• Tidak ada hasil yang ditemukan

Latar Belakang Pemikiran

BAB II BIOGRAFI DAN LATAR BELAKANG PEMIKIRAN

C. Latar Belakang Pemikiran

Sepanjang hidupnya Ibn Khaldūn terus-menerus membaca perkembangan yang telah terjadi dari masa ke masa, hasilnya ia mulai mengenali daerah Afrika Utara dengan fokus suku Al-Barbar. Mereka adalah penduduk asli Afrika Utara yang keturunannya telah meluas hingga seluruh Mediterania, dan telah ada dari zaman nomaden.14

Zaman nomaden, dapat dibilang sebagai zaman yang tidak mengalami perkembangan, sebab manusia masih dikuasai oleh alam, sebagai lingkungan

11 Muhammad Abdullah Enan, Ibn Khaldun: His Life and His Works, h. 59.

12

Syed Farid Alatas, Ibn Khaldun, h. 9.

13 Muhammad Abdullah Enan, Ibn Khaldun: His Life and His Works, h. 59.

14 Bruce Maddy-Weitzman. ―Arabization and Its Discontents: The Rise of the Amazigh Movement in North Africa.‖ Journal of the Middle East and Africa, Vol. 3, h. 113.

yang kejam dan liar. Sebab pada faktanya, manusia masih hidup tergantung pada sumber makanan yang tersedia dan lingkungan yang cocok baginya. Contohnya ketika sumber makanan itu diburu dan dikumpulkan, maka manusia mesti berpindah tempat ke lingkungan yang masih memiliki sumber kebutuhannya.

Atas dasar hal tersebut dasar pemikirannya mulai terbangun dengan struktur berikut: Ibn Khaldūn membahas bahwa zaman nomaden berakhir setelah manusia menciptakan permukiman, yang kemudian menjadi negara. Terbangun karena adanya persatuan antar-suku yang dilatarbelakangi oleh ‘ashābiyyah, menurutnya ‘ashābiyyah ini berarti hubungan darah atau kekerabatan, yang akan berguna ketika kita dapat menjalin kerjasama terhadap orang yang memiliki relasi dengan kita. Namun ‘ashābiyyah ini juga dapat berarti vitalitas suatu negara,15 yang artinya dapat mengukur kokohnya suatu negara dari kekerabatannya. Terbukti Ibn Khaldūn bersikap idealis dalam hal ini. Walaupun begitu menurut Ibn Khaldūn suatu negara akan berakhir pada empat generasi. Empat generasi tersebut terdiri dari:

1. Sang Pendiri, adalah generasi orang-orang yang masih memiliki rasa persatuan, di mana kekerabatan yang paling dasar telah terbentuk. Mereka terdidik oleh alam sehingga paham dengan situasi yang mesti mereka tempuh secara praktik.

2. Anaknya, adalah yang diajarkan olehnya, terbilang inferior16 dari bapaknya. Meskipun dia diajarkan langsung oleh bapaknya namun keahlian yang didapati lewat studi teori akan berbeda dengan keahlian diketahui lewat praktiknya langsung.17

3. Generasi selanjutnya akan terbiasa dalam meniru generasi sebelumnya, dan ia bersandar dari tradisi yang telah ada.

15 Muhammad Abdullah Enan, Ibn Khaldun: His Life and His Works, h. 127.

16 Bermutu rendah. Lihat, Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia. Kamus Bahasa

Indonesia. (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 553.

17 Catatan dalam Muqaddimah ini adalah bukti pengaruh Al-Ābilī terhadap Ibn Khaldūn. Yaitu, praktik pedagogi berdasarkan studi teori adalah inferior terhadap pedagogi berdasar pada studi lapangan atau praktik. Lihat, Syed Farid Alatas, Ibn Khaldun, h. 3-4.

4. Generasi terakhir inferior dari generasi-generasi sebelumnya, ia tidak lagi memahami bangunan dari kejayaan bangsanya. Ia membayangkan bahwa bangunan tersebut tidak diraih berdasarkan usaha dan pengaplikasian, melainkan dikarenakan nasab keturunannya. Ia berpikir bahwa kejayaan pada masanya adalah sesuatu hal semacam kewibawaan yang dimiliki oleh orang-orang sebelumnya dan didapatnya berdasarkan keturunan. Ia tidak mengerti bagaimana kehormatan padanya berasal selain dari karena nasabnya yang tinggi. Ia juga menjauh dari ikatan yang tidak satu pandangan dengannya, sebab ia merasa lebih baik dari mereka. Ia menganggap rakyatnya taat padanya sebagai hal yang semestinya.18

Ia memahaminya karena ia juga yakin dengan keunggulan praktik dibanding teori.19 Namun lebih dalam lagi kita mempertanyakan bagaimana semua ini ada hubungannya dengan sejarah? Maka dari itu mesti kita pahami bahwa Ibn Khaldūn juga telah mempelajari filsafat Yunani, meski tidak disebutkan olehnya namun ia tersirat mengerti tentang gagasan materi dan forma. Yang dimaksud forma olehnya adalah sejarah dan sebagai isi atau materinya adalah negara. Sebab negara adalah penyalur kekuatan atas perkembangan, namun perlu diketahui bahwa fokus Ibn Khaldūn bukanlah pada perkembangan yang struktural dinamik. Dalam artian sejarah yang dikajinya tidak berfokus kepada struktur masyarakat, meskipun masih berkenaan dengan masyarakat, sejarah yang dikajinya adalah sebuah pengulangan atau perputaran, seperti naik turunnya tahta kerajaan, atau revolusi yang terjadi karena munculnya kekuatan rakyat. Terlebih sejarah ini bergantung pada kepemimpinan atau pemerintahan sebuah negara, ke mana mereka akan membawanya. Karena ambisi berasal dari para penguasa dan kekuatan untuk memenuhinya berasal dari rakyatnya.

Dengan pendapatnya tersebut sejarah bukan sekedar perputaran waktu saja, sejarah adalah milik manusia, dan terjadi karena aktivitas manusia di dalamnya. Meskipun penulis telah menyebut bahwa Ibn Khaldūn berfokus pada sejarah yang

18 Ibn Khaldūn, The Muqaddimah, h. 183.

berputar, namun bukan berarti dia tidak mengkaji sejarah yang berkembang pada tahap struktural. Sebab dari zaman nomaden sampai zaman feodal pastilah mengalami perubahan struktur. Seperti ketika manusia menemukan agrikultur, dan memunculkan permukiman. Kemudian bertumbuhnya populasi menyebabkan beragamnya permintaan. Maka muncullah penjalinan relasi dan peperangan.

Dalam perannya akan sejarah ‘ashābiyyah juga menjadi faktor utama.20 Bermula dari pembentukan permukiman yang terdiri dari satu keluarga. Kemudian di saat populasi bertambah dan mulai terjadinya perpindahan manusia dari satu negara ke negara lain, para pendatang yang lalu bermukim di suatu tempat pasti akan diminta kontribusinya, baik dalam bentuk pajak ataupun bekerja terhadap pemerintah. Untuk melengkapi data-datanya mari kita lihat kembali ringkas peristiwa yang terjadi pada Ibn Khaldūn:

1. Di Tunis tempat kelahirannya, ia sempat bekerja sebagai sekretaris di daulah Hafsiyyah. Bosnya, Ibn Tafrakīn, pejabat menteri di sana, berniat untuk memerangi Penguasa Qasantina yang ingin merebut pemerintahannya. Maka ia memerintahkan pasukan, yang terdiri dari bangsa Arab dan Badui (al-Barbar), untuk menyerang mereka. Terlebih kontribusi mereka untuk dapat tinggal di Tunis adalah ikut serta dalam perang.21

2. Di Bijāyah, ketika penguasanya kehilangan tahta secara paksa, penguasa yang menang menggantikan kepemimpinannya di sana. Dalam kepemimpinannya ia menerapkan kebijakan penghentian pungutan pajak oleh pasukan bayaran yang tinggal di sana—pasukan itu dominan adalah ras al-Barbar.22 Hal ini turut menuai pertentangan hingga pemimpin baru itu berhasil dilengserkan oleh mereka. Di sini terlihat bahwa ‘ashābiyyah mendapat peran dalam keteguhan persatuan pemikiran.

20 Pada satu studi disebutkan bahwa, ‘ashābiyyah mendorong terbentuknya suatu negara atau dinasti. Lihat, Syafrizal. Konsep 'Ashabiyah Ibn Khaldun dalam Penguatan Nilai

Nasionalisme di Indonesia. Skripsi, (Medan: UIN Sumatera Utara, 2017), h. 56.

21 Muhammad Abdullah Enan, Ibn Khaldun: His Life and His Works, h. 18.

Yang dapat kita cermati adalah sejarah suatu negara dibangun atas dasar kontribusi kolektif kekuatan setiap individu yang diubah kepada suatu perubahan. 23 Dalam artian secara bertahap, ‘ashābiyyah menjadi faktor pembangun dari sebuah negara,24 dan sebuah negara menjadi pelaku utama dalam perputaran sejarah. Sebuah sejarah akan terulang kembali setelah keruntuhan suatu negara dan digantikan dengan negara yang baru. Teori yang berinti pada perputaran (daur) sejarah inilah yang menjadi esensi dari pembahasan Ibn Khaldūn mengenai sejarah. Pengusungan analisis semacam ini tentunya tidak terlepas dari latar belakang seorang Ibn Khaldūn, yang hidup pada Abad Pertengahan.25

23 Adi Susilo Jahja, ―Mengenali Kontribusi Ibnu Khaldun terhadap Pemikiran Ekonomi.‖

Jurnal Ekonomi Dan Keuangan Syariah Amwaluna Vol. 1, No. 1, 2009, h. 7-8.

24 Metin Yücekaya, Ibn Khaldun's Conception of Dynastic Cycles and Contemporary

Theories of International System Change: A Comparative Assessment. Tesis, (Ankara: Middle

East Technical University, 2014), h. 68.

25 Ernest Gellner, ―From Ibn Khaldun to Karl Marx.‖ The Political Quarterly Vol. 32, No. 4 (1961) h. 386.

21

BAB III

BIOGRAFI DAN LATAR BELAKANG PEMIKIRAN

KARL MARX

A. Biografi

Karl Marx dikenal sebagai seorang tokoh yang mengemukakan teori-teori kontroversial. Gagasannya yang menjadi perbincangan tidak terlepas dari masa-masa kecilnya yang terbilang rumit. Sebab ia sendiri lahir sebagai keturunan Yahudi, yang pada masanya belum memperoleh emansipasi di Eropa. Ia lahir pada 5 Mei 1818 di Trier, Monarki Prussia dari pasangan Heinrich Marx1 dan Henrietta Pressburg. Kedua orangtuanya adalah seorang Yahudi yang lahir di Eropa. Ayahnya terbilang berasal dari keluarga kurang mampu, namun ia adalah seseorang yang berjuang keras untuk bekerja sebagai seorang pengacara. Malang pada masa itu, Monarki Prussia terbilang mendiskriminasi kaum Yahudi, kebijakan yang mendiskriminasi Yahudi memang lazim dengan negara-negara Eropa Tengah saat itu. Saat itu ia berusaha untuk memenangkan emansipasi untuk kaum Yahudi di Prussia dengan memanfaatkan profesinya. Problem yang ia hadapi adalah tidak seimbangnya pendapatan dan perlakuan terhadap pekerjaan penganut Yahudi dengan penganut Kristen. Namun apa daya, ketika ia harus menerima kegagalan setelah dicegat oleh Kementerian Keadilan Prussia. Pada akhirnya demi melanjutkan profesinya sebagai pengacara ia terpaksa berpindah ke agama Kristen,2 inilah sebab ia mendapat nama Heinrich, yakni nama Jerman jika dikonversi dari nama Yahudi, Heschel.3

1

Nama Marx adalah nama Jerman konversi dari nama Yahudi, Mordechai. Lihat, David McLellan, Karl Marx: His Life and Thought. (London: The Macmillan Press Ltd, 1973), h. 3.

2 Dalam karya McLellan ia disebut berpindah ke agama Kristen Protestan, namun dalam karya Muhammad Ali Fakih, disebutkan ia pindah ke agama Kristen Lutheran, hal ini selaras dengan kisah penolakkan orangtua tunangan Karl Marx yang sempat merasa tidak cocok dengan agama Marx yang Lutheran, sedangkan mereka penganut Protestan. Lihat, Muhammad Ali Fakih,

Biografi Lengkap Karl Marx. (Yogyakarta: Labirin, 2017), h. 11, h. 13.

Berbeda dari bapaknya, ibunya, Henrietta Pressburg masih tetap memeluk Yahudi, ia adalah putri dari seorang Rabbi Belanda, Isaac Pressburg, leluhurnya diketahui bernasab dari Yahudi Hongaria. Pada faktanya keluarga Marx adalah keturunan Rabbi,4 dan hampir semua Rabbi di Trier adalah dari nasab Marx. Trier sendiri adalah kota peninggalan Kerajaan Romawi, namun sempat jatuh dalam jajahan Perancis. Inilah awal mula kebijakan-kebijakan yang mendiskriminasi kaum Yahudi mulai diterapkan.

Ayah Marx adalah satu dari sekian banyak kaum Yahudi yang berupaya untuk mendapat tempat dalam masyarakat sipil. Istilah ini disebut dengan

Verbürgerlichung, yang berarti pencapaian kedudukan dalam masyarakat untuk

bergaya hidup sebagaimana borjuis pada tingkat sosial dan kultural.5 Istilah tersebut berasal dari kata Bürger yang berarti borjuis, namun bisa pula berarti penduduk kota. Pada faktanya borjuis pada masa kini berbeda dengan borjuis pada masa Marx, mereka lebih tertarik dengan kemajuan sosial dengan berperan sebagai motor pada industrialisasi Jerman. Mereka memiliki beragam profesi, seperti pemilik perusahaan, enterpreneur, pebisnis, manajer, tuan sewa, termasuk, pengacara, hakim, pegawai sipil berpendidikan, menteri, insinyur, dan ilmuan. Semua tercangkup sebagai orang yang punya gelar atau orang pemilik properti, mereka terbilang sebagai sebagian kecil masyarakat yang menempati lima sampai delapan persen populasi dunia pada abad ke-19.6

Borjuis pada masa itu dapat dikatakan berbeda dari masa sekarang karena beberapa hal: borjuis pada masa abad ke-19 menunjukkan pencapaian luar biasa pada bidang ekonomi dan edukasi, seperti dalam sains dan seni, tata kota, kesehatan publik, dan kesejahteraan sosial, semua itu adalah capaian dari para

4

Seseorang yang dididik untuk menetapkan hukum dalam Yudaisme. Lihat, Merriam-Webster. Merriam-Webster's Advanced Learner's English Dictionary, h. 1328.

5 Marx sendiri juga mencatatkan sejumlah besar topik-topik mengenai Yahudi dalam karyanya On the Jewish Question, namun dia terbilang tidak mengecam antisemitisme, terlebih gagasan-gagasannya tidak dapat kita katakan mengerucut pada Yudaisme yang sekuler, dan topik ini juga memiliki diskusinya tersendiri, yang populer pada abad ke-20. Lihat, David McLellan,

Karl Marx: His Life and Thought, h. 6, dan Jürgen Kocka. Civil Society and Dictatorship in Modern German History. (London: University Press of New England, 2010), h. 21.

borjuis, dengan kinerja dan ambisi mereka.7 Sedangkan pasca abad ke-20 sikap mereka lebih condong untuk bergaya hidup eksklusif, memisahkan diri dari masyarakat yang lebih rendah dari mereka karena lebih merasa sebagai ‗orang penting‘. Mereka yang sebelumnya berambisi dalam kemajuan kota, berubah haluan menjadi seperti nasionalis yang bernaung dalam ‗garis kanan.‘ Bahkan rasisme dan antisemitisme terbilang mendapat tempat yang sama dengan borjuis.

Marx sendiri tergolong kepada golongan yang berjuang mendapat tempat dalam miliu8 borjuis. Memang masa kecilnya tidak banyak menempuh pendidikan yang signifikan, ia belajar di rumah hingga usianya yang ke-12, kemudian masuk ke Sekolah Frederick William (SMA) di Trier selama lima tahun, tepatnya dari tahun 1830-1835 M.9 Sekolah ini membawa gagasan-gagasan liberal Abad Pencerahan, yang diperkenalkan oleh seorang Elektorat10 lama Trier, Clement Wenceslas, ia mencoba mendamaikan antara iman dan akal pada filsafat Kantian.

Setelah lulus, Marx yang telah berusia 17 tahun kuliah ke Universitas Bonn. Ia disuruh ayahnya agar mengambil jurusan hukum, agar bisa mengikuti jejaknya, akan tetapi Marx sendiri lebih tertarik dengan filsafat dan sastra.11 Marx berangkat dari rumahnya pada pukul 4 dini hari, ia berpamitan dengan keluarganya di pelabuhan kapal uap di sungai Mosel. Perjalanannya menempuh waktu dua hari, melewati Coblenz dan bersimpang di sungai Rhine, ia kemudian naik kapal lagi di hari kedua menuju ke Bonn. Di hari ketiga ia segera mendaftar masuk Fakultas Hukum di Universitas Bonn. Marx mengawali kuliahnya dengan mengambil 9 kelas, termasuk kuliah dengan A. W. Schlegel yang membahas

7 Ini juga merupakan bukti yang selaras dengan Karl Marx, dalam catatannya pada The

Materialist Conception of History menyebut bahwa Hobbes dan Locke menyaksikan

perkembangan borjuis Belanda dengan unjuk gigi dalam politik sebagai borjuis Inggris. Pada bagian lain dalam karya yang sama ia menyebut bahwa Adam Smith dan Ricardo menjadi sosok seorang borjuis, yang mana masih berjuang dalam melawan sisa-sisa budaya feodal. Ia pun sering menyebut sosok-sosok lain yang sama sebagai seorang borjuis. Lihat, David McLellan, Karl

Marx: His Life and Thought, h. 203, h. 228.

8 Lingkungan sekitar yang khas suatu individu atau populasi. Lihat, Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia. Kamus Bahasa Indonesia, h. 1030.

9

David McLellan, Karl Marx: His Life and Thought, h. 9.

10 Seseorang yang memiliki hak untuk memilih penguasa, seperti kaisar atau raja. Lihat, Merriam-Webster. Merriam-Webster's Advanced Learner's English Dictionary, h. 538.

mengenai romantisisme dalam filsafat dan literatur, kuliahnya termasuk yang paling diminati se-universitas.12

Dalam berbagai pertimbangan ia lalu pindah ke Universitas Berlin. Sebab ayahnya memandang Berlin lebih baik dari Bonn bagi pendidikannya. Pada Oktober 1836 Marx berangkat dari Trier ke Berlin. Di Berlin dia menyewa sebuah kamar di Mittelstrasse, demi menuju tempat studinya di Universitas Berlin. Ia kuliah di Fakultas Hukum seperti sebagaimana ia di Bonn, namun ia memutuskan untuk ‗berkelut dengan filsafat‘ bahkan ia pernah yakin bahwa hukum tanpa filsafat tidak akan terlaksana.13 Di Fakultasnya, Marx mengikuti kuliah dari Eduard Gans, ia adalah yang sering menyampaikan pemikiran Hegelian progresif. Eduard Gans adalah seorang Yahudi yang berpaham Hegelian liberal, dalam kuliahnya ia mengelaborasi gagasan Hegelian tentang perkembangan rasional dalam sejarah terkhusus ditekankan pada aspek libertarian dan urgensi atas pertanyaan-pertanyaan masyarakat. Gans mendukung gerakan Revolusi Perancis 1830 dan menyuarakan sistem monarki bergaya Inggris Raya, dalam bahasannya ia juga hendak mencari sebuah solusi atas kemelut yang terjadi antara golongan proletar dengan kelas-menengah (borjuis). Di institusi lain dengan nama Sekolah Hukum Historis, Marx juga menghadiri seminarnya. Dengan bahasan hukum yang dibawakan oleh Karl von Savigny, kajiannya fokus membahas seputar justifikasi bagi hukum-hukum yang diambil berdasarkan adat dan tradisi dari rakyatnya, dan bukannya dikendalikan oleh sistem teoritis dari para pemberi hukum. Pokok bahasannya mengambil ulang peristiwa masa lalu dalam sejarah dalam membangun prinsip-prinsipnya.14 Pada faktanya sejarah yang banyak dirujuk di lingkungan Marx adalah Revolusi Perancis, sebab terbilang bahwa orang-orang yang kini berada di Fakultas Hukum di Universitasnya memberi pengaruh

12 Romantisisme memang telah diperkenalkan oleh teman ayahnya, Baron von Westphalen. Kedekatannya bahkan terlihat ketika ia mendedikasikan tesis doktoralnya (1841) kepada Baron yang sudah lewat kepala enam. Lihat, David McLellan, Karl Marx: His Life and

Thought, h. 16.

13 Muhammad Ali Fakih, Biografi Lengkap Karl Marx, h. 14.

gagasan Revolusi Perancis,15 setelah kemunculannya memberi reaksi yang kuat terhadap pemerintah monarki di Prussia.

Pada awalnya, Marx masih menyambung-nyambungkan keilmuan hukum-nya dengan permasalahan kritis mengenai filsafat. Demi memenuhi hasrathukum-nya untuk terlibat dalam spekulasi filosofis, pertama-tama dia berlatih dengan filsafat hukum yang dekat dengan filsafat namun masih berada dalam cakupan Fakultas-nya, diambilah olehnya referensi tentang pengantar metafisik. Setelah 300 halaman ia baca, ia menyerah untuk berusaha memahaminya. Akhirnya ia memutuskan untuk menjembataninya dengan filsafat Hegelian. Marx lalu menyusun outline dalam skema yang terbilang rumit dari dasar filsafat hukum yang ia kaji. Akan tetapi, Marx kecewa dengan hasil kerjanya, ia menaruh catatannya ke dalam laci meja dan menguburnya dengan pasir. Ia merasa bahwa klasifikasinya ditampilkan kosong tanpa esensi.16

Kekecewaannya soal progres sebelumnya memunculkan perubahan pemikiran yang radikal baginya. Ketika dia mengapresiasi Kant dan Fichte terhadap idealismenya, ia kini meninggalkannya dan berbalik untuk mencari idea dalam kenyataan itu sendiri.17 Diketahui bahwa Hegel memang tengah memegang pengaruh utama pada pemikiran filosofis di Jerman masa itu, tepatnya dari 1818 sampai 1831 tahun kewafatannya. Hegelian sendiri masih tetap digaungkan setelah wafatnya Hegel hingga saat Marx kuliah. Tak dapat dipungkiri, Marx pastilah mendengar pengaruh dan kelompok dari Hegelian ini. Di masa kuliahnya

15 Pada dasarnya, Revolusi Perancis adalah gerakan revolusi pertama yang berhasil menggugurkan feodalisme (sistem monarki), arus gelombang revolusi kian menaik ketika raja Perancis, Louis XVI, berambisi dalam menyaingi Inggris dalam perang dan kolonialisme. Ketika dana untuk mencapai ambisinya telah di ambang kebangkrutan, ia dengan sewenang-wenangnya menaikkan pungutan pajak terhadap rakyatnya, hal inilah yang memulai pergulatan antara monarki Perancis dengan rakyatnya berlangsung, dimulai dengan inisiatif kelas-menengah agar memperoleh kursi dalam rekonsiliasi pemerintahan, sampai dengan buruh-tani yang mogok kerja dan ikut serta dalam melengserkan penguasa. Kelanjutan dari peristiwa tersebut mengakibatkan Perancis berubah dari monarki menjadi republik, mereka juga memberi efek sentimen terhadap Prussia dan Austria yang masih memegang sistem monarki, dan terbilang berusaha untuk mengubahnya. Lihat, William Doyle, The French Revolution: A Very Short Introduction. (New York: Oxford University Press Inc., 2001), h. 19, h. 42, h. 109-111.

16 David McLellan, Karl Marx: His Life and Thought, h. 26-27.

ini Marx rajin membaca dan merangkum apa yang bisa dia ulas dari karya-karya para intelektual, mulai dari Aristoteles sampai Hegel dan Feuerbach.

Terlepas dari itu, ia kembali bergelut dengan pelajaran yang telah dia tempuh selama ini. Hal tersebut dikarenakan niatannya untuk menulis tesis doktornya, dengan harapan dengan tesis doktornya ini Marx mendapat jalan untuk menjadi dosen yang dapat membantu penghidupannya. Maka itu di awal tahun 1839. ia memulainya, dengan berfokus pada topik filsafat Epikurean. Terlebih karena banyak kolega Marx dari Hegelian yang menyukai topik dari filsafat pasca-Aristoteles, sebab mengingat kondisi general pemikiran pada zaman itu mirip dengan yang terjadi pada pemikiran pasca-Hegel saat ini, dan zaman itu juga merupakan awal di mana Kristen menampilkan pandangan intelektualnya dan berbaur dengan filsafat.18

Secara ringkas tesisnya memang turut mengkaji pemikiran Hegel, namun kelanjutannya bermaksud untuk menyampaikan kejadian yang terjadi di zaman Romawi tersebut, telah kembali terulang di masa Hegel. Di samping tesis ia masih tetap untuk ikut berdiskusi dengan kajian-kajian di Berlin Doctors‘ Club, bahkan

ia turut mengulas karya literatur Filsafat Agama-nya Hegel bersama temannya, Bruno Bauer, ia juga sempat menulis dua sajak pendek untuk mengisi hobinya.

Marx dapat menyelesaikan tesisnya pada April 1841, Bruno Bauer, teman yang telah menyarankannya menulis tesis demi menjadi dosen, memberi rekomendasi untuk memberikan tesisnya ke Universitas Berlin. Sebaliknya Marx malah memberikan tesisnya ke Universitas Jena, setelah beberapa kerabat dan kenalannya mengabarinya bahwa Jena memiliki kualitas baik dalam memproduksi doktor-doktor filsafat.19

Setelah mendapat gelar doktornya. Marx kemudian membiasakan diri untuk bepergian antara Trier, Bonn, dan Cologne, ia melakukannya agar menjaga rasa aman—seperti yang dia lakukan ketika menunggak biaya kuliah, dengan cara berganti-ganti alamat. Di Trier ia menghabiskan enam minggu bersama keluarganya, lalu kemudian kembali ke Bonn bersama Bruno Bauer untuk

18 Karl Marx, Karl Marx: Selected Writings, h. 15.

menempuh karier akademiknya. Demi mendapatkan jabatan dosen ia mesti

Dokumen terkait