vigor awal benih sebelum simpan terletak pada awal periode II dan vigor awal benih sebelum ditanam terlihat pada awal periode III.

Gambar 1. Konsep Steinbauer-Sadjad (Sadjad, 1994).

Keterangan: Periode I: Periode Pembangunan Benih; Periode II: Periode Simpan; Periode III: Periode Kritikal; Vp: Viabilitas Potensial; Vg: Vigor;

Vss : Viabilitas Sesungguhnya; D: Nilai Delta; PKs: Periode Konservasi sebelum simpan; PKT: Periode Konservasi sebelum

(37)

1.4 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya, disusun kerangka pemikiran sebagai berikut:

Pemberian nitrogen dalam bentuk pupuk Urea berpengaruh pada perkembangan sel-sel dan perbanyakan jumlah sel benih buncis yang membentuk perakaran berupa radikula dengan adanya plumula. Pengaruh pemberian pupuk Urea tersebut berpengaruh pada proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman pada fase vegetatif.

Pupuk SP-36 yang bersifat lambat merupakan hara P yang berpengaruh pada fase vegetatif dan generatif tanaman. Fase generatif yang terjadi pada awal antesis berupa pembungaan dan pembentukan polong pada benih buncis. Adapun peran fosfor terjadi pada proses respirasi dan fotosintesis, penyusunan asam nukleat, pembentukan bibit tanaman dan penghasil buah, perangsang perkembangan akar,

sehingga tanaman akan lebih tahan terhadap kekeringan, mempercepat masa

panen, dan dapat mengurangi resiko keterlambatan waktu panen.

Unsur hara nitrogen dalam Urea menunjang peningkatan kandungan protein di

dalam biji/benih pada tanaman. Proses tersebut berlangsung setelah benih

mengalami fase vegetatif dan pembentukan protein untuk biji/benih dirangsang

pada saat pembungaan (fase generatif). Di lain pihak, unsur hara P dalam SP-36 menunjang peningkatan kandungan fosfor dalam biji/benih pada tanaman.

Kandungan fosfor berperan untuk menghasilkan energi dalam pembentukan dan

(38)

Pengaruh pupuk Urea dan SP-36 dengan dosis yang berbeda-beda yakni pada pupuk Urea 150, 200, 250 kg/ha dan pupuk SP-36 150, 200, 250 kg/ha diduga mampu mempengaruhi cadangan makanan pada benih. Proses Pemanenan benih diambil pada saat masak fisiologis. Benih yang mencapai masak fisiologis berkaitan dengan benih bervigor awal maksimum. Vigor awal maksimum berkaitan dengan lama simpan pada benih.

1.5 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut:

(a) Vigor awal benih buncis akan berbeda oleh pengaruh pemberian pupuk Urea dengan dosis yang berbeda-beda.

(b) Vigor awal benih buncis akan berbeda oleh pengaruh pemberian pupuk SP-36 dengan dosis yang berbeda-beda.

(c) Vigor awal benih buncis akan berbeda oleh pengaruh interaksi pada

(39)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 27 Agustus 1989, sebagai anak pertama dari Bapak Sucipto (Alm.) dan Ibu Dra. Tripeni Handayani.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Pertiwi Teladan Metro diselesaikan tahun 1995, Sekolah Dasar (SD) Al-Qur’an Metro diselesaikan pada tahun 2001, Sekolah Menengah Pertama (SLTP) di SLTPN 1 Trimurjo pada tahun 2004, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 1 Metro pada tahun 2007.

(40)
(41)

I. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Buncis

Sistem perakaran berbagai jenis buncis tidak besar atau ekstensif, percabangan lateralnya dangkal. Akar tunggang yang terlihat jelas biasanya pendek, tetapi pada tanah remah yang dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil berkembang pada akar lateral. Sistem perakaran yang menjangkar kuat adalah sifat penting untuk panen dengan mesin.

Kultivar bentuk semak determinate memang pendek, beberapa jenis tidak lebih dari 60 cm, memiliki jumlah buku sedikit, dan perbungaannya terbentuk di ujung batang tanaman.

Daun buncis beranak daun tiga dan menyirip. Kultivar sekarang memiliki daun kecil,

sehingga meningkatkan penetrasi cahaya kedalam kanopi tanaman khususnya untuk tanaman yang sangat rapat. Walaupun sifat ini cenderung meningkatkan hasil total, ukuran daun kecil menghasilkan ukuran polong yang kecil pula.

Bunga berukuran besar dan mudah terlihat, berwarna putih, merah jambu, atau ungu. Bunga ini sempurna, seperti halnya kapri, memiliki 10 benang sari, 9 diantaranya menyatu

membentuk tabung yang melingkupi bakal buah panjang, dan satu benang sari teratas terpisah dari yang lain. Bunga menyerbuk sendiri dan umumnya jarang terjadi persilangan terbuka

(42)

lebih disukai daripada bentuk ammonium. Fosfor sangat penting selama pertumbuhan awal tanaman. Dosis pemupukan harus memperhatikan populasi tanaman karena penanaman sangat rapat umumnya memerlukan kadar pupuk tambahan yang tinggi pula. Buncis peka terhadap salinitas, selama penanaman, biji tidak boleh bersinggungan langsung dengan pupuk. Buncis sangat peka terhadap kelebihan boron tanah (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

2.2 Peranan Unsur Nitrogen

Pemupukan N akan menaikkan produksi tanaman, kadar protein, dan kadar selulosa, tetapi sering menurunkan kadar sukrosa, polifruktosa, dan pati. Hasil asimilasi CO2 diubah menjadi

karbohidrat dan karbohidrat ini akan disimpan dalam jaringan tanaman apabila tanaman kekurangan unsur N. Untuk pertumbuhan yang optimum selama fase vegetatif pemupukan N harus diimbangi dengan pemupukan unsur lain. Pembentukan senyawa N organik

tergantung pada imbangan ion-ion lain, termasuk untuk membentuk klorofil dan ion fosfat untuk sintesis asam nukleat. Penyerapan N nitrat untuk sintesis menjadi protein juga dipengaruhi oleh ketersediaan ion K+ (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Nitrogen yang berlebihan menaikkan pertumbuhan dengan cepat melalui perkembangan yang lebih besar pada batang dan daun-daun hijau gelap. Meskipun satu dari sebagian besar fungsi dikendalikan dari nitrogen merupakan dorongan pertumbuhan vegetatif di atas tanah,

pertumbuhan ini tidak berubah, kecuali pada keberadaan dalam jumlah yang cukup fosfor dan kalium tersedia serta unsur paling penting lainnya.

(43)

ini terutama nyata pada tanaman-tanaman tertentu di daerah yang mempunyai musim

pertumbuhan pendek, atau di area dimana pembekuan pada awal musim gugur dapat merusak sekali pohon buah-buahan dimana periode musim tumbuhnya diperpanjang.

Ketersediaan N yang berlebihan, mendorong terbentuknya jaringan sukulen yang lunak. Jaringan sukulen ini peka terhadap kerusakan mekanis dan serangan patogen. Pengaruh dari kelebihan N menurunkan kualitas dari tanaman. Namun demikian, pada beberapa jenis sayuran, seperti pada seledri, jaringan lunak justru menjadi tujuan dari produksi, sehingga pemupukan N yang berlebih bukan menjadi kesalahan teknik budidaya. Untuk sayur-sayuran yang diambil daunnya, kelembutan tertentu, mengupayakan tekstur-tekstur yang diinginkan (Hudoyo, 1991).

Hasil penelitian Mengel dan Kikrby (1987) dalam Rosmarkam dan Yuwono (2002) bahwa pemupukan N pada jagung meningkatkan prolamin, yaitu zein dari biji jagung. Pada tanaman padi, pengaruh pupuk N agak berbeda karena pemupukan N yang tinggi atau pemupukan terlambat akan meningkatkan kadar glutein, yakni protein dengan lisin yang tinggi. Untuk tanaman padi, pemupukan N ini menaikkan protein biji padi tanpa menurunkan nilai kualitasnya.

2.3Peranan Unsur Fosfor

Pemberian unsur fosfor dapat merangsang pertumbuhan awal bibit tanaman. Fosfor

merupakan unsur hara yang terkandung pada pupuk SP-36 untuk merangsang pembentukan bunga, buah, dan biji, pembentukan sel-sel, lemak, dan albumin yang dipertinggi,

(44)

Fosfor merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar (hara makro). Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-) dan ion ortofosfat sekunder

(HPO42-). Menurut Morard (1970) dalam Rosmarkam dan Yuwono (2002), setelah diserap

oleh akar, P mula-mula diangkut ke daun muda, kemudian dipindahkan ke daun yang lebih tua. Disamping itu, P juga terdapat di jaringan organ floem, sehingga banyak yang

beranggapan bahwa P mempunyai translokasi unsur hara tanaman.

Pada proses glikolisis, pernafasan atau fotosintesis energi dilepaskan dan digunakan untuk menyusun ikatan pirufat yang kaya energi. Fosfor merupakan senyawa penyusun jaringan tanaman seperti asam nukleat, fosfolida, dan fitin. Fosfor diperlukan untuk pembentukan primordial bunga dan organ tanaman untuk reproduksi. Peranan P yang lain adalah mempercepat masaknya buah atau biji tanaman, terutama pada tanaman serealia. Bila kandungan P berlebihan, umur tanaman seakan-akan menjadi lebih pendek dibandingkan dengan tanaman yang normal.

Metabolisme karbohidrat pada daun dan pemindahan sukrosa juga dipengaruhi oleh P anorganik, walupun mungkin secara tidak langsung. Pada proses pertama, penyusunan sukrosa dan heksosa memerlukan fosfat energi tinggi (ATP dan UTP). Oleh karena itu, P anorganik diperlukan dalam sel-sel daun waktu penyusunan karbohidrat (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

2.4Pemupukan pada Buncis Tipe Tegak

(45)

2.5Vigor Awal Benih (Va)

Vigor awal (Va) ialah vigor benih pada saat momen periode viabilitas masak fisiologi (MPV

MF). Faktor yang mempengaruhi Va berupa interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.

Faktor genetik diperoleh dari genetik tanaman sebelumnya yang telah diseleksi, sedangkan faktor lingkungan berupa kesuburan tanah, dan lain-lain.

Ciri benih mencapai MPV MF apabila Va maksimum atau nilai D mencapai minimum

sesudah benih melampai periode I. Vigor awal maksimum itu harus diupayakan

dipertahankan terus secara teknologi melampaui periode II. MPV MF tidak selalu bertepatan dengan MPV panen. Akibatnya, Va sering tercapai sewaktu benih masih berada pada

tanaman induk di lapang. Oleh karena itu, Va dapat dipandang sebagai sumber vigor benih

selanjutnya. Parameter Va merupakan resultante segala upaya pada periode I. Oleh karena

itu, apabila vigor kekuatan tumbuh (VKT) berkaitan dengan fragmen periode viabilitas (PV)

yang ke satu (Sadjad, 1994).

Adapun ciri-ciri benih yang bervigor tinggi antara lain: (a) disimpan lama,

(b) tahan serangan hama dan penyakit,

(c) cepat dan merata tumbuhnya, serta mampu menghasilkan tanaman yang dewasa, yang normal dan berproduksi baik dalam keadaan lingkungan tumbuh, serta mampu

menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam keadaan lingkungan tumbuh yang suboptimal (Sutopo, 1993).

(46)

i UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Mulia dan Maha Agung atas ridha dan karunia-Nya skripsi ini bisa diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Pengaruh dosis pupuk urea dan SP-36 pada vigor awal benih buncis (Phaseolus vulgarisL.)” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Eko Pramono, M.S., selaku Ketua Komisi Pembimbing, atas ide penelitian, bimbingan, saran, motivasi selama penilisan skripsi ini.

2. Bapak Ir. M. Syamsoel Hadi, M.Sc., selaku Anggota Komisi Pembimbing, atas bimbingan, saran, dan motivasi selama proses penulisan skripsi.

3. Ibu Ir. Rugayah, M.S., selaku Penguji bukan pembimbing, atas saran dan pengarahannya kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Ir. Nyimas Sa’diyah, M.S., selaku Pembimbing Akademik, atas saran dan bimbingan yang telah diberikan selama saya menjadi mahasiswa di Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

(47)

ii 6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung.

7. Pimpinan dan Staf laboratorium Benih Fakultas Pertanian Universitas Lampung, yang telah memberikan bantuan fasilitas laboratorium yang diperlukan dalam penelitian ini.

8. Bapak Sucipto (Alm.) dan Ibu Dra. Tripeni Handayani, Titis Dwi Jayati, Tringgo Legowo Mukti, Kakung, Putri, dan Bude Tuti Wahyuni, atas

dukungan moral dan material, kesabaran, motivasi, dan pengertian yang telah diberikan selama menyelesaikan pendidikan di Universitas Lampung.

9. Theresia Nining Hadayani, S.P., I Made Ratna Diane, S.P., Indah Puspasari, S.P., atas bantuan tenaga dan pemikiran, analisis data, dan motivasi.

10. Ambar Maharani, S.P., Ratih Rahhutami, S.P., Rismawati Saputri, S.P., Laely Mukaromah, Evi Apriani, S.P., Sri Purwati Agustini, Heru Septiadi, S.P., atas tenaga dan motivasi pada proses penanaman.

11. Amir Syarifudin, S.Pd., Bapak Sutarno, S.P., atas motivasi dan dukungan pada proses penelitian.

Akhir kata, saya menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu masih perlu saran dan kritik yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bandar Lampung, 17 April 2012

(48)
(49)

iv

3.4.3 Pengecambahan Benih ... 19

3.4.4 Pengamatan Vigor Benih ... 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Hasil Rekapitulasi Analisis Ragam ... 24

4.2 Hasil Pengujian Vigor Awal Benih dengan Cara I, Cara II, Cara III ... 25

4.3 Pembahasan ... 27

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

5.1 Kesimpulan ... 31

5.2 Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33 - 34 LAMPIRAN ... 35

(50)

v DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Produksi buncis di Indonesia tahun 2006―2010. ... 1

2. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh pupuk Urea dengan SP-36, serta pengaruh interaksi Urea dan SP-36 pada vigor awal benih buncis (Phaseolus vulgaris L.). ... 25

3. Pengaruh dosis pupuk Urea dan SP-36 pada vigor awal benih buncis yang diuji dengan cara I dan cara III ... 26

4. Pembandingan nilai tengah perlakuan dosis pupuk Urea pada variabel pengamatan bobot kering kecambah normal yang diuji dengan cara III. .. 27

5. Data kecambah abnormal yang diuji dengan cara I ... 36

6. Uji homogenitas data kecambah abnormal yang diuji dengan cara I ... 36

7. Analisis ragam kecambah abnormal yang diuji dengan cara I. ... 37

8. Data bobot kering kecambah normal yang diuji dengan cara I ... 37

9. Uji homogenitas ragam data bobot kering kecambah normal yang diuji dengan cara I ... 38

10. Analisis ragam bobot kering kecambah normal yang diuji dengan cara I ... 38

11. Data kecambah normal kuat yang diuji dengan cara I ... 39

12. Uji homogenitas ragam data kecambah normal kuat yang diuji dengan cara I ... 39

13. Analisis ragam kecambah normal kuat yang diuji dengan cara I ... 40

(51)

vi 15. Uji homogenitas ragam data kecambah normal lemah yang diuji dengan

cara I ... 41 16. Analisis ragam kecambah normal lemah yang diuji dengan cara I ... 41 17. Data kecambah normal total yang diuji dengan cara I ... 42 18. Uji homogenitas ragam data kecambah normal total yang diuji dengan

cara I ... 42 19. Analisis ragam kecambah normal total yang diuji dengan cara I ... 43 20. Data kecepatan perkecambahan yang diuji dengan cara I ... 43 21. Uji homogenitas ragam data kecepatan perkecambahan yang

diuji dengan cara I ... 44 22. Analisis ragam kecepatan perkecambahan yang diuji dengan cara I ... 44 23. Data panjang akar primer yang diuji dengan cara I ... 45 24. Uji homogenitas ragam data panjang akar primer yang

diuji dengan cara I ... 45 25. Analisis ragam panjang akar primer yang diuji dengan cara I ... 46 26. Data panjang hipokotil yang diuji dengan cara I ... 46 27. Uji homogenitas ragam data panjang hipokotil

yang diuji dengan cara I ... 47 28. Analisis ragam panjang hipokotil yang diuji dengan cara I ... 47 29. Data kecambah abnormal yang diuji dengan cara II ... 48 30. Uji homogenitas ragam data kecambah abnormal yang diuji dengan

cara II ... 48 31. Analisis ragam kecambah abnormal yang diuji dengan cara II ... 49 32. Data bobot kering kecambah normal yang diuji dengan cara II ... 49 33. Uji homogenitas ragam data bobot kering kecambah normal yang diuji

dengan cara II ... 50 34. Analisis ragam bobot kering kecambah normal

(52)

vii 35. Data kecambah normal kuat yang diuji dengan cara II ... 51 36. Uji homogenitas ragam data kecambah normal kuat

diuji dengan cara II ... 51 37. Analisis ragam kecambah normal kuat yang diuji dengan cara II ... 52 38. Data kecambah normal lemah yang diuji dengan cara II ... 52 39. Uji homogenitas ragam data kecambah normal lemah yang diuji dengan

cara II ... 53 40. Analisis ragam kecambah normal lemah yang diuji dengan cara II ... 53 41. Data kecambah normal total yang diuji dengan cara II ... 54 42. Uji homogenitas ragam data kecambah normal total yang diuji dengan

cara II ... 54 43. Analisis ragam kecambah normal total yang diuji dengan cara II... 55 44. Data kecepatan perkecambahan yang diuji dengan cara II ... 55 45. Uji homogenitas ragam data kecepatan perkecambahan yang diuji dengan

cara II ... 56 46. Analisis ragam kecepatan perkecambahan yang diuji dengan cara II ... 56 47. Data panjang akar primer yang diuji dengan cara II ... 57 48. Uji homogenitas ragam data panjang akar primer yang

diuji dengan cara II ... 57 49. Analisis ragam panjang akar primer yang diuji dengan cara II ... 58 50. Data panjang hipokotil yang diuji dengan cara II ... 58 51. Uji homogenitas ragam data panjang hipokotil yang diuji dengan

cara II ... 59 52. Analisis ragam panjang hipokotil yang diuji dengan cara II ... 59 53. Data kecambah abnormal yang diuji dengan cara III ... 60 54. Uji homogenitas ragam data kecambah abnormal yang diuji dengan

(53)

viii 56. Data bobot kering kecambah normal yang diuji dengan cara III... 61 57. Uji homogenitas ragam data bobot kering kecambah normal yang diuji

dengan cara III ... 62 58. Analisis ragam bobot kering kecambah normal yang diuji dengan

cara III ... 62 59. Data kecambah normal kuat yang diuji dengan cara III ... 63 60. Uji homogenitas ragam data kecambah normal kuat yang diuji dengan

cara III ... 63 61. Analisis ragam kecambah normal kuat yang diuji dengan cara III ... 64 62. Data kecambah normal lemah yang diuji dengan cara III ... 64 63. Uji homogenitas ragam data kecambah normal lemah yang diuji dengan

cara III ... 65 64. Analisis ragam kecambah normal lemah yang diuji dengan cara III... 65 65. Data kecambah normal total yang diuji dengan cara III ... 66 66. Uji homogenitas ragam data kecambah normal total yang diuji dengan

cara III ... 66 67. Analisis ragam kecambah normal total yang diuji dengan cara III ... 67 68. Data kecepatan perkecambahan yang diuji dengan cara III ... 67 69. Uji homogenitas data kecepatan perkecambahan yang diuji dengan

cara III ... 68 70. Analisis ragam kecepatan perkecambahan yang diuji dengan cara III ... 68 71. Data panjang akar primer yang diuji dengan cara III ... 69 72. Uji homogenitas ragam data panjang akar primer yang diuji dengan

cara III ... 69 73. Analisis ragam panjang akar primer yang diuji dengan cara III ... 70 74. Data panjang hipokotil yang diuji dengan cara III ... 70 75. Uji homogenitas ragam data panjang hipokotil yang diuji dengan

(54)

ix DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Konsep Steinbauer-Sadjad ... 5 2. Tata urutan pelaksana penelitian ... 16 3. Tahap-tahap pengusangan benih ... 18 4. Kecambah benih buncis (4 x 24 jam) dari uji keserempakan

(55)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Vigor awal benih buncis berbeda oleh pengaruh pemberian pupuk Urea

dengan dosis yang berbeda-beda, ditunjukkan oleh variabel pengamatan kecambah normal total (KNT), kecambah normal lemah (KNL), dan bobot kering kecambah normal (BKKN) yang diuji dengan cara III.

2. Vigor awal benih buncis berbeda oleh pengaruh pemberian pupuk SP-36 dengan dosis yang berbeda-beda, ditunjukkan oleh variabel pengamatan kecambah abnormal (KAN) yang diuji dengan cara III.

3. Vigor awal benih buncis berbeda oleh pengaruh interaksi dosis pupuk Urea dan dosis pupuk SP-36 yang ditunjukkan pada peubah kecepatan

perkecambahan (KP) yang diuji dengan cara I, kecambah normal total (KNT), kecambah abnormal (KAN), dan kecambah normal lemah (KNL) yang diuji dengan cara III. Dosis pupuk Urea 200 kg/ha dan dosis pupuk SP-36 100 kg/ha menghasilkan vigor awal yang relatif tinggi, yaitu pada peubah persentase kecambah normal total (KNT)

(56)

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran penulis untuk memperoleh vigor awal benih buncis ditentukan oleh pengaruh interaksi dosis pupuk Urea dengan dosis pupuk SP-36. Hasil pengujian vigor awal menunjukkan bahwa untuk memproduksi benih buncis dengan vigor awal yang tinggi

diperlukan dosis pupuk Urea 200 kg/ha dengan dosis pupuk SP-36 150 kg/ha.

Gambar

Gambar 2. Tata urutan pelaksanaan penelitian. Keterangan: UKP: uji kecepatan perkecambahan; UKsP: uji keserempakan            perkecambahan; KNT: kecambah normal total; KAN: kecambah            abnormal; KP: kecepatan perkecambahan; KNK: kecambah normal
Gambar 3. Tahap-Tahap Pengusangan Benih.
Tabel 1. Produksi Buncis di Indonesia tahun 2006—2010.
Gambar 1.  Konsep Steinbauer-Sadjad (Sadjad, 1994). Keterangan: Periode I: Periode Pembangunan Benih; Periode II: Periode Simpan;                      Periode III: Periode Kritikal; Vp: Viabilitas Potensial; Vg: Vigor;            Vss : Viabilitas Sesungguh

Referensi

Dokumen terkait

Hasil model regresi linear diperoleh nilai F hitung sebesar 69.55 dan F tabel 2,37, hal ini menunjukkan bahwa nilai F hitung lebih besar dari F-tabel yang

Metode penelitian kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel dilakukan secara random, pengumpulan data

Setelah peneliti membahas kajian semantik yang meliputi makna, informasi, dan maksud pada syair lagu kesenian tradisional kleningan “Mekar Rahayu” di Desa

Dari simulasi operasi unit pembangkit thermal area Jateng dan DIY dengan sampel beban 2496 MW, 3850 MW, dan 4392 MW, metode iterasi lambda menghasilkan daya total pembangkitan

Based on the results of the research, the implementation of village fund management in villages in Bangka Regency using measurement of 5 (five) accountability principles developed

Membangunkan sebuah modul pembelajaran kendiri (MPK) bagi perisian Macromedia Flash MX yang boleh membantu pelajar dalam menghasilkan montaj dengan.. berpandukan strategi tutorial

Hal ini dikarenakan daerah tujuan wisata tersebut selain perawatan obyek wisatanya buruk dan tidak ada pengembangan lebih lanjut, fasilitas juga kurang memadai dan kurang

Operasionalisasi Variabel Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang akan menjadi acuan dalam penelitian ini menggunakan CDM mengacu pada Durianto 2007 maka variabel yang