• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak yang sehat merupakan anak yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental yang normal, sesuai dengan umur mereka. Anak yang sehat memiliki status gizi yang baik, sehingga anak memiliki tinggi badan dan berat badan yang normal, tidak mengalami kegemukan dan kekurusan. Anak yang memiliki status gizi yang baik selalu semangat untuk sekolah dan memiliki pola makan yang seimbang dalam menu makanannya.

Pola makan seimbang bagi anak sekolah adalah terpenuhinya zat-zat gizi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral dari setiap makanan yang dikonsumsinya dan sesuai dengan porsi setiap tingkatan umur pada anak sekolah. Untuk anak sekolah dasar, kebutuhan zat gizi lebih banyak daripada anak sekolah menengah pertama, tetapi meningkat lagi kebutuhannya pada anak sekolah menengah atas. Hal ini disebabkan anak sekolah dasar sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan fisik serta memiliki aktivitas yang banyak karena seringnya mereka bermain dengan teman sebaya.

Seperti yang diketahui bahwa pola makan seimbang pada anak sekolah dasar jarang terpenuhi. Mereka cenderung hanya mengonsumsi makanan dengan beberapa zat gizi dominan, seperti burger yang tinggi karbohidrat dan lemak yang dapat menyebabkan kegemukan. Konsumsi karbohidrat dan lemak sangat tinggi pada anak sekolah dasar, daripada konsumsi protein, vitamin dan mineral. Ada yang hanya mengonsumsi jajanan, tidak mau makan dari sumber karbohidrat

18

seperti nasi, jagung, ubi jalar, bihun, makaroni, mie, ketela, roti, kentang dan padatnya aktivitas membuat anak lupa untuk makan atau malas makan karena sudah terlalu banyak bermain.

Tingginya konsumsi karbohidrat dan lemak pada anak sekolah dasar dapat menyebabkan masalah gizi yaitu kegemukan. Data terbaru dari Riskesdas 2013, secara nasional prevalensi kurus (menurut IMT/U) pada anak umur 5-12 tahun adalah 11,2 persen, terdiri dari 4,0 persen sangat kurus dan 7,2 persen kurus. Prevalensi sangat kurus paling rendah di Bali (2,3%) dan paling tinggi di Nusa Tenggara Timur (7,8%). Sebanyak 16 provinsi dengan prevalensi sangat kurus diatas nasional, yaitu Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Papua, Papua Barat, Sulawesi Tengah, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Maluku, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Riau, Gorontalo, dan Nusa Tenggara Timur.Secara nasional masalah gemuk pada anak umur 5-12 tahun masih tinggi yaitu 18,8 persen, terdiri dari gemuk 10,8 persen dan sangat gemuk (obesitas) 8,8 persen. Prevalensi gemuk terendah di Nusa Tenggara Timur (8,7%) dan tertinggi di DKI Jakarta (30,1%). Sebanyak 15 provinsi dengan prevalensi sangat gemuk diatas nasional, yaitu Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Banten, Kalimantan Timur, Bali, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Jambi, Papua, Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung dan DKI Jakarta.

Masalah-masalah gizi pada anak sekolah dasar tersebut melahirkan beberapa program gizi dan pendidikan gizi yang dapat mencegah masalah tersebut terjadi. Program gizi adalah suatu program yang dibuat oleh pemerintah dalam

adanya Pemberian Makanan Tambahan pada anak sekolah (PMT-AS) dan juga pengawasan kantin sekolah. Pendidikan gizi yaitu suatu informasi mengenai gizi yang dapat meningkatkan pengetahuan anak yang diharapkan dapat merubah kebiasaan makan pada anak ke pola makan seimbang.

Pendidikan gizi pada anak sekolah harus diberikan dengan cara dan media yang sesuai agar dapat menarik perhatian anak dan juga dapat memudahkan anak dalam menerima informasi mengenai gizi. Anak sekolah dasar biasanya identik dengan melihat sesuatu yang menarik perhatiannya dan hal-hal baru yang belum pernah dilihatnya seperti permainan dan gambar-gambar animasi. Jadi, pendidikan gizi yang tepat pada anak sekolah tidak harus formal, tetapi harus dapat menarik audiovisualnya dan membuat anak ikut berpartisipasi dalam suatu kegiatan seperti permainan yang dapat dimainkan dengan teman sebayanya.

Permainan edukatif terkait permasalahan kesehatan telah banyak dikembangkan di negara maju. Menurut Hari P (2010) bahwa alat permainan edukatif merupakan alat permainan yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak sesuai usia dan tingkat perkembangannya dan berguna untuk perkembangan aspek fisik, bahasa, kognitif dan sosial anak. Menurut Mahafi (2013) bahwa game edukasi akan dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk bermain melalui lingkungan simulasi dan dapat menjadi bagian integral dari pembelajaran dan pengembangan intelektual. Game edukatif juga akan dapat membantu anak dalam mengembangkan akhlak, intelektual, motivasi, keahlian dan kecakapan.

20

Maka dari itu, pada penelitian ini dibuatlah pendidikan gizi tentang pola makan seimbang melalui desain yang dirancang yaitu permainan Monopoli Gizi (Monogi) karena permainan dapat menarik perhatian visual anak, membuat anak turut serta bermain dengan teman sebaya dan lebih mudah untuk dimengerti oleh mereka informasi gizi yang disampaikan. Monogi adalah modifikasi dari permainan Monopoli International yang dibuat sebagai media edukasi tentang pola makan seimbang melalui kartu-kartu yang disediakan. Permainan menyenangkan merupakan kunci terpenting dalam mendesain permainan anak. Konsep ini merujuk pada konsep “Bermain Sambil Belajar”.

Permainan Monogi pada umumnya terdiri atas satu petak/papan permainan yang berisi kotak-kotak yang harus dilewati oleh para pemain dengan menggerakan bidak setelah sebelumnya memutar dadu terlebih dahulu. Permainan Monogi tentang pola makan seimbang adalah salah satu permainan yang bertujuan untuk menguasai petak-petak sumber zat gizi lengkap yang mencakup sumber zat tenaga (karbohidrat dan lemak), zat pembangun (protein) dan zat pengatur (vitamin dan mineral) yang terdapat dalam papan permainan dan mengumpulkan kartu-kartu sumber zat gizi legkap secepat mungkin.

Monogi terdiri dari papan kertas dengan 32 kotak yang sebagian besar berisi gambar sumber-sumber zat gizi. Dalam permainan Monogi, anak-anak akan memainkannya secara berkelompok dengan teman-temannya..

Penelitian khusus tentang pendidikan gizi melalui permainan Monogi, belum ada sebelumnya, tetapi ada penelitian sebelumnya pada pengabdian

penyuluhan gizi pada anak sekolah di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang (Mardiana, 2015) bahwa dari empat sekolah dasar yang dipilih dengan total jumlah siswa sebanyak 101 siswa terjadi peningkatan pengetahuan, nilai rata-rata pretest terhadap posttest meningkat sebesar 58%. Nilai rata-rata pretest pengetahuan siswa sebesar 41 sedangkan nilai rata-rata posttest pengetahuan siswa sebesar 71. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan siswa mengalami peningkatan sebesar 58% setelah dilakukan penyuluhan dengan permainan puzzle.

Penelitian dilakukan di SDN 060902 Mangkubumi yang berada di kota Medan. Peneliti memilih lokasi tersebut karena dari hasil survei pendahuluan terhadap 15 anak sekolah dasar kelas IV dan V, didapat bahwa 6 anak tahu tentang pola makan seimbang dan 9 anak tidak tahu tentang pola makan seimbang. Pola makan seimbang dari 15 anak, ada 10 anak yang tidak memenuhi pola makan seimbang dan 5 anak memenuhi pola makan seimbang yang dilakukan food recall pada anak-anak tersebut. Dari 15 anak yang ditanyai tentang lebih suka membawa bekal atau jajan di sekolah, diantaranya 11 anak suka jajan di sekolah dan 4 anak suka membawa bekal. Peneliti melihat bahwa jajanan di sekolah tidak memenuhi gizi seimbang, karena rendahnya vitamin dan mineral dalam jajanan tersebut, hanya tinggi karbohidrat dan lemak seperti bakso bakar, gorengan, snack, manisan buah jambu dengan pewarna yang cukup tinggi, dan minuman-minuman yang tinggi pewarna dan pemanis buatan.

22

Tidak hanya itu, peneliti juga melihat bahwa kantin tersebut menyediakan minuman-minuman berenergi seperti Kukubima, Extra Joss dan lain sebagainya. Saat ditanyakan kepada kepala sekolah SDN 060902 Mangkubumi tentang pernah atau tidak dilakukan pendidikan gizi di sekolah tentang pola makan seimbang melalui permainan Monogi beliau mengatakan belum pernah, akan tetapi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara pada Juni 2015 pernah mengadakan Gerakan Minum Susu dan memberikan informasi gizi tentang pentingnya minum susu untuk anak sekolah.

Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian di sekolah tersebut dengan memberikan pendidikan gizi tentang pola makan seimbang melalui permainan Monogi. Dari media yang digunakan dalam pendidikan gizi, peneliti ingin melihat bagaimana pengetahuan dan sikap anak-anak sekolah tentang pola makan seimbang, dalam hal zat-zat gizi seimbang bagi anak dan sumber-sumber dari setiap zat gizi yang dibutuhkan.

Dokumen terkait