• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penggunaan alat peraga merupakan salah satu inovasi pembelajaran yang

sedang banyak dikembangkan di dunia pendidikan matematika. Dengan alat peraga,

siswa dibantu untuk membawa pemikirannya dari yang konkrit menuju pemikiran yang lebih abstrak. Hal ini sangat diperlukan terutama bagi siswa sekolah dasar.

Selain membantu siswa menuju pada pemikiran yang abstrak, pembelajaran dengan

alat peraga akan lebih melibatkan siswa dalam prosesnya. Anak dapat

mengkonstruksi pengetahuanya berdasarkan kegiatan yang mereka lakukan. Dengan

mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, pengetahuan yang diperoleh anak akan

bersifat lebih lama untuk diingat. Pembelajaran dengan alat peraga juga akan terasa

lebih hidup dan menyenangkan sehingga dapat menarik minat siswa untuk belajar

matematika.

Menurut teori perkembangan kognitif yang dikemukakan Jean Piaget, anak

usia 7 11 tahun (usia SD) masih pada tahap perkembangan operasional konkrit.

Siswa SD (termasuk siswa SDLB) belum memasuki tahap berpikir abstrak yang baik,

pemikiran siswa masih terikat dengan objek konkrit yang dapat ditangkap oleh panca

manipulasi fisik dari obyek-obyek konkrit (Hudojo, 1988). Siswa kelas IV SLB B

Karnnamanohara berada dalam tahap perkembangan koperasional konkrit. Mereka

membutuhkan alat untuk membantu dalam belajar matematika. Alat peraga juga

memenuhi 8 prinsip pendidikan bagi anak berkelainan yang diungkapkan oleh

Efendi(2006), yaitu prinsip kasih sayang, layanan individual, kesiapan, keperagaan,

motivasi, belajar dan bekerja dalam kelompok, ketrampilan, serta penanaman dan

penyempurnaan sikap.

Salah satu materi metematika yang diajarkan di kelas IV SLB B

Karnnamanohara ini adalah pecahan, konsep dari materi ini cukup abstrak dan sulit

dimengerti oleh siswa. Siswa dapat menuliskan lambang pecahan, mengetahui

langkah yang harus dikerjakan untuk membandingkan atau mengoperasikan pecahan,

tetapi sebenarnya pemahaman siswa mengenai konsep pecahan sediri belum kuat.

Dalam mengajarkan materi pecahan, guru sudah menggunakan media pembelajaran,

tetapi hanya sebatas pada gambar di papan tulis saja. Guru belum menggunakan alat

peraga konkrit dalam membantu pemahaman siswa. Dengan menggunakan alat

peraga, anak akan dibantu dalam mencapai konsep abstrak dari pecahan.

Banyak alat peraga yang telah dirancang untuk membantu siswa dalam

mempelajari pecahan, salah satunya adalah alat peraga keping pecahan. Alat peraga

keping pecahan dapat menjadi benda konkrit yang mewakili konsep dari pecahan.

Alat peraga keping pecahan terbuat dari mika transparan dan berbentuk persegi,

persegi panjang dan lingkaran. Bahan dari alat peraga keping pecahan yang bersifat

konsep pecahan serta proses operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan. Nilai

pecahan yang diwakili oleh alat peraga keping pecahan ditunjukkan dengan berapa

bagian yang diarsir dari keseluruhan. Konsep penjumlahan dan pengurangan juga

dapat diperlihatkan dalam pembelajaran dengan alat peraga keping pecahan.

Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran di kelas dapat menjadi salah satu

alternatif dalam menciptakan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan.

Dengan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, minat siswa terhadap

pembelajaran di kelas akan terbentuk. Minat merupakan salah satu faktor internal

yang mempengaruhi belajar siswa. Minat yang baik, akan membuat siswa merasa

senang dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Dengan demikian, hasil belajar siswa

juga akan terpengaruh oleh minat siswa.

Inovasi-inovasi pembelajaran yang muncul pada umumnya ditujukan untuk

pembelajaran matematika di sekolah normal. Padahal di luar sekolah normal, banyak

anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus dan menjalani pendidikan di sekolah luar

biasa. Anak-anak berkebutuhan khusus membutuhkan perhatian dan metode

pembelajaran untuk membantu mereka dalam belajar. Anak tunarungu adalah satu

jenis anak berkebutuhan khusus. Anak tunarungu mengikuti pendidikan di Sekolah

Luar Biasa bagian B, atau sering disingkat SLB B. Dengan keterbatasan yang mereka

miliki, anak tunarungu terkadang mengalami kesulitan dalam belajar. Hal ini

dikarenakan informasi-informasi yang mereka terima dalam proses pembelajaran

Karena itu terkadang mereka sering disebut dengan insan pemata. Jika dilihat dari

perkembangan kognitifnya, perkembangan kognitif anak tunarungu sama dengan

perkembangan anak normal. Jika anak tunarungu mengalami kesulitan belajar, hal itu

disebabkan keterbatasan yang mereka miliki. Anak tunarungu mengalami kesulitan

jika harus memahami sesuatu yang hanya satu kali diucapkan. Butuh pengulangan

agar mereka benar-benar mengerti apa yang disampaikan orang lain. Dalam

pembelajaran di kelas, guru harus mengulangi perintah-perintah atau materi yang

ingin disampaikan agar anak mengerti.

Dari hasil observasi di kelas dasar IV SLB B Karnnamanohara, guru belum

menggunakan alat peraga dalam pembelajaran di kelas. Dalam mengajarkan

matematika di kelas guru menggunakan metode drill dan pendekatan personal.

Metode drill adalah metode pembelajaran yang dilakukan dengan mengulang materi

yang diajarkan sampai siswa mengerti. Hal ini dilakukan karena anak tunarungu

mengalami kesulitan dalam menangkap informasi yang disampaikan secara lisan.

Dalam pembelajaran di kelas guru perlu mengulang sampai siswa mengerti.

Pendekatan personal adalah bahwa dalam belajar di kelas, guru harus

memeperhatikan kemampuan muridnya satu persatu dan anak dapat belajar sesuai

dengan kemampuannya masing-masing. Dalam pembelajaran, guru harus pintar

memilih cara agar masing-masing anak dapat mengikuti pembelajaran dengan baik.

Dengan latar belakang yang telah diuraikan di atas, pembelajaran pada pokok

menjadi fokus penelitian. Dalam pembelajaran, akan dipilih alat peraga keping

pecahan untuk membantu siswa memahami konsep tentang pecahan. Dengan alat

peraga ini, siswa diharapkan dapat lebih memahami dan menggunakan konsep

pecahan untuk memecahkan masalah. Penggunaan alat ini juga akan lebih melibatkan

aktivitas, imajinasi, intuisi, kreativitas, penemuan, rasa ingin tahu, mencoba-coba dan

membuat prediksi. Dengan demikian, siswa akan lebih tertarik dalam mengikuti

pembelajaran dan terbangun minat siswa dalam belajar matematika.

Dokumen terkait